• Tidak ada hasil yang ditemukan

Divergensi Persepsi Terhadap Penafsiran Article IV of Outer Space Treaty 1967

PENGATURAN ARTICLE IV OF THE OUTER SPACE TREATY 1967 MENGENAI KEGIATAN MILITER DI RUANG ANGKASA

A. Divergensi Persepsi Terhadap Penafsiran Article IV of Outer Space Treaty 1967

Pengertian ruang angkasa atau dirgantara merupakan suatu ruang yang terdiri dari dua ruang yaitu ruang udara dan ruang angkasa, dirgantara atau angkasa adalah suatu wilayah yang terletak dimulai dari ruang udara pada permukaan bumi menuju ke atas langit yang tanpa batas, terdapat pembagian yang tegas atas dirgantara yaitu ruang udara yang merupakan suatu ruangan yang berisi partikel – partikel gas yang disebut udara sebagaimana udara yang dihisap untuk bernafas semua makhluk di muka bumi sedangkan ruang angkasa adalah ruang yang kosong dan hampa udara, ruang udara merupakan ruang yang terletak diatas suatu negara, ruang daratan dan atau ruang lautan sekitar wilayah negara dan melekat pada bumi dimana suatu negara mempunyai hak yurisdiksi dan kedaulatan yang mutlak, sedangkan ruang angkasa adalah ruang yang hampa udara dan teletak diatas ruang udara dimana terdapat bulan, planet dan benda – benda angkasa (celestial bodies). Kedaulatan di ruang udara tidak berarti secara mutlak sampai pada dasar memiliki suatu benda secara fisik tetapi yang dimaksud hanya kedaulatan mutlak terhadap yurisdiksi dan kontrol oleh Negara yang berdaulat tersebut atas pemakaian ruang udara untuk tujuan – tujuan tertentu seperti penerbangan pesawat udara yang berjadwal dan telah diizinkan oleh negara kolong, sedangkan ruang angkasa merupakan ruang yang bebas dan tidak

bertuan sehingga setiap negara memiliki kebebasan mutlak dan kesempatan yang sama untuk melakukan eksplorasi atau penjelajahan dan eksploitasi ruang angkasa tanpa adanya diskriminasi untuk kepentingan penelitian ilmiah yang menguntungkan seluruh umat manusia seperti yang telah tercantum dalam Article I The Outer Space Treaty 1967. Dengan kata lain kebebasan mutlak atas penggunaan ruang angkasa harus secara damai dan hanya untuk kepentingan kemanusiaan.

Dalam pemanfaatan ruang angkasa yaitu dengan melakukan eksplorasi dan eksploitasi ruang angkasa lebih banyak dilakukan oleh negara – negara maju atau negara – negara space sowers sehingga untuk negara – negara non space powers hanya dapat menerima dan mengawasi penelitian yang telah dilakukan oleh negara – negara maju, Space Power Nations atau negara – negara yang mempunyai sumber daya dengan teknologi yang maju dan modern dalam bidang keruangangkasaan memiliki kemampuan lebih besar dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi di ruang angkasa dibanding negara – negara berkembang atau Non – Space Powers sehingga pada akhirnya aktivitas dan kegiatan dalam penggunaan ruang angkasa yang pada awalnya untuk penelitian ilmiah dan kepentingan bersama menjadi hanya untuk memenuhi kepentingan dari negara space powers yang bersangkutan bukan lagi untuk kepentingan seluruh umat manusia. Terjadi ketidakseimbangan ini dikarenakan hanya beberapa negara di dunia yang dapat melaksanakan misi investigasi terhadap ruang angkasa sehingga memicu perlombaan di ruang angkasa bagi negara – negara space powers untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi di ruang angkasa,

Keberhasilan negara – negara space powers untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi ruang angkasa terbukti dengan dilakukannya peluncuran roket – roket dan satelit – satelit yang diorbitkan di bumi seperti Sputnik I oleh Uni Soviet pada tahun 1957 dan disusul oleh Explorer I tahun 1958 oleh Amerika Serikat, dan suksesnya Amerika Serikat mendaratkan Apollo 11 di Bulan pada tanggal 20 Juli 1969 serta selanjutnya dengan misi peluncuran space shuttle dan sampai pada alat – alat atau benda – benda angkasa yang semakin sophisticated untuk diluncurkan seiring meningkatnya ilmu pengetahuan di bidang keruangangkasaan terlebih pada masa modern saat ini oleh negara – negara space powers sehingga dapat terjadi penumpukan benda – benda angkasa buatan manusia di ruang angkasa dan bahkan dapat menjadi suatu pecahan yang disebut debris (sampah angkasa), dan bukan hanya itu dengan berlomba – lombanya negara – negara maju atau space powers dalam melakukan penjelajahan dan penyelidikan ruang angkasa dengan meluncurkan benda – benda buatan manusia ke ruang angkasa dikhawatirkan dapat memicu usaha pemanfaatan ruang angkasa untuk kepentingan militer dan dominasi politik negara – negara tertentu.

Dengan semakin ultra modernnya teknologi di bidang keruangangkasaan diperlukan suatu perangkat dan aturan yang dapat mengontrol dan mengatur negara – negara maju seperti space powers dalam penggunaaan ruang angkasa ketika melakukan peluncuran benda – benda angkasa tersebut, jika tidak dibatasi dengan aturan atau hukum dapat diprediksikan akan terjadi tragedi yang akan mempengaruhi kehidupan umat manusia dikemudian hari sehingga diperlukan suatu peraturan yang dapat menyesuaikan perkembangan teknologi

keruangangkasaan sampai saat ini yaitu peraturan yang bergerak secara dinamis mengikuti kemajuan teknologi ruang angkasa.

Dengan pengajuan serentetan Resolusi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa – Bangsa yang meliputi petunjuk – petunjuk dan cara – cara meningkatkan kerja sama internasional dalam bidang keruangangkasaan serta penerapan prinsip – prinsip dasar tentang peraturannya pada akhirnya lahirlah The Outer Space Treaty 1967 Treaty on Principles Governing the Activity in the Exploration and Use for Outer Space, Including Moon and Other Celestial Bodies sehingga memberikan suatu kekuatan hukum yang lebih kuat apabila dibandingkan dengan resolusi – resolusi sebelumnya, mengingat memiliki bentuk sebagai Treaty.

Outer Space Treaty 1967 merupakan magna charta dari peraturan eksplorasi dan eksploitasi di ruang angkasa, treaty ini merupakan hukum internasional yang esensial mengatur kegiatan negara – negara di ruang angkasa, yang membatasi ruang gerak aktivitas setiap negara – negara dalam penggunaan ruang angkasa agar tidak bertentangan dengan perdamaian dan kepentingan umat manusia. The Outer Space Treaty 1967 merupakan upaya Perserikatan Bangsa – Bangsa untuk meniadakan dan mencegah konflik bersenjata dan aktivitas militer yang tidak bertujuan damai dimana dampaknya dapat mengganggu keamanan dan ketertiban manusia yang mana hal ini sesuai dengan tujuan Perserikatan Bangsa – Bangsa seperti yang terdapat dalam Article 1 Verse 1 Piagam Persatuan Bangsa – Bangsa yang menyatakan : “ To maintain international peace and security… “ yaitu untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional.

Walaupun dengan lahirnya The Outer Space Treaty 1967 yang merupakan elementer atas pemanfaatan dan penggunaan ruang angkasa tetapi ternyata masih terjadi aktivitas maupun kegiatan yang bertentangan dengan prinsip – prinsip yang tertulis di dalam Outer Space Treaty 1967 seperti pengembangan teknologi persenjataan di ruang angkasa dan program pemanfaatan ruang angkasa untuk bidang militer oleh space powers yang dapat memberikan dampak negatif terhadap penggunaan dan pemanfaatan ruang angkasa untuk tujuan damai dan kepentingan seluruh umat manusia.

Dalam hal penggunaan ruang angkasa ini sebagai contoh kasus Cina yang menggunakan rudal untuk menghancurkan salah satu satelitnya di orbit bumi :

Nine years ago, the People’s Republic of China performed a test of a direct-ascent anti-satellite weapon (ASAT) on its aging FY-1C weather satellite. The test, which to many amounted to a shot across the bow, drew international condemnation in part because of the debris it created and the resulting increased risk to objects in low Earth orbit. More significantly, this test brought to the forefront the vulnerability of space-based assets to direct-ascent ASATs. 120

“ States Parties to the Treaty undertake not to place in orbit around the Earth any objects carrying nuclear weapons or any other kinds Beijing mengabaikan suara protes dari dunia internasional karena aksi tersebut dinilai bisa membahayakan satelit lain di orbit yang sama dan aktivitas dari negara space powers tersebut menimbulkan meningkatnya jumlah debris pada orbit bumi. Adanya kasus – kasus tersebut dan pengembangan teknologi persenjataan ruang angkasa lain yang dikembangkan oleh negara – negara space powers jelas telah melanggar ketentuan dalam Article IV The Outer Space Treaty 1967 :

120

Michael Listner, Space News, “ The continued debate about anti-satellite weapons,

nine years after China’s test “, 19 Februari 2016,

20 November 2016

of weapons of mass destruction, install such weapons on celestial bodies, or station such weapons in outer space in any other manner.

The Moon and other celestial bodies shall be used by all States Parties to the Treaty exclusively for peaceful purposes.

The establishment of military bases, installations and fortifications, the testing of any type of weapons and the conduct of military maneuver on celestial bodies shall be forbidden.” 121

“ … The use of military personnel for scientific research or for any other peaceful purposes shall not be prohibited. The use of any equipment or facility necessary for peaceful exploration of the Moon and other celestial bodies shall also not be prohibited “

Yaitu menjelaskan bahwa negara – negara peserta traktat tidak untuk menempatkan di orbit yang mengelilingi bumi objek apapun yang membawa senjata nuklir atau jenis – jenis senjata serta senjata perusak massal lainnya, memasang atau menempatkan senjata lainnya pada benda – benda angkasa, serta negara juga dilarang untuk mendirikan basis – basis militer, pemasangan atau pembentengan dan percobaan jenis – jenis senjata di ruang angkasa serta pergerakan militer di ruang angkasa.

Tetapi dalam Article IV The Outer Space Treaty selanjutnya terdapat paragraf yang menyatakan :

122

ketentuan tersebut menunjukkan bahwa penggunaan dan personil militer tidak dilarang apabila bertujuan untuk damai berupa penelitian ilmiah yang memberikan keuntungan bagi seluruh umat manusia, penggunaan personil dan peralatan militer secara damai pada ruang angkasa bukan merupakan tindakan militer pada ruang angkasa dan benda – benda angkasa. Oleh karena itu, aturan ini selaras dan sesuai dengan persyaratan umum penggunaan ruang angkasa secara damai, bahwa setiap negara berhak untuk menggunakan ruang angkasa dan benda

121

The Outer Space Treaty 1967

122 Ibid.

– benda angkasa dengan personil militer dan peralatan militer hanya untuk tujuan damai, menjadikan aspek teknis atas eksplorasi ruang angkasa membenarkan peraturan ini. Stasiun ruang angkasa pada benda – benda angkasa memerlukan personil militer dan peralatan yang besar untuk penelitian ilmiah. Ini menunjukkan penggunaan personil militer ataupun peralatan militer hanya untuk tujuan eksplorasi ruang angkasa dan benda – benda langit secara damai.

Dengan demikian jelaslah bahwa aktivitas militer di ruang angkasa pada dasarnya dilarang, tetapi seperti yang dikemukakan Juajir Sumardi di dalam Article IV Space Treaty 1967 juga masih memberikan peluang bagi aktivitas militer untuk tujuan penelitian keilmuan atau digunakan untuk menjaga perdamaian. Keilmuan atau untuk menimbulkan polemik bagi para ahli hukum internasional mengenai aktivitas militer di ruang angkasa.123

Perkembangan teknologi persenjataan dan militer di ruang angkasa berkembang dengan sangat pesat. Sistem persenjataan yang dikembangkan di

Dengan adanya ketentuan bahwa penggunaan alat militer yang bertujuan untuk kepentingan penelitian ilmiah maka hal ini dapat menimbulkan permasalahan, karena negara – negara space powers yang memiliki sumber daya untuk meluncurkan atau mengorbitkan satelit atau benda – benda buatan manusia ke ruang angkasa yang pada awalnya dikatakan bertujuan untuk kepentingan penelitian ilmiah dan kemanusiaan secara damai faktanya pengembangan teknologi ruang angkasa yang diluncurkan dan diorbit tersebut juga digunakan untuk kegiatan militer tidak hanya kepentingan penelitian ilmiah dan kemanusiaan tetapi untuk kekekuatan militer negara space powers tersebut.

123

ruang angkasa untuk kepentingan militer merupakan pengembangan dari sistem satelit seperti satelit komunikasi, satelit navigasi, satelit mata – mata dan satelit yang dapat memberikan peringatan dini “early warning system” dan di samping itu telah dikembangkan suatu sistem persenjataan pada satelit yang dapat menghancurkan satelit lain.124

Banyaknya peluncuran benda – benda buatan manusia ke ruang angkasa yang dilakukan negara – negara space powers saat ini telah menunjukkan adanya misi militer, baik peluncuran benda informative seperti satelit mata – mata ataupun benda yang memiliki proses kerja agresif dan efektif seperti ASATs, ini menunjukkan percobaan pengembangan senjata telah dilakukan di ruang angkasa sehingga menjadikan ruang angkasa sebagai zona baru bagi konfrontasi internasional.125

Space Treaty 1967 yang merupakan suatu prinsip hukum umum mengenai pengaturan aktivitas di ruang angkasa termasuk bulan dan benda – benda langit lainnya yang sedianya harus diterapkan terhadap segala kegiatan di ruang angkasa ternyata telah menyeret polemik yang berkepanjangan berkenaan dengan aktivitas militer ini. Polemik tersebut pada dasarnya terjadi dari perbedaan interpretasi terhadap ketentuan pasal IV dari Space Treaty 1967.126

Negara super powers beserta sekutu – sekutunya sepakat menyatakan bahwa aktivitasnya di ruang angkasa termasuk aktivitas militer sesuai dengan hukum internasional termasuk Space Treaty 1967. Dasar utama dari pernyataan tersebut adalah demi kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan yang berguna bagi

124

Suyud Harsono Suyudi, Op.Cit., hal. 2.

125

Juajir Sumardi, Op.cit., hal. 139.

126

masyarakat internasional serta menjaga stabilitas internasional. Nampaknya konsep perimbangan kekuatan dalam kamus politik internasional turut menjustifikasi program militerisasi di ruang angkasa. Menurutnya Pasal IV dari Space Treaty 1967 juga tidak meletakkan larangan secara tegas dan rinci mengenai aktivitas militer ini, akan tetapi justru dalam paragraf dua pasal tersebut memperkenankan aktivitas militer di ruang angkasa. Negara – negara berkembang yang lebih bersifat potential victim dari aktivitas militer tersebut menegaskan bahwa aktivitas militer tersebut bertentangan dengan maksud Space Treaty 1967.127

Pengembangan tipe baru seperti pengoperasian sistem anti satelit yang disebut ASATs, membawa ketegangan internasional yang amat mengerikan. Satelit ini berfungsi secara aktif dan agresif dalam penghancuran secara total baik terhadap satelit atau benda angkasa milik negara asing maupun terhadap negara – negara musuh. Jika kita lihat proses kerja dari ASATs ini, maka keberadaan satelit jenis ini bertentangan dengan maksud damai yang tertuang dalam Space Treaty 1967. Apalagi pasal IV Space Treaty melarang bagi peletakan di orbit sekitar Hal ini menunjukkan bahwa satelit atau benda – benda angkasa yang dikembangkan dan diluncurkan oleh negara – negara space powers tersebut diakui lebih banyak digunakan untuk kepentingan dan kegiatan militer oleh negara – negara peluncur dari pada kepentingan untuk penelitan ilmiah dan kemanusiaan, apalagi dengan satelit – satelit khusus seperti satelit yang dapat memberikan peringatan dini (early warning system) dan tipe sistem anti senjata satelit (ASATs).

127 Ibid.

bumi benda – benda yang membawa persenjataan yang memiliki daya rusak massa.128

USA-193 was an American Reconnaissance satellite, which was launched on 14 December 2006 by a Delta II rocket, from Vandenberg Air Force Base. It was reported about a month after launch that the satellite had failed. In January 2008, it was noted that the satellite was decaying from orbit at a rate of 1,640 feet (500 m) per day. On 14 February 2008, it was reported that the United States Navy had been instructed to fire an RIM-161 Standard Missile 3 ABM weapon at it, to act as an anti-satellite weapon.

Seperti terdapat dalam contoh kasus lain yaitu Amerika Serikat meluncurkan satelit pengintaian pada 14 Desember 2006 yang bernama USA – 193 :

129

128

Juajir Sumardi, Op.cit., hal. 141.

Dilaporkan sekitar satu bulan setelah peluncuran satelit itu ternyata telah terjadi kegagalan sehingga pada Januari 2008, tercatat bahwa satelit itu mengalami pembusukan dari orbit pada tingkat 1.640 kaki (500 m) per hari. Pada tanggal 14 Februari 2008, dilaporkan bahwa Angkatan Laut Amerika Serikat telah diperintahkan untuk menembak satelit pengintaian tersebut dengan menggunakan rudal SM-3 yang sudah dimodifikasi dan diluncurkan dari tiga kapal kelompok di Pasifik Utara untuk menghancurkan satelit USA-193 dan bertindak sebagai senjata anti – satelit selain itu Russia juga meluncurkan rudal anti – satelit langsung bernama Nudol pada 18 November 2015 :

129

CNN, "U.S. plans for falling satellite", January 30, 2008, Archived by Wikipedia on 2008-01-31,

The successful flight test of Russia’s direct ascent anti-satellite missile, known as Nudol, took place Nov. 18, 2015, according to defense officials familiar with reports of the test. 130

Menurut Juajir Sumardi persoalan legalitas dari aktivitas militer di ruang angkasa sulit untuk di pecahkan jika hanya menggunakan interpretasi terhadap pasal IV Space Treaty 1967. Jika kita hendak mempersoalkan masalah legalitas aktivitas militer tersebut dari pendekatan interpretasi, maka seyogianya bukan hanya untuk menitik beratkan pada pasal IV saja, akan tetapi interpretasi tersebut harus dilakukan terhadap Space Treaty 1967 secara keseluruhan termasuk nafas yang terkandung dalam proses penciptaan perangkat hukum ruang angkasa ini. Hal ini sesuai dengan ketentuan umum mengenai interpretasi perjanjian

Kasus diatas menunjukkan telah terjadi penyimpangan terhadap Article IV of The Outer Space Treaty 1967 yaitu melakukan aktivitas atau kegiatan ruang angkasa yang tidak untuk kepentingan kemanusiaan dan perdamaian serta penggunaan ruang angkasa untuk kepentingan militer negara tertentu, adanya pelanggaran dari ketentuan Article IV Outer Space Treaty dikarenakan terdapat paragraf yang disatu sisi menyatakan “ pelarangan untuk menggunakan persenjataan dan kegiatan militer di ruang angkasa “ tetapi di sisi lain ketentuan Article IV tersebut terdapat paragraph “ bahwa penggunaan alat – alat atau fasilitas militer diperbolehkan apabila bertujuan untuk kepentingan penelitian ilmiah dan perdamaian “.

130

Bill Gertz, The Washington Free Beacon, December, 2, 2015,

internasional sebagaimana tertuang dalam Pasal 31 Konvensi Wina 1969 mengenai Hukum Perjanjian.131

Dengan demikian, nafas yang terkandung dalam Space Treaty 1967 seperti yang tertuang dalam Preambul / Pembukaan serta isi pasal – pasalnya dapat dikemukakan bahwa eksplorasi dan pemanfaatan ruang angkasa yang dilakukan tersebut harus membawa keuntungan bagi semua negara dan untuk maksud – maksud damai. Negara peserta perjanjian harus mendukung kerja sama internasional dalam rangka eksplorasi dan eksploitasi maksud damai tersebut, membina saling pengertian dan hubungan persahabatan antara masyarakat dan negara – negara, menegaskan bahwa ruang angkasa merupakan wilayah bersama

Dalam Pasal 31 Konvensi Wina 1969 tersebut mengemukakan :

“ 1. A treaty shall be interpreted in good faith in accordance with the ordinary meaning to be given to the terms of the treaty in their context and in the light of its

object and purpose.

2. The context for the purpose of the interpretation of a treaty shall comprise, in addition to the text, including its preamble and annexes: (a) Any agreement relating to the treaty which was made between all the parties in

connexion with the conclusion of the treaty;

(b) Any instrument which was made by one or more parties in connexion with the conclusion of the treaty and accepted by the other parties as an instrument related to the treaty.

3. There shall be taken into account, together with the context:

(a) Any subsequent agreement between the parties regarding the interpretation of

the treaty or the application of its provisions;

(b) Any subsequent practice in the application of the treaty which establishes the agreement of the parties regarding its interpretation;

(c) Any relevant rules of international law applicable in the relations between the parties.

4. A special meaning shall be given to a term if it is established that the parties so intended.”

131

umat manusia, oleh karenanya harus dieksplorasi dan dieksploitasi hanya untuk :

a. keuntungan dan kepentingan semua negara ; b. tanpa diskriminasi dan maksud lainnya ; c. atas dasar kesederajatan / keseimbangan ;

d. dalam kepentingan menjaga keamanan dan perdamaian internasional serta memajukan kerja sama dan saling pengertian ; dan

e. dengan kewajiban menginformasikannya demi kepentingan semua negara.

Jika kita lihat proses kerja satelit mata – mata misalnya, maka pada dasarnya pengunaannya tidak untuk kepentingan semua negara. Pada umumnya hanya membawa keuntungan bagi pemilik satelit beserta sekutu – sekutunya dalam rangka mempersiapkan diri dari serangan musuh. Alasan bahwa satelit tersebut bermanfaat bagi penjagaan stabilitas internasional yakni dengan difungsikannya sebagai sarana pemantau persetujuan pengawasan persenjataan namun dalam kenyataan fungsi tersebut hanya bersifat temporer belaka.132

Dewasa ini hanya dua negara super powers yang memiliki satelit mata – mata demikian canggih untuk digunakan bagi kepentingan verifikasi nasional dalam rangka pemantauan terhadap hasil dari persetujuan pengawasan persenjataan dari kedua negara super powers tersebut. Juga dapat dilihat bahwa penggunaan satelit mata – mata tersebut hanya untuk kepentingan pemiliknya yakni penggunaan satelit tersebut selama perang Yom Kippur, perang Vietnam, konflik India – Pakistan serta pertempuran di kepulauan Falkland, banyak

132

menguntungkan Amerika Serikat dan Uni Soviet beserta sekutunya. Dari data yang diperoleh berkenaan dengan pertempuran di atas maka kedua negara super power dapat membuat perkiraan yang lebih baik mengenai kemampuan dan strategi musuh – musuhnya dan selanjutnya mengembangkan percobaan senjata penghancur yang lebih efektif.133

133 Ibid.

Adanya dismilaritas persepsi terhadap kegiatan militer di ruang angkasa ditimbulkan karena ketidakjelasan (obscurity) dan ketidaktegasan terhadap ketetapan yang ada pada Article IV of The Outer Space 1967. Sehingga harus diberikan penjelasan yang jelas (explicit) dan tegas tentang pelarangan aktivitas militer di ruang angkasa oleh pihak – pihak yang memiliki kapasitas (capacity) untuk itu.

B. Yurisprudensi “Use of Force” di Ruang Angkasa dan Keambiguan