• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Penderita Berdasarkan Kesembuhan. 28

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1.2. Deskriptif Karakteristik Responden

5.1.2.6. Distribusi Penderita Berdasarkan Kesembuhan. 28

Tabel 5.6 Distribusi Penderita berdasarkan Kesembuhan

Kesembuhan Frekuensi (n) Persentase (%)

Sembuh 8 24.2

Meninggal 7 21.2

Pulang atas permintaan sendiri

18 54.5

JUMLAH 33 100.0

Dari tabel 5.6 didapati bahwa frekuensi kesembuhan tertinggi adalah pulang atas permintaan sendiri yaitu sebanyak 18 penderita (54.5%). Frekuensi kesembuhan terendah adalah meninggal yaitu sebanyak 7 penderita (21.2%) dan diikuti dengan yang sembuh sebanyak 8 penderita (24.2).

5.2 Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan data sekunder rekam medis di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014, diperoleh data mengenai karakteristik penderita yang Pneumonia. Data-data tersebut akan digunakan sebagai dasar dari pembahasan hasil akhir penelitian ini dan dijabarkan sebagai berikut.

5.2.1 Distribusi Penderita Berdasarkan Usia

Pada penelitian ini, usia penderita pneumonia pada anak yang terbesar adalah pada kelompok berusia > 2 bulan – 5 tahun diikuti kelompok berusia > 5 tahun – 18 tahun. Sedangkan usia penderita pneumonia anak yang berjumlah kecil adalah pada kelompok berusia < 2 bulan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian (2012). Menurut Dian, rentang usia > 2 bulan – 5 tahun dan kelompok berusia > 5 tahun – 18 tahun berisko lebih besar untuk terkena pneumonia berbanding dengan anak berusia < dari 2 bulan. Hal ini karena, sudah banyak berinteraksi dengan faktor lingkungan dan sistem imun yang lemah akibat malnutrisi.

5.2.2 Distribusi Penderita Berdasarkan Berat Badan Lahir

Dari hasil penelitian ini, anak yang menderita pneumonia lebih besar pada anak berat badan lahir rendah (< 2500 gram) dibandingkan dengan yang normal.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian (2012), yang menyatakan bahwa anak dengan berat badan lahir rendah mempunyai resiko terkena pneumonia dibandingkan dengan anak dengan berat badan lahir normal. Hal ini karena, menurut Kartasasmita (2010), berat badan saat lahir menentukan perkembangan fisik serta mental pada masa balita. Adapun masalah kesehatan yang dialami oleh anak yang berat badan lahir rendah lebih mudah terkena penyakit

infeksi, terutama pneumonia dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) lainnya. Hal ini dikarenakan pembentukan sistem kekebalan yang belum sempurna.

5.2.3 Distribusi Penderita Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, anak laki-laki lebih banyak yang mengalami kejadian pneumonia dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian (2012), yang menyatakan bahwa pneumonia anak lebih banyak menyerang anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Menurutnya, tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian pneumonia anak. Hal ini disebabkan karena proporsi anak pneumonia pada anak perempuan dan laki-laki hampir sama.

Akan tetapi, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nur (2007), yang menyatakan bahwa anak perempuan lebih cenderung terkena pneumonia. Menurutnya, hal ini mungkin terkait dengan pendekatan antara anak perempuan dengan ibinya, sehingga kemungkinan lebih sering dibawa ke dapur yang berasap.

5.2.4 Distribusi Penderita Berdasarkan Status Gizi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak dengan gizi baik lebih rentang terkena infeksi pneumonia dibandingkan dengan anak dengan gizi buruk.

Akan tetapi, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan olehRusepno (2005), yang menyatakan bahwa gizi buruk akan menyebabkan anak lebih rentan terhadap infeksi, seperti pneumonia. Hal ini karena, menurunnya status gizi akan menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh terhadap infeksi yaitu melalui gangguan imunitas humoral yang disebabkan oleh menurunnya komplemen protein dan menurunnya aktivitas leukosit untuk memfagosit maupun membunuh kuman.

5.2.5 Distribusi Penderita Berdasarkan Status Imunisasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang tidak diberikan imunisasi dasar lebih rentang terkena infeksi pneumonia dibandingkan dengan anak yang sudah diimunisasi.

Hal ini sejalan dengan penelitian Agussalim (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara status imunisasi dan infeksi pneumonia dan penyakit ISPA yang lain. Hal ini disebabkan karena pemberian imunisasi lengkap sebelum anak mencapai 1 tahun, anak akan terlindung dari infeksi pernafasan termasuk batuk rejan. Akan tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andri (2014). Menurutnya, tidak ada hubungan antara pemberian imunisasi dan terkenanya penyakit pneumonia.

5.2.6 Distribusi Penderita Berdasarkan Kesembuhan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien pulang sembuh adalah 24.2%, pasien yang meninggal adalah 21.2% dan yang selebihnya pulang atas permintaan sendiri sebanyak 54.5%.

Lain halnya pada penelitian yang dilakukan oleh Yudhi (2012), yang menyatakan bahwa pasien sembuhnya lebih tinggi sebanyak 85.1% dibandingkan dengan pasien yang meninggal sebanyak 4.1% dan pasien yang pulang atas permintaan sendiri sebanyak 10.8%. Hal ini karena, kesembuhan penyakit pneumonia sangat bergantung pada status gizi pasien dan berat penyakit serta penyakit penyerta.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada penderita Pneumonia pada anak pada tahun 2014, dapat diambil kesimpulan seperti berikut:

1. Jumlah kasus pasein anak yang menderita pneumonia di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2014 adalah 33 orang.

2. Proporsi kelompok usia tertinggi yang menderita Pneumonia adalah pasien berusia < 2 bulan – 5 tahun sebanyak 16 orang (48.5%), diikuti oleh kelompok pasien berusia > 5 tahun – 18 tahun sebanyak 15 orang (45.5%). Kelompok usia terendah yang menderita pneumonia adalah pasein berusia < 2 bulan yaitu sebanyak 2 orang (6.1%).

3. Proporsi berat badan lahir tertinggi yang menderita pneumonia adalah anak yang berat badan lahirnya rendah yaitu sebanyak 14 orang (42.4%). Penderita pneumonia dengan berat badan lahirnya normal adalah sebanyak 9 orang (27.3%) dan penderita pneumonia yang berat badan lahirnya tidak terukur adalah sebanyak 10 orang (30.3%).

4. Proporsi jenis kelamin yang tertinggi ynag menderita pneumonia adalah laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu sebanyak 24 orang (72.7%). Penderita pneumonia perempuan adalah sebanyak 9 orang (27.3%).

5. Proporsi status gizi tertinggi yang menderita penyakit pneumonia adalah pasien dengan status gizi baik yaitu sebanyak 20 orang (60.6%). Pasien dengan status gizi buruk yang menderita penyakit pneumonia adalah sebanyak 13 orang (39.4%).

6. Proporsi status imunisasi tertinggi yang menderita penyakit pneumonia adalah pasien yang tidak diimunisasi yaitu sebanyak 18 orang (54,5%). Pasien yang

menderita penyakit pneumonia yang telah diimunisasi adalah sebanyak 15 orang (45.5%).

7. Proporsi kesembuhan penyakit pneumonia yang tertinggi adalah pasien yang pulang atas permintaan sendiri sebanyak 18 orang (54,5%). Kesembuhan penyakit pneumonia yang terendah adalah pasien yang meninggal sebanyak 7 orang (21.2%) dan diikiti oleh pasien sembuh sebanyak 8 orang (24.2%).

6.2 Saran

1. Diharapkan peningkatan tingkat pengetahuan masyarakat, tenaga paramedic dan medis mengenai gejala penyakit pneumonia supaya dapat memperbaiki prognosa penyakit ini dan akan dapat memberikan prognosa yang lebih baik. 2. Data rekam medis perlu dilengkapkan dan dirapikan sehingga informasi yang

ingin digali dapat dibaca dengan lebih mudah dan sempurna, misalnya yang berhubungan dengan faktor- faktor risiko pneumonia.

3. Pencegahan pneumonia salah satunya dapat dilakukan dengan meningkatkan imunisasi dasar pada bayi terutama DPT dan Campak. Salah satu alternatif lain adalah memberikan vaksinasi Hib dan Pneumococus.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai jaringan paru-paru yang bisa diklasifikasikan sebagai radang infeksi dan non-infeksi. Penyebab faktor infeksi bisa karena bakteri, virus, mikroplasma dan protozoa. Pneumonia non-infeksi bisa terjadi karena usia tua, merokok, sistem imun yang lemah dan penyakit kronis seperti sakit jantung dan diabetes (Dock dan Boskey, 2012).

Jaringan paru-paru terdiri daripada kantong-kantong kecil yang disebut alveoli, dimana ia terisi dengan udara pada individu yang sehat. Ketika seseorang individu memiliki pneumonia, alveolinya akan terisi dengan pus dan cairan yang mengakibatkan kesakitan saat bernafas dan membatasi asupan oksigen. (WHO, 2014).

Pneumonia juga merupakan penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat. Nafas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan nafas cepat diketahui dengan menghitung tarikan nafas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan nafasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan nafasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan nafasnya 60 kali atau lebih per menit (Depkes, 2010).

2.2 Epidemologi

Menurut UNICEF dan WHO (tahun 2006), pneumonia merupakan pembunuh anak paling utama yang telah dilupakan (major “forgotten killer of children”). Pneumonia merupakan penyebab kematian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria dan campak. Setiap tahun, lebih dari 2 juta anak meninggal karena pneumonia, berarti 1 dari 5 orang balita meninggal di dunia. Pneumonia merupakan penyebab kematian yang paling sering,

terutama di negara dengan angka kematian tinggi. Hampir semua kematian akibat pneumonia (99,9%), terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least developed). Jumlah kematian tertinggi terjadi di daerah Sub Sahara yang mencapai 1.022.000 kasus per tahun dan di Asia Selatan mencapai 702.000 kasus per tahun. Diperkirakan setiap tahun lebih dari 95% kasus baru pneumonia terjadi di negara berkembang. Menurut laporan WHO, lebih dari 50% kasus pneumonia berada di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan pula bahwa tiga per empat kasus pneumonia pada balita di seluruh dunia berada di 15 negara. Indonesia merupakan salah satu diantara ke 15 negara tersebut dan menduduki tempat ke-6 dengan jumlah kasus sebanyak 6 juta. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun 1992, 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai kontribusi besar terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan pada penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki tempat ke-2 sebagai penyebab kematian bayi dan balita setelah diare dan menduduki tempat ke-3 sebagai penyebab kematian pada neonatus. Penelitian yang dilakukan di Pulau Lombok tahun 1998 sampai 2002 mendapatkan hasil sebagai berikut: kejadian pneumonia pada anak usia kurang dari 2 tahun adalah sebesar 30,433 per 100.000 anak/tahun, kejadian pneumonia Hib adalah 894 per 100.000 anak per tahun, dan kematian anak karena pneumonia Hib adalah 92 per 100 anak per tahun (Depkes, 2010).

2.3 Etiologi

Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikroplasma (bentuk peralihan bakteri dan virus) dan protozoa.

2.3.1 Bakteri

Pneumonia dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumonia sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera

memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Anak yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, nafas terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku mungkin membiru karena kekurangan oksigen (Misnadiarly, 2008).

2.3.2Virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernafasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia ini jenis tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun, bila infeksi terjadi dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian. Gejala pneumonia yang disebabkan oleh virus sama dengan influenza, seperti demam, batuk kering, sakit kepala, ngilu di seluruh tubuh, sesak nafas, batuk makin berat dan demam tinggi (Misnadiarly, 2008).

2.3.3Mikroplasma

Mikroplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikroplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikroplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly,2008).

2.3.4Protozoa

Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia

(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam perhitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P.Carinii pada jaringan paru atau specimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).

Etiologi Pneumonia berdasarkan umur.

Pada bayi baru lahir, pneumonia seringkali terjadi karena aspirasi, infeksi virus Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram negatif seperta bakteri Coli, TORCH, Streptokokus dan Pneumokokus. Pada bayi, pneumonia biasanya disebabkan oleh berbagai virus, yaitu Adenovirus, Coxsackie, Parainfluenza, Influenza A or B, Respiratory Syncytial Virus (RSV), dan bakteri yaitu B. streptococci, E. coli, P. aeruginosa, Klebsiella, S. pneumoniae, S. aureus, Chlamydia. Pneumonia pada batita dan anak pra-sekolah disebabkan oleh virus, yaitu: Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu: S. pneumoniae, Hemophilus influenzae, Streptococci A, Staphylococcus aureus, Chlamydia. Pada anak usia sekolah dan usia remaja, pneumonia disebabkan oleh virus, yaitu Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri, yaitu S. pneumoniae, Streptococcus A dan Mycoplasma (Depkes,2010).

2.4 Gejala Klinis

Penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40ºC, sesak nafas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).

Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada anak antara lain:

i. Batuk nonproduktif ii. Ingus (nasal discharge) iii. Suara nafas lelah

iv. Penggunaan otot bantu nafas v. Demam

vi. Cyanosis

vii.Infiltrate melebar pada foto toraks viii.Sakit kepala

ix. Kekakuan dan nyeri otot x. Sesak nafas

xi. Menggigil xii. Berkeringat xiii.Lelah

xiv. Terkadang kulit menjadi lembab xv. Mual dan muntah

2.5 Faktor Risiko

Sementara kebanyakan anak yang sehat dapat melawan infeksi dengan pertahanan alami mereka, anak- anak dengan sistem imun terganggu berisiko tinggi terkena pneumonia. Sistem imun seorang anak dapat dilemahkan oleh karena malnutrisi atau kekurangan gizi, terutama pada balita yang tidak menerima air susu ibu (ASI) (WHO,2014).

Penyakit sebelumnya seperti gejala infeksi HIV dan campak juga meningkatkan risiko anak tertular pneumonia.

Faktor lingkungan berikut juga meningkatkan risiko pneumonia pada anak polusi udara dalam ruangan yang disebabkan oleh memasak dan pemanasan dengan bahan bakar biomassa (seperti kayu atau kotoran), keadaan rumah yang sesak dan orang tua yang merokok (WHO, 2014).

Faktor dasar yang menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah (Depkes, 2010):

2.5.1 Kemiskinan yang luas.

Kemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat kesehatan rendah dan status sosio-ekologi menjadi buruk.

2.5.2 Derajat kesehatan rendah.

Akibat derajat kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi termasuk infeksi kronis dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain seperti malaria, campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng (Zn), tingginya prevalensi kolonisasi patogen di nasofaring, tingginya kelahiran dengan berat lahir rendah, tidak ada atau tidak memberikan ASI dan imunisasi yang tidak adekwat memperburuk derajat kesehatan.

2.5.3 Status sosio-ekologi buruk.

Status sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya lingkungan, daerah pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang akibat penggunaan biomass (bahan bakar rumah tangga dari kayu dan sekam padi), dan polusi udara luar-ruang. Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan ibu yang kurang memadai serta adanya adat kebiasaan dan kepercayaan lokal yang salah.

2.5.4 Pembiayaan kesehatan sangat kecil.

Di negara berpenghasilan rendah pembiayaan kesehatan sangat kurang. Sebagai gambaran kesenjangan pembiayaan kesehatan adalah sbb: di seluruh dunia 87% pembiayaan kesehatan di pakai hanya untuk 16% jumlah penduduk di negara ber penghasilan tinggi. Sisanya (13 %) pembiayaan di pakai untuk sebagian besar (84%) penduduk di negara berpenghasilan rendah. Pembiayaan kesehatan yang tidak cukup menyebabkan fasilitas kesehatan seperti infrastruktur kesehatan untuk

diagnostik dan terapeutik tidak adekwat dan tidak memadai, tenaga kesehatan yang terampil terbatas, di tambah lagi dengan akses ke fasilitas kesehatan sangat kurang 2.5.5 Proporsi populasi anak lebih besar.

Di negara berkembang yang umumnya berpenghasilan rendah proporsi populasi anak 37%, di negara berpenghasilan menengah 27% dan di negara berpenghasilan tinggi hanya 18% dari total jumlah penduduk. Besarnya proporsi populasi anak akan menambah tekanan pada pengendalian dan pencegahan pneumonia terutama pada aspek pembiayaan.

2.6 Klasifikasi

2.6.1 Berdasarkan Umur

Berdasarkan Pola Tatalaksana penderita ISPA Ditjen PP dan PL (2011) pada anak, klasifikasi pneumonia dibedakan untuk golongan umur < 2 bulan dan umur 2 bulan sampai 5 tahun, yaitu sebagai berikut:

Untuk golongan umur < 2 bulan, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:

Pneumonia apabila ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing). Bukan pneumonia apabila batuk pilek biasa, bisa tidak ditemukan tarikan kuat dinding dada bagain bawah atau nafas cepat.

Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun, diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: Pneumonia berat bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat anak diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tidak menangis atau meronta). Pneumonia bila disertai nafas cepat, tidak ada tarikan dinding dada. Bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi

nafas (nafas cepat) dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA diluar pneumonia seperti batuk pilek biasa (commom cold), pharyngitis, tonsillitis, otitis.

WHO merekomendasikan klasifikasi klinis dan pengobatan yang diberikan pada balita usia 2 bulan sampai 5 tahun yang memiliki batuk atau kesukaran bernafas, dapat dilihat pada table sebagai berikut:

Table 2.1 Kriteria WHO Terhadap Pengobatan Pada Usia 2 Bulan Sampai 5 Tahun Yang Memiliki Batuk Atau Kesukaran Bernafas Sesuai Dengan Klasifikasi Klinis Penderita

Kriteria Pneumonia Gejala Klinis dan Pengobatan

Bukan pneumonia Tidak ada sesak nafas, tidak ada tarikan dinding dada, tidak diberikan antibiotik.

Pneumonia Nafas cepat, tidak ada tarikan dinding dada. Pengobatan di rumah dengan pemberian antibiotik kotrimaxazol atau amoksisilin.

Pneumonia berat Nafas cepat, tarikan dinding dada, tidak ada sianosis, masih mampu makan / minum. Dirujuk ke rumah sakit. Pneumonia sangat

berat

Nafas cepat, tarikan dinding dada, ada sianosis, tidak mampu makan / minum, kejang, sukar dibangunkan, stidor sewaktu tenang, gizi buruk. Dirujuk ke rumah sakit.

2.6.2 Berdasarkan etiologi

Table 2.2. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologi

Grup Penyebab Tipe Pneumonia

Bakteri - Streptococcus Pneumonia - Streptococcus Piogenesis - Staphilococcus aureus - Klebsiela pneumonia - Eschereriacoli - Yersinia pestis - Legionnaires bacillus Pneumoni bacterial Legionnaires disease Virus - Influenza virus

- Virus respiratory Syncytial

Pneumonia virus

Mikroplasma - Mikroplasma pneumonia Pneumonia mikroplasmal Protozoa - Pneumositis Carinii Pneumonia pneumosistis

(pneumonia plasma sel) Sumber : Alsagaff dan Mukty, 2010.

2.7 Diagnosis

Diagnosis gejala pneumonia bervariasi tergantung pada umur penderita dan penyebab infeksinya. Pneumonia karena infeksi bakteri biasanya menyebabkan anak sakit berat mendadak dengan demam tinggi dan nafas cepat. Infeksi karena virus umumnya lebih gradual dan bisa memburuk setiap saat. Gejala - gejala yang sering ditemui pada anak dengan pneumonia adalah nafas cepat dan sulit bernafas, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan hilang, dan mengik. Balita yang menderita pneumonia berat bisa mengalami kesulitan bernafas, sehingga dadanya bergerak naik turun dengan cepat atau tertarik ke dalam saat menarik nafas atau

muda bisa berupa kejang, kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia), tidak bereaksi (letargi) dan minum terganggu (Depkes, 2010).

Pemeriksaan foto toraks (chest X-ray) merupakan baku emas (gold standard) untuk memastikan kecurigaan akan adanya pneumonia (Baker, 2001).

Indikasi pemeriksaan foto toraks pada pneumonia (Kunnamo, 2005): - Anak dengan suara nafas berkurang.

- Anak dengan gejala saluran pernafasan bawah seperti takipneu.

- Tanda-tanda infeksi bakteri (demam dan peningkatan konsentrasi serum CRP) walaupun focus infeksi tidak diketahui.

- Aspirasi benda asing (kebanyakan benda asing tidak dapat dilihat pada foto dada tetapi mungkin dapat menyebabkan tanda-tanda infeksi atau hiperinflasi).

Table 2.3. Pedoman Tatalaksana Kasus Pneumonia Pada Anak

Gejala Diklasifikasikan

sebagai

Pengobatan

Nafas cepat (*)

Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam Stidor pada anak dalam keadaan tenang

Pneumonia berat Segera dirujuk rumah sakit untuk pemberian suntikan antibiotika dan pemberian oksigen bila diperlukan.

Berikan 1 dosis antibiotika yang tepat.

Nafas cepat (*) Pneumonia tidak berat Berikan antibiotika yang tepat untuk diminum.

Nasihati ibu dan beritahu bila harus kembali untuk kunjungan control.

Tidak ada nafas cepat Bukan pneumonia (penyakit paru lain)

Nasihati ibu dan beritahu kapan harus kembali bila gejala menetap atau keadaan memburuk.

(*) Disebut nafas cepat, apabila:

Anak usia < 2 bulan bernafas 60 kali atau lebih per menit

Anak usia 2 bulan sampai 11 bulan bernafas 50 kali atau lebih per menit Anak usia 12 bulan sampai 5 tahun bernafas 40 kali atau lebih per menit 2.8 Pencegahan Pneumonia

Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus yang pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif dan asupan seng, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi

Dokumen terkait