• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Gagal Jantung yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Penderita Gagal Jantung yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

YUNITA DEWITRIANA LINGGA NIM. 111000167

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

YUNITA DEWITRIANA LINGGA NIM. 111000167

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

i

INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. HADRIANUS SINAGA PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014” ini beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau

pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang

berlaku dalam masyarakat keilmuan, Atas pernyataan ini saya siap menanggung

resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemungkinan ditemukan

adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari

pihak lain terhadap karya saya ini.

Medan, Agustus 2015

(4)
(5)

iii

Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi gagal jantung di Indonesia sebesar 300 per 100.000 orang, sedangkan di Sumatera Utara prevalensi gagal jantung

sebesar 280 per 100.000 orang pada usia ≥ 15 tahun. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui karakteristik penderita gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series. Data penelitian adalah data sekunder dengan populasi penelitian seluruh data penderita gagal jantung yang berjumlah 103 data dan dijadikan sebagai sampel. Data dianalisis secara deskriptif dan dengan uji Chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi penderita gagal jantung

tertinggi pada kelompok umur 60−74 tahun (35%), berjenis kelamin perempuan

(52,4%), suku Batak (100%), bekerja sebagai petani/buruh (63,1%), dan tinggal di wilayah Kabupaten Samosir. Keluhan utama terbanyak sesak napas (54,5%), klasifikasi gagal jantung kelas II dan III (38,8%), penyakit penyerta PPOK dan hipertensi (27,2%), terapi kombinasi (49,5%), dirawat inap satu kali (83,5%),

bukan biaya sendiri (69,9%), lama rawatan ≤4 hari, pulang berobat jalan (65%). Hasil uji statistik tidak ada perbedaan proporsi antara umur dan jenis kelamin (p=0,395), umur dan klasifikasi gagal jantung (p=0,925), umur dan kematian (p=1,00), jenis kelamin dan klasifikasi gagal jantung (p=0,904), jenis kelamin dan keadaan sewaktu pulang (p=0,113), pekerjaan dan klasifikasi gagal jantung (p=0,847), penyakit penyerta dan klasifikasi gagal jantung (p=0,876), penyakit penyerta dan rujukan (p=0,517), lama rawatan dan rujukan (p=0,533), serta klasifikasi gagal jantung dan keadaan sewaktu pulang (p=0,075)

Diharapkan kepada kelompok berisiko tinggi untuk menerapkan pola hidup sehat, kepada penderita gagal jantung untuk tetap melakukan kontrol dan pola hidup sehat, seta ikut serta menjadi peserta BPJS, kepada pihak rumah sakit umtuk meningkatkan pemberian informasi kepada penderita gagal jantung.

(6)

iv

was 300 per 100.000 people. In North Sumatera, the prevalence of heart failure was 280 per 100.000 people more than 15 years old.

This descriptive research has been designed with case series that aimed to find out the characteristic of heart failure patients in dr. Hadrianus Sinaga General Hospital in 2014. The population were the data of people with heart failure totaling 103 data and used as sample. Data were analyzed descriptively using Chi-square.

The results showed the proportion of patients with heart failure was highest in the age group 60−74 years (35%), female (52,4%), Bataknese (100%), farmer (63,1%), lived in Samosir regency (99%), hard to breathe (54,5%), suffered for second or third heart failure (38,8%), COPD and hypertension of comorbidity (27,2%), got the combination teraphy (49,5%), once hospitalized

(83,5%), were not own expense (69,9%), stayed in ≤ 4 days (65%), were

becoming outpatient (65%). There was no difference of age based on sex (p= 0,395), age based on classification (p= 0,925), age based on mor tality (p= 1,00), sex based on classification (p= 0,904), sex based on becoming outpatient (p= 0,113), occupation based on classification (p= 0,847), comorbidities based on classification (p= 0,876), comorbidities based on being admitted (p= 0,517), length of stay based on being admitted (p= 0,533), and classification based on becoming outpatient (p= 0,075)

It would be advisable for the high risk people to take good lifestyle, for the patients have heart control and take medicine regularly and become participant of BPJS, for the dr. Hadrianus Sinaga General Hospital to improve service and providing information to patient with heart failure.

(7)

v

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Karakteristik

Penderita Gagal Jantung yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014” yang

merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di

Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari dukungan dan

bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil. Untuk itu penulis

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I sekaligus

Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU yang telah meluangkan waktu

dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk kepada

penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Bapak Dr. dr. Taufik Ashar, MKM selaku Dosen Pembimbing II yang juga

telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan,

saran, dan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku Dosen Penguji I yang telah

(8)

vi

7. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara, khususnya Departemen Epidemiologi.

8. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hadrianus Sinaga Pangururan

Bapak dr. Nimpan Karo-karo, MM dan seluruh staf khususnya bagian

rekam medik yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Orangtuaku tercinta Ayahanda Baktiar Lingga dan Ibunda Renna Saragih

yang senantiasa memberi kasih sayang, mendukung, mendoakan, dan

memotivasi penulis, juga kepada kedua adikku tersayang Debby Cynthia

Lingga dan Bryan Ananta Lingga, dan seluruh keluarga, terkhusus kepada

A. Siahaan dan A. Sinaga atas doa, perhatian, dan semangat yang diberikan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Yang terkasih Dionsius Fredi Nainggolan atas kasih sayang, perhatian, dan

semangat yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman “Tiga Benua” (Rolentina, Anjela, Ervina, Ellys, Serani, Denny, Rafika) yang selalu memberikan semangat dan berbagi dalam

menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman-teman stambuk 2011, khususnya teman seperjuangan di peminatan

Epidemiologi atas semangat, dukungan, dan kebersamaan dalam

(9)

vii

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyajian

skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk

perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Tuhan memberkati. Ut Omnes Unum Sint.

Medan, Agustus 2015

(10)

viii

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Definisi Gagal Jantung ... 9

2.2 Jantung ...10

2.2.1 Anatomi Jantung ...10

2.2.2 Siklus Jantung ...10

2.2.3 Denyut Jantung ...11

2.2.4 Curah Jantung ...11

2.3 Patofisiologi ...12

2.3.1 Mekanisme Hemodinamik ...12

2.3.2 Mekanisme Neurohormonal ...13

2.4 Klasifikasi Gagal Jantung ...14

2.4.1 Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Kemampuan Fungsional ....14

2.4.2 Klasifikasi Berdasarkan Manifestasi Klinis ...15

2.5 Manifestasi Klinis ...18

2.5.1 Respirasi ...18

2.5.2 Hemodinamika ...20

2.5.3 Renal...23

2.5.4 Abdomen ...23

2.5.5 Ektremitas...24

2.6 Epidemiologi ...25

2.6.1 Distribusi Frekuensi ...25

2.6.2 Determinan ...26

2.7 Penyakit Penyerta ...32

2.8 Rawat Inap Ulang ...33

(11)

ix

2.9.2.4 Terapi Farmakologis ...38

2.9.2.5 Terapi Non-Farmakologis ...40

2.9.2.6 Mencegah Influenza dan Pneumonia ...41

2.9.3 Pencegahan Tersier ...41

2.10 Kerangka Konsep ...42

BAB III METODE PENELITIAN ...43

3.1 Jenis Penelitian...43

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...43

3.2.1 Lokasi Penelitian ...43

3.2.2 Waktu Penelitian ...43

3.3 Populasi dan Sampel ...43

3.3.1 Populasi Penelitian ...43

3.3.2 Sampel Penelitian ...44

3.4 Metode Pengumpulan Data ...44

3.5 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data...44

3.6 Definisi Operasional ...44

BAB IV HASIL ...49

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ...49

4.1.1 Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hadrianus Sinaga Pangururan ...49

4.2 Analisis Univariat ...50

4.2.1 Sosiodemografi Penderita Gagal Jantung ...51

4.2.2 Keluhan Utama ...52

4.2.3 Klasifikasi Gagal Jantung menurut Kemampuan Fungsional ...53

4.2.4 Penyakit Penyerta ...53

4.2.5 Terapi yang Diberikan ...54

4.2.6 Frekuensi Rawat Inap ...55

4.2.7 Sumber Pembiayaan ...55

4.2.8 Lama Rawatan ...56

4.2.9 Keadaan Sewaktu Pulang ...56

4.3 Analisis Bivariat...57

4.3.1 Umur berdasarkan Jenis Kelamin ...57

4.3.2 Umur berdasarkan Klasifikasi Gagal Jantung ...57

4.3.3 Umur berdasarkan Kematian ...58

4.3.4 Jenis Kelamin berdasarkan Klasifikasi Gagal Jantung ...59

4.3.5 Jenis Kelamin berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ...60

4.3.6 Pekerjaan berdasarkan Klasifikasi Gagal Jantung ...60

(12)

x

BAB V PEMBAHASAN ...65

5.1. Deskriptif ...65

5.1.1 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Jantung berdasarkan Sosiodemografi ...65

5.1.2 Keluhan Utama ...70

5.1.3 Klasifikasi Gagal Jantung ...71

5.1.4 Penyakit Penyerta ...72

5.1.5 Terapi yang Diberikan ...74

5.1.6 Frekuensi Rawat Inap ...75

5.1.7 Sumber Pembiayaan ...76

5.1.8 Lama Rawatan ...77

5.1.9 Keadaan Sewaktu Pulang ...78

5.2 Analisis Statistik ...79

5.2.1 Umur berdasarkan Jenis Kelamin ...79

5.2.2 Umur berdasarkan Klasifikasi Gagal Jantung ...79

5.2.3 Umur berdasarkan Kematian ...79

5.2.4 Jenis Kelamin berdasarkan Klasifikasi Gagal Jantung ...80

5.2.5 Jenis Kelamin berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ...81

5.2.6 Pekerjaan berdasarkan Klasifikasi Gagal Jantung ...81

5.2.7 Penyakit Penyerta berdasarkan Klasifikasi Gagal Jantung ..81

5.2.8 Penyakit Penyerta berdasarkan Rujukan ...82

5.2.9 Lama Rawatan berdasarkan Rujukan ...82

5.2.10 Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang...83

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...84

6.1 Kesimpulan ...84

6.2 Saran ...86

(13)

xi

Jenis Kelamin di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan

tahun 2014 ... 51

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Jantung berdasarkan Pekerjaan dan Tempat Tinggal di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan

tahun 2014 ... 52

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Jantung berdasarkan Keluhan Utama di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 ... 52

Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Jantung berdasarkan Klasifikasi Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan

tahun 2014 ... 53

Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Jantung berdasarkan Penyakit Penyerta di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 ... 54

Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Jantung berdasarkan Terapi yang Diberikan di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 ... 54

Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Jantung berdasarkan Frekuensi Rawat Inap di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 ... 55

Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Jantung berdasarkan Sumber Pembiayaan di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan

tahun 2014 ... 55

Tabel 4.9 Lama Rawatan Penderita Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 ... 56

Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Jantung berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan

tahun 2014 ... 56

Tabel 4.11 Distribusi Proporsi Umur berdasarkan Jenis Kelamin Penderita di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 ... 57

(14)

xii

Pangururan tahun 2014... 59

Tabel 4.15 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 ... 60

Tabel 4.16 Distribusi Proporsi Pekerjaan berdasarkan Klasifikasi Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 ... 60

Tabel 4.17 Distribusi Proporsi Penyakit Penyerta berdasarkan Klasifikasi Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 ... 61

Tabel 4.18 Distribusi Penyakit Penyerta berdasarkan Rujukan di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 ... 62

Tabel 4.19 Distribusi Proporsi Lama Rawatan berdasarkan Rujukan di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 ... 63

(15)

xiii

Tempat/ Tanggal Lahir : Caringin Bogor/16 Juni 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak ke : 1 dari 3 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. A. Yani No. 51 Ling. III Kwala Begumit, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat

Riwayat Pendidikan

Tahun 1999 − 2005 : SD Negeri 050578 Kwala Begumit Tahun 2005 – 2008 : SMP Negeri 1 Kecamatan Binjai Tahun 2008 – 2011 : SMA Negeri 5 Binjai

(16)

iii

Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi gagal jantung di Indonesia sebesar 300 per 100.000 orang, sedangkan di Sumatera Utara prevalensi gagal jantung

sebesar 280 per 100.000 orang pada usia ≥ 15 tahun. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui karakteristik penderita gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series. Data penelitian adalah data sekunder dengan populasi penelitian seluruh data penderita gagal jantung yang berjumlah 103 data dan dijadikan sebagai sampel. Data dianalisis secara deskriptif dan dengan uji Chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi penderita gagal jantung

tertinggi pada kelompok umur 60−74 tahun (35%), berjenis kelamin perempuan

(52,4%), suku Batak (100%), bekerja sebagai petani/buruh (63,1%), dan tinggal di wilayah Kabupaten Samosir. Keluhan utama terbanyak sesak napas (54,5%), klasifikasi gagal jantung kelas II dan III (38,8%), penyakit penyerta PPOK dan hipertensi (27,2%), terapi kombinasi (49,5%), dirawat inap satu kali (83,5%),

bukan biaya sendiri (69,9%), lama rawatan ≤4 hari, pulang berobat jalan (65%). Hasil uji statistik tidak ada perbedaan proporsi antara umur dan jenis kelamin (p=0,395), umur dan klasifikasi gagal jantung (p=0,925), umur dan kematian (p=1,00), jenis kelamin dan klasifikasi gagal jantung (p=0,904), jenis kelamin dan keadaan sewaktu pulang (p=0,113), pekerjaan dan klasifikasi gagal jantung (p=0,847), penyakit penyerta dan klasifikasi gagal jantung (p=0,876), penyakit penyerta dan rujukan (p=0,517), lama rawatan dan rujukan (p=0,533), serta klasifikasi gagal jantung dan keadaan sewaktu pulang (p=0,075)

Diharapkan kepada kelompok berisiko tinggi untuk menerapkan pola hidup sehat, kepada penderita gagal jantung untuk tetap melakukan kontrol dan pola hidup sehat, seta ikut serta menjadi peserta BPJS, kepada pihak rumah sakit umtuk meningkatkan pemberian informasi kepada penderita gagal jantung.

(17)

iv

was 300 per 100.000 people. In North Sumatera, the prevalence of heart failure was 280 per 100.000 people more than 15 years old.

This descriptive research has been designed with case series that aimed to find out the characteristic of heart failure patients in dr. Hadrianus Sinaga General Hospital in 2014. The population were the data of people with heart failure totaling 103 data and used as sample. Data were analyzed descriptively using Chi-square.

The results showed the proportion of patients with heart failure was highest in the age group 60−74 years (35%), female (52,4%), Bataknese (100%), farmer (63,1%), lived in Samosir regency (99%), hard to breathe (54,5%), suffered for second or third heart failure (38,8%), COPD and hypertension of comorbidity (27,2%), got the combination teraphy (49,5%), once hospitalized

(83,5%), were not own expense (69,9%), stayed in ≤ 4 days (65%), were

becoming outpatient (65%). There was no difference of age based on sex (p= 0,395), age based on classification (p= 0,925), age based on mor tality (p= 1,00), sex based on classification (p= 0,904), sex based on becoming outpatient (p= 0,113), occupation based on classification (p= 0,847), comorbidities based on classification (p= 0,876), comorbidities based on being admitted (p= 0,517), length of stay based on being admitted (p= 0,533), and classification based on becoming outpatient (p= 0,075)

It would be advisable for the high risk people to take good lifestyle, for the patients have heart control and take medicine regularly and become participant of BPJS, for the dr. Hadrianus Sinaga General Hospital to improve service and providing information to patient with heart failure.

(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan bagi negara

dalam pembangunan nasional. Sumber daya manusia yang berkualitas pada

dasarnya ditentukan oleh derajat kesehatannya. Derajat kesehatan masyarakat

dapat dilihat dari beberapa indikator, di antaranya angka harapan hidup, angka

kesakitan, angka kematian, dan status gizi. Indikator-indikator di atas juga

dipengaruhi oleh faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan, dan

faktor-faktor lain (Depkes RI, 2009). Karena itu masalah-masalah kesehatan yang

ada pada berbagai negara perlu dipahami dari berbagai aspek agar derajat

kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan. Selain itu, masalah kesehatan pada

penduduk mempengaruhi ketahanan ekonomi yang merupakan beban bagi negara.

Seiring berkembangnya peradaban manusia, faktor ekonomi, budaya, dan

kependudukan mempengaruhi pola penyakit pada masyarakat di seluruh dunia,

dimana telah terjadi transisi epidemiologi dari penyakit menular (penyakit infeksi)

menjadi penyakit tidak menular (penyakit degeneratif) sehingga negara-negara

berkembang termasuk Indonesia mengalami beban ganda dalam menghadapi

masalah kesehatan.

Penyakit tidak menular merupakan penyakit penyebab kematian terbanyak

dibandingkan dengan kematian oleh penyebab lain. Kebanyakan orang mengira

bahwa penyakit tidak menular kebanyakan terjadi di negara-negara maju. Namun

(19)

menular terjadi di negara yang penduduknya berpendapatan menengah ke bawah.

Pertumbuhan penyakit tidak menular di negara dengan pendapatan menengah ke

bawah dipercepat oleh dampak buruk globalisasi, seperti urbanisasi yang tidak

terkendali dan meningkatnya kehidupan sedentari. Orang-orang di negara

berkembang juga semakin banyak mengkonsumsi makanan dengan jumlah kalori

yang tinggi, merokok, alkohol, dan junk food. Apalagi upaya pemerintah dalam

mengontrol kebijakan, pelayanan, dan infrastruktur untuk melindungi masyarakat

dari penyakit tidak menular masih belum maksimal.

Penduduk pada status sosial ekonomi rendah lebih mudah mengalami

kesakitan dan kematian akibat penyakit tidak menular daripada penduduk yang

berstatus sosial ekonomi yang lebih tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhinya

antara lain pendidikan, pekerjaan, pendapatan, gender, dan etnik. Terdapat fakta

adanya korelasi antara determinan sosial, khususnya pendidikan, dengan angka

prevalensi penyakit tidak menular dan faktor risikonya. Masalah penyakit tidak

menular pada akhirnya tidak hanya menjadi masalah kesehatan saja, karena bila

tidak dikendalikan dengan tepat, benar, dan berkesinambungan dapat

mempengaruhi ketahanan ekonomi nasional maupun global, karena sifatnya

kronis dan umumnya terjadi pada usia produktif (WHO, 2011).

Dewasa ini, penyakit tidak menular telah mencapai angka yang cukup

tinggi sebagai penyebab kematian, membunuh orang setiap tahunnya dengan

penyebab yang kompleks. World Health Organization (2011) menunjukkan

bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36

(20)

tahun 2030 diprediksi angka kesakitan akibat penyakit tidak menular akan

meningkat dan akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak

menular di seluruh dunia. Data yang ada juga menunjukkan bahwa sekitar 80%

kematian akibat penyakit tidak menular terjadi di negara-negara miskin dan

berkembang. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah,

kematian akibat penyakit tidak menular terjadi pada orang-orang pada usia di

bawah 60 tahun dengan proporsi 29%, sedangkan di negara-negara maju

menyebabkan 13% kematian. Penyakit tidak menular sebenarnya dapat dikurangi

dengan mengurangi faktor risikonya, melakukan deteksi dini, dan pengobatan

teratur.

Masyarakat sering menganggap penyakit tidak menular tidak berbahaya

dibandingkan dengan penyakit menular. Hal ini dikarenakan penyakit tidak

menular umumnya bersifat kronis dan patofisiologinya cenderung lebih lama

sehingga manifestasinya baru dirasakan setelah penyakit sudah parah atau sudah

mengalami komplikasi. Akibatnya, banyak orang datang berobat setelah penyakit

sudah memasuki stadium berat bahkan saat keadaan darurat. Padahal, penyakit

tidak menular dapat dicegah dengan mengetahui dan mengendalikan faktor-faktor

risikonya secara dini. Adapun penyakit tidak menular yang paling banyak dialami

masyarakat secara global di antaranya penyakit kardiovaskular (penyakit jantung

dan pembuluh darah), kanker, diabetes, gagal ginjal, penyakit pernapasan kronis,

dan penyakit tidak menular lainnya. Di antara penyakit-penyakit tidak menular

ini, sering kali antara satu penyakit dengan penyakit lainnya saling

(21)

Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit yang menyangkut jantung

dan pembuluh-pembuluh darah. Keduanya sulit dipisahkan dalam manajemen

maupun pembahasannya. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian

terbesar (39%), diikuti penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan

penyakit tidak menular lainnya (30%), kanker (27%), serta diabetes (4%) yang

diprediksikan pula akan mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan ini

berhubungan dengan faktor risiko akibat perubahan gaya hidup, pertumbuhan

populasi, dan peningkatan usia harapan hidup. Beberapa penyakit yang termasuk

penyakit kardiovaskular yaitu hipertensi, penyakit jantung koroner (termasuk

angina pektoris dan infark miokard akut), penyakit pembuluh darah otak (stroke),

penyakit jantung hipertensi, penyakit jantung rematik, gagal jantung, penyakit

jantung katup, penyakit jantung bawaan, kardiomiopati, dan lain-lain.

Komitmen global dalam sidang The World Health Assembly (WHA)

ke-53 pada tahun 2004 telah menetapkan salah satu solusi untuk meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat, yaitu pencegahan dan penanggulangan penyakit

tidak menular, termasuk penyakit tidak menular. Untuk itu diperlukan upaya

global dalam pengendalian faktor risiko penyakit guna mengurangi angka

kesakitan (morbiditas), kecacatan (disabilitas), dan kematian (mortalitas) (WHO,

2011)

Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang saat ini

disadari sebagai masalah penting dalam kesehatan masyarakat. Gagal jantung

merupakan stadium akhir dari semua gangguan kardiovaskular dan merupakan

(22)

pasien gagal jantung sering datang dengan kondisi yang sudah parah sehingga

menjadi salah satu faktor penyebab tingginya angka kematian akibat gagal

jantung. Di seluruh dunia terdapat lebih dari 23 juta orang menderita gagal

jantung (Lloyd-Jones, et.al., 2010).

Di Amerika Serikat, prevalensi gagal jantung pada usia ≥ 20 tahun sebesar 5,7 per 100.000 orang pada tahun 2009 sampai 2012 (AHA, 2014). Sekitar

setengah dari jumlah penderita gagal jantung meninggal dalam waktu 5 tahun

setelah didiagnosis (Go, et.al., 2013). Biaya untuk penderita gagal jantung

diperkirakan sebesar 32 milyar Dollar pertahun. Jumlah ini termasuk biaya

asuransi kesehatan, pengobatan dan perawatan, dan hari kerja yang hilang

(Heidenreich, et.al., 2011). Di Inggris, menurut data British Health Foundation

(BHF, 2014), jumlah penderita gagal jantung pada tahun 2012–2013 sebesar 486.680 orang atau sekitar 0,7% dari seluruh populasi.

Berdasarkan hasil Riskesdas (2013) prevalensi gagal jantung di Indonesia

sebesar 300 per 100.000 orang, sedangkan di Sumatera Utara prevalensi gagal

jantung sebesar 280 per 100.000 orang pada usia ≥ 15 tahun. Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit (2010-2011), gagal jantung termasuk ke dalam peringkat

sepuluh besar penyakit rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan proporsi

2,74% pada tahun 2009 dan 2,71% pada tahun 2010 (Kemenkes RI, 2012).

Berdasarkan penelitian Gusrida (2001) di Rumah Sakit Haji Medan, pada

tahun 1997–2000, jumlah penderita gagal jantung yang dirawat inap sebanyak 122 orang dengan proporsi laki-laki 63,1% dan perempuan 36,9% dan penderita

(23)

Pakpahan (2012) di Rumah Sakit Umum Herna Medan pada tahun 2009–2010, jumlah penderita gagal jantung yang dirawat inap sebanyak 172 orang dengan

proporsi penderita laki-laki sebanyak 57,6% dan perempuan sebesar 42,4%.

Di Kabupaten Samosir, menurut data rekam medik Rumah Sakit Umum

Daerah dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir, jumlah penderita

gagal jantung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011

terdapat 25 orang penderita gagal jantung, pada tahun 2012 sebanyak 46 orang,

pada tahun 2013 sebanyak 62 orang, sedangkan pada tahun 2014 terdapat 103

penderita gagal jantung yang dirawat inap. Bahkan pada tahun 2013 dan 2014,

gagal jantung menjadi salah satu dari sepuluh penyakit terbesar di rumah sakit.

1.2 Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita gagal jantung yang dirawat inap di

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir

tahun 2014.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita gagal jantung yang dirawat inap di

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir

tahun 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Mengetahui distribusi proporsi penderita gagal jantung berdasarkan

(24)

b) Mengetahui distribusi proporsi penderita gagal jantung berdasarkan keluhan

utama

c) Mengetahui distribusi proporsi penderita gagal jantung berdasarkan

klasifikasi gagal jantung

d) Mengetahui distribusi penderita gagal jantung berdasarkan jenis penyakit

penyerta

e) Mengetahui distribusi proporsi penderita gagal jantung berdasarkan terapi

yang diberikan

f) Mengetahui distribusi proporsi penderita gagal jantung berdasarkan

frekuensi rawat inap

g) Mengetahui distribusi proporsi penderita gagal jantung berdasarkan sumber

pembiayaan

h) Mengetahui lama rawatan penderita gagal jantung

i) Mengetahui distribusi proporsi penderita gagal jantung berdasarkan keadaan

sewaktu pulang

j) Mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan jenis kelamin

k) Mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan klasifikasi gagal jantung

l) Mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan kematian

m) Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin berdasarkan klasifikasi gagal

jantung

n) Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin berdasarkan keadaan sewaktu

pulang

(25)

p) Mengetahui distribusi proporsi penyakit penyerta berdasarkan klasifikasi

gagal jantung

q) Mengetahui distribusi proporsi penyakit penyerta berdasarkan rujukan

r) Mengetahui distribusi proporsi lama rawatan berdasarkan rujukan

s) Mengetahui distribusi proporsi klasifikasi gagal jantung berdasarkan

keadaan sewaktu pulang

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu

1.4.1 Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Rumah Sakit Umum Daerah

dr. Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir dalam upaya

perencanaan untuk pelayanan pengobatan pasien gagal jantung.

1.4.2 Menambah wawasan penulis maupun pembaca tentang gagal jantung dan

sarana menerapkan ilmu yang diperoleh selama ini di perkuliahan.

1.4.3 Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan dapat digunakan

sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan

(26)

9

Gagal jantung adalah keadaan saat jantung tidak mampu lagi memompa

darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh akan nutrien

dan oksigen secara adekuat. Gagal jantung juga dapat didefinisikan sebagai gejala

klinis yang kompleks yang disebabkan gangguan jantung yang menurunkan

kemampuan ventrikel untuk mengalirkan dan memompa darah (Francis, 2008).

Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung

darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh sehingga otot jantung

menjadi kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu

yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa

dengan adekuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespon dengan menahan air

dan garam (retensi). Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam

beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga

tubuh penderita menjadi bengkak (kongestif) (Udjianti, 2011).

Tierney, dkk. (2002) dan Gray (2005) mengemukakan bahwa fungsi

sistolik jantung ditentukan oleh empat determinan utama, yaitu kontraktilitas

miokardium, preload (beban pada ventrikel sebelum kontraksi sistol dan

dihasilkan oleh volume akhir-diastolik ventrikel), afterload (beban pada ventrikel

ketika berkontraksi selama ejeksi ventrikel kiri), dan frekuensi denyut jantung.

Fungsi jantung dapat menjadi tidak adekuat akibat perubahan beberapa

(27)

2.2 Jantung

2.2.1 Anatomi Jantung

Jantung adalah organ yang berfungsi mensirkulasi darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolik tubuh. Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dada

(thoraks), di antara kedua paru (Ruhyanudin, 2007). Jantung terdiri dari empat

ruang, yaitu atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri, dan ventrikel kiri.

Atrium kanan berfungsi menampung darah dari seluruh tubuh melalui

vena cava superior dan vena cava inferior. Pada dinding atrium kanan terdapat

nodus sinoatrial, yaitu sumber listrik jantung. Ventrikel kanan menerima darah

dari atrium kanan dan melalui katup trikuspidalis mengalirkannya ke paru-paru.

Atrium kiri berfungsi menerima darah yang teroksigenasi dari paru-paru melalui

vena pulmonalis. Sedangkan ventrikel kiri menerima darah yang teroksigenasi

dari atrium kiri melalui katup bicuspidalis (katup mitralis) yang selanjutnya

dipompakan ke seluruh tubuh melalui katup semilunar aorta. Jantung dipersarafi

oleh sistem saraf otonom, yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Kerja saraf

simpatis adalah mengatur kerja otot ventrikel, sedangkan saraf parasimpatis

adalah mengontrol irama jantung dan denyut jantung (Oemar, 1998).

2.2.2 Siklus Jantung

Menurut Aaronson dan Ward (2007), siklus jantung adalah urutan kejadian

mekanik yang terjadi selama satu denyut jantung tunggal. Saat menuju akhir

diastol, semua rongga jantung berelaksasi. Pada saat ini katup atrio-ventrikuler

(AV) terbuka dan darah mengalir dari atrium ke ventrikel. Katup aorta dan

(28)

tekanan di ventrikel yang berelaksasi sehingga darah mengumpul di ventrikel.

Periode ini disebut diastol. Volume darah dalam ventrikel sesaat sebelum

kontraksi disebut volume-akhir diastol. Saat ventrikel berkontraksi, tekanan pada

ventrikel menjadi lebih besar dari tekanan di atrium sehingga katup AV tertutup.

Kemudian tekanan dalam aorta dan arteri pulmonalis lebih besar daripada tekanan

di ventrikel sehingga katup aorta dan pulmonalis tertutup. Karena semakin

tingginya tekanan di ventrikel, katup aorta dan pulmonalis terbuka dengan cepat

sehingga darah mengalir keluar ventrikel dengan kecepatan dan tekanan tinggi.

Periode ini disebut sistol. Pada akhir sistol, ventrikel kembali berelaksasi, siklus

pengisian dan pengosongan kembali berulang (Corwin, 2008).

2.2.3 Denyut Jantung

Dalam kondisi normal, jantung berdenyut sekitar 70 kali permenit yang

dikontrol sendiri oleh jantung. Regulasi denyut jantung dipengaruhi oleh saraf

simpatis dan saraf parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis akan meningkatkan

denyut jantung, sedangkan stimulasi saraf parasimpatis akan menghambat

peningkatan denyut jantung (Mutaqqin, 2009)

2.2.4 Curah Jantung

Curah jantung adalah volume darah yang dipompa jantung permenit, yaitu

isi sekuncup x denyut jantung permenit. Pada pria normal dengan berat badan 70

kg, curah jantung saat istirahat sekitar 5 L/menit. Namun selama latihan fisik

berat, curah jantung dapat bertambah hingga 25 L/menit. (Aaronson & Ward,

(29)

2.3 Patofisiologi

Gangguan fisiologi gagal jantung bersifat kompleks, namun gangguan

pada kemampuan jantung dalam memompa tergantung pada bermacam-macam

faktor yang saling terkait. Gagal jantung dapat dikatakan adalah proses yang

kronis namun progresif, karena patofisiologinya memperlihatkan

perubahan-perubahan yang terus-menerus yang pada awalnya bertujuan untuk

mempertahankan keseimbangan kardiovaskular, namun pada perjalanannya

menjadi kontraproduktif. Kunci terjadinya gagal jantung adalah tidak

berfungsinya sejumlah sel miokard setelah terjadinya cidera pada jantung.

Menurunnya kemampuan kontraksi miokard memegang peran utama pada

kejadian gagal jantung, akan tetapi kontraksilitas miokard sulit untuk diukur

(Prabowo, 2003)

Cidera pada jantung dapat disebabkan oleh infark miokard akut, toksin

(alkohol atau obat-obatan), infeksi (virus atau parasit), stres kardiovaskular

(hipertensi atau penyakit katup jantung), dan penyebab-penyebab lain yang tidak

diketahui. Tidak berfungsinya sejumlah miokard menyebabkan jantung bereaksi

agar fungsinya tetap stabil dengan melakukan beberapa mekanisme yang disebut

mekanisme kompensasi. Menurut Manik (2006) secara garis besar, ada dua

mekanisme kompensasi yang dilakukan jantung, yaitu mekanisme hemodinamik

dan mekanisme neurohormonal.

2.3.1 Mekanisme Hemodinamik

Mekanisme hemodinamik merupakan mekanisme yang dilakukan jantung

(30)

memberikan suplai oksigen yang cukup ke seluruh jaringan. Mekanisme ini mengikuti

hukum Frank-Starling yang menyatakan bahwa volume sekuncup jantung atau

jumlah darah yang dipompakan jantung akan meningkat sebagai respon terhadap

peningkatan volume darah yang mengisi jantung pada volume akhir diastolik.

Karena preload meningkat, serabut-serabut otot jantung lebih banyak meregang

sebelum berkontraksi agar dapat berkontraksi lebih kuat. Dengan meregangnya

serabut-serabut otot jantung yang akan memberikan kontraksi lebih kuat akan

meningkatkan volume sekuncup, yang berakibat pada peningkatan curah jantung

sewaktu sistol.

2.3.2 Mekanisme Neurohormonal

Selain mekanisme hemodinamik, jantung juga melakukan kompensasi

melalui mekanisme neurohormonal, yaitu mekanisme yang dilakukan jantung

untuk tetap mempertahankan fungsionalnya melalui pengaktifan hormon-hormon.

Gangguan pada sejumlah miokard yang mengurangi fungsi sistolik, menyebabkan

berkurangnya aliran darah ke aorta. Kekurangan ini mengaktifkan saraf simpatis

sehingga reseptor β-adregenik pada sel miokard sehat terangsang dan

menghasilkan peningkatan denyut jantung, kemampuan kontraksi jantung, dan

vasokonstriksi pada vena dan arteri. Sebagai akibat vasokonstriksi vena, aliran

balik vena ke jantung akan meningkat sehingga meningkatkan preload. Sedangkan

vasokonstriksi pada arteri, khususnya arteri renal akan menyebabkan aliran darah

di ginjal berkurang dan ginjal memberi reaksi berupa retensi garam dan air

(Udjianti, 2011). Aktivasi neurohormonal juga memacu peningkatan

(31)

terjadinya vasokonstriksi, retensi natrium di ginjal, dan dilatasi hipertofi miokard

(remodelling) yang pada akhirnya mengakibatkan gagal jantung.

Meskipun belum diketahui mekanisme mana yang lebih dulu bekerja

ketika terjadi gangguan fungsi ventrikel, kedua mekanisme ini bekerja saling

melengkapi, namun ketika terjadi perbaikan fungsi ventrikel, kedua mekanisme

ini aktivitasnya tidak segera berhenti. Bahkan ketika mekanisme kompensasi ini

mulai dan atau sedang bekerja juga terjadi reaksi ikutan di dalam tubuh termasuk

pada jantung. Ketika mekanisme hemodinamik dan neurohormonal aktif, terjadi

dilatasi ventrikel serta aktivasi sistem simpatis yang berakibat stres pada dinding

jantung saat diastol sehingga merusak rongga jantung dan meningkatkan

konsumsi oksigen otot jantung untuk pengeluaran energi jantung. Pada saat itulah

gejala gagal jantung berkembang (Manik, 2006).

2.4 Klasifikasi Gagal Jantung

2.4.1 Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Kemampuan Fungsional

New York Heart Assosiation (NYHA) mengklasifikasikan gagal jantung

menurut keluhan yang dialami penderita sebagai berikut.

a. Kelas I

Tidak ada keterbatasan aktivitas fisik pada penderita. aktivitas fisik biasa tidak

menimbulkan keluhan fatique, dispnea, atau palpitasi.

b. Kelas II

Sedikit keterbatasan aktivitas fisik, merasa nyaman bila istirahat, tetapi

(32)

c. Kelas III

Keterbatasan yang nyata pada aktivitas fisik, merasa nyaman saat istirahat

namun gejala akan muncul saat melakukan aktivitas fisik yang lebih ringan

dari yang biasa

d. Kelas IV

Rasa tidak nyaman saat melakukan aktivitas fisik apapun. Gejala sudah muncul

bahkan saat istirahat dan semakin parah ketika melakukan aktivitas fisik

(Manik, 2006).

2.4.2 Klasifikasi Berdasarkan Manifestasi Klinis a. Gagal Jantung Kiri dan Gagal Jantung Kanan

Jantung memompa darah kaya oksigen dari paru-paru ke atrium kiri

kemudian ke ventrikel kiri, yang memompa darah ke seluruh tubuh. ventrikel kiri

memang memiliki kekuatan yang paling besar untuk memompa darah ke seluruh

jaringan tubuh, namun pada gagal jantung kiri, bagian kiri jantung harus bekerja

lebih keras lagi dari yang normal untuk curah jantung yang sama. Ada dua tipe

gagal jantung kiri, dengan pengobatan yang berbeda, yaitu gagal jantung sistolik

dan gagal jantung diastolik. Gagal jantung sistolik terjadi ketika ventrikel kiri

kehilangan kemampuan kontraksi secara normal. Jantung tidak dapat berkontraksi

dengan tekanan yang cukup untuk memompa darah secara normal. Sedangkan

gagal jantung diastolik (disfungsi diastolik) terjadi jika ventrikel kiri kehilangan

kemampuannya untuk berelaksasi secara normal (karena otot jantung menjadi

kaku) sehingga jantung tidak dapat terisi dalam jumlah yang tepat saat periode

(33)

Jantung memompa darah untuk mengembalikan darah ke jantung melalui

vena ke atrium kanan lalu ke ventrikel kanan. Kemudian ventrikel kanan

memompa darah kembali ke jantung melalui paru-paru untuk diisi dengan

oksigen. Gagal jantung kanan biasanya terjadi karena efek gagal jantung kiri.

Ketika terjadi gagal jantung kiri, tekanan cairan meningkat, dan hasilnya, kembali

ke paru, yang pada akhirnya mengganggu bagian kiri jantung. Ketika bagian

kanan jantung kehilangan kemampuan untuk memompa, darah kembali ke

pembuluh darah tubuh dan biasanya menyebabkan pembengkakan pada

pergelangan kaki (AHA, 2014). Gabungan kedua gagal jantung ini disebut gagal

jantung kongestif, dimana kedua bagian jantung gagal memompa dengan efisien

(Mutaqqin, 2009)

b. Gagal Jantung Akut dan Gagal Jantung Kronik

Gagal jantung akut terjadi dengan cepat, sehingga mekanisme kompensasi

menjadi tidak efektif, terjadi perubahan gejala secara cepat sehingga

membutuhkan penanganan yang cepat pula. Gagal jantung akut dapat terjadi

sebagai serangan pertama gagal jantung, namun dapat pula terjadi akibat gagal

jantung kronik sebelumnya. Gambaran klinis pada gagal jantung akut yaitu

adanya kongesti paru, penurunan curah jantung, dan hipoperfusi jaringan

(Manurung, 2009). Sedangkan menurut Ghanie (2009), gagal jantung kronik

adalah sindrom klinik yang komplek disertai keluhan sesak, rasa lelah baik pada

saat istirahat maupun beraktivitas. Gagal jantung kronik berlangsung dalam waktu

relatif cukup lama dan biasanya merupakan hasil akhir dari peningkatan

(34)

jantung kronis terjadi karena hipertensi, penyakit katup, atau penyakit paru

obstruksi kronis (PPOK) (Udjianti, 2010).

c. Gagal Jantung Backward dan Gagal Jantung Forward

Menurut Udjianti (2010), gagal jantung backward terjadi akibat ventrikel

tidak mampu memompa darah keluar, sehingga darah terakumulasi dan

meningkatkan tekanan dalam ventrikel, atrium, dan sistem vena baik pada bagian

kanan maupun bagian kiri jantung. Sedangkan gagal jantung forward terjadi

akibat ketidakmampuan jantung mempertahankan curah jantung yang kemudian

menurunkan perfusi jaringan. Karena jantung merupakan sistem jaringan tertutup,

gagal jantung backward dan gagal jantung forward selalu berhubungan satu sama

lain.

d. Gagal Jantung Low-output dan Gagal Jantung High-output

Udjianti (2010) juga mengemukakan bahwa gagal jantung low-output

terjadi jika jantung gagal sebagai pompa, yang mengakibatkan gangguan sirkulasi

perifer dan vasokonstriksi perifer sehingga curah jantung menjadi di bawah

normal. Bila curah jantung tetap normal atau di atas normal namun tidak dapat

mencukupi kebutuhan metabolik tubuh, maka terjadi gagal jantung high-output.

e. Klasifikasi menurut American College of Cardiology dan American Heart Association

American College of Cardiology dan American Heart Association telah

mempublikasikan klasifikasi baru mengenai evolusi dan progresi gagal jantung..

(35)

1. Stadium A

Pasien dengan risiko tinggi gagal jantung namun tanpa kelainan struktur

jantung

2. Stadium B

Pasien dengan kelainan struktur jantung namun tidak pernah menunjukkan

gejala gagal jantung.

3. Stadium C

Pasien dengan kelainan struktur jantung dan mengalami atau pernah

mengalami gejala gagal jantung sebelumnya.

4. Stadium D

Pasien dengan stadium akhir yang sulit disembuhkan dengan pengobatan

standar dan membutuhkan intervensi khusus (Handler & Coghlan, 2009)

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang dapat diamati pada pasien gagal jantung dapat

dilihat dari aspek respirasi, hemodinamika, renal, abdomen, dan ekstremitas.

2.5.1 Respirasi

Dari aspek respirasi dapat dilihat dengan adanya kongesti vaskular

pulmonal yang ditandai oleh dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal

(DNP), batuk, dan edema pulmonal.

a. Dispnea

Dispnea dikarakteristikkan sebagai pernapasan cepat, dangkal, dan keadaan

(36)

pasien mengeluh adanya insomnia, gelisah, kelemahan yang disebabkan

dispnea.

b. Ortopnea

Ortopnea merupakan ketidakmampuan berbaring datar karena dispnea. Pasien

hanya dapat berbaring dengan posisi kepala jauh lebih tinggi. Namun kondisi

ini harus dikaji lebih teliti karena bisa saja pasien memang memiliki kebiasaan

tidur dengan posisi kepala yang tinggi, sehingga hal ini bukan termasuk gejala

dari gagal jantung.

c. Dispnea nokturnal paroksimal (DNP)

Keluhan ini yaitu terbangun di tengah malam karena mengalami napas pendek

yang hebat. Dispnea nokturnal paroksimal diduga disebabkan oleh perpindahan

cairan dari jaringan ke dalam kompartemen intravaskular akibat posisi

telentang. Pada saat pasien melakukan kegiatan di siang hari, tekanan

hidrostatik vena meningkat, khususnya pada bagian bawah akibat gravitasi,

peningkatan volume cairan, dan peningkatan tonus simpatis. Karena

peningkatan tekanan hidrostatik ini, sejumlah cairan keluar masuk ke jaringan

secara normal. Namun dengan posisi telentang, tekanan pada kapiler-kapiler

menurun dan cairan diserap kembali ke dalam sirkulasi. Peningkatan cairan

pada sirlukasi akan mengakibatkan penambahan jumlah darah yang masuk ke

jantung untuk dipompa tiap menit (peningkatan beban awal).

d. Batuk

Gejala ini sering tidak menjadi perhatian pada dari kongesti vaskular pulmonal,

(37)

dapat produktif tetapi biasanya kering dan pendek. Gejala ini dihubungkan

dengan kongesti mukosa bronkial dan berhubungan dengan peningkatan

produksi mukus.

e. Edema pulmonal

Edema pulmonal merupakan gambaran klinis yang paling bervariasi dari

kongesti vaskular pulmonal. Edema pulmonal akut terjadi bila tekanan kapiler

pulmonal melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan di dalam

saluran vaskular (kurang lebih 30 mmHg). Pada tekanan ini, akan terjadi

transduksi cairan ke dalam alveoli, namun sebalikya, tekanan ini akan

menurunkan tersedianya area untuk transpor normal oksigen dan karbon

dioksida dari darah dalam kapiler pulmonal. Edema pulmonal akut dicirikan

dispnea hebat, batuk, ortopnea, ansietas, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi

pernapasan, nyeri dada yang sering, sputum berwarna merah muda, berbusa

yang keluar dari mulut

2.5.2 Hemodinamika

a. Penurunan tekanan darah perifer

Gejala ini ditandai dengan melemahnya denyut nadi perifer. Menurunnya

tekanan darah disebabkan penurunan volume sekuncup. Sedangkan hipotensi

sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat.

b. Bunyi jantung tambahan

Pada jantung normal, hanya ada bunyi jantung pertama (S1) dan kedua (S2).

Namun pada pasien gagal jantung, tanda fisik dapat dengan mudah dikenali

(38)

ketiga (S3) atau gallop ventrikel merupakan tanda penting dari gagal ventrikel

kiri dan sering tidak ditemukan bila tidak terdapat penyakit jantung yang

signifikan. Kebanyakan dokter setuju bahwa tindakan intervensi terhadap gagal

jantung diindikasikan dengan adanya tanda ini. Bunyi jantung ketiga (S3)

terdengar pada awal sistolik setelah bunyi jantung kedua (S2) dan berkaitan

dengan periode pengisian ventrikel pasif dengan cepat. Bunyi ini terdengar

paling baik dengan bell stetoskop yang diletakkan tepat di apeks, akan lebih

baik dengan posisi pasien berbaring miring kiri, dan pada akhir ekspirasi.

Sedangkan bunyi jantung keempat (S4) atau gallop atrium dihubungkan

dengan mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling baik dengan bell

stetoskop yang ditempelkan tepat pada apeks jantung. Pasien diminta berbaring

miring ke kiri. Bunyi jantung keempat (S4) ini terdengar sebelum bunyi

jantung pertama (S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan

jantung, tetapi dapat menunjukkan adanya peningkatan kekakuan miokardium.

Hal ini dapat dijadikan indikasi awal kegagalan jantung. Bunyi S4 umumnya

ditemukan pada pasien dengan infark miokard akut dan mungkin tidak

memiliki prognosis bermakna, tetapi dapat menunjukkan kegagalan yang baru

terjadi.

c. Crackles

Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior

paru dan sering dikenali sebagai bukti gagal ventrikel kiri. Pada saat

pemeriksaan pasien diintruksikan untuk batuk dalam yang bertujuan membuka

(39)

diafragma. Jika crackles tidak menghilang setelah batuk, maka perlu dilakukan

evaluasi adanya bunyi S3 pada apeks untuk menegakkan diagnosis gagal

jantung.

d. Peningkatan vena jugularis

Peningkatan vena jugularis dapat dievaluasi dengan melihat pada vena-vena di

leher. Pasien diinstruksikan untuk berbaring di tempat tidur dan kepala tempat

tidur ditinggikan antara 30 sampai 60 derajat, sehingga kolom darah di

vena-vena jugularis eksternal akan meningkat. Pada orang normal, hanya beberapa

milimeter di atas batas klavikula. Namun pada pasien gagal ventrikel kanan

akan tampak sangat jelas dan berkisar antara 1 sampai 2 cm. Peningkatan vena

jugularis terjadi dengan mekanisme sebagai berikut. Bila ventrikel kanan tidak

mampu berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel kiri, akan terjadi dilatasi

dari ruang ventrikel, peningkatan volume, dan tekanan pada diastolik akhir

ventrikel kanan, tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada

tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan diteruskan ke hulu vena

kava dan kemudian dapat diketahui dengan peningkatan vena jugularis.

e. Kulit dingin

Kulit yang terasa dingin disebabkan oleh kegagalan pada ventrikel kiri yang

menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke

organ-organ. Karena darah dialirkan ke organ-organ vital terlebih dahulu seperti

jantung dan otak untuk mempertahankan perfusinya, maka manifestasi lanjut

dari kegagalan ventrikel ini adalah berkurangnya perfusi ke jaringan lain

(40)

pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi dan kadar hemoglobin yang

tereduksi meningkat sehingga akan terjadi sianosis.

2.5.3 Renal

Perburukan fungsi ginjal pada gagal jantung oleh karena penurunan

volume intravaskular dan atau penurunan curah jantung. Penurunan fraksi ejeksi

ataupun hipertropi ventrikel kiri saja sebelum munculnya gejala klinis disfungsi

ventrikel (gagal jantung) sudah menyebabkan terganggunya aliran darah ginjal

dan aktivasi renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS) yang dapat

meningkatkan kadar cystatin C sebagai petanda dini gangguan fungsi ginjal

(Sarraf, et.al, 2009). Pada gagal jantung yang berat, terjadi pelepasan

neurohormon vasokontriktor dan penyebab retensi sodium dan air seperti

angiotensin II, norepineprin, endothelin, adenosin dan arginin vasopressin.

Namun terjadi juga pelepasan hormon vasodilator dan natriuresis seperti

natriuretic peptide, prostaglandin, bradikinin, dan nitrik oksida sebagai efek

penyeimbang. Ketidakseimbangan kedua kedua kelompok hormon inilah yang

memiliki peranan penting untuk terjadinya perburukan fungsi ginjal dan retensi

natrium pada gagal jantung (Carbajal, 2003)

2.5.4 Abdomen

a. Hepatomegali

Hepatomegali atau pembesaran hepar terjadi akibat pembesaran vena di hepar.

Bila bagian kanan atas abdomen ditekan akan terasa nyeri. Bila proses ini

berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan

(41)

disebut asites. Penumpukan cairan dalam rongga abdomen ini dapat

menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga pasien dapat mengalami

distres pernapasan.

b. Anoreksia

Hilangnya selera makan atau anoreksia dan mual dapat terjadi akibat

pembesaran vena di dalam rongga abdomen.

2.5.5 Ektremitas

a. Edema

Edema sering ditemukan bila gagal ventrikel kanan telah terjadi sehingga

sering pula dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung. Bila edema tampak

dan berhubungan dengan kegagalan ventrikel kanan, ini tergantung pada

lokasi. Bila pasien berdiri atau bangun, edema akan ditemukan secara primer

pada pergelangan kaki dan akan terus berlanjut ke bagian atas tungkai bila

kegagalan makin buruk. Bila pasien berbaring, bagian tubuh yang tergantung

adalah area sakrum sehingga edema harus diperhatikan pada daerah tersebut.

Manifestasi klinis gagal ventrikel kanan yang tampak adalah edema

ekstremitas bawah, yang biasanya merupakan pitting edema. Pitting edema

merupakan cara pemeriksaan edema di mana edema akan tetap cekung setelah

penekanan ringan dengan ujung jari dan akan jelas terlihat setelah terjadi

retensi cairan minimal sebanyak 4,5 kg. Edema dimulai pada kaki dan tumit

yang secara bertahap akan meningkat hingga ke bagian tungkai dan paha dan

(42)

b. Mudah Lelah

Pasien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat

curah jantung yang berkurang sehingga menghambat sirkulasi normal dan

suplai oksigen ke jaringan serta pembuangan sisa hasil metabolisme. Kelelahan

ini juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas

dan insomnia yang terjadi akibat distres pernapasan dan batuk. Selain itu,

kelelahan juga terjadi akibat perfusi yang kurang pada otot-otot rangka. Gejala

ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia.

2.6 Epidemiologi

2.6.1 Distribusi Frekuensi a. Menurut Orang

Gagal jantung umumnya terjadi pada orang dewasa. Menurut data AHA

(2015), di Amerika Serikat prevalensi penderita gagal jantung pada tahun 2012

sebanyak 5,7 per 100.000 orang pada usia ≥20 tahun dengan jumlah penderita

terbanyak pada usia 80 tahun ke atas. Sedangkan di Inggris, berdasarkan data

BHF (2014), pada tahun 2012-2013, jumlah penderita gagal jantung tertinggi

pada usia 75 tahun ke atas.

Sedangkan menurut jenis kelamin, berdasarkan data AHA (2015), di

Amerika Serikat jumlah penderita laki-laki sebanyak 2,7 per 100.000 orang dan

perempuan sebanyak 3 per 100.000 orang. Berdasarkan penelitian Afina (2012)

di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, penderita gagal jantung

dengan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu 65,6% dan perempuan

(43)

b. Menurut Tempat

Penderita gagal jantung tersebar di berbagai negara, namun jumlahnya

cenderung lebih tinggi pada negara maju dan negara berkembang. Hal ini

disebabkan pola hidup di negara maju dan negara berkembang cenderung lebih

konsumtif dan kurangnya aktivitas fisik. Di negara maju seperti Amerika Serikat,

sekitar 5,1 juta orang menderita gagal jantung dan sekitar setengah dari jumlah

penderita gagal jantung meninggal dalam waktu 5 tahun setelah didiagnosis (Go,

et.al., 2013). Sedangkan di negara berkembang seperti di Indonesia, gagal jantung

menjadi satu dari sepuluh peringkat besar penyakit tidak menular penyebab rawat

inap di rumah sakit pada tahun 2009 dengan proporsi 2,52% (SIRS, 2010–2011).

c. Menurut Waktu

Jumlah penderita gagal jantung dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan. Hasil penelitian yang dilakukan Pakpahan (2012) di RSU Herna

Medan diketahui bahwa jumlah penderita gagal jantung yang dirawat inap tahun

2009 adalah sebanyak 97 orang dan pada tahun 2010 sebanyak 75 orang.

2.6.2 Determinan a. Umur

Gagal jantung dapat terjadi pada orang dengan berbagai usia. Namun

pada umumnya semakin tua usia seseorang, maka semakin rentan terserang

berbagai penyakit, termasuk gagal jantung. Hal ini terjadi karena kemampuan

tubuh, termasuk otot jantung dan pembuluh darah semakin menurun sehingga

kemungkinan untuk menderita gagal jantung meningkat. Menurut penelitian

(44)

proporsi penderita gagal jantung pada kelompok umur ≥ 40 tahun sebesar 96,5%

dan pada kelompok umur < 40 tahun sebesar 3,5%.

b. Jenis Kelamin

Pria memiliki risiko lebih besar terkena gagal jantung daripada wanita

yang belum menopause. Namun, setelah masa menopause, wanita cenderung lebih

rentan daripada pria karena kemampuan tubuh untuk memproduksi estrogen

menurun (World Heart Federation, 2015). Wanita yang menopausenya cepat, baik

secara alami maupun karena histerektomi, dua kali lebih berisiko menderita gagal

jantung daripada wanita dengan usia yang sama namun belum memasuki masa

menopause (National Institutes of Health, 2014). Berdasarkan penelitian Afina

(2012) di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, penderita gagal

jantung dengan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu 65,6% dan

perempuan sebanyak 34,4%.

c. Merokok dan Konsumsi Alkohol

Menurut AHA (2015), merokok merupakan faktor risiko utama dalam

kejadian penyakit kardiovaskular. McGowen (2001) menyatakan bahwa merokok

dapat mempercepat denyut jantung, merendahkan kemampuan jantung dalam

membawa dan mengirimkan oksigen, menurunkan level HDL-C (kolesterol baik)

di dalam darah, serta menyebabkan pengaktifan platelet, yaitu sel-sel

penggumpalan darah. Pengumpalan cenderung terjadi pada arteri jantung,

terutama jika sudah ada endapan kolesterol di dalam arteri. Sedangkan menurut

WHO (2010), merokok diperkirakan menyebabkan 71% kanker paru, 42%

(45)

Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal

jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia. Konsumsi alkohol mengubah

keseimbangan cairan, memperburuk hipertensi, dan mempresipitasi aritmia.

Konsumsi alkohol yang berlebihan juga dapat menyebabkan kardiomiopati

dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung

2% sampai 3% dari kasus (AHA, 2014).

d. Kurang Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik dapat menurunkan tonus saraf simpatik, mendorong

penurunan berat badan, dan meningkatkan metabolisme tubuh sehingga peredaran

darah menjadi lebih lancar (AHA, 2014). Orang-orang yang kurang aktivitas fisik

memiliki risiko 20% sampai 30% lebih tinggi untuk mengalami penyakit.

Aktivitas fisik yang rutin dapat mengurangi risiko terkena penyakit

kardiovaskular, diabetes, kanker payudara, kanker kolon, dan depresi (WHO,

2010). American Heart Association (2008) merekomendasikan anak-anak

melakukan aktivitas fisik minimal 60 menit perhari (termasuk aerobik, dan

penguatan tulang dan otot). Sedangkan bagi orang dewasa dianjurkan minimal

150 menit untuk aktivitas sedang dan 75 menit untuk aktivitas berat.

e. Diet Tidak Sehat

Konsumsi garam yang tinggi merupakan determinan penting dalam

peningkatan risiko hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya. Restriksi

natrium yang tinggi mengakibatkan ginjal bekerja lebih keras yang pada akhirnya

berpengaruh pada kerja jantung. Para ahli menganjurkan untuk membatasi asupan

(46)

Konsumsi lemak jenuh dan asam lemak jenuh juga berkaitan dengan

penyakit jantung. Konsumsi buah dan sayuran yang cukup dapat mengurangi

risiko penyakit kardiovaskular, kanker lambung, dan kanker kolorektal.

Membatasi konsumsi makanan yang mengandung kadar garam, kolesterol dapat

mengurangi risiko aterosklerosis dan restriksi natrium yang merupakan pemicu

gagal jantung (Gray, dkk. 2005)

Sedangkan konsumsi kafein memiliki banyak efek bagi metabolisme

tubuh, seperti menstimulasi sistem saraf pusat, mengeluarkan asam lemak jenuh

dari jaringan adiposa, meningkatkan urinasi, yang dapat memicu dehidrasi.

Beberapa studi menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi kafein dan

penyakit jantung koroner (AHA, 2014).

f. Hipertensi

Ketika tekanan dalam pembuluh darah terlalu tinggi, jantung harus

memompa lebih kuat dari keadaan normal agar sirkulasi darah tetap stabil. Hal ini

menjadi beban bagi jantung dan menyebabkan ruang-ruang jantung menjadi

semakin lebar dan lemah (AHA, 2014). Menurut penelitian Waty (2012) di

Rumah Sakit Haji Adam Malik pada tahun 2011, sebanyak 66,5% pasien gagal

jantung memiliki riwayat hipertensi.

g. Penyakit Jantung Koroner

Ketika kolesterol dan lemak menumpuk di arteri, darah yang sampai ke

otot jantung menjadi berkurang, yang disebut aterosklerosis. Hal ini

mengakibatkan nyeri dada (angina), jika aliran darah terhambat sama sekali akan

(47)

dalam peningkatan tekanan darah yang dapat memicu gagal jantung.

Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk menderita

penyakit gagal jantung. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit jantung koroner

selama 7-8 tahun akan menderita penyakit gagal jantung (Hellerman, 2003). Pada

negara maju, sekitar 60-75% pasien penyakit jantung koroner menderita gagal

jantung (Mann, 2008). Bahkan dua pertiga pasien yang mengalami disfungsi

sistolik ventrikel kiri disebabkan oleh penyakit jantung koroner (Doughty dan

White, 2007).

h. Infark Miokard

Serangan jantung terjadi saat arteri yang mensuplai darah ke otot jantung

terhambat. Kekurangan oksigen dan nutrisi dapat merusak jaringan otot jantung.

Jaringan yang rusak ini tidak dapat berkontraksi dengan baik sehingga

mengurangi kemampuan jantung untuk memompa darah.

i. Kelainan Katup Jantung

Kelainan katup jantung dapat diakibatkan oleh penyakit, infeksi

(endokarditis), atau cacat lahir. Ketika katup tidak dapat membuka atau menutup

dengan baik saat jantung berdenyut, otot jantung harus memompa lebih kuat agar

darah tetap mengalir. Jika kerja jantung terlalu berat, terjadilah gagal jantung

(AHA, 2014)

j. Kardiomiopati

Beberapa hal yang dapat merusak otot jantung, seperti efek samping obat

dan penggunaan alkohol, infeksi virus, maupun alasan lain dapat meningkatkan

(48)

dimana otot jantung menjadi melebar, menebal, atau kaku. Pada beberapa kasus,

jaringan otot jantung berubah menjadi jaringan parut. Kardiomiopati terdiri dari

beberapa jenis, diantaranya ialah dilated cardiomiopathy yang merupakan salah

satu penyebab tersering terjadinya gagal jantung. Dilated cardiomiopathy berupa

dilatasi dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini

disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan

penambahan jaringan fibrosis (Lip, Gibbs, dan Beevers, 2000).

Jenis kardiomiopati lainnya yaitu hipertrophic cardiomiopathy yang

bersifat herediter. Karakteristik dari jenis ini ialah abnormalitas pada serabut otot

miokardium. Tidak hanya miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi

septum. Sehingga terjadi obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi

ini menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan

diastolik disertai aritmia atrium dan ventrikel. Kardiomiopati jenis lain, yaitu

restrictive and obliterative cardiomiopathy. Karakteristik dari jenis ini ialah

berupa kekakuan ventrikel dan komplians yang buruk, tidak ditemukan adanya

pembesaran dari jantung. Kondisi ini berhubungan dengan gangguan relaksasi

saat diastolik sehingga pengisian ventrikel berkurang dari normalm (Scoote,

Purcell, dan Wilson, 2005).

Ketika kardiomiopati semakin buruk, jantung semakin lemah.

Kemampuan jantung memompa darah ke seluruh tubuh dan mempertahankan

irama jantung pada kondisi normal menurun. Hal ini memicu terjadinya gagal

jantung atau denyut jantung yang tidak teratur yang disebut aritmia. Akibatnya

(49)

k. Lain-lain

Pada orang yang memiliki kelainan jantung bawaan, jantung dan

ruang-ruangnya tidak terbentuk dengan sempurna, bagian jantung yang sehat harus

bekerja lebih keras untuk menutupi kekurangannya. Gagal jantung juga rentan

pada orang dengan penyakit paru berat, karena jantung harus bekerja lebih keras

karena tubuh tidak mendapat oksigen yang cukup akibat paru tidak bekerja

dengan optimal. Sedangkan orang dengan diabetes cenderung mengalami

hipertensi dan aterosklerosis karena kadar lemak yang meningkat di dalam darah.

Diabetes juga menyebabkan mekanisme perubahan struktur dan fungsi

miokardium yang menyebabkan kerja miokard yang sehat semakin berat sehingga

berakhir pada gagal jantung. Demikian pula pada penderita obesitas, peningkatan

kolesterol meningkatkan risiko penyakit jantung koroner yang pada akhirnya

menyebabkan gagal jantung.

2.7 Penyakit Penyerta

Gagal jantung seringkali tidak berdiri sendiri melainkan disertai dengan

kondisi patologi lain yang prosesnya terjadi bersamaan (komorbid/penyakit

penyerta). Dalam kaitannya dengan gagal jantung, komorbid ini diartikan sebagai

keadaan, di luar penyakit penyebab, yang mencakup faktor pencetus, faktor

pemberat, dan komplikasi yang ketiganya harus dikelola dengan baik agar tidak

memperburuk gagal jantung yang terjadi. Pada pasien usia lanjut, sering

ditemukan lebih banyak komorbid, akibat dari kegagalan multi-organ,

dibandingkan pasien usia dewasa. Namun demikian, distribusi setiap komorbid ini

(50)

antara tanda dan gejala proses menua dengan penyakit kardiovaskular serta

banyaknya komorbid pada penderita usia lanjut sering menyulitkan dokter untuk

melakukan diagnosa dan memberikan penanganan pada penyakit kardiovaskular

ini. Hal yang sangat disayangkan, komorbiditas yang terjadi pada kasus gagal

jantung seringkali diabaikan oleh para praktisi klinis sehingga berakibat fatal bagi

pasien (Gani, 2006).

Menurut penelitian Dewi (2007), jumlah penderita gagal jantung yang

dirawat di Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang pada tahun 2006 yang disertai

komorbid sebanyak 64 orang dari 72 penderita (88,9%). Komorbid yang banyak

terjadi di kelompok usia lanjut adalah hipertensi, diabetes mellitus, pneumo

Gambar

Tabel 2.1 Kriteria Framingham untuk Penegakan Diagnosis Gagal Jantung
Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Jantung berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUD dr
Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Jantung berdasarkan Pekerjaan dan Tempat Tinggal di RSUD dr
Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Jantung berdasarkan Klasifikasi Gagal Jantung di RSUD dr
+7

Referensi

Dokumen terkait

163 tahun 2007 akan direvisi dengan menyertakan nama program studi dalam Bahasa lndonesia yang benar, nama program studi dalam Bahasa Inggris, kode program studi

Prabu Pandhu Dewanata nduwe garwa loro kang aran Dewi Kunthi lan Dewi Madrim.. Karo Dewi Kunthi, Prabu Pandhu kagungan puta telu yaiku Puntadewa, Werkudara lan

Berdasarkan tahapan dan jadwal lelang yang telah ditetapkan serta memperhatikan hasil evaluasi kualifikasi terhadap peserta yang lulus evaluasi dokumen penawaran, dengan

Berdasarkan tahapan dan jadwal lelang yang telah ditetapkan serta memperhatikan hasil evaluasi kualifikasi terhadap peserta yang lulus evaluasi dokumen penawaran, dengan

In the zoo there are three tigers, two lions, five elephants, two giraffes, six birds and four monkeys.. She is very happy to go to the zoo with

Pihak lain yang bukan Direktur Utama/Pimpinan Perusahan/Pengurus Koperasi yang namanya tidak tercantum dalam akta pendirian/anggaran dasar, sepanjang pihak lain

Panitia Pengadaan Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan paskakualifikasi untuk paket Pekerjaan

Demikian program kerja kegiatan ekstra kurikuler olah raga volly ball ini kami buat, mudahan-mudahan dapat dijadikan acuan untuk kegiatan dimasa yang akan datang, yang baiknya