• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIVERSIFIKASI BIJI KARET SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF DI PROVINSI BENGKULU UNTUK MENUJU INDONESIA EMAS 2045

Chintia Feronika Rilsi

Jurusan Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian SMKS Agro Maritim Muhammadiyah Bengkulu

Indonesia akan menyentuh umur 100 tahun pada 2045 mendatang. Pada tahun 2020-2045, diprediksi bahwa angka penduduk usia produktif dapat mencapai 70%, sedangkan 30%-nya merupakan penduduk dengan usia yang tidak produktif.

Indonesia Emas 2045 telah menjadi impian besar untuk membentuk Indonesia yang mampu bersaing dengan bangsa lain serta dapat menyelesaikan masalah-masalah yang mendasar seperti ketahanan pangan. Pentingnya ketahanan pangan bangsa Indonesia telah disampaikan 68 tahun lalu oleh Ir. Soekarno bahwa “soal persediaan makanan rakyat ini, bagi kita adalah soal hidup dan mati”. Dalam penjabaran Visi Indonesia Emas 2045 disampaikan bahwa ketahanan pangan yang mandiri, berkelanjutan, swasembada karbohidrat, protein dan kesejahteraan merupakan aspek yang sangat penting dalam pembangunan (Kementerian PPN, 2017). Kondisi pangan terus menghadapi tantangan yang dinamis seperti wabah Covid 19 saat ini serta kompleksitas permasalahan lain sehingga dibutuhkan keseriusan dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia.

Secara geografis, wilayah Indonesia dilewati oleh garis khatulistiwa serta jalur vulkanik yang aktif. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia memiliki iklim tropis dan tanah yang subur untuk sektor pertanian. Sektor pertanian masih menjadi salah satu kunci dalam pembangunan nasional kedepan (Saheb dkk, 2018). Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Agung Hendriadi mengatakan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 100 jenis pangan sumber karbohidrat, 100 jenis kacang-kacangan, 250 jenis sayuran, dan 450 jenis buah-buahan (Tamburian, 2018).

Melimpahnya keanekaragaman hasil pertanian tersebut saat ini masih belum tereksplor secara optimal oleh pemerintah maupun masyarakat seperti potensi hasil samping pertanian.

Biji karet merupakan salah satu hasil samping pertanian yang belum dimanfaatkan secara optimal. Biji karet memiliki proporsi bagian yang dapat dikonsumsi sekitar 57%. Komposisi zat gizi 100 g biji karet yaitu: protein 17,41-22,50, karbohidrat 6,99 ± 0,01, abu 3,08 - 3,50, lemak 49,50 - 68,53 (Eka et a.l, 2010., Fatimah, 2014., Yusuf, 2010 dan Ulya, 2017).

Secara umum biji karet telah memenuhi aspek-aspek ketahanan pangan berdasarkan FAO (2003) pangan yaitu aspek ketersediaan bahan. Berdasarkan data Statistik Perkebunan Indonesia (2017-2019) dan Menurut Eka et al., (2010), Bengkulu memiliki luas tanaman karet produktif 90.863 ha dengan produksi biji karet sekitar 109.035,6 ton/tahun. Aspek kedua adalah jangkauan akses penduduk,

biji karet cukup mudah didapatkan di provinsi Bengkulu karena hampir disetiap wilayah terdapat perkebunan karet yang luas terutama di daerah Bengkulu Tengah, Utara dan Selatan. Aspek ketiga adalah stabilitas pasokan, tanaman karet merupakan tanaman yang dapat menghasilkan biji sepanjang tahun. Aspek keempat adalah pemanfaatan pangan (lazimnya berkaitan dengan budaya pemanfaatan bahan pangan).

Kurang optimalnya pemanfaatan biji karet sebagai bahan pangan salah satunya dikarenakan masyarakat masih awam metode penghilangan racun asam sianida biji karet. Cara penghilangan racun biji karet sampai aman konsumsi dapat dilakukan melalui perendaman biji karet dengan kapur sirih 0,9% per berat bahan selama 6 jam, setelah itu biji karet direbus 15 menit dan terakhir biji karet direndam dengan air selama 24 jam (Karima, 2015 dan Indrawati dan Ratnawati, 2017). Biji karet tersebut kemudian dapat dimanfaatkan sebagai diversifikasi bahan baku atau subtitusi berbagai macam olahan makanan.

Diversifikasi pangan bukan suatu hal baru dalam istilah kebijakan pembangunan pertanian. Pada dasarnya, keragaman atau diversifikasi konsumsi pangan diharapkan bukan hanya pada pangan pokok, tetapi pada semua bahan pangan yang dikonsumsi. Salah satunya melalui konsep diversifikasi konsumsi pangan dengan mengganti pangan impor menjadi bahan pangan lokal. Dalam hal ini penulis telah melakukan eksperimen penggunaan 30% biji karet pada pembuatan roti tawar, donat, bolu kukus dan kue anak tat seperti Gambar 1 berikut.

Gambar 1. a. roti tawar, b. donat, c. bolu kukus, d. kue anak tat (Data primer, 2020)

Berbagai produk olahan biji karet pada Gambar 1 tersebut, kemudian dilakukan organoleptik produk tersebut. Pengujian organoleptik merupakan pekerjaan tim kerja sama yang diorganisasi secara rapi dan disiplin serta dalam suasana bersemangat dan bersungguh-sungguh tetapi santai. Suasana demikian harus dapat diciptakan agar data penilaian dapat diandalkan sehingga dapat dianalisis dan diinterpretasi. Ada 4 unsur penting yang menyangkut dalam pelaksanaan pengujian organoleptik yaitu meliputi pengolahan pengujian, panel,

a

c d

b b

seperangkat sarana pengujian, dan bahan yang diuji atau dinilai. Masing-masing unsur perlu disiapkan dengan seksama sebelum pengujian dilaksanakan (Soekarto, 1985).

Proses pelaksanakan suatu penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian mutu atau analisis sifat-sifat sensorik suatu komoditi panel bertindak sebagai instrument atau alat. Alat ini terdiri dari orang atau kelompok orang yang disebut panel yang bertugas menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Jadi, penilaian makanan secara panel berdasarkan kesan subjektif dari para panelis dengan prosedur sensorik tertentu yang harus dituruti (Soekarto, 1985).

Rasa makanan yang kita kenal sehari-hari sebenarnya bukan satu tanggapan melainkan campuran dari tanggapan cicip, bau, dan trigeminal yang diramu oleh kesan-kesan lain seperti penglihatan, sentuhan, dan pendengaran. Sehingga pada saat menikmati atau merasakan makanan, diwujutkan bersama-sama oleh kelima indera. Peramuan rasa ialah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya (Soekarto, 1985).

Pembauan disebut juga pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh. Indera pembau berfungsi untuk menilai bau-bauan dari suatu produk atau komoditi baik berupa makanan atau pangan (Soekarto, 1985).

Tekstur dan kosistensi bahan akan mempengaruhi cita rasa suatu bahan, perubahan tekstur dan viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul, karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rasa terhadap sel alfaktori dan kelenjar air liur, semakin kental suatu bahan penerimaan terhadap intensitas rasa, bau dan rasa semakin berkurang. Kenaikan temperatur akan menaikkan rangsangan pada rasa manis tetapi akan menurunkan rangsangan pada rasa asin dan pahit (Soekarto, 1985). Metode pengujian memberikan nilai atau menetapkan nilai mutu sensorik terhadap bahan yang diuji tentang kesukaan atau ketidak sukaan pada jenjang mutu atau tingkat skala hedonik. (Soekarto, 1985).

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap aroma, tekstur, rasa, warna menggunakan 25 panelis tidak terlatih. Panel tidak terlatih umumnya untuk menguji kesukaan, demikian juga dalam hal pemilihan anggota, panel tidak terlatih diambil dari luar. Pemilihan yang dilakuakan bukan terhadap kepekaan calon anggota. Pemilihan panelis tidak terlatih lebih mengutamakan segi sosial seperti latar belakang pendidikan, asal daerah, kelas ekonomi dalam masyarakat dan sebagainya (Soekarto, 1985). Data pengujian organoleptik kemudian sajikan secara deskriptif kuantitatif, hasil rata-rata pengujian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Uji organoleptik produk biji karet

Gambar diatas (Gambar 2) menunjukkan bahwa rata-rata skor panelis berada pada nilai 3 (netral). Berdasarkan data diatas juga diketahui bahwa produk pangan dengan penambahan 30% biji karet dapat diterima oleh konsumen. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengembangan dan penerapan teknologi ini untuk memberdayakan masyarakat Bengkulu.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa biji karet merupakan sumber bahan pangan potensial dan perlu pengembangan dalam bentuk penelitan lebih lanjut terhadap pemanfaatan biji karet. Dengan tulisan ini diharapkan teknologi pengolahan biji karet dapat diterapkan oleh seluruh masyarakat Bengkulu dan seluruh masyarakat Indonesia. Selain itu, diharapkan provinsi Bengkulu dapat menjadi provinsi percontohan dalam ketahanan pangan serta menjadi bentuk kontribusi nyata provinsi Bengkulu menuju Indonesia emas 2045.

Bolu kukus Roti tawar Donat Anak tat

i HAND SANITIZER KITO (HANSTO): INOVASI USAHA HAND

Dokumen terkait