BAB IV APLIKASI DISTRIBUSI WEIBULL
2. Distribusi Waktu Kegagalan
B. Aplikasi Dalam Pengendalian Mutu
1. Grafik Pengendali
2. Perbandingan Kemampuan Proses BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan B. Saran
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Distribusi Probabilitas 1. Variabel Random
Definisi 2.1
Variabel random adalah fungsi bernilai real yang didefinisikan pada ruang sampel. Variabel random biasanya dinotasikan dengan huruf kapital seperti X, Y, Z dan sebagainya. Sedangkan huruf kecil misalnya x, y dan z menyatakan nilai tertentu dari X, Y dan Z.
Contoh 2.1
Dalam percobaan pelemparan dua koin akan diamati hasilnya. Misalkan X menunjukkan banyaknya angka yang muncul. Tentukan probabilitas dari masing-masing nilai X.
Penyelesaian
Misalkan A dan G adalah lambang munculnya angka dan gambar secara berturut-turut; Ruang sampel dari percobaan di atas adalah = GG, AG, GA, AA . Oleh karena X menunjukkan banyaknya angka yang muncul maka nilai dari X bergantung pada banyaknya angka yang muncul. Berdasarkan hasil percobaan di atas maka terdapat 3 nilai dari X, yaitu X = 0, 1 dan 2.
Selanjutnya dapat ditentukan probabilitas hasil yang mungkin. Berdasarkan contoh di atas terdapat empat kejadian yaitu
GG : kejadian muncul gambar semua pada pelemparan dua koin. AG : kejadian muncul angka pada pelemparan pertama dan gambar
pada pelemparan kedua.
GA : kejadian muncul gambar pada pelemparan pertama dan angka pada pelemparan kedua.
AA : kejadian muncul angka semua pada pelemparan dua koin.
Oleh karena X adalah variabel random yang menunjukkan banyaknya angka yang muncul maka dapat dicari hubungan antara variabel random dan kejadian dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 2.1
Tabel hubungan antara variabel random dengan kejadian
Hasil percobaan Banyaknya angka yang muncul Probabilitas x P(x) GG 0 0,25 AG atau GA 1 0,50 AA 2 0,25 P(S) 1
Berdasarkan Tabel 2.1 di atas maka P 0 = P 2 = 0,25 dan P 1 = 0,5. Probabilitas dari kemungkinan nilai yang berbeda dari X disebut sebagai distribusi probabilitas. Sebuah distribusi probabilitas
P(x) memberikan kemungkinan pada tiap nilai x yang mungkin dari sebuah variabel random X.
Variabel random dibagi menjadi dua macam yaitu variabel random diskret dan varibel random kontinu.
Definisi 2.2
Variabel random dikatakan diskret jika nilai-nilainya membentuk himpunan berhingga (finite) atau tak berhingga terbilang (Countably infinite). Variabel random yang tidak memenuhi definisi di atas disebut variabel random kontinu.
2. Fungsi Probabilitas
Fungsi distribusi probabilitas atau sering disebut fungsi probabilitas dibagi menjadi dua yaitu:
a. Distribusi Probabilitas Diskret
Definisi 2.3
Fungsi probabilitas variabel random diskret X adalah fungsi yang memetakan himpunan nilai variabel random diskret X ke himpunan bilangan real yang merupakan nilai probabilitasnya. Fungsi p(x) disebut fungsi probabilitas diskret bila memenuhi syarat:
1 0 ≤ ≤ 1
Contoh dari distribusi probabilitas diskret yaitu distribusi Binomial, distribusi Seragam, distribusi Poisson, distribusi Bernoulli, dan distribusi Hipergeometrik.
b. Distribusi Probabilitas Kontinu
Definisi 2.4
Fungsi probabilitas variabel random kontinu X adalah fungsi yang memetakan himpunan nilai variabel random kontinu X ke himpunan bilangan real yang merupakan nilai probabilitasnya. Fungsi f(x) disebut fungsi probabilitas variabel random kontinu X bila memenuhi syarat:
1 ≥ 0
2 = 1
Contohnya distribusi Normal, distribusi Exponential, distribusi Gamma, distribusi Chi-Square dan distribusi Weibull.
3. Fungsi Distribusi Kumulatif
Definisi 2.5
Fungsi distribusi kumulatif dari variabel random diskret dan kontinu didefinisikan sebagai berikut.
= ≤ = ! " ∀#$% , &'() diskret 1 2 2 , bila kontinu 9
4. Karakteritik Distribusi Probabilitas
Adapun karakteristik dari sebuah distribusi probabilitas adalah sebagai berikut:
a. Mean
Definisi 2.6
Mean atau ekspektasi matematik (expected value) dari variabel random diskret dan kontinu adalah sebagai berikut.
: = ! " ∀% , bila diskret 1 , bila kontinu 9 b. Variansi Definisi 2.7
Jika X suatu variabel random, maka variansi dari X, ditulis Var(X) atau V(X), didefinisikan
Var(X) = E(X – E(X))2
Teorema 2.8
Var(X) = E(X2) – (E(X))2
Bukti:
Var(X) = E(X – E(X))2
= E(X2) – 2E(X)E(X) + (E(X))2
= E(X2) – (E(X))2 ∎
c. Momen
Definisi 2.9
Nilai harapan dari < yang menyatakan momen nol ke-r dari
variabel random X adalah
=< = : < (2.1)
Secara umum, r adalah sebarang bilangan real, tetapi untuk banyak kasus, r adalah bilangan bulat non-negatif.
d. Fungsi Pembangkit Momen
Definisi 2.10
Fungsi pembangkit momen (moment generating function, MGF) dari X, ditulis MX(t) dari variabel random diskret dan kontinu didefinisikan sebagai berikut.
>? 2 = : @A? = ! " @A ∀% , bila diskret 1 @A , bila kontinu 9
B. Distribusi Eksponensial
Pada subbab ini akan sedikit dibahas tentang distribusi Eksponensial. Hal-hal yang berkaitan dengan distribusi Eksponensial antara lain sebagai berikut.
1. Fungsi Probabilitas
Definisi 2.11
Variabel random X dikatakan berdistribusi Eksponensial apabila fungsi probabilitasnya sebagai berikut
=
B ,CDEFGHHIFJKLM% , NB,JNB (2.2) 2. Sifat-sifat Distribusi EksponensialSifat-sifat dari distribusi eksponensial antara lain mean, variansi dan fungsi pembangkit momen. Untuk mendapatkan mean dan variansi terlebih dahulu akan dicari Fungsi Pembangkit Momen sebagai berikut.
a. Fungsi Pembangkit Momen
Berdasarkan Definisi 2.10 maka Fungsi pembangkit Momen dari distribusi Eksponensial yaitu
MX(t) = ∞ ∞ − dx x f etx ( ) = 1 @A B O@ J
= O 1 @A @ J B = O 1 @ J A B = O P− O − 2 R@ J A B = O P@2 − O RJ A B = O SB TA JU = O − 2O
Jadi, Fungsi Pembangkit Momen dari distribusi eksponensial adalah
>? 2 =O − 2O b. Mean
Mean dapat dicari dengan mencari turunan pertama dari Fungsi Pembangkit Momen kemudian diaplikasikan pada saat t = 0.
: = 2VO − 2WO = − X O −1O − 2 YZ = O − 2O Y
J adi, m ean dari dist ri busi Eks ponensi al adal ah : = TJ.
c. Vari ansi
Berdasarkan Teorema 2.8, variansi dari sebuah fungsi densitas adalah sebagai berikut.
[)\ = : Y − : Y
Dari definisi di atas maka nilai dari : Y dan : Y adalah
: Y
= 2X O − 2O YZ = −O ∙ 2 O − 2 ∙ −1O − 2 ^ =2O O − 2O − 2 ^
Pada saat t = 0 maka : Y = YJJ`_ =O2Y
Nilai dari : 2 adalah sebagai berikut.
: 2 = S1
JU2 = O12
[)\ = : Y − : Y
=O1Y
Jadi, variansi dari distribusi eksponensial adalah [)\ = O1Y
C. Distribusi Gamma
Pada subbab ini akan sedikit dibahas tentang distribusi Gamma. Hal-hal yang berkaitan dengan distribusi Gamma antara lain sebagai berikut.
1. Fungsi Probabilitas
Definisi 2.12
Variabel random X dikatakan berdistribusi Gamma jika dan hanya jika fungsi probabilitasnya sebagai berikut
=ab1 c b T@ d, > 0, a > 0, c > 0
dimana c merupakan nilai dari fungsi gamma yang didefinisikan sebagai berikut
Definisi 2.13
Definisi fungsi gamma yaitu
c = 1 b T@
Fungsi gamma ini sangat bermanfaat terutama dalam membantu mencari mean, variansi dan fungsi pembangkit momen yang melibatkan integral yang rumit.
2. Sifat-sifat Distribusi Gamma
Sama halnya dengan distribusi Eksponensial, distribusi Gamma pun mempunyai sifat-sifat antara lain mean, variansi dan fungsi pembangkit momen yaitu sebagai berikut
a. Fungsi Pembangkit Momen
Berdasarkan Definisi 2.10 maka fungsi pembangkit momen dari distribusi Gamma adalah sebagai berikut.
>? 2 = : @A? = 1 @A B = 1 @A 1 ab c b T@ d B = 1ab1 c b T@ STd AU B = 1ab1 c b T@ T Ad d B = 1 − 2a1 b1 1 − 2aab c b b T@ T Ad d B
= 1 − 2a1 b1S1 − 2aa U
b
c b T@ ST Add U
B
Menggunakan fakta bahwa
1 &)f f T@ g B
= 1 , ∀) > 0, & > 0
maka, fungsi pembangkit momen dari distribusi gamma adalah >? 2 = 1 − 2a1 b
b. Mean
Berdasarkan Definisi 2.6 maka mean dari distribusi Gamma adalah sebagai berikut
: = 1 B = 1 ab c b T@ d B =ab1 c 1 b@ d B Misalkan h =d maka = ah = a h maka : =diT b B ah b@ j a h
= ab1 c 1 abhb@ j a h
B
= ac 1 hb@ j h
B
Berdasarkan Definisi 2.13, maka : = ac Γ c + 1
= ac c Γ c = ca
c. Variansi
Berdasarkan Teorema 2.8 maka variansi dari sebuah fungsi densitas adalah sebagai berikut
Var = : Y − : Y
Dari definisi di atas maka nilai dari : Y dan : Y adalah
: Y = 1 Y B = 1ab Yc b T@ d B =ab1 c 1 bnT@ d B Misalkan h =d maka = ah = a h
maka : Y = diT b B ah bnT@ j a h = ab1 c 1 abnThbnT@ j a h B = aabbnYc 1 hbnT@ j h B = ac 1 hY bnT@ j h B
Berdasarkan Definisi 2.13, maka : Y = ac Γ c + 2Y
= ac c + 1 Γ c + 1Y = ac c + 1 c Γ cY
= c c + 1 aY 2.3 Nilai dari : Y adalah sebagai berikut.
: Y = ca Y
= cYaY 2.4
Berdasarkan persamaan (2.3) dan(2.4) di atas maka
Var = : Y − : Y
= rc c + 1 aYs − cYaY
= caY
Jadi, Var = caY
D. Teorema Nilai Rata-rata Untuk Turunan
Teorema 2.15: Jika f kontinu pada selang tertutup r), &s
dan terdiferensialkan pada titik-titik dalam dari ), & maka terdapat paling sedikit satu bilangan t dalam ), & dengan
& − )
& − ) = t atau sama dengan
& − ) = t & − )
Gambar 2.1 Skema dari fungsi u = − v
Bukti:
Pembuktian teorema di atas didasarkan pada analisis seksama dari fungsi u = − v , yang diperkenalkan pada Gambar 2.1 Pada gambar tersebut w = v adalah persamaan garis yang melalui ), ) dan
&, & . Oleh karena garis ini mempunyai kemiringan rx g x f s g f dan
melalui titik ), ) , bentuk kemiringan titik untuk persamaannya adalah
v − ) = & − )& − ) − )
Persamaan ini kemudian menghasilkan rumus untuk u , yaitu:
u = − v = − ) − & − )& − ) − )
Jelas bahwa u & = u ) = 0 dan untuk dalam ), & u = − & − )& − )
Sampailah pada suatu pengamatan penting, jika diketahui bahwa terdapat suatu bilangan t dalam ), & yang memenuhi u t = 0, maka bukti akan selesai. Persamaan terakhir mengatakan bahwa
0 = − & − )& − ) yang setara dengan kesimpulan dari teorema tersebut.
Untuk melihat bahwa u t = 0 untuk suatu t dalam ), & , alasannya adalah sebagai berikut. Jelas bahwa u kontinu pada r), &s karena merupakan selisih dua fungsi kontinu. Jadi menurut Teorema Keberadaan Maks-Min, u harus mencapai baik nilai maksimum maupun nilai minimum pada r), &s. Jika kedua nilai ini kebetulan adalah 0, maka u secara identik adalah 0 pada r), &s, akibatnya u = 0 untuk semua dalam
Jika satu nilai maksimum atau nilai minimum berlainan dengan 0, maka nilai tersebut dicapai pada sebuah titik dalam t, karena u ) = u & = 0. Sekarang u mempunyai turunan disetiap titik dari ), & , sehingga dengan Teorema Titik Kritis, u t = 0. ∎
E. Deret Taylor
Sebuah deret disebut deret Taylor jika deret tersebut dapat direpresentasikan dalam x-a. Pertanyaan yang berkembang dalam deret pangkat adalah: Jika diketahui sebuah fungsi f misalnya fungsi sin x, dapatkah fungsi tersebut direpresentasikan dalam x-a? Dua teorema berikut akan menjawab pertanyaan tersebut.
Teorema 2.16: Rumus Taylor dengan Suku Sisa (Ekspansi Taylor)
Misalkan f adalah fungsi dimana turunan ke-(n+1)-nya
ynT ada untuk setiap x pada selang terbuka I yang mengandung a.
Jadi, untuk setiap x dalam I,
= ) + ) − ) + 2!) − ) Y+ ⋯
+x|y!f − ) y+ }y
dimana sisanya (atau kesalahannya) }y dinyatakan dengan rumus }y = ~ + 1 !ynT t − ) ynT
dengan c adalah titik diantara x dan a.
Bukti:
Untuk membuktikan teorema tersebut terlebih dahulu akan didefinisikan fungsi }y di I dengan
}y = − ) − ) − ) − 2!) − ) Y− 3!• − ) •
− ⋯ −xy!| − ) y
Kemudian anggap x dan a sebagai konstanta dan definisikan fungsi baru g di I dengan
v 2 = − 2 − 2 − 2 − 2 2!− 2 Y− • 23! − 2 •
− ⋯ − y 2 ~!− 2 y − }y − 2− 2 ynTynT Jelaslah bahwa v = 0 (ingat, x dianggap tetap) dan
v ) = − ) − ) − ) − ) 2!− ) Y− • )3! − ) • − ⋯ − x| fy! f|− }y ff|€•|€•
= }y − }y = 0
Karena a dan x adalah titik-titik di I dengan sifat bahwa v ) = v = 0 maka Teorema Nilai Rata-rata untuk Turunan dapat diterapkan. Dengan demikian ada bilangan t di antara ) dan sedemikian rupa sehingga
v t = 0. Untuk mendapatkan turunan g, harus diterapkan aturan perkalian bilangan berulang kali.
v 2 = 0 − 2 − r 2 −1 + − 2 2 s −2! ‚ 2 2 − 2 −1 + − 21 Y • 2 ƒ −3! ‚1 • 2 3 − 2 Y −1 + − 2 • ^ 2 ƒ − ⋯ −~! ‚1 y 2 ~ − 2 y T −1 + − 2 y ynT 2 ƒ − }y ~ + 1 − )− 2ynTy −1
= −~! − 21
y ynT2 + ~ + 1 }
y− )− 2
ynTyJadi, berdasarkan Teorema Nilai Rata-rata untuk Turunan, terdapat suatu nilai c di antara x dan a sedemikan sehingga
0 = v t = −
y!T− t
y ynT2 + ~ + 1 }
y f„|€•|Ini akan menuntun pada
T
y!
− t
y ynTt = ~ + 1 }
y f„|€•|Teorema 2.17: Teorema Taylor
Misalkan fungsi f yang memiliki turunan ke-berapapun pada suatu selang ) − \, ) + \ .
Deret Taylor
) + ) − ) + 2!) − ) Y+ •3!) − ) • + ⋯
mempresentasikan fungsi f pada selang ) − \, ) + \ jika dan hanya jika lim
y→ }y = 0
dimana }y adalah suku sisa dalam Rumus Taylor,
}y = ~ + 1 !ynT t − ) ynT
dan c adalah titik pada ) − \, ) + \ .
Bukti:
Untuk membuktikan teorema di atas hanya dibutuhkan Teorema 2.16. Deret pada Teorema 2.16 adalah sebagai berikut
= ) + ) − ) + 2!) − ) Y+ ⋯
+x|y!f − ) y+ }y
) + ) − ) + 2!) − ) Y+ •3!) − ) • + ⋯ dapat mempresentasikan fungsi f pada selang ) − \, ) + \ .
Jadi, dapat ditulis menjadi
= y‡B y ) y!f| ∎
F. Metode Maksimum Likelihood
Salah satu metode penting yang dapat digunakan untuk mencari penduga parameter selain dengan metode kuadrat terkecil adalah metode maksimum likelihood. Metode ini diperkenalkan oleh R. A. Fisher pada tahun 1922. Secara umum prinsip dari metode maksimum likelihood adalah sebagai berikut. Misalkan adalah variabel random dengan parameter ˆ yang tidak diketahui. Diambil ~ sampel random yaitu
T, Y, … , y dengan nilai sampelnya adalah T, Y, … , y. Fungsi densitas bersama dari T, Y, … , y adalah T, Y, … , y; ˆ . Fungsi likelihood dari sampel tersebut adalah
‹ ˆ; T, Y, … , y = T, Y, … , y; ˆ .
‹ ˆ; T, Y, … , y disingkat menjadi ‹ ˆ . Jika T, Y, … , y merupakan variabel random berdistribusi diskret dengan fungsi densitas Œ , ˆ maka fungsi likelihoodnya adalah
‹ ˆ = T = T, … , y = y = • Ž = Ž
y އT
= • Ž; ˆ
y އT
Dan dalam kasus kontinu, jika fungsi densitasnya adalah , ˆ maka fungsi likelihoodnya adalah
‹ ˆ = •y Ž; ˆ
އT (2.7)
Tujuan dari metode maksimum likelihood adalah menentukan penduga yang memaksimalkan fungsi likelihood. Penduga ini disebut penduga kemungkinan maksimum. Beberapa langkah yang digunakan untuk mendapatkan parameter dengan metode maksimum likelihood adalah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan fungsi likelihood, ‹ ˆ
2. Mengoperasikan fungsi likelihood dengan logaritma natural (ln)
3. Mendiferensialkan ln ‹ ˆ terhadap ˆ dan menyamakan derivatifnya dengan nol.
4. Menyelesaikan derivatif tersebut dalam parameter ˆ dan akan diperoleh ˆ•.
Berikut ini adalah alasan mengapa fungsi likelihood dioperasikan dengan logaritma natural (ln). Seperti diketahui bahwa fungsi logaritma natural adalah fungsi naik sehingga jika T < Y maka T < Y . Ini berarti bahwa pada titik tertentu dimana logaritma natural dari fungsi likelihood mencapai maksimum maka pada titik yang sama pula fungsi likelihood juga akan mencapai maksimum.
G. Pengendalian Proses Statistik
Dalam banyak proses produksi, bagaimanapun baiknya dirancang, akan selalu ada variabilitas hasil produksi karena adanya gangguan atau sebab-sebab kecil yang pada dasarnya tidak terkendali (untuk selanjutnya disebut variabilitas dasar). Apabila gangguan dasar suatu proses relatif kecil maka biasanya dipandang sebagai tingkat yang dapat diterima dari peranan proses. Dalam kerangka pengendalian kualitas statistik, suatu proses yang bekerja hanya dengan adanya variasi dari sebab-sebab tak terduga dikatakan ada dalam pengendalian statistik.
Dalam proses produksi dikenal 3 sumber antara lain: mesin yang dipasang dengan tidak wajar, kesalahan operator, dan/atau bahan baku yang cacat. Variabilitas seperti ini umumnya besar apabila dibandingkan dengan variabilitas dasar dan biasanya merupakan tingkat yang tidak dapat diterima dari peranan proses. Sumber-sumber variabilitas yang bukan bagian dari pola sebab tak terduga dinamakan dengan “sebab-sebab terduga”. Suatu proses yang bekerja dengan adanya sebab-sebab terduga dikatakan tidak terkendali.
Dalam buku pedoman Western Electric (1956) yang dikutip oleh Montgomery (2009) mengusulkan sekumpulan aturan pengambilan keputusan untuk penyidikan pola tak random pada grafik pengendali. Khususnya, buku tersebut mengusulkan penyimpulan bahwa proses tak terkendali apabila salah satu:
2. Dua dari tiga titik berurutan jatuh di luar batas peringatan 2-sigma. 3. Empat dari lima titik yang berurutan jatuh pada jarak 1-sigma atau
lebih dari garis tengah.
4. Delapan titik yang berurutan jatuh pada satu sisi dari garis tengah. Beberapa hal yang berhubungan dengan pengendalian proses statistik adalah sebagai berikut.
1. Grafik Pengendali
Untuk mengawasi agar proses agar tetap stabil digunakan beberapa alat untuk mengendalikannya, antara lain histogram, grafik pareto, dan grafik pengendali. Grafik pengendali (control charts) adalah yang paling terkenal yang digunakan dalam pengendalian mutu untuk mengontrol suatu proses berulang. Grafik pengendali sangat berguna dalam menetapkan standar pencapaian dari sebuah proses, membantu mencapai standar tersebut dan mempertimbangkan standar mana yang sudah tercapai.
Secara umum, langkah-langkah utama dalam membuat grafik pengendali adalah menentukan parameter dari proses yang diinginkan, memilih statistik uji yang sesuai misalkan w, membuat Garis Tengah (GT), Batas Pengendali Atas (BPA) dan Batas Pengendali Bawah (BPB). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Grafik Pengendali ’
Grafik tersebut merupakan contoh grafik pengendali ’, salah satu dari grafik pengendali Shewhart. BPA dan BPB ditunjukkan dengan dua garis mendatar yang berwarna merah dan ungu yang terdapat pada grafik. Grafik tersebut juga memuat garis tengah (GT) yang merupakan nilai rata-rata dari karakteristik kualitas yang berkaitan dengan keadaan terkendali.
Batas pengendali dipilih sedemikian sehingga apabila proses terkendali maka titik-titik sampel akan jatuh di antara kedua garis itu. Apabila semua titik-titik berada di dalam batas-batas pengendali maka proses dianggap terkendali dan tidak perlu diadakan tindakan tertentu. Namun jika ada titik yang berada di luar batas pengendali maka diperlukan tindakan penyelidikan dan perbaikan untuk menyingkirkan penyebab proses tak terkendali tersebut. Merupakan kebiasaan untuk menghubungkan titik-titik sampel di dalam grafik dengan segmen garis lurus, sehingga mudah untuk melihat bagaimana barisan-barisan
0 2 4 6 8 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K a ra kte ri sti k ku a li ta s sa m p e l
Nomor sampel atau waktu
Grafik Pengendali
Xbar
BPA Xbar
GT Xbar
titik-titik itu tersusun menurut waktu. Apabila proses itu terkendali maka semua titik yang digambar harus mempunyai pola yang pada dasarnya random (Montgomery, 2008).
2. Analisis Kemampuan Proses
Teknik statistik dapat berguna sepanjang putaran produk, termasuk aktivitas pengembangan sebelum produksi, untuk kuantifikasi variabilitas proses, analisis variabilitas relatif terhadap persyaratan atau spesifikasi produk, dan untuk membantu pengembangan dan produksi dalam menghilangkan atau mengurangi banyaknya variabilitas ini. Aktivitas umum ini dinamakan analisis kemampuan proses.
Sudah menjadi kebiasaan mengambil penyebaran 6-sigma dalam distribusi karakteristik kualitas produk sebagai ukuran kemampuan proses. Dalam proses produksi, produk atau hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk mengukur mean proses dan batas toleransi alami. Batas toleransi alami dideskripsikan sebagai jarak 3 standar deviasi dari mean proses. Deskripsi ini juga mengarah pada batas 3 sigma. Batas toleransi ini dibedakan menjadi 2 yaitu Batas Toleransi Alami Atas (BTAA) yang jatuh pada = + 3“ dan Batas Toleransi Alami Bawah (BTAB) yang jatuh pada = − 3“. Gambar dibawah ini menunjukkan proses karakteristik kualitas yang berdistribusi normal dengan mean = dan standar deviasi “.
Gambar 2.3 Proses Karakteristik Kualitas Dengan Distribusi Normal
Bagi distribusi normal, batas toleransi alami meliputi 99,73% dari sampel itu, atau dengan cara lain, hanya 0,27% dari hasil proses akan jatuh diluar batas toleransi alami. Dua hal yang harus diingat yaitu: a. 0,27% diluar toleransi alami kedengarannya kecil, namun bila
jumlah produksi satu juta berarti nilai ini bersesuaian dengan 2700 benda tak sesuai per juta.
b. Jika distribusi hasil proses tidak normal, maka persen hasil yang jatuh di luar = ± 3“ dapat berbeda cukup besar dengan 0,27%.
Analisis kemampuan proses dapat didefinisikan sebagai suatu studi keteknikan guna menaksir kemampuan proses. Taksiran kemampuan proses mungkin dalam bentuk distribusi probabilitas yang mempunyai spesifikasi bentuk, nilai tengah (mean) dan penyebaran (standar deviasi). Misalnya, kita akan menentukan bahwa hasil proses
berdistribusi normal dengan mean = = 1,0 cm dan standar deviasi “ = 0,001 cm.
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam analisis kemampuan proses yakni dengan histogram atau grafik probabilitas, grafik pengendali, dan rancangan percobaan. Pada skripsi ini hanya akan dibahas analisis kemampuan proses dengan histogram atau grafik probabilitas.
Distribusi frekuensi dapat berguna dalam menaksir kemampuan proses. Paling sedikit 50 sampai 100 (atau lebih) observasi harus tersedia supaya histogram agak stabil sehingga dapat diperoleh taksiran kemampuan proses yang cukup dapat dipercaya. Keunggulan pendekatan distribusi ferkuensi untuk menaksir kemampuan proses adalah bahwa cara itu memberikan kesan visual dan segera tentang penampilan proses. Cara itu juga dapat menunjukkan dengan segera apa sebab penampilan proses jelek. Misalkan Gambar 2.4 menunjukkan suatu proses dengan kemampuan yang cukup, tetapi sasaran proses terletak sangat jelek, sedangkan Gambar 2.5
menunjukkan suatu proses dengan kemampuan kurang sebagai hasil variabilitas yang besar.
Cara yang baik untuk menyatakan kemampuan proses adalah melalui Perbandingan Kemampuan Proses (PKP). PKP ini dihitung dengan memanfaatkan batas spesifikasi yaitu batas yang ditetapkan oleh perusahaan yang digunakan untuk menentukan apakah proses
dapat diterima atau tidak. Batas spesifikasi ini biasanya digunakan untuk memenuhi keinginan pelanggan atas produk yang dihasilkan. Jika data berdistribusi normal atau diasumsikan normal maka Perbandingan Kemampuan Prosesnya adalah
PKP =BSA − BSB6“
dengan BSA dan BSB masing-masing adalah Batas Spesifikasi Atas dan Batas Spesifikasi Bawah. Batas Spesifikasi Atas adalah batas terbesar dimana suatu proses dapat diterima sedangkan Batas Spesifikasi Bawah adalah batas terkecil dimana suatu proses dapat diterima. Persamaan di atas digunakan untuk menyatakan spesifikasi dua sisi. Untuk spesifikasi satu sisi, PKPnya adalah sebagai berikut PKP =™š› œ•• (hanya spesifikasi atas)
atau
PKP =œ ™š™•• (hanya spesifikasi bawah)
Gambar 2.5 Kemampuan Proses Jelek karena Variabilitas Proses yang Besar
BAB III
DISTRIBUSI WEIBULL
A. Fungsi Probabilitas Definisi 3.1
Variabel random X dikatakan berdistribusi Weibull apabila fungsi
probabilitasnya sebagai berikut:
= {
, , , ,(3.1) dimana dan adalah parameter distribusi Weibull.
Fungsi distribusi Weibull di atas merupakan fungsi distribusi Weibull dengan dua parameter yaitu parameter skala dan parameter bentuk . Definisi dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut.
Definisi 3.2 Parameter Skala
Misalkan { ∙ ; " , " > 0% adalah keluarga dari fungsi densitas dengan parameter ". Parameter " didefinisikan sebagai parameter skala jika dan hanya jika fungsi densitas ; " dapat ditulis sebagai 1 "' ℎ '"
untuk setiap fungsi densitas ℎ ∙ .
Contoh 3.1
Diberikan beberapa contoh dari parameter skala sebagai berikut.Pada fungsi distribusi eksponensial berikut:
; ) = 1 )' *+ ,' , ) adalah parameter skala. Pada fungsi distribusi normal berikut
; - =/012. exp 6−.08290:, - disebut parameter skala.
Berdasarkan fungsi distribusi Weibull pada persamaan (3.1), menunjukkan parameter skala yaitu parameter yang menentukan skala atau penyebaran statistik dari distribusi probabilitas. Jika parameter skala besar maka distribusi akan menyebar, sedangkan jika parameter skala kecil maka distribusi akan lebih terkonsentrasi.
Definisi 3.3 Parameter Bentuk
Parameter bentuk adalah parameter yang menunjukkan bentuk kurva suatu distribusi.
Misalnya bentuk kurva condong ke kanan (skewness positif), bentuk kurva
condong ke kiri (skewness negatif) dan bentuk kurva yang menyerupai
distribusi normal. Selain dua parameter di atas, terdapat satu parameter yang disebut sebagai parameter lokasi.
Definisi 3.4 Parameter Lokasi
Misalkan ; ", ) adalah fungsi densitas dari variabel random ;. Parameter " adalah parameter lokasi jika dan hanya jika fungsi densitas
ℎ − ", ) untuk setiap fungsi ℎ ∙ ; ) dan ℎ ∙ ; ) tidak bergantung pada
".
Contoh 3.2
Berikut ini adalah contoh dari parameter lokasi. Pada fungsi distribusi normal berikut ; <; - = 1 /2>-exp 6− 1 2 8 − <- 9 0 :
< disebut sebagai parameter lokasi.
B. Grafik Distribusi
Grafik dari distribusi Weibull sangat beragam. Dengan memilih nilai-nilai parameter dan distribusi itu akan mempunyai berbagai macam bentuk. Jika parameter skala yang diubah-ubah dengan menganggap bahwa parameter bentuk konstan maka akan diperoleh grafik fungsi densitas dengan nilai > 1. Hal ini juga terjadi jika parameter yang diubah adalah parameter bentuk dengan menganggap bahwa parameter skala konstan. Grafik di bawah ini adalah contoh grafik fungsi densitas dengan perubahan pada parameter bentuk .
Gambar 3.1 G Pada grafik di akan memben persamaan (3 densitas dari densitas Weib parameter apa Jika digambar sintaks syms x beta=sym(3. f=beta*x^(b ezplot(f)
Grafik distribusi Weibull untuk = 0BC, 1 dan
di atas tampak jelas bahwa dengan nilai yan entuk grafik yang berbeda-beda pula. Pada sa 3.1) akan berubah menjadi persamaan (2. ri distribusi eksponensial. Selain itu nilai eibull akan lebih besar atau sama dengan 1 t pa yang diubah.
arkan dengan menggunakan MATLAB, denga
.5); beta-1)*exp(-x^beta); dan D; E = = 1 ang berbeda-beda saat = 1 maka