• Tidak ada hasil yang ditemukan

Utilization of information by the vegetable farmers (Case of Ciaruteun Ilir Village, Cibungbulang Subdistrict, Bogor Regency, West Java Province)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Utilization of information by the vegetable farmers (Case of Ciaruteun Ilir Village, Cibungbulang Subdistrict, Bogor Regency, West Java Province)"

Copied!
260
0
0

Teks penuh

(1)

DWI RETNO HAPSARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

i

oleh Petani Sayuran (Kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2012

Dwi Retno Hapsari

(4)

ii

(Case of Ciaruteun Ilir Village, Cibungbulang Subdistrict, Bogor Regency, West Java Province). Supervised by DJUARA P. LUBIS (Chairperson) and DJOKO SUSANTO (Members).

Utilization of vegetable farming informations is one of important matter for the farmers in practicing a variety of information relating to farming of vegetables obtained from different types of information sources, including land-use pratices, regular irrigation, seed selection, fertilization, pest eradication and crop diseases, post-harvest processing , marketing and other information relevant to vegetable farming. This study objectives were (1) To analyze the utilization of information by the vegetable farmers, (2) To analyze relationship characteristics of vegetable farmers to the level of exposure to sources of information, (3) To analyze relationship of perception of farmers to agricultural services with the level of exposure to sources of information; and (4) to analyze relationship between the level of exposure to sources of information to the level of utilization of information. The number of samples was 50 vegetable farmers. The important results showed (1) The utilization rate of farm information in most vegetable growers (54 percent) were categorized as being the average of one to two information practices, (2) There is significant correlation between characteristic of vegetable farmers to levels of exposure sources information those are age, education, income, experience of vegetable farming, the number of dependents and the perception of farmers towards agriculture (affective dimension) by the number of information sources, (3) There is significant correlation between the vegetable farmer perceptions of agricultural services to the levels of exposure to multiple sources information that is the perception of farmers to extension agents, farmers, merchants and traders of agricultural production, (4) There is significant correlation between the rate exposure to sources of information that is the number of sources of information and variety of information obtained from various sources of information to the level of utilization of informations.

(5)

iii

Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor) Dibimbing oleh DJUARA P. LUBIS dan DJOKO SUSANTO.

Informasi bermanfaat bagi siapa saja, baik perorangan atau kelembagaan, termasuk petani yang juga membutuhkan informasi. Sektor pertanian di Indonesia hingga saat ini masih dianggap sektor strategis, bukan hanya karena sektor ini mampu menyediakan lapangan pekerjaan, pendorong munculnya industri baru atau kegiatan ekonomi yang lain, tetapi juga berperan sebagai sumber penyedia pangan serta mampu menyumbang devisa nasional. Intinya adalah pertanian menjadi basis pembangunan perekonomian Indonesia dan tidak dipandang sebagai masalah sektoral belaka.

Saat ini para petani, termasuk petani sayuran dapat memajukan pertanian dengan memanfaatkan berbagai sumber informasi melalui komunikasi interpersonal dan beberapa media komunikasi sebagai alat komunikasi dan informasi yang menunjang usahatani sayuran mereka. Komoditi sayuran yang beragam membuat petani sayuran aktif mencari, menyeleksi, dan memanfaatkan informasi melalui berbagai sumber informasi sebagai landasan untuk meningkatkan pengelolaan usahatani sayurannya. Berdasarkan paparan tersebut, maka dirasa penting untuk dilakukan pengkajian dan pemahaman tentang pemanfaatan informasi untuk usahatani sayuran.

Penelitian ini secara spesifik bertujuan untuk (1) Menganalisis pemanfaatan informasi oleh petani sayuran; (2) Menganalisis hubungan karakteristik petani sayuran dengan tingkat keterdedahan sumber informasi; (3) Menganalisis hubungan persepsi petani terhadap pelayanan pertanian dengan tingkat keterdedahan sumber informasi; dan (4) Menganalisis hubungan antara tingkat keterdedahan sumber informasi dengan tingkat pemanfaatan informasi.

(6)

iv

Unit analisis adalah individu petani sayuran. Populasi penelitian adalah petani yang bercocok tanam sayuran daun di Desa Ciaruteun Ilir. Sampel petani diambil

dengan cara acak sederhana (simple random sampling). Populasi petani sayuran di

Desa Ciaruteun Ilir adalah 450 orang tersebar di beberapa dusun. Di Desa Ciaruteun Ilir terdapat empat dusun. Dusun yang terpilih adalah Dusun I yang memiliki jumlah petani sayuran 160 orang sehingga yang dijadikan sampel adalah 50 orang petani sayuran.

(7)

v

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpamencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atautinjauan suatu masalah.

b. Pengutipantersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

vi

DWI RETNO HAPSARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(9)

vii

(10)

viii

Nama : Dwi Retno Hapsari

NIM : I352090031

Mayor : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Djuara P.Lubis, MS Prof. (Ris). Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM

Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana

Komunikasi Pembangunan

Pertanian dan Pedesaan

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(11)

ix

(Kata mutiara dari novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi)

(12)

x

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Pemanfaatan Informasi oleh Petani Sayuran (Kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Selama masa penyelesaian tesis ini, tentunya tidak terlepas dari dorongan dan dukungan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr.Ir. Djuara P. Lubis, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof (Ris). Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM, selaku anggota Komisi Pembimbing yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, dan masukan serta membagikan pengetahuannya sehingga penulis dapat menyusun tesis ini.

2. Bapak Ir. Richard W.E Lumintang, MSEA selaku penguji luar komisi pada siding tesis atas saran dan kritiknya.

3. Bapak Dr. Ir. H.Amiruddin Saleh, MS selaku penguji yang mewakili program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.

4. Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si yang selalu memberikan semangat dan ilmu yang bermanfaat, sehingga penulis termotivasi untuk melanjutkan studi ke jenjang magister.

5. Bapak Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si dan Ir. Melanie Abdul Kadir – Sunito, M.Sc atas kesediaannya memberikan rekomendasi sehingga penulis dapat melanjutkan studi ke jenjang magister.

6. Kepala Desa beserta staf dan petani Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang telah memberikan dukungan dan membantu kelancaran pelaksanaan penelitian di lapangan.

(13)

xi

adminstrasi dengan baik dan penuh keramahan.

9. Sdr. Ivan dan Imam yang telah bersedia menjadi enumerator dan membantu mendampingi penulis dalam pengambilan data kuesioner di lapangan.

10. Keluarga penulis khususnya Mama R. Siti Sarah, Papa Hadi Sudjarwo, Ibu Hj. Nunung Mulyati, Bapak H.Endang Sapari, Kakak Candra Hardiansyah dan Nova Puspita, Adik Nikki Torimasli serta segenap keluarga atas doa, curahan kasih sayang, semangat dan dukungannya yang tak pernah henti dan tak akan pernah terhenti.

11. Suami Gerri Mulyawandry dan anak tercinta Adzhani Rakanandya Mulyawandry yang dengan penuh kesabaran, ketulusan, pengertian dan kasih sayangnya telah setia mendoakan dan memberikan semangat selama penulis menyelesaikan studi dan tesis ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, untuk segala perhatian, dorongan semangat, dukungan materiil dan moril berupa masukan maupun kritik. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya bagi pembangunan pertanian Indonesia.

Bogor, Januari 2012

(14)

xii

bersaudara, yang dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Oktober 1985 dari orangtua bernama Bapak Hadi Sudjarwo dan Ibu R. Siti Sarah. Pendidikan formal mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas diselesaikan di Bogor yaitu dari tahun 1992 hingga 2004. Penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan Strata I di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2004-2008 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dengan dukungan beasiswa Yayasan Supersemar dan Program Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) selama dua tahun terakhir masa pendidikan. Tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Magister pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB.

Sejak tahun 2006 penulis aktif menjadi asisten dosen praktikum di Program Studi Komunikasi Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor untuk Mata Kuliah Dasar-dasar Komunikasi (tahun 2006 – sekarang), Mata Kuliah Komunikasi Bisnis (tahun 2007), Mata Kuliah Komunikasi dan Manajemen Lintas Budaya (tahun 2011 – sekarang). Penulis juga berkesempatan menjadi asisten dosen praktikum untuk Mata Kuliah Pengembangan Kemitraan pada Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011. Saat ini penulis aktif mengajar sebagai staf pengajar tidak tetap di Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Sastra, Universitas Pakuan (2010 – sekarang). Selain itu, penulis pernah berkesempatan menjadi asisten peneliti di Pusat Studi Wanita PSP3 LPPM IPB (tahun 2008-2009), wartawati di Surat

Kabar KORAN BOGOR (tahun 2006), fasilitator di SPARROW HAWK OUTBOUND

(tahun 2006-2007) dan menjadi asisten peneliti untuk beberapa proyek komunikasi

pembangunan. Bidang organisasi, penulis aktif menjadi Volunteer Sahabat Pusat

Informasi Lingkungan Indonesia (PILI-NGO Movement) sejak tahun 2006 hingga saat

(15)
(16)

xiv

Tingkat Pemanfaatan Informasi ... 74

Hubungan Karakteristik Petani Sayuran dengan Tingkat Keterdedahan Sumber Informasi ... 82

Hubungan Persepsi Petani Sayuran terhadap Pelayanan Pertanian dengan Tingkat Keterdedahan Sumber Informasi ... 88

Hubungan Tingkat Keterdedahan Sumber Informasi dengan Tingkat Pemanfaatan Informasi ... 91

KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

Kesimpulan ... 93

Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(17)

xv

1. Perbedaan antara Beberapa Media Komunikasi menurut Kualitas

Fungsinya ... 17

2. Batas wilayah Desa Ciaruteun Ilir ... 51

3. Data keragaan jumlah penduduk Desa Ciaruteun Ilir menurut kelompok usia ... 52

4. Jumlah penduduk Desa Ciaruteun Ilir berdasarkan tingkat pendidikan .... 52

5. Data keragaan penduduk Desa Ciaruteun Ilir menurut mata pencaharian 53

6. Jumlah responden menurut umur di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 63

7. Jumlah responden menurut tingkat pendidikan di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 64

8. Jumlah responden menurut tingkat pendapatan di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 65

9. Jumlah responden menurut lama berusahatani sayuran di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 65

10. Jumlah responden menurut status kepemilikan lahan di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 66

11. Jumlah responden menurut jumlah tanggungan angggota keluarga di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 67

12. Jumlah responden menurut tingkat kekosmopolitan di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 68

13. Jumlah responden menurut persepsi petani terhadap pertanian sayuran (kognisi) di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2011... 68

14. Jumlah responden menurut persepsi petani terhadap pertanian sayuran (afeksi) di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 69

15. Jumlah responden menurut persepsi petani terhadap pelayanan penyuluh di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 70

16. Jumlah responden menurut persepsi petani terhadap pelayanan kelompok tani di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 71

17. Jumlah responden menurut persepsi petani terhadap pelayanan pedagang saprotan di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 72

(18)

xvi

20. Jumlah responden menurut sumber informasi yang diakses di Desa

Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 74 21. Jumlah responden menurut durasi mengakses sumber informasi di Desa

Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 75 22. Jumlah responden menurut ragam informasi yang diperoleh di Desa

Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 76 23. Jumlah responden menurut urutan ragam informasi yang diperoleh di Desa

Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 76 24. Jumlah responden menurut tingkat pemanfaatan informasi di Desa

Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 77 25. Jumlah responden menurut urutan pemanfaatan informasi di Desa

Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 77 26. Jumlah dan persentase jenis informasi yang diperoleh dan dimanfaatkan oleh

petani sayuran menurut jenis sapta usahatani di Desa Ciaruteun Ilir

tahun 2011 ... 80 27. Koefisien hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat keterdedahan sumber informasi di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2011 ... 84 28. Koefisien hubungan antara persepsi petani terhadap pelayanan pertanian

dengan tingkat keterdedahan sumber informasi di Desa Ciaruteun Ilir

tahun 2011 ... 89 29. Koefisien hubungan antara tingkat keterdedahan sumber informasi dengan

(19)

xvii

(20)

xviii

1. Kuesioner ... 99 2. Panduan pertanyaan diskusi kelompok terarah ... ……….. 110 3. Peta Desa Ciaruteun Ilir ... ………. 111 4. Rincian data perolehan dan pemanfaatan informasi responden berdasarkan

(21)

xix

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Pendekatan pembangunan yang saat ini diterapkan di Indonesia bersifat bottom up yang menggantikan pendekatan lama yang bersifat top down. Dalam konteks pembangunan ekonomi yang lebih spesifik berorientasi kepada perubahan dari paradigma “pembangunan yang berpusat pada produksi” ke paradigma “pembangunan yang berpusat pada rakyat” (Nasdian, 2003). Komunikasi pembangunan berkembang sesuai dengan perkembangan pendekatan pembangunan yang dipakai. Pada saat pemerintah Indonesia melakukan pembangunan yang

sentralistik, pendekatan yang digunakan bersifat top down, komunikasi pembangunan

bertugas untuk membujuk masyarakat agar mengikuti apa yang dikatakan pemerintah. Model komunikasi yang digunakan untuk keperluan tersebut adalah model linear. Saat ini, pembangunan banyak mempergunakan pendekatan partisipatif yang melibatkan seluruh warga dalam proses pembangunan. Pendekatan komunikasi yang dipakai untuk pembangunan dan perubahan sosial adalah model komunikasi konvergensi dengan pendekatan partisipasi masyarakat (Lubis, 2010). Kehadiran teknologi komunikasi dan munculnya beragam media komunikasi menjadikan informasi

berlimpah ruah, kemungkinan saat ini terjadi ledakan informasi (information overload),

sekaligus terjadi kesenjangan informasi (information gaps) di mana peningkatan pengetahuan pada kelompok tertentu akan menjauh dan meninggalkan kelompok lain. Hal ini disebabkan penyebarluasan dan pemanfaatan informasi yang belum merata. Keperluan akan informasi sudah menjadi kebutuhan, bukan jumlah informasi yang penting tetapi nilai dari informasi tersebut (Amsyah, 2005).

Komunikasi pembangunan merupakan proses penyebaran informasi, penerangan, pendidikan dan keterampilan, rekayasa sosial dan perubahan perilaku. Sebagai proses penyebaran informasi dan penerangan kepada masyarakat, titik pandang komunikasi pembangunan difokuskan pada usaha penyampaian dan

pembagian (sharing) ide, gagasan dan inovasi pembangunan antara pengambil

(23)

kepastian yang lebih baik dan menguntungkan. Makin besar bantuannya untuk mengurangi ketidakpastian makin tinggi nilai informasi tersebut. Pemanfaatan informasi sangat penting bagi seorang individu untuk berkembang dan efeknya akan sangat berguna bila diterapkan. Akan tetapi, hal ini tidak dapat dilakukan dengan maksimal tanpa adanya kemampuan untuk mengamati lingkungan dan mendeteksi serta menangkap informasi.

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau berbagi informasi dengan orang lain. Sementara itu, informasi adalah suatu rekaman fenomena yang diamati dan mempunyai potensi untuk dimanfaatkan oleh seseorang. Jenis informasi banyak sekali dan jumlahnya pun terus bertambah karena setiap saat lahir informasi baru, sehingga kita semakin tidak mudah mengikuti perkembangannya. Sumber-sumber informasi

banyak jenisnya, antara lain buku, majalah, surat kabar, radio, tape recorder, video

tape recorder, CD-ROM, disket komputer, brosur, pamflet, dan media rekaman informasi lainnya, merupakan tempat disimpannya informasi atau disebut sumber-sumber informasi, khususnya informasi terekam. Informasi itulah yang dalam dunia komunikasi selalu melekat di dalam prosesnya. Sebab informasi dalam hal ini merupakan bagian dari proses komunikasi. Sementara itu komunikasi, seperti yang sudah kita ketahui, komunikasi ada di mana-mana, seperti antara lain di lingkungan keluarga, di lingkungan kelompok dan organisasi, di lingkungan perpustakaan, di lingkungan media, dan di lingkungan bidang studi lainnya (Amsyah, 2005).

(24)

sebagai pasar bagi komoditas non-pertanian seperti pupuk, pestisida, dan peralatan pertanian serta jasa angkutan, keuangan, perhubungan, dan lain-lain (Hadi, dkk dalam Ma’mir, 2001). Tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia menurut data Deptan pada tahun 2005 sebesar 35,30 kg/kapita/tahun, tahun 2006 sebesar 34,06 kg/kapita /tahun dan tahun 2007 meningkat sebesar 40,90 kg/kapita/tahun, masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan standar FAO yaitu 65,75 Kg per kapita per tahun dan

standar kecukupan untuk sehat sebesar 91,25 kg/kapita/tahun.1 Sehingga berdasarkan

data tersebut, pertanian sayuran masih harus ditingkatkan.

Salah satu faktor pendukung untuk mewujudkan pembangunan pertanian adalah pembangunan infrastruktur yang lebih baik, yang digunakan untuk aliran sumberdaya dan informasi dari dan ke sektor pertanian (Arintadisastra dkk, 2001). Sebagai contoh Pemerintah Thailand memberi insentif kepada petani dalam bentuk informasi, teknik produksi, pasar pupuk dan bibit. Informasi tentang pertanian dan agribisnis sampai ke desa-desa dalam waktu cepat, sehingga para petani menyesuaikan dan membuat rencana produksi tepat dengan sasaran. Artinya, produksi yang dihasilkan petani dijamin pemasarannya dan petani memperoleh keuntungan. Informasi yang disediakan sangat beragam, misalnya informasi tentang kecenderungan konsumen yang beralih pada produk-produk pertanian organik, sarana pendukung disiapkan, seperti pasar swalayan untuk menampung dan memasarkan produk pertanian organik itu. Pemerintah Thailand juga menginformasikan, sampai 20 tahun yang akan datang mengenai penduduk Jepang yang tetap menyukai buah mangga dan manggis. Informasi penting lainnya adalah tentang harga dan permintaan pasar ekspor.

Sejalan dengan hal tersebut, saat ini kesadaran petani untuk memanfaatkan informasi dan teknologi komunikasi dalam bertani ternyata sudah menjadi kesadaran global. Tidak hanya di Indonesia saja, berdasarkan Laporan Informasi Ekonomi terbaru dari Konferensi PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) menunjukkan dampak ekonomi yang positif bagi semua pihak yang terlibat dalam perdagangan, termasuk para petani kecil di daerah yang terpencil. Ternyata kecanggihan informasi dan teknologi tidak hanya monopoli bagi bidang industri saja. Melalui pemanfaatan kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi diharapkan pertanian di suatu negara dapat maju dan berkembang.

1

(25)

Perumusan Masalah

Pembangunan adalah perubahan yang berguna menuju sistem sosial ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak dari suatu bangsa. Perubahan bisa terjadi tanpa komunikasi dan komunikasi bisa terjadi tanpa perubahan. Komunikasi merupakan elemen penting dalam pembangunan yaitu sebagai salah satu pendorong terjadinya sebuah perubahan yang tentunya ke arah yang lebih baik, namun tentunya harus dengan memperhatikan faktor atau elemen lainnya. Rogers (1976) mengemukakan pandangan kritisnya mengenai hal tersebut bahwa komunikasi pada dasarnya bukan hanya satu-satunya penentu terjadinya perubahan, baik dalam diri kita maupun lingkungan sosial, melainkan ada faktor lain, yaitu faktor internal secara subjektif. Alasan yang dikemukakan Rogers adalah terdapat kontradiksi dan kekacauan pada analisis komunikasi dan sumber-sumber perubahan. Walaupun demikian, komunikasi bisa dan bahkan sering benar-benar memainkan peranan kunci dalam perubahan. Komunikasi berperan dalam mengubah atau mencegah terjadinya perubahan dalam struktur sosial. Informasi adalah bagian penting yang melekat dalam proses komunikasi.

Sektor pertanian di Indonesia melibatkan lebih dari 50 persen tenaga kerja dan 60 juta petani, sehingga secara politis pengembangan sektor pertanian dapat dijadikan

acuan untuk lebih mengukuhkan posisi sektor pertanian sebagai leading sector. Fakta

lain juga menunjukkan pada saat krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, justru hanya sektor pertanian yang mampu bertahan tumbuh (walaupun kecil pertumbuhannya) dibanding bisnis besar konglomerasi yang justru terpuruk tak mampu bangkit (Susanto, 2009). Maka tak salah apabila penanganan masalah pertanian, khususnya mengenai difusi inovasi termasuk penyebaran informasi, yang kerapkali sangat dibutuhkan oleh petani di berbagai daerah, menjadi perhatian utama bagi pemerintah guna peningkatan hasil produksi pertanian dan pembangunan pertanian yang berkelanjutan.

Seiring berkembangnya ide tentang membangun keberdayaan melalui informasi, komunikasi, dan pengetahuan masyarakat, terjadi lebih banyak inovasi yang melibatkan penggunaaan media komunikasi, baik cetak (seperti buletin atau koran desa) maupun elektronik (seperti radio komunitas atau internet masuk desa). Semakin terbangunnya pemahaman media di tingkat masyarakat, membuat masyarakat cepat menyadari dan memanfaatkan strategi komunikasi untuk menyelesaikan persoalannya,

memenuhi kebutuhannya, dan mewujudkan potensinya (Afrizal, 2007). Selain itu,

(26)

teknologi (IPTEK) mengakibatkan adanya peningkatan dalam kebutuhan pengetahuan serta harapan masyarakat yang membutuhkan informasi yang berguna untuk menyokong pembangunan pertanian, termasuk usahatani sayuran.

Saat ini para petani, termasuk petani sayuran dapat memajukan pertanian dengan memanfaatkan berbagai sumber informasi melalui komunikasi interpersonal dan beberapa media komunikasi sebagai alat komunikasi dan informasi yang menunjang usahatani sayuran mereka. Komoditi sayuran yang beragam dan memiliki sifat cepat rusak membuat petani sayuran aktif mencari, menyeleksi, dan memanfaatkan informasi melalui berbagai sumber informasi sebagai landasan untuk meningkatkan pengelolaan usahatani sayurannya. Berdasarkan paparan-paparan tersebut dapat disusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pemanfaatan informasi oleh petani sayuran ?

2. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik petani sayuran dengan tingkat keterdedahan sumber informasi ?

3. Apakah terdapat hubungan antara persepsi petani terhadap pelayanan pertanian dengan tingkat keterdedahan sumber informasi ?

4. Apakah terdapat hubungan antara tingkat keterdedahan sumber informasi dengan tingkat pemanfaatan informasi ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pemanfaatan informasi oleh petani sayuran.

2. Menganalisis hubungan karakteristik petani sayuran dengan tingkat keterdedahan sumber informasi.

3. Menganalisis hubungan persepsi petani terhadap pelayanan pertanian dengan tingkat keterdedahan sumber informasi.

(27)

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Penelitian ini untuk memperoleh gambaran umum mengenai pemanfaatan informasi oleh petani sayuran. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi para pihak-pihak yang berkepentingan dalam usaha pengembangan agribisnis, khususnya sayuran.

2. Pengembangan dan pengayaan kajian dalam studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep tentang Informasi dan Pesan

Penemuan terbaru mengatakan bahwa bumi dihuni oleh makhluk hidup sejak empat miliar tahun yang lalu. Manusia memperoleh kemampuan fisik untuk berbicara, diketahui baru antara 90 ribu dan 40 ribu tahun yang lalu. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia memiliki jiwa dan raga yang dilengkapi dengan panca indera (mata, telinga, hidung, kulit, dan lidah) yang berfungsi menerima stimulus dari luar, kemudian diserap ke dalam jaringan syaraf dalam bentuk getaran-getaran ke otak atau pusat syaraf (Wiryanto, 2004).

Proses ini diketahui sebagai gejala mikro elektronika. Stimulus yang diterima panca indera kita kemudian dikirim ke otak. Selanjutnya, diproses di otak untuk membuat kode-kode perintah sebagai reaksi dari stimulus, yang diteruskan kepada sub-sub sistem dalam tubuh. Proses ini dikenal sebagai proses mikro elektroniks. Teknologi mikro elektronika telah menciptakan era informasi yang menjadi pilar

masyarakat baru, disebut masyarakat informasi (information society).

Rogers (2003) menyatakan masyarakat informasi adalah “Suatu bangsa yang mayoritas angkatan kerjanya sudah menjadi pekerja informasi. Wiryanto (2004) mengutip pernyataan Straubhaar dan LaRose (2002 : 1-2) menyebutkan bahwa di dalam masyarakat informasi pertukaran informasi merupakan aktivitas ekonomi yang utama. Pekerja informasi adalah orang-orang yang pekerjaan pokoknya memproduksi, memroses, atau mendistribusikan informasi. Para pekerja informasi meliputi jurnalis,

editor, redaktur, programmer komputer, desktop publishing specialist, produser televisi,

sekretaris, public relations officer, advertising account executives, akuntan, dan klerk.

Apakah konsep informasi dan kekuatan apa yang dimilikinya? Pemahaman mengenai konsep informasi sangat penting, agar kita dapat bersikap arif dan bijaksana terhadap informasi. Untuk memahami informasi, Fisher (1986) bahwa dalam mengemukakan tiga konsep informasi sebagai berikut :

1. Informasi menunjukkan fakta atau data yang diperoleh selama proses komunikasi. Informasi dikonseptualisasikan sebagai kuantitas fisik yang dapat dipindahkan dari satu titik ke titik yang lain, individu satu kepada individu lain, atau medium yang satu ke medium lainnya. semakin banyak memperoleh fakta atau data, secara kuantitats seseorang juga memiliki banyak informasi.

(29)

bagi seseorang yang menafsirkannya. Kemampuan seseorang untuk memberikan makna pada data akan menentukan kepemilikan informasi. Penafsiran terhadap data atau stimulus yang diterima otak akan menentukan kualitas informasi. Sebagai produk sebuah “pabrik” (otak kita), kualitas informasi sangat ditentukan oleh berbagai unsur yang digunakan untuk mengolah setiap stimulus yang masuk ke dalam diri seseorang melalui panca indera, kemudian diteruskan ke otak untuk

diolah berdasarkan pengetahuan (frame of reference), pengalaman (field of

experience), selera (frame of interest), dan keimanan (spiritual) seseorang. Semakin luas pengetahuan, pengalaman, dan semakin baik selera dan moralitas, maka informasi yang dihasilkan akan semakin berkualitas. Proses di dalam otak kita

tersebut dikenal sebagai proses intelektual (intellectual process).

3. Informasi sebagai jumlah ketidakpastian yang diukur dengan cara mereduksi sejumlah alternatif yang ada. Informasi berkaitan erat dengan situasi ketidakpastian. Keadaan yang semakin tidak menentu akan menimbulkan banyak alternatif informasi, yang dapat digunakan untuk mereduksi ketidakpastian itu.

Untuk memahami proses pengolahan data menjadi informasi dan pesan, Henry Fayol dan Frederick Taylor dikutip oleh Koontz, O’Donnel, dan Wehrich (1986) dalam Wiryanto (2004) menggunakan pendekatan input-output model. Menurut Fayol dan

Taylor, masukan (input) dari “pabrik” informasi berupa stimulus yang ditangkap paca

indera, selanjutnya diteruskan ke otak/pusat syaraf. Di dalam otak, stimulus mengalami proses transformasi, yaitu diolah dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman

seseorang. Keluaran (output) dari proses tersebut berupa informasi yang diingat

(memori) dalam diri seseorang atau diteruskan kepada orang lain. Informasi yang

dikomunikasikan kepada orang lain atau khalayak disebut sebagai pesan (message).

Informasi dan pesan bersifat subyektif. Mengapa? Karena informasi dan pesan

tidak pernah bebas nilai (free value). Sebagai contoh, selama Perang Teluk Kedua

(2003), Televisi Aljazeera cenderung menyampaikan berita Perang Irak dari sudut pandangan mereka. Dikatakan bahwa pasukan sekutu (Amerika Serikat dan Inggris) sebagai “invader” ke Irak, karena Irak merupakan negara yang berdaulat. Sementara CNN memiliki sudut pandang yang berbeda di dalam memberitakan perang yang sama. CNN menyiarkan bahwa pasukan sekutu sebagai dewa pembebas bagi rakyat Irak yang tertindas rejim Sadam Hussein. Jelas sekali bahwa pesan yang disampaikan mempunyai tujuan berbeda.

(30)

pendapat, dan perilaku individu atau khalayak. Melalui pengungkapan sistematika terbentuknya informasi dan pesan. dapat diketahui kekuatan informasi dan pesan di dalam mengubah sikap dan perilaku orang lain.

Pengertian Informasi dan Pesan

Proses komunikasi merupakan aktivitas yang mendasar bagi manusia sebagai makhluk sosial. Setiap proses komunikasi diawali dengan adanya stimulus yang masuk pada diri individu yang ditangkap melalui panca indera. Stimulus diolah di otak dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki individu. Stimulus tersebut mengalami proses intelektual menjadi informasi. Adapun informasi yang telah dikomunikasikan disebut sebagai pesan.

Bulletin UNIDO, United Nations, New York (1986) dalam Wiryanto (2004)

memuat artikel yang menyatakan bahwa : Thinking and communication are

informations. Hal ini berarti bahwa proses berpikir merupakan proses komunikasi yang kita kenal sebagai proses komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication). Di dalam proses berpikir dan proses komunikasi akan menghasilkan informasi.

Claude E. Shannon dan Warren Weaver dalam Wiryanto (2004) mendefinisikan informasi sebagai energi yang terpolakan, yang mempengaruhi individu dalam mengambil keputusan dari kemungkinan pilihan-pilihan yang ada. Dari pengertian informasi yang diberikan oleh Shannon dan Weaver tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian informasi dan pesan adalah sebagai berikut : “Informasi adalah hasil dari proses intelektual seseorang. Proses intelektual adalah mengolah atau memproses stimulus, yang masuk ke dalam diri individu melalui panca indera, kemudian diteruskan ke otak atau pusat syaraf untuk diolah atau diproses dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki seseorang. Setelah mengalami pemrosesan, stimulus itu dapat dimengerti sebagai informasi. Informasi ini bisa diingat di otak, bila dikomunikasikan kepada individu atau khalayak, maka akan berubah menjadi pesan.”

(31)

Menurut Yusup (2009), dari sekian banyaknya informasi yang ada di alam ini, hanya sebagian kecil yang berhasil dirasakan, didengar, dilihat, dan direkam oleh manusia. Informasi yang dirasakan, didengar, dan dilihat itu susah diolah karena ia akan menjurus kepada jenis informasi lisan. Informasi lisan ini lebih banyak dikembangkan oleh studi komunikasi. Orang tahu bahwa jenis informasi lisan jumlahnya sangat banyak, dan tentu saja lebih banyak dari jumlah manusia yang pernah ada. Akan tetapi, informasi yang sempat direkam dalam berbagai bentuk alat perekam inilah yang kelak bisa dikembangkan menjadi komoditas unggulan dalam kinerja kehidupan manusia. Informasi terekam ini banyak dicari dan dimanfaatkan oleh manusia sesuai kepentingannya. Pesan-pesan atau isi dari tulisan ini adalah salah satu contoh jenis informasi terekam, lebih tepatnya tertulis. Meskipun telah dibatasi hanya pada jenis informasi terekam, namun itupun ternyata jumlahnya sangat banyak karena menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang semakin kompleks.

Jenis dan Fungsi Informasi

Yusup (2009) menjelaskan bahwa informasi terekam yang dimaksud dapat dibedakan antara yang tidak ilmiah dan yang ilmiah. Informasi tidak ilmiah yaitu berupa informasi biasa yang banyak tersedia di mana-mana. Sebenarnya jenis informasi biasa ini bisa berubah menjadi luar biasa atau bahkan menjadi penting kedudukannya jika hal tersebut berkaitan dengan peristiwa besar di masyarakat. Informasi yang mengandung makna sejarah sangat penting dalam waktu yang akan datang, karena ini merupakan data dan fakta sejarah. Yusup (2009) menjelaskan bahwa jenis informasi bisa digunakan untuk banyak hal yang bermanfaat bagi umat manusia, asal pengelolaan dan pengorganisasiannya sesuai dengan sifat dan karakteristik yang dimilikinya. Informasi yang tidak dikelola dengan semestinya akan kehilangan makna dan manfaatnya.

Informasi sangat beragam, baik dalam jenis, tingkatan, maupun bentuknya. Dengan demikian maka fungsinya juga beragam karena akan bergantung pada manfaatnya bagi setiap orang yang kebutuhannya berbeda-beda. Demikian pula fungsinya bagi suatu organisasi, informasi akan disesuaikan dengan jenis organisasi yang bersangkutan.

Informasi yang bermanfaat dalam organisasi atau lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya adalah yang banyak mendukung tugas-tugas lembaga tersebut, yaitu sekitar semua jenis informasi yang mempunyai aspek edukatif, riset, dan rekreatif. Informasi jenis lain juga diperlukan, akan tetapi tidak menonjol. Demikian pula untuk

(32)

diperlukan segala jenis informasi yang berkaitan dengan aspek peningkatan produktivitas organisasi, seperti misalnya informasi yang tepat untuk suatu pengambilan keputusan para manajer, informasi dengan aspek peningkatan pemasaran produk-produknya, dan juga informasi tentang analisis pasar.

Di dalam lingkungan keluarga, informasi dan sumber-sumber informasi sangat berguna keberadaanya. Buku, majalah, surat kabar, radio, televisi, komputer, bahkan internet, semuanya bermanfaat bagi pengembangan wawasan anggota keluarga. Terlebih lagi bagi keluarga-keluarga yang mempunyai kedudukan sosial relatif tinggi di masyarakat. Hal yang penting adalah bahwa informasi itu bermacam ragam jenisnya, fungsinya, juga manfaatnya, karena hampir tidak ada seorangpun yang tidak membutuhkan informasi walau sekecil apapun kebutuhan tersebut.

Sumber-sumber Informasi

Yusup (2009) menjelaskan bahwa informasi ada di mana-mana, di pasar, di sekolah, di rumah, di lembaga-lembaga suatu organisasi komersial, di buku-buku, di majalah, di surat kabar, di perpustakaan, dan tempat-tempat lainnya. Intinya, di mana suatu benda atau peristiwa berada, di sana dapat timbul informasi. Semua jenis informasi tersebut, terutama yang sudah disimpan dalam rekaman, sebagian besar disimpan di lembaga-lembaga informasi, dokumentasi, dan perpustakaan di berbagai tingkatan, baik perpustakaan yang berada pada lembaga-lembaga formal maupun perpustakaan di rumah.

Dalam dunia pertanian, petani memperoleh informasi pertanian dari berbagai sumber baik melalui media maupun non media yaitu komunikasi tatap muka secara langsung (komunikasi antarpribadi). Media komunikasi yang dimaksud dapat dikategorikan dalam dua bagian, yakni media umum dan media massa. Media umum ialah media yang dapat digunakan oleh segala bentuk komunikasi, contohnya telepon, handphone, telegram, OHP, LCD proyektor, dan sebagainya.

Media massa adalah media yang digunakan untuk komunikasi massa. Disebut demikian karena sifatnya yang massal, yang termasuk dalam media komunikasi massa

ialah pers, radio, film, televisi, dan media dotcom (Priyatna, 2003). Komunikasi massa

memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis komunikasi lainnya. Karakterisitik tersebut ialah komunikator terlembagakan, pesan bersifat umum, komunikannya anonim dan heterogen, media massa menimbulkan keserempakan, komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan, dan komunikasi massa bersifat satu arah. Fungsi komunikasi massa menurut Dominick (2001) dalam Ardianto dan Erdinaya

(33)

(keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai), dan entertainment (hiburan).

Fungsi komunikasi massa secara khusus adalah to persuade (meyakinkan),

menganugerahkan status, narcotization (membius), menciptakan rasa kebersatuan,

privatisasi dan hubungan parasosial.

Berdasarkan formula Laswell dapat dipahami bahwa dalam proses komunikasi massa terdapat lima unsur yang disebut komponen atau unsur dalam proses

komunikasi, yaitu : who (siapa), says what (apa yang dikatakan), in which channel

(melalui saluran apa), to whom (kepada siapa), with what effect (dengan efek apa).

Selain komponen-komponen yang telah diuraikan, Shannon dan Weaver

menambahkan satu komponen yaitu noise (gangguan).

Proses komunikasi massa lebih kompleks karena setiap komponennya mempunyai karakteristik tertentu. Dalam komunikasi massa komunikator harus memiliki daya tarik dan keterpercayaan bagi komunikan, pesan bersifat umum. Media yang digunakan dalam komunikasi massa memiliki ciri khas yaitu mempunyai kemampuan untuk memikat khalayak secara serempak dan serentak. Media komunikasi massa terdiri dari pers (media cetak), radio siaran, televisi, dan film. Khalayak yang dituju oleh komunikasi massa adalah massa yang jumlahnya banyak serta sifatnya anonim, dan heterogen.

Komunikasi massa memiliki filter yang terdiri dari tiga kondisi yaitu budaya, psikologikal, dan fisikal. Adapun regulator dalam komunikasi massa yaitu lembaga atau individu yang mewakili lembaga yang berwenang yang memberi perhatian atau tekanan terlebih terhadap kasus-kasus tertentu, serta mengurangi hal-hal lainnya.

Sedangkan, gatekeeper dalam komunikasi massa berperan memilih informasi yang

dipengaruhi oleh beberapa variabel. Variabel-variabel tersebut yaitu ekonomi, pembatasan legal, batas waktu, etika pribadi dan profesionalisme, kompetisi, nilai berita, dan reaksi terhadap umpan balik tertunda.

Kehadiran media massa memberikan efek terhadap ekonomi, sosial, penjadwalan kegiatan sehari-hari, hilangnya perasaan tidak nyaman, dan menumbuhkan perasaan tertentu. Sedangkan, efek pesan dari komunikasi massa mempengaruhi kognitif, afektif, dan behavioral khalayak. Dampak sosial media massa secara pasti mempengaruhi pemikiran dan tindakan khalayak. Media membentuk opini publik untuk membawanya pada perubahan yang signifikan.

(34)

Kredibilitas keempat sumber sangat terpercaya untuk mengajak orang lain dalam menerima berbagai informasi, walaupun tidak menutup kemungkinan sumber informasi lainnya, seperti : keluarga, teman, penjual sayuran di pasar dan sebagainya turut berperan.

Van den Ban dan Hawkins (1999) menjelaskan bahwa petani memanfaatkan berbagai sumber untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang mereka perlukan untuk mengelola usaha tani mereka dengan baik, yang meliputi :

1. Petani-petani lain ;

2. Organisasi penyuluhan milik pemerintah ;

3. Perusahaan yang menjual input, menawarkan kredit, dan membeli hasil pertanian ; 4. Agen pemerintah yang lain, lembaga pemasaran dan politisi ;

5. Organisasi petani dan organisasi swasta beserta stafnya ; 6. Jurnal usaha tani, radio, televisi, dan media massa lainnya ; 7. Konsultan swasta, pengacara, dan dokter hewan.

Hanya sedikit saja petani yang bisa berhubungan langsung dengan peneliti, khususnya di negara-negara berkembang yang jumlahnya petaninya tidak sebanding dengan jumlah peneliti pertanian, sistem transportasi yang terbatas, dan kesenjangan sosial antara petani dan peneliti. Penelitian hanya akan berdampak nyata pada produksi pertanian apabila ada pihak lain yang berfungsi sebagai komunikator efektif bagi peneliti dan petani ; tidak dapat dikatakan sebagai “pengalih” teknologi dari lembaga penelitian kepada petani, karena mengkomunikasikan masalah petani, pengalaman serta keadaannya, bagi peneliti setidak-tidaknya sama pentingnya dengan menghasilkan penemuan-penemuan yang relevan dan penting bagi pembangunan pertanian.

Beberapa contoh nyata pemanfaatan media komunikasi sebagai sumber informasi untuk memperoleh dan berbagi informasi pertanian antara lain melalui media telepon

seluler (handphone). Telepon seluler dapat dimanfaatkan untuk memasarkan

hasil-hasil produksi pertanian. Seperti yang dialami oleh petani di Desa Langlanglinggah, Kecamatan Selamadeg Barat, Kabupaten Tabanan, Bali, hampir sekitar 4000 petani kakao di kawasan ini lebih menentukan harga pasar produknya karena mereka mempunyai informasi harga di pasar New York. Harga tersebut mereka peroleh dari PT Big Tree Farm yang merupakan perusahaan yang mengadvokasi pemasaran produk mereka yang mendapatkan harga itu lewat akses internet. Dari PT Big Tree Farm harga tersebut kemudian disebarkan ke kelian (ketua) kelompok tani melalui

(35)

menyampaikan ke petani-petani lain. Sehingga dengan begitu seluruh petani kakao mendapatkan informasi harga. Dengan adanya harga dari pasar New York itu membuat para petani setempat lebih mempunyai posisi tawar ketika mereka menjual produk pertaniannya.

Hal yang sama juga dilakukan oleh para petani di Sulawesi yang dibantu International Finance Corporation (IFC), yang merupakan divisi swasta World Bank. Namun terdapat perbedaan, jika di Tabanan, Bali SMS masih dilakukan satu arah maka di Sulawesi ini sudah dua arah. Para petani di Sulawesi juga dapat menanyakan berapa harga kakao di pasar dunia saat itu juga. Dengan cara cukup mengirimkan SMS ke nomor tertentu, maka para petani akan segera mendapatkan informasi harga kakao di New York dan London yang kemudian dibandingkan dengan rupiah dan

berapa harganya di pasar lokal. 1

Kasus lainnya yang berkaitan dengan pemanfaatan berbagai sumber informasi dapat dilihat dari hasil survai pendasaran Proyek Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi (P4MI) yang dilaksanakan tahun 2004 di lima Kabupaten (Temanggung, Blora, Lombok Timur, Ende, dan Donggala), diketahui bahwa petani memperoleh informasi pertanian dari berbagai sumber baik melalui media maupun komunikasi tatap muka secara langsung. Media interpersonal baik sesama petani, penyuluh, maupun orang tua masih merupakan media utama yang paling sering (80-100%) digunakan oleh petani. Sumber informasi melalui media cetak masih sedikit digunakan, karena terbatasnya ketersediaan informasi melalui media cetak di tingkat petani. Radio dan televisi merupakan sumber informasi elektronis terbanyak yang digunakan petani dalam memperoleh informasi pertanian. Fungsi kelembagaan sebagai sumber informasi teknologi pertanian di beberapa lokasi masih cukup berperan, khususnya untuk lembaga penyuluhan sekalipun persentasenya kecil

(Mulyandari et al, 2004).

Klasifikasi Media Komunikasi

Mugniesyah (2010) menjelaskan bahwa media komunikasi yang pernah diciptakan dalam peradaban manusia, dari yang sangat sederhana sampai kompleks (rumit) sangat banyak. Oleh karena itu, untuk dapat membedakan satu sama lain, para ahli berusaha membuat klasifikasi media. Diantara mereka terdapat tiga ahli komunikasi

1

http://diofanipratama.wordpress.com/category/pertanian/ diakses pada tanggal 19 Oktober

(36)

yang rumusan klasifikasinya perlu dipelajari, yakni Wilbur Schramm, Ruben dan Leeuwis.

Schramm (1964) dalam Mugniesyah (2010) membedakan media komunikasi ke dalam empat generasi berikut.

a) Media generasi pertama: Media yang termasuk kategori ini meliputi peta,

tulisan-tulisan, gambar-gambar, kapur tulis, dan model-model. Media ini dipandang sebagai media pendidikan yang dalam penggunaannya tidak menggunakan mesin atau listrik.

b) Media generasi kedua: Media yang muncul setelah ditemukannya mesin pencetak

oleh Johann Guttenberg merupakan media generasi kedua. Penemuan mesin cetak telah mampu mengomunikasikan secara mudah dan murah segala sesuatu yang telah ditulis oleh pengarangnya atau digambar oleh pelukisnya. Menurut Schramm, media ini telah lebih dari 300 tahun digunakan sebagai alat pendidikan, seperti pencetakkan buku-buku teks, buku-buku kerja dan sebagainya. Dewasa ini

beberapa metode percetakan baru seperti percetakan offset membuat buku lebih

mudah dimanfaatkan di negara-negara non industri.

c) Media generasi ketiga: Merupakan media yang dikenal setelah penemuan teknologi

audio visual, seperti film, radio dan televisi. Media yang tertua dalam generasi ini berumur lebih dari 100 tahun. Film ditemukan pada tahun 1885 oleh George Eastman. Fotografi, slide, film, rekaman, radio, televisi yang bergantung pada pemanfaatan mesin-mesin dalam proses komunikasi melalui penglihatan dan pendengaran, atau penglihatan saja dan pendengaran saja.

d) Media generasi keempat: Media generasi keempat ini proses komunikasinya

bergantung pada komunikasi antar-manusia dan mesin komputer. Termasuk dalam kategori ini adalah laboratorium bahasa dan komputer. Laboratorium bahasa, misalnya telah memungkinkan seorang pelajar mempelajari bahasa secara mudah melalui komunikasi antar-manusia (pelajar-instruktur) dan mesin komputer (situs bahasa). Meskipun pada awalnya penggunaan komputer bagi tujuan-tujuan pendidikan telah lebih dahulu dilakukan oleh negara-negara industri, kini hampir semua negara di dunia telah mengakses komputer sebagai media pendidikan, baik formal maupun non formal.

(37)

komunikasinya. Berdasar hal tersebut, Ruben mengklasifikasikan media ke dalam empat kategori berikut.

a) Media intrapersonal, yakni alat-alat yang digunakan untuk memperluas

kemampuan-kemampuan komunikasi intrapersonal. Contohnya, tape recorder,

video rumahan, cermin dan catatan harian (diary). Media akan tergolong pada

media komunikasi intrapersonal jika media tersebut dapat mengembangkan kemampuan orang untuk memproduksi, menyimpan atau memanggil kembali pesan-pesan ketika orang tersebut menjadi sumber.

b) Media interpersonal, adalah alat-alat yang digunakan untuk memperluas

kemampuan interpersonal atau media komunikasi yang membantu dalam pertukaran informasi antara dua atau beberapa orang. Termasuk dalam kategori ini antara lain surat, kartu ucapan selamat, telepon, telepon genggam dan email. Dengan menggunakan media interpersonal ini, seseorang dapat mengatasi kendala waktu dan ruang ketika berinteraksi dengan orang lainnya.

c) Media kelompok dan organisasi, yakni alat-alat yang digunakan untuk

mengembangkan kemampuan-kemampuan komunikasi kelompok dan organisasi, seperti telepon, interkom, pajer (pager), dan komputer.

d) Media massa, umumnya meliputi teknologi yang mampu memperbanyak,

menggandakan, atau menguatkan pesan-pesan untuk didistribusikan ke sejumlah banyak khalayak, seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, buku dan internet. Leuwis (2004) dalam Mugniesyah (2010) membedakan komunikasi dalam tiga kategori, yakni media interpersonal, media massa konvensional, dan media hibrida. Adapun pengertian dan contoh dari setiap media tersebut adalah sebagai berikut.

a) Media interpersonal, yang mencakup semua media yang memungkinkan adanya

pertukaran pesan secara lebih langsung diantara pihak yang berkomunikasi; dalam arti bahwa dengan menggunakan media tersebut, pengirim dan penerima dapat bertukar peran secara mudah, contohnya telepon. Kebanyakan komunikasi interpersonal berlangsung tanpa media buatan (artificial media), tanpa alat-alat teknologi dan karenanya jenis komunikasi ini perlu melibatkan kehadiran fisik dari orang-orang yang berkomunikasi.

b) Media konvensional, adalah media yang memungkinkan pengirim pesan dapat

(38)

c) Media hibrida, umumnya berbasis teknologi komputer yang cenderung mengombinasikan kekayaan fungsional dari media massa dan komunikasi interpersonal, sehingga menjadikan media baru tersebut secara potensial dapat menjangkau khalayak di banyak lokasi yang berbeda, akan tetapi pada waktu yang sama didukung oleh suatu level interaktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan media konvensional. Itu sebabnya media hibrida juga dikenal sebagai teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology

atau ICT) atau media baru.

Tabel 1. Perbedaan antara beberapa media komunikasi menurut kualitas fungsinya

Kualitas Fungsi Media Radio Televisi,

Video Brosur

Kapasitas untuk mendalami dan

mendukung belajar aktif 0 0 + 0 -

Biaya yang mungkin untuk

mengintervensi organisasi 0 + 0 − −

Biaya yang mungkin bagi

penerima 0 + − 0 -

Kebebasan agen perubah dalam

menentukan isi perubahan 0 − + 0 +

Keterangan: + = relatif tinggi dibandingkan dengan media massa lainnya (dalam kebanyakan konteks); 0 = sebanding dengan media massa lainnya (dalam kebanyakan

konteks); − = relatif rendah dibandingkan dengan media massa lainnya (dalam kebanyakan

konteks). Sumber: Leeuwis (2004) dalam Mugniesyah (2010)

Mugniesyah (2010) menjelaskan bahwa penggunaan tiga media komunikasi tersebut (interpersonal, konvensional dan hibrida) dalam realita kehidupan dewasa ini, lebih dikombinasikan lagi ke dalam paket-paket baru, sehingga batasan-batasan antara tiga kategori media tersebut menjadi lebih kabur. Sebagai contoh, telepon dan internet semakin banyak digunakan untuk berinteraksi dengan khalayak melalui

program radio dan televisi, yang menghasilkan radio interaktif dan televisi interaktif.

(39)

tersebut, karena penjelasan klasifikasi yang dibuat para ahli adalah dimaksudkan untuk mempermudah pembedaan sejumlah media yang berperan dalam komunikasi yang tergantung pada faktor dasar pembedanya. Selanjutnya, yang perlu diketahui adalah bahwa media komunikasi dapat berperan pada level-level komunikasi intrapersonal, interpersonal (berpasangan), kelompok, organisasi dan komunikasi massa. Semua level komunikasi tersebut dapat disebut sebagai komunikasi bermedia (mediated communication), karena adanya campurtangan media atau medianya memediasi antara sumber-sumber pesan dengan penerima-penerima pesan.

Kualitas Informasi dan Pesan

Kualitas informasi sangat ditentukan oleh pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman seseorang yang mengolah stimulus menjadi informasi. Adapun kualitas pesan sangat ditentukan oleh kemampuan dan kreativitas seseorang dalam mengolah informasi menjadi pesan. Burch (1986 : 5) dikutip oleh Wiryanto (2004) mengatakan bahwa sebuah informasi yang berkualitas sangat ditentukan oleh kecermatan (accuracy), tepat waktu (timeliness) dan relevansinya (relevancy). Keakuratan informasi adalah bila informasi tersebut terbebas dari bias. Informasi dikatakan tepat waktu bila dihasilkan pada saat diperlukan. Adapun relevansi suatu informasi berhubungan dengan kepentingan pengambilan keputusan yang telah direncanakan.

Data akan menjadi informasi bagi individu setelah diterima, diolah dan interpretasikan. Jung (1953) dikutip oleh Wiryanto (2004) mengajukan teori mengenai bagaimana individu akan memilih data yang akan menjadi masukan, dan mengolahnya menjadi informasi. Ada seseorang yang lebih percaya pada panca inderanya (pengamat) untuk menangkap data. Ada yang menangkap data secara intuitif melalui persepsi subyektifnya. Pada pengolahan data terdapat dua pola, yaitu jenis pemikir dan perasa.

Pemikir adalah orang yang rasional, dengan proses yang muncul dan konsisten. Adapun perasa adalah orang yang lebih menekankan keselarasan, keseimbangan, dan kebijakan dalam penalaran secara menyeluruh. Menurut teori Jung tersebut, kepribadian setiap orang didominasi oleh salah satu dari empat karakteristik yang dilengkapi oleh salah satu karakteristik lainnya.

(40)

berbeda antara orang satu dengan yang lainnya. Pertama, untuk masalah yang sama,

seseorang akan mencari informasi yang berbeda. Kedua, interpretasi seseorang

terhadap suatu informasi akan berbeda karena perbedaan persepsi. Ketiga, kepribadian seseorang akan mempengaruhi pandangan terhadap kebijakan yang diambil, sehingga terjadi ketidakcocokan mengenai kebijakan yang sama.

Selektivitas Informasi

Fisher (1986) menjelaskan komunikasi manusia berpusat pada “keaktifan” komunikator/penafsir. Model masukan-keluaran dengan jelas memperlihatkan bahwa semata-mata adanya informasi tidaklah menjamin bahwa individu menerimanya atau menyimpannya. Dengan kata lain, para komunikator secara aktif mengendalikan informasi yang mereka olah. Strategi pengontrolan yang paling penting yang mereka miliki adalah selektivitas, di mana individu dapat memilih bagi dirinya informasi apa yang ingin diterimanya, informasi apa yang diingatnya, dan informasi apa yang akan disalurkan kepada orang lain.

Biasanya selektivitas dijelaskan sebagai alat pertahanan ego, di mana individu mencari informasi yang konsisten dengan keyakinan sebelumnya dan menyimpan (mengingat) informasi yang juga konsisten dengan keyakinan semula, sehingga dengan cara itu melupakan informasi yang berbeda. Hasil dari prinsip terpaan dan ingatan yang selektif ini adalah penghindaran selektif, yang menyatakan bahwa seseorang akan cenderung untuk mengabaikan atau menghindari informasi yang ada dalam lingkungannya yang tidak konsisten dengan keyakinan yang ada. Prinsip terpaan ini merupakan penunjang empiris teori keseimbangan kognitif. Faktor yang mempengaruhi prinsip terpaan atau seleksi informasi, antara lain : pertahanan ego mencakup asimilasi informasi baru yang ada dalam batas-batas penerimaannya (latitudes of acceptance) dengan pengalaman informasi di masa lampau, kepercayaan pada keyakinan yang dimiliki, rasa keterbukaan, relevansi atau pentingnya keyakinan, daya guna informasi dan kompromi pada tekanan sosial. Kapasitas individu untuk mengolah informasi tidaklah memada dan hanya menangani sebagian kecil saja dari informasi yang telah diterima.

Sistem Informasi Pertanian

Van den Ban dan Hawkins (1999) menjelaskan konsep sistem pengetahuan

dan informasi pertanian atau Agricultural Knowledge and Information System (AKIS)

(41)

“Orang-orang, jaringan-jaringan kerja, dan lembaga-lembaga beserta penyatuan dan hubungan di antara mereka yang mengikutsertakan atau mengatur pembangkitan, transformasi, transmisi, penyimpanan, pemanggilan, integrasi, difusi, serta pemanfaatan pengetahuan dan informasi, dan yang secara potensial bekerja secara sinergis untuk meningkatkan keserasian antara pengetahuan dan lingkungan, dan teknologi yang digunakan dalam pertanian.“

Sistem pengetahuan dan informasi pertanian tersebut dapat berperan dalam membantu petani dengan melibatkannya secara langsung dengan sejumlah besar kesempatan, sehingga mampu memilih kesempatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi faktual di lapangan. Peningkatan efektifitas jejaring pertukaran informasi antar pelaku agribisnis terkait merupakan aspek penting untuk mewujudkan sistem pengetahuan dan informasi pertanian.

Gagasan yang melandasi AKIS adalah bahwa petani menggunakan sumber-sumber yang berbeda untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang mereka perlukan untuk mengelola usaha tani mereka, dan pengetahuan baru itu dikembangkan tidak hanya oleh lembaga penelitian, tetapi juga oleh banyak pelaku yang berbeda. Hal ini akan sangat bermanfaat untuk menganalisis bagaimana sumber-sumber ini saling melengkapi dan mendukung satu sama lain, atau mungkin macam-macam konflik yang ada di antara sumber-sumber tersebut. Sumber yang manakah yang dituju oleh petani untuk mendapatkan sejenis pengetahuan atau informasi, dan dari manakah sumber tersebut memperoleh pengetahuan dan informasi itu ? Misalnya, bagaimana penelitian pertanian dan penyuluhan dapat bekerka sama? Sistem Pengetahuan dan Informasi pertanian atau AKIS ini juga menganalisis arus informasi dari petani ke petani lain, ke peneliti, ke pembuat kebijakan dan ke pengusaha.

Petani memerlukan pengetahuan dan informasi mengenai berbagai topik untuk mengelola usaha taninya dengan baik, seperti :

1. Hasil penemuan dari penelitian berbagai disiplin pengelolaan usaha tani dan teknologi produksi;

2. Pengalaman petani lain;

3. Situasi mutakhir dan perkembangan yang mungkin terjadi di pasaran input dan

hasil-hasil produksi; dan 4. Kebijakan pemerintah.

(42)

dimanfaatkan untuk meningkatkan koordinasi antar para pelaku di dalamnya, misalnya dengan cara mendiskusikan bagaimana tiap organisasi dapat berperan semaksimal mungkin untuk membuat sistem ini lebih efektif. Keberhasilan sistem informasi dapat terwujud apabila dibentuk jaringan kerja di antara para pelaku-pelaku informasi yang bersangkutan dan yang menjadi koordinatornya adalah lembaga penyuluhan.

Sumardjo, dkk (2010) menjelaskan bahwa dewasa ini pelaku pengembangan

pertanian di Indonesia masih mengeluhkan minimnya informasi pertanian tepat guna yang dapat disediakan oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian. Oleh karena itu, menjadi kewajiban Kementerian untuk dapat menyediakan informasi pertanian bagi pelaku agribisnis. Penyuluhan pertanian sebagai tonggak penting Kementerian Pertanian untuk melakukan pengembangan sistem informasi pembangunan pertanian saat ini masih menghadapi banyak permasalahan penting, khususnya dalam mengembangkan informasi tepat guna yang berkelanjutan.

Penyuluh sering dihadapkan pada permasalahan keterbatasan informasi yang sebenarnya dibutuhkan oleh petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian. Sementara itu, dalam UU No. 16 Tahun 2006 pasal 15 ayat 1c telah diamanatkan bahwa Balai Penyuluhan berkewajiban menyediakan dan menyebarkan informasi tentang teknologi, sarana produksi, pembiayaan, dan pasar. Adapun dalam ayat 1e diamanatkan pula bahwa Balai Penyuluhan bertugas memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh PNS, Penyuluh Swadaya, dan Penyuluh Swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan. Dalam situasi saat ini, tugas tersebut menjadi sulit atau tidak dapat dilaksanakan apabila tidak ada mekanisme yang terprogram untuk mendukung ketersediaan informasi inovatif pertanian yang mutakhir dan berkelanjutan.

Kondisi sistem informasi agribisnis pada saat ini masih cenderung asimetris. Pelaku agribisnis hilir lebih menguasai informasi tentang kualitas dan kuantitas produk yang dibutuhkan oleh pasar dibandingkan dengan pelaku agribisnis yang berada di hulu. Terdapat kesenjangan yang nyata antara pelaku agribisnis hulu (petani) dengan hilir (pelaku usaha). Keadaan ini lebih menguntungkan para pelaku agribisnis hilir dan pelaku agribisnis hulu menjadi terdominasi oleh pelaku agribisnis hilir, karena lemahnya informasi dalam proses pengambilan keputusan usahatani. Pengembangan pusat pemadu sistem informasi bidang pertanian di lokasi yang stretegis dengan pemanfaatan berbagai media yang mampu menjembatani antara penghasil atau sumber teknologi dengan pengguna akhir merupakan salah satu pemecahan

permasalahan dalam meningkatkan efektivitas pembangunan pertanian (Sumardjo et

(43)

Petani Sayuran

Pertanian merupakan suatu usaha untuk mengadakan suatu ekosistem buatan yang bertugas menyediakan bahan makanan bagi manusia (Nasoetion, 2002). Sedangkan menurut Leeuwis (2004) pertanian memiliki fungsi untuk memproduksi makanan dan non makanan, tanaman atau produk-produk hewani. Adapun produk pertanian antara lain : buah-buahan, sayuran, bunga dan makanan olahan. Singkatnya pertanian merupakan segala kegiatan manusia, mencakup bercocok tanam, perikanan, peternakan, dan kehutanan.

Menurut Mosher (1966) dalam Tamba (2007), petani adalah orang yang mengubah tanam-tanaman dan hewan serta sifat-sifat tubuh tanah supaya lebih berguna baginya dan manusia lainnya. Selanjutnya, dijelaskan bahwa petani sebagai orang yang menjalankan usahataninya, di samping sebagai juru tani sekaligus juga pengelola (manajer). Menurut Soejitno (1968) dalam Tamba (2007), batasan pengertian tentang petani adalah sebagai penduduk atau orang-orang yang untuk sementara atau secara tetap memiliki dan atau menguasai sebidang tanah pertanian dan mengerjakannya sendiri, baik dengan tenaganya sendiri (beserta keluarganya) maupun dengan menggunakan tenaga orang lain atau orang upahan. Termasuk dalam pengertian menguasai di sini adalah: menyewa, menggarap (penyakap), mamaro (bagi hasil), sedangkan buruh tani tak bertanah tidak masuk tidak masuk dalam kategori petani.

Dengan demikian, pada dasarnya petani mempunyai eksistensi ganda di dalam kehidupannya sehari-hari, baik petani sebagai manusia, sebagai juru tani maupun selaku manajer dari usahataninya. Sehubungan dengan itu, setiap kegiatan penyuluhan pertanian yang menjadikan petani sebagai sasaran utamanya harus selalu memperhatikan sifat-sifat yang dimiliki petani sebagai ciri-ciri pokok yang akan mempengaruhi keberhasilan usaha dan perubahan perilaku yang ingin dicapai melalui kegiatan penyuluhan pertanian tersebut.

Definisi lain menjelaskan bahwa petani adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan

tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah,

sayuran dan lain lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut

untuk digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain. Mereka juga dapat menyediakan bahan mentah bagi industri, seperti serealia untuk minuman beralkohol,

buah untuk jus, dan wol atau flax (rami) untuk penenunan dan pembuatan pakaian.

(44)

agrikultur subsistence yang sederhana - sebuah pertanian organik sederhana dengan penanaman bergilir yang sederhana pula atau teknik lainnya untuk memaksimumkan

hasil, menggunakan benih yang diselamatkan yang "asli" dari ecoregion. 2 Dengan

demikian, petani sayuran dapat didefinisikan adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara produk pertanian sayuran, dengan harapan untuk memperoleh hasil dari produk pertanian sayuran tersebut untuk digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain.

Agribisnis Tanaman Sayuran

Nasoetion (2002) menjelaskan bahwa jauh sebelum para petani padi di Indonesia mengenal sarana produksi pertanian seperti pupuk dan obat pemberantas hama dan penyakit, para petani sayuran sebenarnya sudah lebih dahulu menggunakan sarana produksi seperti itu. Petani sayuran pada mulanya hanya berkembang usahanya di dekat kota-kota besar yang padat penduduknya, karena untuk pemasaran sayuran itu diperlukan pasar yang dekat. Hal itu disebabkan sayuran tidak tahan lama. Sekarang ini pola itu mulai berubah karena teknologi pascapanen sudah mulai berkembang sehingga cara mengemas dan cara menyimpan bahan kemasan di dalam ruang yang disejukkan sangat membantu para petani sayuran untuk memasarkan hasil pertaniannya ke tempat yang lebih jauh. Daerah produksi sayuran di Indonesia ialah Tanah Karo untuk daerah pemasaran Medan dan Singapura, Bukit Tinggi untuk Padang, Pengalengan untuk Bandung, Bogor, dan Jakarta, Puncak/Sindanglaya untuk Bogor dan Jakarta, Batu untuk Malang dan Surabaya. Salah satu kelemahan dalam peningkatan mutu hasil pertanian sayuran ialah bahwa jenis-jenis unggul belum cepat dimanfaatkan oleh para petani karena belum banyak pengusaha yang berani menanamkan modalnya dalam budang penangkaran bibit unggul.

Rahardi et al (1993) menjelaskan bahwa sayuran dapat digolongkan pada jenis

sayuran komersial dan non komersial. Komersial di sini berarti sayuran tersebut mempunyai banyak peminat meskipun harganya relatif rendah atau sayuran tersebut diminati kalangan tertentu dengan harga tinggi atau mempunyai peluang bagus untuk komoditi ekspor.Idealnya seseorang mengkonsumsi sayuran sekitar 200 gram per hari. Berarti penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 170 juta jiwa memerlukan 34.000 ton sayuran per hari. Jumlah total kebutuhan sayuran merupakan potensi yang besar bagi pasar sayuran.

2

(45)

Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu makanan, termasuk sayuran, semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat. Hal ini jelas terlihat pada masyarakat kota yang sebagian besar memang mampu membelinya. Dengan demikian jelaslah bahwa mutu dan kesegaran sayuran sangat menentukan harganya. Padahal seperti produk hortikultura yang lain, sayuran sangat mudah rusak dan membusuk dalam waktu yang relatif singkat sehingga mutunya menurun atau bahkan tidak dapat dikonsumsi sama sekali. Hal ini berarti pasar harus selalu dipasok sayuran segar setiap hari. Dari sini bisa ditarik kesimpulan, peluang bisnis sayuran cukup besar dan menarik.

Untuk menghasilkan sayuran komersial yang segar dan bermutu tinggi dengan harga yang layak dan keuntungan yang memadai diperlukan suatu penanganan yang baik mulai dari perencanaan tanam hingga pemasarannya ke konsumen. Kesemuanya ini tercakup dalam manajemen sayuran komersial yang merupakan suatu kasus manajemen yang bersifat unik.

Ada tiga aspek pokok yang penting diketahui dalam bisnis apapun termasuk bisnis sayuran. Ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut:

1. Aspek produksi, yaitu proses kegiatan manajemen yang diterapkan dalam sistem produksi. Manajemen produksi mencakup tentang perencanaan produksi dan pengendalian proses produksi yang di dalamnya terdapat pula pengambilan keputusan dalam bidang persiapan dan proses produksi untuk jangka pendek menengah atau panjang. Dengan demikian diharapkan pengusaha dapat diharapkan berproduksi secara efisien.

2. Aspek pemasaran, yaitu kegiatan untuk mendistribusikan hasil produksi ke tangan konsumen dengan harga yang layak. Untuk melakukan pemasaran diperlukan manajemen yang baik agar pengusaha mendapatkan keuntungan yang diharapkan. 3. Aspek keuangan, yaitu kegiatan pengelolaan keuangan dalam suatu usaha. Di

dalamnya termasuk pula bagaimana cara mendapatkan dan mengalokasikan dana untuk suatu rangkaian kegiatan usaha (bisnis).

(46)

Teori Uses and Effects

Menurut Sendjaja (2002) dikutip oleh Bungin (2007), teori uses and effects

pertama kali dikemukakan oleh Sven Windahl pada tahun 1979, merupakan sintesis

antara pendekatan uses and gratifications dan teori tradisional; mengenai efek. Asumsi

yang mendasari teori ini melihat effect, consequences atau conseffect sebagai hasil

dari aktivitas khalayak untuk mengkonsumsi isi media (Rakhmat, 2005).

Konsep ‘use’ (penggunaan) merupakan bagian yang sangat penting atau pokok

dari pemikiran ini, karena pengetahuan mengenai penggunaan media yang menyebabnya, akan memberikan jalan bagi pemahaman dan perkiraan tentang hasil dari suatu proses komunikasi massa. Penggunaan media massa dapat memiliki

banyak arti. Ini dapat berarti exposure yang semata-mata menunjuk pada tindakan

mempersepsi. Dalam konteks lain, pengertian tersebut dapat menjadi suatu proses yang lebih kompleks, di mana isi terkait harapan-harapan tertentu untuk dapat dipenuhi, fokus dari teori ini lebih kepada pengertian yang kedua.

Tahap Perubahan dalam Komunikasi

Bungin (2007) menjelaskan tahap-tahap perubahan dalam proses komunikasi terhadap pengambilan keputusan. Suatu keputusan biasanya diawali oleh adanya

kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan, yang disebut need arousal atau

timbulnya kebutuhan. Sehingga banyak orang memahami tahap ini sebagai tahap

menyadari adanya masalah (problem recognition). Kemudian dengan melakukan

pencarian informasi atau pengetahuan yang berhubungan dengan apa yang dikomunikasikan melalui seleksi alternatif sumber yang tersedia, akan berkembang. Untuk mempermudah memahami tahap-tahap pengaruh komunikasi terhadap perubahan pada diri individu dalam masyarakat, lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

(47)

kesadaran kita dalam mengambil keputusan yang tepat. Pada konteks ini, tersirat bahwa faktor-faktor aktual pada diri individu berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingannya yang dominan, sementara faktor ideal selalu menjadi suatu rujukan. Jika kedua faktor tersebut (aktual dan ideal) berada dalam posisi yang sejajar atau sama, pada saat itu tidak akan timbul perubahan dalam dirinya. Namun jika faktor ideal lebih eksis dan dominan, pada saat itu akan timbul kesadaran dan kesempatan melakukan perubahan terhadap obyek yang dimaknai.

Selain itu, faktor sosial budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat seperti : nilai, norma, dan kepercayaan, merupakan sesuatu yang ikut memengaruhi tahap perubahan pada diri seseorang. Faktor tersebut menjadi sumber dan modal kepercayaan dan harapan, baik bagi individu maupun kelompok dalam masyarakat. Pesan-pesan komunikasi yang disampaikan perlu dirumuskan dan dipertimbangkan secara cermat sehingga akan sangat membantu individu, kelompok dan masyarakat dalam merumuskan dan mengonstruksi kembali makna dan manfaat pesan komunikasi sesuai dengan kepercayaan dan harapan mereka. Berikut akan ditampilkan ilustrasi jalur perubahan kepercayaan, sikap, dan perilaku.

Gambar 1. Pengaruh-pengaruh komunikasi (Severin-Tankard, 2005 dikutip oleh Dilla, 2007)

Gambar 2 memperlihatkan bagaimana sebuah pesan komunikasi, melalui saluran komunikasi yang tersedia merumuskan dan mempertimbangkan faktor sosial-budaya yang secara inheren berlaku dalam masyarakat. Lewat mekanisme tertentu,

Dimensi-dimensi yang berhubungan

KONATIF

Bidang motivasi. Pesan-pesan merangsang

atau mengarahkan keinginan.

AFEKTIF

Bidang emosi. Pesan-pesan yang

mengubah tingkah laku dan perasaan.

KOGNITIF

Bidang Pikiran/Gagasan. Pesan-pesan

menyediakan informasi dan

kenyataan-kenyataan.

Pergerakan menuju tindakan

Tindakan

Pernyataan

Pilihan

Kesukaan

Pengetahuan

Gambar

Gambaran Umum Desa Penelitian .........................................................
Gambar 2. Jalur kepercayaan, sikap dan perilaku (Diadaptasi dari John C. Mowen (1995)
Gambar 3.  Kerangka pemikiran pemanfaatan informasi oleh petani sayuran
Tabel 3 Data Keragaan Jumlah Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Menurut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan program City Tour Kota Denpasar, potensi yang dimiliki Kota Denpasar untuk mengaplikasikan program City Tour ,

perilaku yang menyimpang melalui teknik-teknik modifikasi perilaku Kelemahan modifikasi perilaku Kecemasan guru tentang disiplin dalam kelas. Beberapa redefinisi

[r]

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh disimpulkan bahwa sebagian besar siswa SMA “X” Kabupaten Aceh Tenggara, yaitu sebesar 94,9% memiliki intention kuat untuk tidak

Dalam suatu organisasi atau perusahaan, sumber daya manusia dalam hal ini adalah para karyawan yang memiliki peran yang penting dalam meningkatkan kinerja untuk diperlukan

Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 1 tentang Bangunan Gedung.. Profil Daerah Kabupaten

Adalah kata bantu untuk menyatakan tempat terjadinya kegiatan penelitian. PT.Bank Antardaerah Cabang Bongkaran Surabaya. Adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai

Rumusan masalah yang dikemukakan pada penelitian ini adalah apakah pemberian dosis pupuk kandang kotoran ayam pada tanah gambut pedalaman berpengaruh