• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dokumentasi Penelusuran Kasus

Dalam dokumen Laporan Kasus Asma (Halaman 32-37)

GENETIK Faktor genetik dari

PENELUSURAN KASUS

4.2. Dokumentasi Penelusuran Kasus

Gambar 1. Rumah pasien tampak depan (teras dan dapur)

Gambar 2. dapur

Gambar 3. Kamar tidur I

33 Gambar 5. Kamar tidur II dan ruang

keluarga Gambar 6. Jendela kamara tidur II

Gambar 7. Langit-langit kamar

Gambar 8. Pekarangan rumah

Gambar 9. Sumur

34 BAB V

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan asma bronkiale persisten ringan. Diagnosis ini ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik yang dilakukan saat pasien datang memeriksakan diri ke puskesmas. Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluh sesak nafas sejak muda yang sering dirasakan ketika malam hari dan pagi hari ketika cuaca dingin dan ketika pasien kelelahan. Pasien mengaku saat sesak sering disertai dengan suara nafas berbunyi ngik-ngik (mengi), disertai batuk. Dalam seminggu, dapat mengalami sesak ≥ 1 kali, dan dalam sebulan dapat mengalami ≥ 3 kali sesak pada malam hari. Jika serangan berat, pasien tidak bisa beraktivitas dan bekerja. Ayah pasien juga mengalami keluhan sesak seperti pasien.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan pernafasan 26x/menit, terlihat otot bantu pernafasan aktif dan terdengar adanya wheezing pada auskultasi kedua paru. Untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit TB ataupun penyakit paru lainnya, telah dilakukan pemeriksaan penunjang sebelumnya berupa sputum di Puskesmas dan rontgen thorax di Puskesmas dan hasilnya tidak ada kelainan.

Terapi pada pasien ini dilakukan pemberian obat pelega untuk mengatasi serangan akut berupa nebulisasi agonis β2 kerja singkat( albuterol) dan antikolinergik (ipratoprium bromide). Selain itu, berdasarkn Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia (2003) , penderita asma persisten ringan membutuhkan obat pengontrol setiap hari untuk mengontrol asmanya dan mencegah agar asmanya tidak bertambah berat. Obat pengontrol yang diberikan berupa kortikosteroid (prednison 3x5 mg), obat pelega yaitu agonis β2 kerja singkat (tablet salbutamol 3x2 mg), mukolitik dan sekretolitik (ambroxol 3x30 mg) untuk membantu mengeluarkan dahak, serta Vitamin B Complex 2x1.

Selain itu, diberikan KIE kepada pasien dan keluarganya mengenai seluk beluk asma, mengenali dan menghindari faktor pencetus, memeriksakan diri dengan teratur dan menjaga kebugaran.

Menurut teori H.L Bloom terdapat empat faktor yang mendasari munculnya suatu penyakit. Faktor tersebut antara lain: faktor genetik, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor perilaku. Mengacu pada teori tersebut kejadian asma pada pasien ini dapat di jabarkan antara lain :

1. Faktor genetik

Salah satu faktor internal dari terjadinya asma pada pasien dalam kasus ini adalah genetik. Resiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali

35 lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma. Dari kasus ini diketahui bahwa ayah dari pasien juga menderita penyakit asma.

2. Faktor Lingkungan

Lingkungan sebagai sumber alergen yang merupakan faktor pencetus asma. Dari hasil penelusuran dan identifikasi faktor pencetus, pada pasien ini terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya asma dilihat dari keadaan lingkungan pasien. Faktor alergen yang terdapat di dalam rumah, antara lain pasien tidur hanya beralaskan karpet, barang-barang di dalam kamar bertumpuk dan berantakan, lantai tidak dibersihkan setiap hari, pada langit-langit terdapat banyak debu dan sarang laba-laba yang tidak dibersihkan, barang-barang yang terdapat di dalam kamar jarang dibersihkan sehingga berdebu, serta rumah yang sempit dan padat. Di dalam kamar terdapat banyak barang yang bertumpuk dan berantakan sehingga menutupi sebagian jendela yang ada, menyebabkan cahaya yang masuk ke dalam rumah berkurang. Pencahayaan di dalam rumah yang kurang menyebabkan keadaan yang lembab di dalam rumah. Keadaan yang lembab menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme ataupun jamur yang dapat menjadi faktor pencetus terjadinya asma. Selain pencahayaan kurang, sirkulasi udara di dalam rumah juga tidak baik.

Alergen yang terdapat di luar rumah berupa asap kayu bakar, karena istri pasien juga kadang-kadang masih memasak menggunakan kayu bakar. Selain itu, pekerjaan pasien sebagai tukang ojek menyebabkan pasien sering terpapar polusi, debu dan hawa dingin. 3. Faktor perilaku

Faktor perilaku pasien yang menjadi pendukung terjadinya asma antara lain tidur di lantai yang hanya beralaskan karpet, tidak menggunakan masker/penutup hidung saat bekerja/berkendara, dan masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Selain itu, pasien cukup sering mengkonsumsi makanan dengan bumbu penyedap, pengawet, dan pewarna makanan. Pasien juga tidak teratur dalam mengkonsumsi obat-obatan asma. 4. Faktor Pelayanan Kesehatan

Kurangnya sosialisasi dari petugas kesehatan mengenai asma dan sifat-sifatnya, faktor pencetus asma dan cara mengendalikannya membuat pasien tidak mengetahui cara mencegah kekambuhan dan mengendalikan penyakitnya. Kerja sama pasien dengan petugas kesehatan untuk pengendalian asma juga belum maksimal. Selain pasien, keluarga pasien juga memiliki peranan penting dalam pengendalian asma pada pasien ini. Pada anggota keluarga dilakukan edukasi mengenai asma dan bagaimana pentingnya ikut

36 serta keluarga dalam menciptakan lingkungan yang lebih bersih sehingga faktor pencetus asma dapat dikontrol.

Pada pasien ini dilakukan pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya serangan yang dapat ditimbulkan oleh berbagai jenis pencetus tadi untuk memperbaiki kondisi asma dan menurunkan kebutuhan pasien terhadap obat. Yang dapat dilakukan yaitu memberikan informasi yang jelas kepada pasien dan keluarganya untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Pasien menerima diagnosis asma pada dirinya, percaya bahwa asmanya dapat bermasalah/berbahaya, dan ia beresiko untuk mendapatkan bahaya tersebut, sehingga pasien dan keluarganya mau merubah perilakunya untuk mengontrol faktor-faktor pencetus asmanya. Memotivasi pasien dan keluarganya untuk membersihkan dan merapikan rumah dan lingkungan sekitarnya, sering membuka jendela rumahnya, menyisihkan sebagian uangnya untuk membeli kasur busa, dan untuk sementara mengganti alas tidurnya dengan menggunakan tikar dari kayu/rotan untuk meminimalkan tungau dan debu yang banyak terdapat di karpet, menggunakan masker/penutup hidung saat pasien bekerja, tidak terlalu lelah dalam bekerja/beraktivitas, dan meminum obat asmanya secara teratur serta kontrol teratur. Selain itu, edukasi untuk menurunkan pajanan tersebut juga dapat menjadi pecegahan primer bagi anak-anak pasien yang belum menunjukkan gejala asma.

37 BAB VI

Dalam dokumen Laporan Kasus Asma (Halaman 32-37)

Dokumen terkait