• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Deskriptif

5.1.1 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Jantung berdasarkan

a. Umur dan Jenis Kelamin

Proporsi umur dan jenis kelamin pada penderita gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.1 Diagram Bar Proporsi Umur dan Jenis Kelamin pada Penderita Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014

Berdasarkan gambar 5.1 di atas, dapat dilihat bahwa pada penderita laki- laki, proporsi tertinggi berada pada kelompok umur 45–59 tahun dan 60–74 tahun dengan proporsi masing-masing sebesar 18,4%. Sementara itu pada penderita

perempuan, proporsi tertinggi berada pada kelompok umur ≥ 75 tahun dengan

proporsi 20,4%.. Hal ini sesuai dengan penelitian Pakpahan (2012) di RSU Herna Medan pada tahun 2009-2010, dimana proporsi penderita gagal jantung lebih

5,8 18,4 18,4 4,9 2.9 12.6 16.5 20.4 30 20 10 0 10 20 30 ≤ 44 45–59 60–74 ≥ 75 Proporsi (%) Um ur (t a hu n)

Umur dan Jenis Kelamin Penderita Gagal Jantung

Perempuan Laki-laki

tinggi pada kelompok umur ≥ 40 tahun (96,5%) daripada kelompok umur < 40

tahun (3,5%).

Gagal jantung umumnya terjadi pada usia lanjut. Hal ini berkaitan dengan kebugaran tubuh yang menurun seiring bertambahnya usia dimana kemampuan tubuh khususnya otot jantung dan pembuluh darah semakin menurun. Di samping itu, patofisiologi gagal jantung terjadi secara kronis sehingga manifestasinya baru dirasakan setelah bertahun-tahun menderita.

Dari gambar di atas juga dapat diketahui bahwa antara penderita laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan yang berbeda di setiap rentang umur.

Pada kelompok umur ≤ 44 tahun, grafik penderita laki-laki dan perempuan

besarnya hampir sama. Namun pada kelompok umur 45−59 tahun, 60−74 tahun, dan ≥ 75 tahun panjang grafik cenderung bertolak belakang. Pada rentang umur

tertentu, laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang berbeda. Laki-laki berisiko lebih besar mengalami gagal jantung daripada perempuan yang belum menopause karena setelah menopause, kemampuan tubuh perempuan untuk memproduksi hormon estrogen menurun (World Heart Federation, 2015). Karena itu proporsi

perempuan pada umur ≥ 75 tahun lebih tinggi daripada pria. Selain itu, hal ini juga terjadi karena perbedaan usia harapan hidup laki-laki dan perempuan yang cenderung berbeda. Umumnya, usia harapan hidup laki-laki lebih rendah dari wanita sehingga pada usia tertentu, laki-laki lebih banyak yang sudah meninggal daripada perempuan sehingga penderita laki-laki yang ditemukan pada usia tua lebih sedikit daripada perempuan.

b. Suku

Penderita gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 seluruhnya adalah suku Batak (100%). Hal ini tidak dapat menunjukkan bahwa risiko penderita yang bersuku Batak untuk mengalami gagal jantung lebih tinggi daripada suku lainnya, namun dikarenakan penderita yang datang berobat adalah hanya yang bersuku Batak.

c. Pekerjaan

Proporsi pekerjaan penderita gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.2 Diagram Pie Proporsi Pekerjaan Penderita Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014

Berdasarkan gambar 5.2 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi penderita gagal jantung yang bekerja sebagai petani/buruh adalah yang tertinggi (63,1%), sedangkan yang terendah adalah pegawai negeri sipil (PNS) yaitu sebanyak 4,9%.

63.1% 23.3%

8.7%

4.9%

Pekerjaan Penderita Gagal Jantung

Petani/buruh Pensiunan Wiraswasta PNS

Hal ini bukan berarti petani/buruh lebih beresiko untuk menderita gagal jantung tetapi karena mayoritas penderita gagal jantung pekerjaannya adalah petani/buruh. Jenis pekerjaan dapat berpengaruh dengan kejadian gagal jantung. Pada penderita yang sudah pensiun kemungkinan risiko untuk mengalami gagal jantung lebih besar karena berhubungan dengan usia yang menua serta berkurangnya aktivitas fisik. Namun dari hasil penelitian ini, kelompok berisiko tinggi seperti pensiunan bukan merupakan jenis pekerjaan dengan proporsi tertinggi.

d. Tempat Tinggal

Proporsi tempat tinggal penderita gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.3 Diagram Pie Proporsi Tempat Tinggal Penderita Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014

Berdasarkan gambar 5.3 di atas, dapat dilihat bahwa 99% atau hampir seluruh penderita gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan pada tahun 2014 bertempat tinggal di Kabupaten Samosir, sedangkan hanya 1% yang bertempat tinggal di luar Kabupaten Samosir.

Tingginya jumlah penderita yang berasal dari Kabupaten Samosir dapat dikarenakan oleh beberapa sebab. Pertama, RSUD dr. Hadrianus Sinaga adalah satu-satunya rumah sakit umum di Kabupaten Samosir yang juga terletak di ibukota kabupaten. Kedua, Kabupaten Samosir memiliki kondisi wilayah yang dibatasi oleh kawasan Danau Toba sehingga akses masyarakat untuk berobat ke rumah sakit lain di luar Kabupaten Samosir memerlukan waktu dan biaya yang lebih besar dibandingkan ke RSUD dr. Hadrianus Sinaga.

99% 1%

Tempat Tinggal Penderita Gagal Jantung

Kabupaten Samosir Luar Kabupaten Samosir

5.1.2 Keluhan Utama

Proporsi penderita gagal jantung berdasarkan keluhan utama di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.4 Diagram Bar Proporsi Keluhan Utama Penderita Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014

Berdasarkan gambar 5.4 di atas, dapat diketahui bahwa proporsi jenis keluhan utama tertinggi adalah sesak napas (54,5%). Keluhan utama ini adalah keluhan yang mewakili keluhan-keluhan yang dirasakan penderita. Banyak di antara penderita ini mengalami lebih dari satu keluhan. Misalnya seorang penderita mengalami keluhan sesak napas, batuk, dan jantung berdebar sekaligus. Namun berdasarkan hasil pencatatan rekam medik, keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan paling mengganggu penderita.

Hal ini sesuai dengan penelitian Gusrida (2001) di Rumah Sakit Haji Medan tahun 1997-2000 yang mengatakan bahwa seluruh penderita gagal jantung memiliki keluhan sesak napas. Sesak napas terjadi karena jantung tidak dapat

1 2.9 4.9 6.8 6.8 7.8 15.5 54.5 0 10 20 30 40 50 60 Edema Nyeri dada Jantung berdebar Sakit kepala Batuk Nyeri ulu hati Penurunan kesadaran Sesak napas

Proporsi (%) Keluhan Utama Penderita Gagal Jantung

memompa darah ke seluruh tubuh secara adekuat sehingga tubuh kekurangan oksigen.

5.1.3 Klasifikasi Gagal Jantung

Proporsi penderita gagal jantung berdasarkan klasifikasi gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.5 Diagram Pie Proporsi Klasifikasi Gagal Jantung pada Penderita Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014

Berdasarkan gambar 5.5 di atas, dapat diketahui bahwa proporsi tertinggi klasifikasi gagal jantung adalah gagal jantung kelas II dan III dengan masing- masing proporsi 38,8%.

Tingginya proporsi penderita gagal jantung kelas II dan III yang dirawat inap menunjukkan bahwa pada umumnya penderita gagal jantung datang berobat ke rumah sakit karena telah merasakan keluhan/gejala. Pada penderita gagal jantung kelas II keluhan sudah terasa pada saat melakukan aktivitas fisik yang

38,8%

38,8% 22,4%

Klasifikasi Gagal Jantung

Kelas II Kelas III Kelas IV

berat. Pada penderita gagal jantung kelas III sudah disertai pembatasan aktivitas fisik yang bermakna, dimana keluhan akan timbul pada saat melakukan aktivitas fisik yang ringan. Hal ini tentunya menganggu kegiatan sehari-hari. Proporsi terendah terjadi pada gagal jantung kelas IV, kemungkinan disebabkan karena gagal jantung kelas IV sudah mengakibatkan kematian sehingga pasien tersebut tidak datang lagi berobat ke rumah sakit. Sementara itu, penderita gagal jantung kelas I tidak dijumpai karena biasanya penderita pada kelas ini belum datang berobat ke rumah sakit karena gejala yang dirasakan belum berat dan mengganggu aktivitas sehari-hari atau bahkan tidak dirasakan sama sekali.

5.1.4 Penyakit Penyerta

Proporsi penyakit penyerta pada penderita gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.6 Diagram Bar Proporsi Penyakit Penyerta Penderita Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014

4.9 4.9 4.9 4.9 5.8 6.8 6.8 8.7 13.6 17.5 17.5 24.3 27.2 27.2 0 5 10 15 20 25 30 Kardiomegali Cor pulmonale Anemia Old miokard infark (OMI) Oedem paru Diabetes mellitus Stroke Fibrilasi atrial Dispepsia Penyakit jantung hipertensi Penyakit jantung koroner Pneumonia Hipertensi PPOK

Proporsi (%)

Berdasarkan gambar 5.6 di atas, dapat diketahui bahwa proporsi penyakit penyerta tertinggi adalah penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan hipertensi yang masing-masing sebesar 27,2%. Hal ini sesuai dengan penelitian Dewi (2007) di Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang tahun 2006 yang menyatakan bahwa penyakit penyerta yang terjadi pada penderita gagal jantung adalah hipertensi (50%).

Tingginya proporsi PPOK pada penderita gagal jantung dapat terjadi karena adanya hubungan yang erat antara kedua sistem organ (dalam hal ini jantung dan paru) sehingga keduanya sangat mungkin saling mempengaruhi. Kelainan pada salah satu fungsi organ ini dapat memperburuk fungsi organ yang lain (Masna, Kusmana, dan Antariksa, 2011).

Hipertensi juga berpengaruh pada kejadian gagal jantung. Hal ini terjadi karena ketika terjadi hipertensi, jantung harus memompa lebih kuat dari kondisi normal agar sirkulasi darah tetap stabil sehingga beban jantung semakin berat. Jika keadaan ini terjadi terus-menerus, kontraktilitas jantung semakin melemah sehingga meningkatkan risiko gagal jantung.

5.1.5 Terapi yang Diberikan

Proporsi terapi yang diberikan pada penderita gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.7 Diagram Bar Proporsi Terapi yang Diberikan pada Penderita Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014

Berdasarkan gambar 5.7 di atas, dapat diketahui bahwa terapi terbanyak yang diberikan pada penderita gagal jantung adalah terapi kombinasi (49,5%). Hal ini dapat dikarenakan oleh kondisi penderita yang sudah parah sehingga memerlukan penanganan yang cepat sehingga dokter memberikan lebih dari satu jenis terapi. 49.5 35 6.8 5.8 2.9 0 10 20 30 40 50 60

Kombinasi Diuretik Penghambat

ACE

Beta Blocker Glikosida Digitalis P ropors i (% )

5.1.6 Frekuensi Rawat Inap

Proporsi rawat inap penderita gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.8 Diagram Pie Frekuensi Rawat Inap Penderita Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014

Berdasarkan gambar 5.8 di atas, dapat diketahui bahwa penderita gagal jantung terbanyak dirawat inap sebanyak satu kali (83,5%) dan paling sedikit dirawat inap sebanyak tiga kali (2%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Salim (2013) di RSUP H. Adam Malik Medan dimana frekuensi pasien gagal jantung untuk mengalami rawat inap ulang di RSUP Haji Adam Malik selama Januari hingga Desember 2012 yang paling banyak ialah 1 kali (81,3%). Penderita yang telah dirawat inap sebanyak satu kali umumnya pulang dengan berobat jalan. Namun pada penderita yang dirawat inap sebanyak lebih dari satu kali disebabkan perburukan kondisi umum penderita.

83,5% 14,5%

2%

Frekuensi Rawat Inap Penderita Gagal Jantung

1 kali 2 kali 3 kali

5.1.7 Sumber Pembiayaan

Proporsi sumber pembiayaan penderita gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.9 Diagram Pie Sumber Pembiayaan Penderita Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014

Berdasarkan gambar 5.9 di atas, dapat diketahui bahwa proporsi terbesar sumber pembiayaan penderita gagal jantung selama perawatan di rumah sakit adalah bukan biaya sendiri (69,9%), sedangkan pembiayaan sendiri hanya 30,1%.

Penderita gagal jantung lebih banyak menggunakan sumber pembiayaan bukan dari biaya sendiri karena rumah sakit RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan adalah rumah sakit pemerintah yang melayani pasien dengan ASKES, BPJS, Jamkesmas, ASKES Sosial, maupun Jamkesda yang saat ini disatukan dalam BPJS. Pelayanan BPJS yang ada saat ini juga memperbesar peluang penderita memperoleh pengobatan sehingga banyak penderita yang berobat menggunakan layanan BPJS.

69,9% 30,1%

Sumber Pembiayaan Penderita Gagal Jantung

Bukan biaya sendiri Biaya sendiri

Di sisi lain, penderita yang menggunakan pembiayaan sendiri masih cukup besar mengingat bahwa gagal jantung merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan namun hanya dapat dikontrol untuk mencegah meningkatnya kelas dan memperpanjang hidup penderita sehingga penderita harus berobat secara teratur seumur hidupnya. Penderita yang menggunakan sumber biaya sendiri ini tidak sedikit yang bekerja sebagai petani atau buruh yang pada umumnya berpenghasilan menengah ke bawah. Penderita seharusnya menggunakan layanan BPJS untuk setiap kali datang berobat dan melakukan kontrol agar biaya yang dikeluarkan dapat ditekan. Apalagi saat ini BPJS merupakan program wajib yang harus diikuti oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali.

5.1.8 Lama Rawatan

Proporsi keadaan lama rawatan penderita gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.10 Diagram Pie Lama Rawatan Penderita Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014

65% 35%

Lama Rawatan Penderita Gagal Jantung

≤ 4 hari

Dari gambar 5.10 di atas dapat diketahui bahwa penderita gagal jantung

paling banyak adalah yang dirawat selama ≤ 4 hari (65%) daripada yang dirawat > 4 hari (35%). Lama rawatan tergantung dari kondisi penderita setelah diberikan penatalaksanaan medis dan permintaan dari keluarga atau pasien itu sendiri. Terdapat beberapa pasien yang keluar dari rumah sakit padahal penyakitnya belum sembuh maupun dirujuk ke rumah sakit lain.

5.1.9 Keadaan Sewaktu Pulang

Proporsi keadaan sewaktu pulang penderita gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.11 Diagram Pie Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Gagal

Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014

Berdasarkan gambar 5.11 di atas dapat diketahui bahwa proporsi tertinggi penderita pulang dengan berobat jalan (65%) dan terendah pulang atas permintaan sendiri (7,8%). Hal ini dapat disebabkan karena penyakit gagal jantung tidak bisa

65% 15,5%

11,7%

7,8%

Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Gagal Jantung

Pulang Berobat Jalan (PBJ) Dirujuk ke Rumah Sakit Lain Meninggal

Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)

disembuhkan tapi harus tetap dikontrol setelah pulang dari rumah sakit agar kondisi penderita dapat diawasi dengan baik dan tidak menjadi lebih parah.

Penderita gagal jantung yang pulang atas permintaan sendiri dikarenakan belum merasa puas dengan pelayanan rumah sakit walaupun belum diperbolehkan pulang oleh dokter.

Dokumen terkait