• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

IDENTITAS RESPONDEN

6. Dokumentasi Lapangan

Sumber : Dokumentasi Pribadi Peneliti Sosialisasi Unit Pengolah Pupuk Organik Dinas Pertanian dengan Kelompok Tani

Lahan Usahatani Sayuran Bayam Hijau dan Merah

Aktivitas Rutin Penyiraman Lahan oleh

Petani Sayuran Wawancara Terstruktur antara Peneliti dengan Salah Seorang Responden

Komunikasi Interpersonal antar Sesama Petani Sayuran

Kunjungan Perwakilan Kementerian Pertanian dan Dinas Pertanian Kabupaten

ii

(Case of Ciaruteun Ilir Village, Cibungbulang Subdistrict, Bogor Regency, West Java Province). Supervised by DJUARA P. LUBIS (Chairperson) and DJOKO SUSANTO (Members).

Utilization of vegetable farming informations is one of important matter for the farmers in practicing a variety of information relating to farming of vegetables obtained from different types of information sources, including land-use pratices, regular irrigation, seed selection, fertilization, pest eradication and crop diseases, post-harvest processing , marketing and other information relevant to vegetable farming. This study objectives were (1) To analyze the utilization of information by the vegetable farmers, (2) To analyze relationship characteristics of vegetable farmers to the level of exposure to sources of information, (3) To analyze relationship of perception of farmers to agricultural services with the level of exposure to sources of information; and (4) to analyze relationship between the level of exposure to sources of information to the level of utilization of information. The number of samples was 50 vegetable farmers. The important results showed (1) The utilization rate of farm information in most vegetable growers (54 percent) were categorized as being the average of one to two information practices, (2) There is significant correlation between characteristic of vegetable farmers to levels of exposure sources information those are age, education, income, experience of vegetable farming, the number of dependents and the perception of farmers towards agriculture (affective dimension) by the number of information sources, (3) There is significant correlation between the vegetable farmer perceptions of agricultural services to the levels of exposure to multiple sources information that is the perception of farmers to extension agents, farmers, merchants and traders of agricultural production, (4) There is significant correlation between the rate exposure to sources of information that is the number of sources of information and variety of information obtained from various sources of information to the level of utilization of informations.

Keywords : Utilization of Information, vegetable farming, exposure to sources of information

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Pendekatan pembangunan yang saat ini diterapkan di Indonesia bersifat bottom up yang menggantikan pendekatan lama yang bersifat top down. Dalam konteks pembangunan ekonomi yang lebih spesifik berorientasi kepada perubahan dari paradigma “pembangunan yang berpusat pada produksi” ke paradigma “pembangunan yang berpusat pada rakyat” (Nasdian, 2003). Komunikasi pembangunan berkembang sesuai dengan perkembangan pendekatan pembangunan yang dipakai. Pada saat pemerintah Indonesia melakukan pembangunan yang

sentralistik, pendekatan yang digunakan bersifat top down, komunikasi pembangunan

bertugas untuk membujuk masyarakat agar mengikuti apa yang dikatakan pemerintah. Model komunikasi yang digunakan untuk keperluan tersebut adalah model linear. Saat ini, pembangunan banyak mempergunakan pendekatan partisipatif yang melibatkan seluruh warga dalam proses pembangunan. Pendekatan komunikasi yang dipakai untuk pembangunan dan perubahan sosial adalah model komunikasi konvergensi dengan pendekatan partisipasi masyarakat (Lubis, 2010). Kehadiran teknologi komunikasi dan munculnya beragam media komunikasi menjadikan informasi

berlimpah ruah, kemungkinan saat ini terjadi ledakan informasi (information overload),

sekaligus terjadi kesenjangan informasi (information gaps) di mana peningkatan pengetahuan pada kelompok tertentu akan menjauh dan meninggalkan kelompok lain. Hal ini disebabkan penyebarluasan dan pemanfaatan informasi yang belum merata. Keperluan akan informasi sudah menjadi kebutuhan, bukan jumlah informasi yang penting tetapi nilai dari informasi tersebut (Amsyah, 2005).

Komunikasi pembangunan merupakan proses penyebaran informasi, penerangan, pendidikan dan keterampilan, rekayasa sosial dan perubahan perilaku. Sebagai proses penyebaran informasi dan penerangan kepada masyarakat, titik pandang komunikasi pembangunan difokuskan pada usaha penyampaian dan

pembagian (sharing) ide, gagasan dan inovasi pembangunan antara pengambil

kebijakan dan masyarakat. Pada proses tersebut, informasi dibagi dan dimanfaatkan bersama-sama dan seluas-luasnya sebagai sesuatu yang berguna untuk kehidupannya (Dilla, 2007). Informasi akan mengurangi ketidakpastian dalam situasi di mana pilihan tersedia di antara sekumpulan alternatif (Rogers, 2003). Makna informasi dilihat dari dimensi ekonomi dan non-ekonomi. Manfaat informasi adalah untuk membantu memberi kejelasan dari sesuatu ketidakpastian atau mengurangi ketidakpastian tersebut sehingga manusia dapat membuat sesuatu keputusan dengan

kepastian yang lebih baik dan menguntungkan. Makin besar bantuannya untuk mengurangi ketidakpastian makin tinggi nilai informasi tersebut. Pemanfaatan informasi sangat penting bagi seorang individu untuk berkembang dan efeknya akan sangat berguna bila diterapkan. Akan tetapi, hal ini tidak dapat dilakukan dengan maksimal tanpa adanya kemampuan untuk mengamati lingkungan dan mendeteksi serta menangkap informasi.

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau berbagi informasi dengan orang lain. Sementara itu, informasi adalah suatu rekaman fenomena yang diamati dan mempunyai potensi untuk dimanfaatkan oleh seseorang. Jenis informasi banyak sekali dan jumlahnya pun terus bertambah karena setiap saat lahir informasi baru, sehingga kita semakin tidak mudah mengikuti perkembangannya. Sumber-sumber informasi

banyak jenisnya, antara lain buku, majalah, surat kabar, radio, tape recorder, video

tape recorder, CD-ROM, disket komputer, brosur, pamflet, dan media rekaman informasi lainnya, merupakan tempat disimpannya informasi atau disebut sumber- sumber informasi, khususnya informasi terekam. Informasi itulah yang dalam dunia komunikasi selalu melekat di dalam prosesnya. Sebab informasi dalam hal ini merupakan bagian dari proses komunikasi. Sementara itu komunikasi, seperti yang sudah kita ketahui, komunikasi ada di mana-mana, seperti antara lain di lingkungan keluarga, di lingkungan kelompok dan organisasi, di lingkungan perpustakaan, di lingkungan media, dan di lingkungan bidang studi lainnya (Amsyah, 2005).

Informasi bermanfaat bagi siapa saja, baik perorangan atau kelembagaan, termasuk petani yang juga membutuhkan informasi. Sektor pertanian di Indonesia yang hingga saat ini masih dianggap sektor strategis, bukan hanya karena sektor ini mampu menyediakan lapangan pekerjaan, pendorong munculnya industri baru atau kegiatan ekonomi yang lain, juga berperan sebagai sumber penyedia pangan serta mampu menyumbang devisa nasional. Intinya adalah pertanian harus menjadi basis pembangunan perekonomian Indonesia dan tidak dipandang sebagai masalah sektoral belaka (Susanto, 2009). Relevan dengan hal tersebut, komoditas hortikultura, khususnya sayuran dan buah-buahan juga memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional, yaitu : (1) merupakan bahan makanan bergizi sumber mineral dan vitamin bagi penduduk Indonesia; (2) sebagai sumber pendapatan dan kesempatan kerja bagi penduduk pedesaan dan kesempatan berbisnis bagi pengusaha; (3) sebagai bahan baku agroindustri yang menunjang proses industrialisasi, di mana beberapa komoditas diolah atau diawetkan sebelum dipasarkan; (4) sebagai komoditas ekspor yang merupakan sumber devisa negara; (5)

sebagai pasar bagi komoditas non-pertanian seperti pupuk, pestisida, dan peralatan pertanian serta jasa angkutan, keuangan, perhubungan, dan lain-lain (Hadi, dkk dalam Ma’mir, 2001). Tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia menurut data Deptan pada tahun 2005 sebesar 35,30 kg/kapita/tahun, tahun 2006 sebesar 34,06 kg/kapita /tahun dan tahun 2007 meningkat sebesar 40,90 kg/kapita/tahun, masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan standar FAO yaitu 65,75 Kg per kapita per tahun dan

standar kecukupan untuk sehat sebesar 91,25 kg/kapita/tahun.1 Sehingga berdasarkan

data tersebut, pertanian sayuran masih harus ditingkatkan.

Salah satu faktor pendukung untuk mewujudkan pembangunan pertanian adalah pembangunan infrastruktur yang lebih baik, yang digunakan untuk aliran sumberdaya dan informasi dari dan ke sektor pertanian (Arintadisastra dkk, 2001). Sebagai contoh Pemerintah Thailand memberi insentif kepada petani dalam bentuk informasi, teknik produksi, pasar pupuk dan bibit. Informasi tentang pertanian dan agribisnis sampai ke desa-desa dalam waktu cepat, sehingga para petani menyesuaikan dan membuat rencana produksi tepat dengan sasaran. Artinya, produksi yang dihasilkan petani dijamin pemasarannya dan petani memperoleh keuntungan. Informasi yang disediakan sangat beragam, misalnya informasi tentang kecenderungan konsumen yang beralih pada produk-produk pertanian organik, sarana pendukung disiapkan, seperti pasar swalayan untuk menampung dan memasarkan produk pertanian organik itu. Pemerintah Thailand juga menginformasikan, sampai 20 tahun yang akan datang mengenai penduduk Jepang yang tetap menyukai buah mangga dan manggis. Informasi penting lainnya adalah tentang harga dan permintaan pasar ekspor.

Sejalan dengan hal tersebut, saat ini kesadaran petani untuk memanfaatkan informasi dan teknologi komunikasi dalam bertani ternyata sudah menjadi kesadaran global. Tidak hanya di Indonesia saja, berdasarkan Laporan Informasi Ekonomi terbaru dari Konferensi PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) menunjukkan dampak ekonomi yang positif bagi semua pihak yang terlibat dalam perdagangan, termasuk para petani kecil di daerah yang terpencil. Ternyata kecanggihan informasi dan teknologi tidak hanya monopoli bagi bidang industri saja. Melalui pemanfaatan kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi diharapkan pertanian di suatu negara dapat maju dan berkembang.

1

http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/konsumsi-sayur-masyarakat-indonseia-di- bawah-rekomendasi-fao/ diakses pada tanggal 20 Oktober 2010.

Perumusan Masalah

Pembangunan adalah perubahan yang berguna menuju sistem sosial ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak dari suatu bangsa. Perubahan bisa terjadi tanpa komunikasi dan komunikasi bisa terjadi tanpa perubahan. Komunikasi merupakan elemen penting dalam pembangunan yaitu sebagai salah satu pendorong terjadinya sebuah perubahan yang tentunya ke arah yang lebih baik, namun tentunya harus dengan memperhatikan faktor atau elemen lainnya. Rogers (1976) mengemukakan pandangan kritisnya mengenai hal tersebut bahwa komunikasi pada dasarnya bukan hanya satu-satunya penentu terjadinya perubahan, baik dalam diri kita maupun lingkungan sosial, melainkan ada faktor lain, yaitu faktor internal secara subjektif. Alasan yang dikemukakan Rogers adalah terdapat kontradiksi dan kekacauan pada analisis komunikasi dan sumber-sumber perubahan. Walaupun demikian, komunikasi bisa dan bahkan sering benar-benar memainkan peranan kunci dalam perubahan. Komunikasi berperan dalam mengubah atau mencegah terjadinya perubahan dalam struktur sosial. Informasi adalah bagian penting yang melekat dalam proses komunikasi.

Sektor pertanian di Indonesia melibatkan lebih dari 50 persen tenaga kerja dan 60 juta petani, sehingga secara politis pengembangan sektor pertanian dapat dijadikan

acuan untuk lebih mengukuhkan posisi sektor pertanian sebagai leading sector. Fakta

lain juga menunjukkan pada saat krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, justru hanya sektor pertanian yang mampu bertahan tumbuh (walaupun kecil pertumbuhannya) dibanding bisnis besar konglomerasi yang justru terpuruk tak mampu bangkit (Susanto, 2009). Maka tak salah apabila penanganan masalah pertanian, khususnya mengenai difusi inovasi termasuk penyebaran informasi, yang kerapkali sangat dibutuhkan oleh petani di berbagai daerah, menjadi perhatian utama bagi pemerintah guna peningkatan hasil produksi pertanian dan pembangunan pertanian yang berkelanjutan.

Seiring berkembangnya ide tentang membangun keberdayaan melalui informasi, komunikasi, dan pengetahuan masyarakat, terjadi lebih banyak inovasi yang melibatkan penggunaaan media komunikasi, baik cetak (seperti buletin atau koran desa) maupun elektronik (seperti radio komunitas atau internet masuk desa). Semakin terbangunnya pemahaman media di tingkat masyarakat, membuat masyarakat cepat menyadari dan memanfaatkan strategi komunikasi untuk menyelesaikan persoalannya,

memenuhi kebutuhannya, dan mewujudkan potensinya (Afrizal, 2007). Selain itu,

teknologi (IPTEK) mengakibatkan adanya peningkatan dalam kebutuhan pengetahuan serta harapan masyarakat yang membutuhkan informasi yang berguna untuk menyokong pembangunan pertanian, termasuk usahatani sayuran.

Saat ini para petani, termasuk petani sayuran dapat memajukan pertanian dengan memanfaatkan berbagai sumber informasi melalui komunikasi interpersonal dan beberapa media komunikasi sebagai alat komunikasi dan informasi yang menunjang usahatani sayuran mereka. Komoditi sayuran yang beragam dan memiliki sifat cepat rusak membuat petani sayuran aktif mencari, menyeleksi, dan memanfaatkan informasi melalui berbagai sumber informasi sebagai landasan untuk meningkatkan pengelolaan usahatani sayurannya. Berdasarkan paparan-paparan tersebut dapat disusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pemanfaatan informasi oleh petani sayuran ?

2. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik petani sayuran dengan tingkat keterdedahan sumber informasi ?

3. Apakah terdapat hubungan antara persepsi petani terhadap pelayanan pertanian dengan tingkat keterdedahan sumber informasi ?

4. Apakah terdapat hubungan antara tingkat keterdedahan sumber informasi dengan tingkat pemanfaatan informasi ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pemanfaatan informasi oleh petani sayuran.

2. Menganalisis hubungan karakteristik petani sayuran dengan tingkat keterdedahan sumber informasi.

3. Menganalisis hubungan persepsi petani terhadap pelayanan pertanian dengan tingkat keterdedahan sumber informasi.

4. Menganalisis hubungan tingkat keterdedahan sumber informasi dengan tingkat pemanfaatan informasi.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Penelitian ini untuk memperoleh gambaran umum mengenai pemanfaatan informasi oleh petani sayuran. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi para pihak-pihak yang berkepentingan dalam usaha pengembangan agribisnis, khususnya sayuran.

2. Pengembangan dan pengayaan kajian dalam studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.

3. Referensi untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan penggunaan/pemanfaatan informasi, khususnya pada komunitas petani sayuran.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep tentang Informasi dan Pesan

Penemuan terbaru mengatakan bahwa bumi dihuni oleh makhluk hidup sejak empat miliar tahun yang lalu. Manusia memperoleh kemampuan fisik untuk berbicara, diketahui baru antara 90 ribu dan 40 ribu tahun yang lalu. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia memiliki jiwa dan raga yang dilengkapi dengan panca indera (mata, telinga, hidung, kulit, dan lidah) yang berfungsi menerima stimulus dari luar, kemudian diserap ke dalam jaringan syaraf dalam bentuk getaran- getaran ke otak atau pusat syaraf (Wiryanto, 2004).

Proses ini diketahui sebagai gejala mikro elektronika. Stimulus yang diterima panca indera kita kemudian dikirim ke otak. Selanjutnya, diproses di otak untuk membuat kode-kode perintah sebagai reaksi dari stimulus, yang diteruskan kepada sub-sub sistem dalam tubuh. Proses ini dikenal sebagai proses mikro elektroniks. Teknologi mikro elektronika telah menciptakan era informasi yang menjadi pilar

masyarakat baru, disebut masyarakat informasi (information society).

Rogers (2003) menyatakan masyarakat informasi adalah “Suatu bangsa yang mayoritas angkatan kerjanya sudah menjadi pekerja informasi. Wiryanto (2004) mengutip pernyataan Straubhaar dan LaRose (2002 : 1-2) menyebutkan bahwa di dalam masyarakat informasi pertukaran informasi merupakan aktivitas ekonomi yang utama. Pekerja informasi adalah orang-orang yang pekerjaan pokoknya memproduksi, memroses, atau mendistribusikan informasi. Para pekerja informasi meliputi jurnalis,

editor, redaktur, programmer komputer, desktop publishing specialist, produser televisi,

sekretaris, public relations officer, advertising account executives, akuntan, dan klerk.

Apakah konsep informasi dan kekuatan apa yang dimilikinya? Pemahaman mengenai konsep informasi sangat penting, agar kita dapat bersikap arif dan bijaksana terhadap informasi. Untuk memahami informasi, Fisher (1986) bahwa dalam mengemukakan tiga konsep informasi sebagai berikut :

1. Informasi menunjukkan fakta atau data yang diperoleh selama proses komunikasi. Informasi dikonseptualisasikan sebagai kuantitas fisik yang dapat dipindahkan dari satu titik ke titik yang lain, individu satu kepada individu lain, atau medium yang satu ke medium lainnya. semakin banyak memperoleh fakta atau data, secara kuantitats seseorang juga memiliki banyak informasi.

2. Informasi menunjukkan makna data. Informasi merupakan arti, maksud, atau makna yang terkandung dalam data. Peranan seseorang sangat dominan di dalam memberikan makna data. Suatu data akan mempunyai nilai informasi bila bermakna

bagi seseorang yang menafsirkannya. Kemampuan seseorang untuk memberikan makna pada data akan menentukan kepemilikan informasi. Penafsiran terhadap data atau stimulus yang diterima otak akan menentukan kualitas informasi. Sebagai produk sebuah “pabrik” (otak kita), kualitas informasi sangat ditentukan oleh berbagai unsur yang digunakan untuk mengolah setiap stimulus yang masuk ke dalam diri seseorang melalui panca indera, kemudian diteruskan ke otak untuk

diolah berdasarkan pengetahuan (frame of reference), pengalaman (field of

experience), selera (frame of interest), dan keimanan (spiritual) seseorang. Semakin luas pengetahuan, pengalaman, dan semakin baik selera dan moralitas, maka informasi yang dihasilkan akan semakin berkualitas. Proses di dalam otak kita

tersebut dikenal sebagai proses intelektual (intellectual process).

3. Informasi sebagai jumlah ketidakpastian yang diukur dengan cara mereduksi sejumlah alternatif yang ada. Informasi berkaitan erat dengan situasi ketidakpastian. Keadaan yang semakin tidak menentu akan menimbulkan banyak alternatif informasi, yang dapat digunakan untuk mereduksi ketidakpastian itu.

Untuk memahami proses pengolahan data menjadi informasi dan pesan, Henry Fayol dan Frederick Taylor dikutip oleh Koontz, O’Donnel, dan Wehrich (1986) dalam Wiryanto (2004) menggunakan pendekatan input-output model. Menurut Fayol dan

Taylor, masukan (input) dari “pabrik” informasi berupa stimulus yang ditangkap paca

indera, selanjutnya diteruskan ke otak/pusat syaraf. Di dalam otak, stimulus mengalami proses transformasi, yaitu diolah dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman

seseorang. Keluaran (output) dari proses tersebut berupa informasi yang diingat

(memori) dalam diri seseorang atau diteruskan kepada orang lain. Informasi yang

dikomunikasikan kepada orang lain atau khalayak disebut sebagai pesan (message).

Informasi dan pesan bersifat subyektif. Mengapa? Karena informasi dan pesan

tidak pernah bebas nilai (free value). Sebagai contoh, selama Perang Teluk Kedua

(2003), Televisi Aljazeera cenderung menyampaikan berita Perang Irak dari sudut pandangan mereka. Dikatakan bahwa pasukan sekutu (Amerika Serikat dan Inggris) sebagai “invader” ke Irak, karena Irak merupakan negara yang berdaulat. Sementara CNN memiliki sudut pandang yang berbeda di dalam memberitakan perang yang sama. CNN menyiarkan bahwa pasukan sekutu sebagai dewa pembebas bagi rakyat Irak yang tertindas rejim Sadam Hussein. Jelas sekali bahwa pesan yang disampaikan mempunyai tujuan berbeda.

Wiryanto (2004) mengutip pernyataan Hoveland (1953) bahwa pesan yang disampaikan kepada individu atau khalayak mempunyai tujuan untuk mengubah sikap,

pendapat, dan perilaku individu atau khalayak. Melalui pengungkapan sistematika terbentuknya informasi dan pesan. dapat diketahui kekuatan informasi dan pesan di dalam mengubah sikap dan perilaku orang lain.

Pengertian Informasi dan Pesan

Proses komunikasi merupakan aktivitas yang mendasar bagi manusia sebagai makhluk sosial. Setiap proses komunikasi diawali dengan adanya stimulus yang masuk pada diri individu yang ditangkap melalui panca indera. Stimulus diolah di otak dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki individu. Stimulus tersebut mengalami proses intelektual menjadi informasi. Adapun informasi yang telah dikomunikasikan disebut sebagai pesan.

Bulletin UNIDO, United Nations, New York (1986) dalam Wiryanto (2004)

memuat artikel yang menyatakan bahwa : Thinking and communication are

informations. Hal ini berarti bahwa proses berpikir merupakan proses komunikasi yang kita kenal sebagai proses komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication). Di dalam proses berpikir dan proses komunikasi akan menghasilkan informasi.

Claude E. Shannon dan Warren Weaver dalam Wiryanto (2004) mendefinisikan informasi sebagai energi yang terpolakan, yang mempengaruhi individu dalam mengambil keputusan dari kemungkinan pilihan-pilihan yang ada. Dari pengertian informasi yang diberikan oleh Shannon dan Weaver tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian informasi dan pesan adalah sebagai berikut : “Informasi adalah hasil dari proses intelektual seseorang. Proses intelektual adalah mengolah atau memproses stimulus, yang masuk ke dalam diri individu melalui panca indera, kemudian diteruskan ke otak atau pusat syaraf untuk diolah atau diproses dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki seseorang. Setelah mengalami pemrosesan, stimulus itu dapat dimengerti sebagai informasi. Informasi ini bisa diingat di otak, bila dikomunikasikan kepada individu atau khalayak, maka akan berubah menjadi pesan.”

Yusup (2009) mengutip pernyataan Estrabrook (1977) bahwa informasi adalah suatu rekaman fenomena yang diamati, atau bisa juga berupa putusan-putusan yang dibuat seseorang. Sebuah fenomena akan menjadi informasi jika ada orang yang melihatnya atau menyaksikannya, atau bahkan kemudian mungkin merekamnya. Hasil kesaksian atau rekaman dari orang yang melihat atau menyaksikan peristiwa atau fenomena itu yang dimaksudkan dengan informasi. Dalam hal ini informasi lebih bermakna berita. Berita adalah bentuk dari pesan-pesan komunikasi.

Menurut Yusup (2009), dari sekian banyaknya informasi yang ada di alam ini, hanya sebagian kecil yang berhasil dirasakan, didengar, dilihat, dan direkam oleh manusia. Informasi yang dirasakan, didengar, dan dilihat itu susah diolah karena ia akan menjurus kepada jenis informasi lisan. Informasi lisan ini lebih banyak dikembangkan oleh studi komunikasi. Orang tahu bahwa jenis informasi lisan jumlahnya sangat banyak, dan tentu saja lebih banyak dari jumlah manusia yang pernah ada. Akan tetapi, informasi yang sempat direkam dalam berbagai bentuk alat perekam inilah yang kelak bisa dikembangkan menjadi komoditas unggulan dalam kinerja kehidupan manusia. Informasi terekam ini banyak dicari dan dimanfaatkan oleh manusia sesuai kepentingannya. Pesan-pesan atau isi dari tulisan ini adalah salah satu contoh jenis informasi terekam, lebih tepatnya tertulis. Meskipun telah dibatasi hanya pada jenis informasi terekam, namun itupun ternyata jumlahnya sangat banyak karena menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang semakin kompleks.

Jenis dan Fungsi Informasi

Yusup (2009) menjelaskan bahwa informasi terekam yang dimaksud dapat dibedakan antara yang tidak ilmiah dan yang ilmiah. Informasi tidak ilmiah yaitu berupa informasi biasa yang banyak tersedia di mana-mana. Sebenarnya jenis informasi biasa ini bisa berubah menjadi luar biasa atau bahkan menjadi penting kedudukannya jika

Dokumen terkait