• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus Asma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kasus Asma"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

1

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN

MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU

ASMA BRONKIALE

Disusun oleh: Diah Rahmawati

H1A007014

Pembimbing:

dr. Mayuarsih Kartika Sari

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/ PUSKESMAS NARMADA

(2)

2 BAB I

PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak dan dewasa baik di negara maju maupun di negara berkembang. Menurut data WHO, sekitar 300 juta manusia di dunia menderita asma dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 400 juta pada tahun 2025. Meskipun dengan pengobatan efektif, angka morbiditas dan mortalitas asma masih tetap tinggi. Satu dari 250 orang yang meninggal adalah penderita asma.1 Angka mortalitas penyakit asma di dunia mencapai 17,4% dan penyakit ini menduduki peringkat 5 besar sebagai penyebab kematian.2

Indonesia dewasa ini menghadapi “triple burden” yaitu beban penyakit menular yang belum sepenuhnya dapat diatasi, munculnya penyakit emerging dan re-emerging disease seperti flu burung, serta beban penyakit menular yang menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia.1

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004 memperlihatkan asma masih menempati urutan ke 3 dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia dan prevalens penyakit asma berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 4%.2 Meskipun belum ada survei asma secara nasional di Indonesia, dari penelitian yang ada menyimpulkan bahwa prevalens asma di daerah rural (4,3%) lebih rendah daripada di daerah urban (6,5%) dan yang tertinggi adalah di kota besar seperti di Jakarta (16,4%).1

Pada Laporan Hasil Riskesdas NTB 2007, prevalensi penyakit asma di provinsi NTB sebesar 5,3% (kisaran: 1,8-7,2%). Kabupaten Lombok Barat menempati urutan ketiga yaitu 5,7% setelah Lombok Tengah (7,2%) dan Dompu (6,6%). Kondisi tersebut termasuk tinggi dibandingkan dengan prevalensi penyakit asma secara nasional yang sebesar 3,5%. Pada penyakit asma, ditemukan prevalensi meningkat seiring dengan umur, tinggi pada kelompok yang tidak sekolah, perempuan lebih tinggi prevalensinya dibandingkan laki-laki, dan lebih banyak di desa daripada di kota.3 Pada tahun 2009, asma menempati urutan ke 9 dari 10 penyakit terbanyak di NTB sebanyak 45.867 kasus.4

Penyakit asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi penderita dapat sembuh dalam arti asmanya terkontrol. Bila tidak, akan mengganggu kualitas hidup penderita yang menyebabkan kehilangan waktu sekolah dan kehilangan jam kerja. Disamping itu penderita harus mampu meminimalkan faktor-faktor pemicu penyakit tersebut seperti keadaan

(3)

3 lingkungan dimana kita berada dan perilaku.2 Polusi udara dan kurangnya kebersihan lingkungan yang terdapat di kota-kota besar bahkan termasuk kota pinggiran menjadi faktor penyebab yang sangat dominan meningkatkan serangan asma di Indonesia. Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat di perkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita asma di Indonesia yang hingga sampai saat ini belum terpecahkan. Tingginya angka kematian akibat asma banyak disebabkan oleh kontrol asma yang buruk serta sikap pasien dan dokter yang sering kali meremehkan tingkat keparahan. Padahal asma yang tidak terkontrol dapat membatasi kualitas hidup secara drastis dan kesejahteraan penderita beserta anggota keluarganya. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa.5

Mengingat hal tersebut pengelolaan asma yang terbaik haruslah dilakukan pada saat dini dengan berbagai tindakan pencegahan agar penderita tidak mengalami serangan. Pada saat ini, hal tersebut masih jauh dari kenyataan. Pada akhir-akhir ini dilaporkan adanya peningkatan prevalensi morbiditas dan mortalitas asma di seluruh dunia terutama didaerah perkotaan dan industri. Prevalensi yang tinggi ini menunjukkan bahwa pengelolaan asma belum berhasil. Berbagai faktor menjadi sebab dari keadaan ini yaitu adanya kekurangan dalam hal pengetahuan tentang asma, kelaziman melakukan diagnosis yang lengkap atau evaluasi sebelum terapi, sistematika dan pelaksanaan pengelolaan, upaya pencegahan dan penyuluhan.6

Dari hal-hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan pengendalian asma. Dalam hal ini, puskesmas sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan masyarakat primer yang bertanggung jawab terhadap kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat memiliki peranan yang sangat penting demi tercapainya tujuan tersebut. Terkait hal tersebut, salah satu program dari puskesmas untuk meningkatkan upaya kesehatan masyarakat yaitu upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular salah satunya adalah asma. Penyakit asma di Puskesmas Narmada masih termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Narmada tahun 2012. Hal ini tentu saja dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat Narmada. Laporan berikut ini akan membahas mengenai salah satu kasus asma yang terjadi di wilayah Puskesmas Narmada.

(4)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Penyakit Asma di Puskesmas Narmada

Berdasarkan Data Jumlah Kasus di Puskesmas, pada tahun 2012, penyakit asma merupakan penyakit yang termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Narmada tahun 2012.

Tabel 1. Data 10 Penyakit Terbanyak (Rawat Jalan dan Rawat Inap) Puskesmas Narmada Bulan Januari-Desember 2012. 7

No Nama Penyakit Jumlah

1. ISPA 7589

2. Gastritis 3170

3. Penyakit otot dan jaringan sendi 3027

4. Hipertensi 2521

5. Penyakit kulit infeksi 1794

6. Asma 1673

7. Demam sebab lain 1494

8. Penyakit kulit alergi 1227

9. Diare 1203

10. Kecelakaan dan rudapaksa 628

Sumber : Data Rekapan SP2TP-LB1 Puskesmas Narmada 2012.

Dari data penderita asma tahun 2012 di Puskesmas Narmada, terbanyak ditemukan pada usia 45-54 tahun sebanyak 480 kasus (28,6%), diikuti usia 20-40 tahun sebanyak 440 kasus (26,3%), dan usia 60-69 tahun sebanyak 328 kasus (19,6%). Sedangkan untuk penderita asma usia ≤14 tahun sebanyak 90 kasus (5,3%). Hal ini menunjukkan jumlah penderita asma anak di wilayah Puskesmas Narmada juga cukup tinggi. Penelitian prevalens asma anak di beberapa kota besar di Indonesia mendapatkan hasil yang bervariasi mulai dari 2,1% hingga 22,2%. 1 Prevalensi asma di Indonesia tahun 2002, dilaporkan oleh Kartasasmita di Bandung dari 2678 anak, kelompok usia 6-7 tahun 3,0%, dan dari 2836 anak kelompok usia 13-14 tahun 5,2%. Rahajoe di Jakarta melaporkan kelompok usia 13-14 tahun sebanyak 1296 orang didapati prevalensi 6,7%.8

(5)

5 Selama 3 tahun terakhir angka kejadian asma di Puskesmas Narmada dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Gambar 1. Data Jumlah Penderita Asma (Rawat Inap dan Rawat Jalan) di Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012 7,9,10

Sumber: Data Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012

Dari tabel tersebut terjadi peningkatan kejadian asma pada tahun 2011 sebanyak 968 kasus menjadi 1673 kasus pada tahun 2012. Berdasarkan pencatatan kasus baru pada tahun 2012, didapatkan jumlah kasus asma sebanyak 17 kasus, dimana jumlah penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.11

Penyakit asma juga merupakan 10 Penyakit terbanyak di ruang rawat inap dan UGD Puskesmas Narmada. Jumlahnya dapat dilihat pada tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Data Jumlah Penderita Asma di Ruang Rawat Inap Puskesmas Narmada Bulan Januari-Desember Tahun 2010-2012 12,13,14

No Tahun Jumlah

1. 2010 24

2. 2011 36

3. 2012 26

Sumber : Data Rawat Inap Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012

2010 2011 2012

Jumlah Penderita Asma di

Puskesmas Narmada 2177 968 1673 0 500 1000 1500 2000 2500 Ju m lah P en d er ita

Tabel 2. Data Jumlah Penderita Asma di

Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012

(6)

6 Tabel 3. Data Jumlah Penderita Asma di UGD Puskesmas Narmada Bulan Januari-Desember Tahun 2010-2012 15,16,17

No. Tahun Jumlah

1. 2010 341

2. 2011 442

3. 2012 595

Sumber: Data UGD Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012

2.2. Konsep Penyakit Asma 2.2.1. Definisi Asma

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.18

Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian.18

2.2.2. Faktor Risiko Asma

Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan faktor lingkungan. 18,19,20

1. Faktor genetik a. Hipereaktivitas

Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan b. Atopi/alergi bronkus

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah satu atopi. Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua asmatisk.

(7)

7 Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan bapak. Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu rumah.

c. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik d. Jenis Kelamin

Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.

Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan semakin sempitnya saluran pernapasan, peningkatan pita suara, dan mungkin terjadi peningkatan IgE pada laki-laki yang cenderung membatasi respon bernapas.

Didukung oleh adanya hipotesis dari observasi yang menunjukkan tidak ada perbedaan ratio diameter saluran udara laki-laki dan perempuan setelah berumur 10 tahun, mungkin disebabkan perubahan ukuran rongga dada yang terjadi pada masa puber laki-laki dan tidak pada perempuan.

e. Ras/etnik

Ras kulit hitam menpunyai prevalensi lebih tinggi untuk terjadi asma dibandingkan dengan ras kulit putih di Amerika Serikat, namun hal ini juga dicetuskan oleh kondisi dari sosioekonomi, paparan terhadap alergen serta faktor-faktor diet, dan tidak hanya karena ras/etnik saja.

2. Faktor lingkungan

a. Alergen inhalan, yaitu sesuatu yang masuk melalui saluran pernapasan, terdiri dari :

- Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll)

- Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)

Asma bronkiale disebabkan oleh masuknya suatu alergen misalnya tungau debu rumah yang masuk ke dalam saluran nafas seseorang sehingga merangsang terjadinya reaksi hipersentitivitas tipe I. Tungau debu rumah ukurannya 0,1 - 0,3 mm dan lebar 0,2 mm, terdapat di tempat-tempat atau benda-benda yang banyak mengandung debu. Misalnya debu yang berasal dari karpet dan jok kursi,

(8)

8 terutama yang berbulu tebal dan lama tidak dibersihkan, juga dari tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian lama.

Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama dari burung dan hewan menyusui.

b. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur)

Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti tomat, strawberry, mangga, durian berperan menjadi penyebab asma. Makanan produk industri dengan pewarna buatan (misal: tartazine), pengawet (metabisulfit), vetsin (monosodum glutamat-MSG) juga bisa memicu asma. Penderita asma berisiko mengalami reaksi anafilaksis akibat alergi makanan fatal yang dapat mengancam jiwa. Makanan yang terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut adalah kacang, ikan laut dan telor. Alergi makanan seringkali tidak terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma meskipun penelitian membuktikan alergi makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada 2%-5% anak dengan asma.

c. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β bloker dll) d. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain) e. Ekpresi emosi berlebih/stress

Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

f. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif

Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.

(9)

9 Pada perokok pasif, sisi aliran asap yang terbakar lebih panas dan lebih toksik dari pada asap yang dihirup perokok, terutama dalam mengiritasi mukosa jalan nafas. Paparan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya gejala penyakit saluran nafas bawah (batuk, lendir dan mengi) dan naiknya risiko asma dan serangan asma. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya asma meningkat pada anak yang terpapar sebagai perokok pasif

g. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan

Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus, bakteri, jamur), formadehyde, volatile organic coumpounds (VOC), combustion

products (CO1, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok dan asap

dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan serangga, cat, pembersih, kosmetik, Hairspray, deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan dan pengencer (solvent) seperti thinner.

Sumber formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi, furnitur, karpet. Paparan polutan formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel debu, khususnya respilable dust disamping menyebabkan ketidak nyamanan juga dapat menyebabkan reaksi peradangan paru.

h. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas tertentu

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut

i. Perubahan cuaca.

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

j. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di

(10)

10 laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

k. Sosioekonomi

l. Infeksi pernapasan (virus)

Interaksi faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan pada pasien asma dipikirkan melalui kemungkinan: 21

 pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma,

 baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma.

Gambar 2. Interaksi faktor genetik dan lingkungan pada pasien asma 21

2.2.3. Patofisiologi dan Mekanisme terjadinya Asma

Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus. 18

(11)

11 Gambar 3. Mekanisme dasar kelainan asma21

Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus ini dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik. 18

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma dini (early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR). Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi sub-akut atau kronik. Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lain yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil, platelet, limfosit dan monosit. 18

Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma: 18

1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya. 2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma.

(12)

12 (enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan hiperreaktivitas bronkus.

3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma (mengi)

Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta pajanan asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian β2 agonis.18

Sedangkan pencetus: Semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin. Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut: 18

Gambar 4. Mekanisme terjadinya asma. 18

Gambar 5. Patofisiologi asma. 19 Faktor genetik

Faktor lingkungan

Sensitisasi

inflamasi Gejala Asma

Pemicu (inducer) Pemacu (enhancer) Pencetus (trigger)

(13)

13 2.2.4. Diagnosis

A. Anamnesis

Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia, disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu ke dokter. 21

Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik. 21

Riwayat penyakit / gejala : 21

 Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan  Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak  Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari

 Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu  Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit : 21  Riwayat keluarga (atopi)

 Riwayat alergi / atopi

 Penyakit lain yang memberatkan

 Perkembangan penyakit dan pengobatan B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya kelainan. Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling sering ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi diluar serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.21

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma: 21  Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer

 Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter  Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)

(14)

14  Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.

Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.  Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain asma.

2.2.5. Klasifikasi

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.18

Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut). 1. Asma saat tanpa serangan

Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel 1)

Tabel 4. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa18

Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru

Intermitten Bulanan APE≥80%

- Gejala<1x/minggu. - Tanpa gejala diluar

serangan.

- Serangan singkat.

≤ 2 kali sebulan - VEP1≥80% nilai prediksi APE≥80%

nilai terbaik.

- Variabiliti APE<20%.

Persisten ringan Mingguan APE>80%

- Gejala>1x/minggu tetapi<1x/hari.

- Serangan dapat mengganggu aktifiti dan tidur

>2 kali sebulan - VEP1≥80% nilai prediksi APE≥80% nilai terbaik. - Variabiliti APE 20-30%.

Persisten sedang Harian APE 60-80%

(15)

15 - Serangan mengganggu aktifiti dan tidur. - Membutuhkan bronkodilator setiap hari. prediksi APE 60-80% nilai terbaik. - Variabiliti APE>30%.

Persisten berat Kontinyu APE 60≤%

- Gejala terus menerus - Sering kambuh - Aktifiti fisik terbatas

Sering - VEP1≤60% nilai prediksi APE≤60% nilai terbaik - Variabiliti APE>30%

2. Asma saat serangan

Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global

Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan

gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat. 18

Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten beratdapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian. 18

2.2.6. Tatalaksana Pasien Asma

Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol). 18

Tujuan :

 Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;  Mencegah eksaserbasi akut;

 Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin;  Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;

(16)

16  Menghindari efek samping obat;

 Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel;  Mencegah kematian karena asma.

 Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi genetiknya.

Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara dokter dan pasien sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta apabila adanya komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau pernyataan pasien, ini merupakan kunci keberhasilan pengobatan.18

Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen : 21 1. Edukasi

2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala 3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang 5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

6. Kontrol secara teratur 7. Pola hidup sehat

Ketujuh hal tersebut di atas, juga disampaikan kepada penderita dengan bahasa yang mudah dan dikenal (dalam edukasi) dengan “7 langkah mengatasi asma”, yaitu : 21

1. Mengenal seluk beluk asma 2. Menentukan klasifikasi

3. Mengenali dan menghindari pencetus 4. Merencanakan pengobatan jangka panjang 5. Mengatasi serangan asma dengan tepat 6. Memeriksakan diri dengan teratur 7. Menjaga kebugaran dan olahraga

Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan asma akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang.

1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)

Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh pasien. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat. 18

(17)

17 Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :

bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)  kortikosteroid sistemik

2. Penatalaksanaan asma jangka panjang

Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma.

Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: a) Edukasi; b) Obat asma (pengontrol dan pelega); dan c) Menjaga kebugaran . 18

a. Edukasi

Edukasi yang diberikan mencakup :

 Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan  Mengenali gejala serangan asma secara dini

 Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya

 Mengenali dan menghindari faktor pencetus  Kontrol teratur

b. Obat asma

Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. 21 i. Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol : 21

 Kortikosteroid inhalasi  Kortikosteroid sistemik  Sodium kromoglikat  Nedokromil sodium  Metilsantin

 Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi  Agonis beta-2 kerja lama, oral  Leukotrien modifiers

(18)

18 ii. Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. 21

Termasuk pelega adalah : 21  Agonis beta2 kerja singkat

 Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).  Antikolinergik

 Aminofillin  Adrenalin

c. Meningkatkan kebugaran fisis

Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum, menambah rasa percaya diri dan meningkatkan ketahanan tubuh. Walaupun terdapat salah satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah exercise (exercise-induced asthma/ EIA), akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Bila dikhawatirkan terjadi serangan asma akibat olahraga, maka dianjurkan menggunakan beta2-agonis sebelum melakukan olahraga. 21

Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan penanganan asma, yaitu asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol (tabel 5).

Tabel 5. Ciri-ciri Tingkatan Asma 18

Tingkatan Asma Terkontrol

Karakteristik Terkontrol Terkonrol

Sebagian

Tidak Terkonrol Gejala harian Tidak ada (dua kali

atau kurang perminggu)

Lebih dari dua kali seminggu

Tiga atau lebih gejala dalam kategori Asma Terkontrol Sebagian, muncul sewaktu – waktu dalam seminggu

Pembatasan aktivitas

Tidak ada Sewaktu-waktu dalam seminggu

(19)

19 Gejala

nokturnal/gangguan tidur (terbangun)

Tidak ada Sewaktu – waktu dalam seminggu

Kebutuhan akan reliever atau terapi rescue

Tidak ada (dua kali atau kurang dalam seminggu)

Lebih dari dua kali seminggu

Fungsi Paru (PEF atau

FEV1*)

Normal < 80% (perkiraan atau dari kondisi terbaik bila diukur)

Eksaserbasi Tidak ada Sekali atau lebih dalm setahun**)

Sekali dalam seminggu***)

Keterangan : *)

Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun **)

Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apkah benar-benar adekwat

***)

Suatu eksaserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma tak terkontrol 2.2.7. Prognosis

Informasi yang adekuat terhadap pasien mengenai pencegahan penyakit dapat memberikan prognosis yang baik, terutama bila penyakitnya ringan dan berkembang pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang tetap memiliki asma dalam 7-10 tahun setelah didiagnosis pertama bervariasi dari 26-78%, atau rata-rata 46%, presentase pasien yang asmanya berlanjut menjadi asma dengan derajat berat hanya 6-19%. Remisi spontan terjadi pada sekitar 20% pasien asma setelah dewasa, dan sebanyak 40% mengalami perbaikan derajat asma seiring dengan pertambahan umur. Pasien asma dengan stimulus komorbid seperti merokok, dilaporkan mengalami perubahan fungsi paru yang ireversibel. 22

2.2.8. Pencegahan

Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:18

1. Pencegahan primer 2. Pencegahan sekunder

(20)

20 3. Pencegahan tersier

Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma (orangtua asma), dengan cara : 18

 Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/anak

 Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin

 Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan  Diet hipoalergenik ibu menyusui

Pencegahan sekunder mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma. Studi terbaru mengenai pemberian antihitamin H-1 dalam menurunkan onset mengi pada penderita anak dermatitis atopik. Studi lain yang sedang berlangsung, mengenai peran imunoterapi dengan alergen spesifik untuk menurunkan onset asma. 21

Pengamatan pada asma kerja menunjukkan bahwa menghentikan pajanan alergen sedini mungkin pada penderita yang sudah terlanjur tersensitisasi dan sudah dengan gejala asma, adalah lebih menghasilkan pengurangan /resolusi total dari gejala daripada jika pajanan terus berlangsung. 21

Pencegahan Tersier. Sudah asma tetapi mencegah terjadinya serangan yang dapat ditimbulkan oleh berbagai jenis pencetus. Sehingga menghindari pajanan pencetus akan memperbaiki kondisi asma dan menurunkan kebutuhan medikasi/ obat. 21

(21)

21 BAB III LAPORAN KASUS 3.1. IDENTITAS PASIEN Nama : Aq. S Umur : 38 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Dasan Tereng, Narmada

Suku : Sasak

Agama : Islam

Waktu Pemeriksaan : 28 Januari 2013

3.2. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Sesak nafas Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Puskesmas Narmada dengan keluhan sering sesak nafas. Pasien mengaku sesak sering dirasakan ketika malam hari dan pagi hari ketika cuaca dingin dan ketika pasien kelelahan. Pasien mengaku saat sesak sering disertai dengan suara nafas berbunyi ngik-ngik (mengi). Pasien merasakan nafas terasa berat. Pasien menyangkal dada terasa panas. Sesak tidak dipengaruhi oleh posisi. Pasien mengaku sering mengalami hal serupa sejak pasien masih muda dan dirasa bertambah berat akhir-akhir ini. Pasien juga mengeluh batuk berdahak bersamaan dengan sesak, dahak berwarna putih, darah (-). Nyeri ulu hati (-), demam (-). Pilek (-). Pasien mengaku dalam seminggu, dapat mengalami sesak ≥ 1 kali, dan dalam sebulan dapat mengalami ≥ 3 kali sesak pada malam hari.

Saat pasien mengalami sesak, pasien merasa lebih nyaman duduk dibandingkan berbaring dan masih dapat berbicara. Menurut pasien aktivitas sehari-harinya tidak terganggu bila hanya serangan ringan. Tetapi bila serangan cukup berat, membuat pasien tidak bisa beraktivitas dan bekerja. Pasien mengaku dalam sebulan ini ia sudah mengalami 2 kali serangan sesak, dan sesak yang dialami saat pasien datang ini membuat pasien tidak dapat bekerja. Pasien mengaku pernah dilakukan pemeriksaan pada dahaknya dan hasilnya dikatakan negatif oleh petugas Puskesmas.

Riwayat Penyakit Dahulu :

(22)

22 Riwayat Penyakit Keluarga :

Pasien mengaku ayahnya memiliki penyakit sering sesak nafas. Saat ini tidak ada anak pasien yang sering mengalami sesak, sering pilek di pagi hari, ataupun gatal-gatal setelah mengkonsumsi makanan tertentu.

Riwayat Pengobatan:

 Pasien mengaku tidak meminum obat-obatan lain selain obat asma yang diberikan.  Pasien mengaku pernah beberapa kali mengalami sesak nafas yang berat yang

membuat pasien harus ke IGD dan dilakukan nebulisasi.

 Pasien mengaku tidak teratur meminum obat yang diberikan dokter di Puskesmas.  Pasien pernah dirujuk ke RSUP NTB tahun lalu dan disana dilakukan foto dada.

Pasien mengaku dokter di Rumah Sakit mengatakan hasil foto dadanya normal dan ia dikatakan menderita asma.

Ikhtisar Keluarga: Keterangan: : Laki-laki : Perempuan : Pasien

Pasien tinggal di rumah di Dasan Tereng, Narmada. Anggota keluarga pasien dapat dilihat pada skema di atas.

Riwayat Lingkungan, Sosial, Ekonomi

Pasien tinggal bersama istri dan kelima anaknya. Pasien bekerja sebagai tukang ojek dan istri pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang kadang-kadang bekerja sebagai buruh di pasar. Penghasilan keluarga perbulan sekitar Rp 1.200.000- 1.500.000.

Anak I 1,5 th

Anak II 4 th

Aq. S Istri Aq. S

Anak III 5,5 th Anak IV 8 th Anak V 14 th

(23)

23 Pasien tinggal dirumah pribadi yang berukuran ± 7 m x 4,5 m yang terdiri atas dan dua buah ruangan dan teras. Lokasi rumah terletak ± 5 m dari jalan raya. Batas rumah pasien di sebelah selatan adalahpekarangan rumah tangga, sebelah utara adalah kebun, sedangkan di sebelah timur rumah pasien berbatasan dengan jalan raya, sebelah barat berbatasan dengan kebun. Keluarga pasien tidak memelihara hewan peliharaan. Keluarga pasien menanam beberapa jenis sayur-sayuran di halaman rumahnya.

Rumah beratap seng, tidak memiliki flavon, berdinding beton dan berlantai semen dan memiliki ventilasi. Pencahayaan rumah pasien kurang baik, karena sinar matahari masuk ke dalam rumah hanya melalui kaca jendela dan pintu depan, sehingga rumah pasien kesannya gelap pada siang hari. Sedangkan pencahayaan rumah pada malam hari mengandalkan pencahayaan listrik.

Ruang pertama adalah kamar tidur pasien beserta istri dan dua orang anaknya yang paling kecil, berukuran 2,5 m x 3 m. Pasien tidak memiliki kasur dan tidur menggunakan karpet yang jarang dibersihkan. Kamar kedua digunakan sebagai ruang keluarga merangkap kamar tidur untuk tiga orang anaknya, berukuran 3,5 m x 3 m. Selain itu, digunakan juga untuk tempat menaruh perabotan dapur. Di masing-masing kamar terdapat 2 buah jendela yang berukuran 1 m x 0,5 m dan pasien mengaku jendela tersebut jarang dibuka. Ventilasi dan pencahayaan yang terdapat pada masing-masing ruangan kurang baik.

Di bagian depan kedua kamar tersebut terdapat teras yang juga merupakan dapur. Untuk memasak sehari – hari istri pasien melakukannya diluar rumah. Sehari-hari istri pasien memasak dengan menggunakan kompor minyak tanah dan sesekali menggunakan kayu bakar yang terdapat di halaman rumah pasien. Menu sehari-hari pasien biasanya terdiri dari nasi putih, lauk seadanya (tempe, tahu, telur/ ikan/ayam), sayur, dan memakai bumbu penyedap.

Sumber air bersih didapatkan dari sumur yang berada sekitar ± 2 m dari rumah pasien. Untuk keperluan minum, biasanya air sumur dimasak lebih dulu sampai mendidih. Penilaian air minum secara fisik: kualitas air jernih, tidak berwarna, tidak berbau. Pasien mengaku melakukan sering melakukan kaporitisasi pada air sumurnya. Kebutuhan memasak dan mandi dan mencuci juga berasal dari air sumur.

Rumah pasien ini tidak dilengkapi dengan fasilitas MCK, jadi sehari-hari pasien dan keluarga mandi dan buang air di sungai yang terletak sekitar ± 10 m dari rumah pasien. Kebiasaan mandi keluarga ini 2 kali sehari dengan sabun mandi batang dan 2 kali gosok gigi dengan pasta gigi. Apabila sakit yang dialami sampai mengganggu aktivitas, pasien dan keluarganya pergi berobat ke Puskesmas.

(24)

24 Sampah di kumpulkan di samping rumah kemudian diangkut ke tempat lain. Air kotor dialirkan ke selokan yang bermuara di halaman depan berjarak 5 meter di samping rumahnya. Riwayat merokok disangkal pasien. Riwayat minum-minuman beralkohol disangkal pasien.

Denah rumah Pasien:

Riwayat Pekerjaan

Pasien bekerja sebagai tukang ojek yang sudah ditekuni pasien selama 8 tahun terakhir. Pasien mengaku sering pergi mengantar pelanggan pada pagi hari. Pasien tidak pernah menggunakan masker saat berkendara. Waktu kerja pasien tidak menentu, tetapi biasanya pasien mulai bekerja dari pukul 08.00-17.00 WITA.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK (28 Januari 2013)  Status Present :

o Keadaan umum : sedang

o Kesadaran : Compos mentis

o GCS : E4V5M6

Vital sign:

o Tensi : 110/60 mmHg

o Nadi : 80 kali/menit, irama teratur, kuat angkat o Pernapasan : 26 kali/menit o Suhu : 36,5 oC Kamar II Kamar I Teras Dapur Sumur Jendela Jendela Pintu Pintu

(25)

25  Status Generalis :

o Kepala :

- Ekspresi wajah : normal. - Bentuk dan ukuran : normal. - Rambut : normal.

- Edema (-); malar rash (-); parese N VII (-); eritema (-); nyeri tekan kepala. (-)

o Mata :

- Simetris; alis normal; exopthalmus (-/-); ptosis (-/-); nystagmus (-/-); strabismus (-/-); edema palpebra (-/-); konjungtiva : anemis (-/-), hiperemia (-/-); sclera : ikterus (-/-), hiperemia (-/-), pterigium (-/-); pupil : isokor, bulat, refleks cahaya (+/+); kornea : normal; lensa : normal, katarak (-/-). o Telinga :

- Bentuk : normal; lubang telinga : normal, sekret (-/-); nyeri tekan (-/-) - Pendengaran : normal pada kedua telinga.

o Hidung :

- Simetris, deviasi septum (-); napas cuping hidung (-); perdarahan (-), sekret (-).

- Penciuman normal. o Mulut :

- Simetris; bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-); gusi : hiperemia (-), perdarahan (-); lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-); gigi : karang gigi (+), caries (-); mukosa : normal.

- Faring dan laring : tidak dapat dievaluasi. o Leher :

- Kaku kuduk (-); scrofuloderma (-); pembesaran KGB (-) - Trakea : tidak ada deviasi; JVP : tidak meningkat

- Otot bantu nafas SCM aktif (+), hipertrofi (+) - Pembesaran tiroid (-)

o Thorax : Pulmo :

1. Inspeksi :

(26)

26 - Pergerakan dinding dada tampak sedikit tertinggal di kanan

- Permukaan dinding dada: hiperpigmentasi (-), spidernevi (-), vena kolateral (-)

- Penggunaan otot bantu nafas (+)

- Fossa supraklavikula dan infraklavikula cekung, Fossa jugularis simetris, deviasi trakea (-), Sela iga simetris

- Tipe pernapasan torakoabdominal 2. Palpasi

- Pergerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal - Fremitus raba simetris (+/+)

- Deviasi trakea (-) - Nyeri tekan (-) 3. Perkusi :

- Sonor ( +/+)

- Batas paru hepar : sde - Nyeri ketok (-) 4. Auskultasi :

vesikuler (+ /+), ronchi (-/-), wheezing (+/+), egofoni (-). Cor :

1. Inspeksi : Iktus kordis tampak pada ICS V 2. Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V

3. Perkusi : batas kanan jantung : ICS II linea parasternalis dextra batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra 4. Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

o Abdomen : - Inspeksi :

- Bentuk: distensi (-) - Umbilicus: masuk merata

- Permukaan kulit : sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), vena kolateral (-), caput meducae (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-)

- Auskultasi : BU (+) N, metallic sound (-), bising aorta (-)

- Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), hepar/lien/renal : tidak teraba - Perkusi : timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)

(27)

27 o Extremitas :

- Hangat (+); edema (-); feformitas (-); tremor (-); clubbing finger (-); sianosis (-); petechie (-); dissuse atrofi (-)

o Genitourinaria : tidak dievaluasi

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG : -

3.5. DIAGNOSIS KERJA

Asma Bronkiale Persisten Ringan

3.6. PENATALAKSANAAN

Terapi gawat darurat: nebulisasi dengan ®Combivent (agonis β2 dan ipratropium bromida).

Terapi rawat jalan:

 Salbutamol tab 3x2 mg  Ambroxol tab 3x30 mg  Prednison tab 3x5 mg  Vitamin B Complex 2x1 3.7. PROGNOSIS Dubia ad Bonam 3.8. KIE

KIE yang dapat diberikan pada pasien dan keluarganya berupa:

1. Seluk beluk asma. Selain itu penting memahami sifat-sifat dari penyakit asma:  Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.

 Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena faktor tertentu bisa kambuh lagi.

 Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan pengobatan jangka panjang secara teratur.

2. Membantu pasien mengenali intensitas dan frekuensi gejala guna menentukan klasifikasi asma yang dialami dan untuk memonitor asma sendiri.

(28)

28  Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kecoa, kucing, jamur dll).

Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:

Mengganti alas tidur karpet dengan kasur busa, mencuci sarung bantal, selimut setiap 2 minggu, mengatur barang di dalam kamar dengan rapi, barang-barang yang jarang dipakai (seperti baju bekas, mainan, buku, dll) diatur dengan rapi di luar kamar, lantai di pel setiap hari, membersihkan langit-langit kamar, membersihkan kamar setiap hari, barang-barang di dalam kamar seperti tv, radio, dan kipas angin dibersihkan, jendela harus sering dibuka agar ruangan tidak menjadi lembab.

 Alergen diluar ruangan (tepung sari bunga, jamur, binatang). Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:

Tidak memelihara binatang yang memiliki bulu lebat dan mudah rontak serta berusaha menghindari kontak dengan binatang tersebut, membersihkan halaman dari rumput-rumput liar.

 Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur). Hindari memakan makanan instan, makanan yang tampak mencolok warnanya, makanan laut, telur dan makanan-makanan yang terbuat dari telur.

 Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β bloker dll). Mencoba mengenali apakah setelah meminum obat pereda nyeri, pasien mengalami serangan.

 Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain). Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:

Menghindari memakai parfum terutama yang berbau tajam, semprotan nyamuk ataupun pengharum ruangan.

 Ekpresi emosi berlebih/stress. Hindari stress yang berlebihan dan mencoba untuk manajemen emosi dan banyak bersyukur.

 Asap rokok dari perokok aktif dan pasif. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:

Tidak mencoba untuk merokok, tidak berada di dekat orang yang merokok.  Polusi udara di luar dan di dalam ruangan.Upaya yang dapat dilakukan untuk

(29)

29 Tidak berada di dekat orang yang memasak, terutama jika menggunakan kayu bakar, mengganti sepenuhnya penggunaan kayu bakar dengan kompor, menghindari bau makanan yang merangsang (tumisan), menggunakan masker/penutup hidung jika sedang berkendara/bekerja.

 Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas tertentu. Hindari aktiftas berlebihan atau bekerja berlebihan.

 Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:

memakai masker guna melindungi dari hawa lembab dan debu.

 Lingkungan kerja. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari serangan di lingkungan kerja: memakai masker/penutup hidung saat bekerja, memakai jaket, dan selalu membawa obat asma saat bekerja.

 Infeksi saluran pernapasan. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya: menjaga kebugaran, tidak berada di dekat orang yang flu, segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk dan pilek.

 Selain itu, perlu juga diberikan edukasi mengenai pembuatan jamban sehingga maslah kesehatan lain juga dapat dicegah.

4. Merencanakan pengobatan jangka panjang, dengan pemberian obat-obatan pengontrol dan pelega serta meminum obat-obatan tersebut secara teratur.

5. Mengatasi serangan asma dengan tepat dengan mengenal tanda serangan akut (bertambahnya gejala batuk, sesak, dan mengi) dan tanda perburukan asma (peningkatan asma malam, kebutuhan obat meningkat, aktivitas menurun).

6. Memeriksakan diri dengan teratur guna memonitoring perkembangan penyakit. Deteksi dini pada keluarga penderita asma juga perlu dilakukan, sehingga apabila ada anggota keluarga yang memiliki gejala serupa, dianjurkan untuk segera berobat ke puskesmas.

(30)

30 3.9. DETERMINAN MASALAH KESEHATAN

SERANGAN ASMA

LINGKUNGAN

PERILAKU

PELAYANAN

KESEHATAN

 Alergen di dalam dan di luar rumah  Perubahan cuaca  Sering terpapar polusi udara  Kurangnya upaya sosialisasi pengendalian asma

 Kurangnya kerja sama tenaga kesehatan dengan pasien

 Kurangnya kesadaran menjaga kebersihan rumah dan lingkungan  Tidur beralaskan karpet  Tidak memakai masker

saat bekerja

 Faktor makanan (bahan pengawet dan makanan berwarna)

 Tidak teratur minum obat

GENETIK

Faktor genetik dari

(31)

31 BAB IV

PENELUSURAN KASUS

4.1. Dasar Pemilihan Kasus

Penyakit asma semula dianggap bukan masalah serius di Indonesia. Namun, angka morbiditas dan mortalitasnya terus meningkat baik di dunia maupun di Indonesia maka penanganan penyakit ini perlu mendapat perhatian serius. Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004 memperlihatkan asma masih menempati urutan ke 3 dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia dan prevalens penyakit asma berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 4%. 2

Pada Laporan Hasil Riskesdas NTB 2007, prevalensi penyakit asma di provinsi NTB sebesar 5,3% (kisaran: 1,8-7,2%) dimana Kabupaten Lombok Barat menempati urutan ketiga yaitu sebesar 5,7%. Kondisi tersebut termasuk tinggi dibandingkan dengan prevalensi penyakit asma secara nasional yang sebesar 3,5%. Pada hasil Riskesdas tersebut, ditemukan juga prevalensi asma tinggi pada kelompok yang tidak sekolah dan ditemukan lebih banyak di desa dibandingkan di kota.3

Asma termasuk dalam 10 penyakit terbanyak dalam kunjungan ke Puskesmas Narmada. Pada tahun 2012, asma menempati peringkat ke-6 dalam kunjungan ke Puskesmas Narmada sebanyak 1673 kasus, sedangkan asma juga termasuk dalam 10 penyakit terbanyak kunjungan UGD dan rawat inap.

Penyakit asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi penderita dapat sembuh dalam arti asmanya terkontrol. Bila tidak, akan mengganggu kualitas hidup penderita yang menyebabkan kehilangan waktu sekolah dan kehilangan jam kerja. Disamping itu penderita harus mampu meminimalkan faktor-faktor pemicu penyakit tersebut seperti keadaan lingkungan dimana kita berada dan perilaku.

Sementara di Indonesia faktor pemicu asma baik di desa maupun di kota masih sangat tinggi antara lain dari asap kebakaran hutan, asap kendaraan bermotor dan asap atau debu industri. Disamping itu perilaku merokok, pemakaian bahan kimia (obat anti nyamuk, parfum dll) dan menjamurnya makanan produk massal industri yang mengandung pewarna, pengawet dan vetsin (MSG) memberi kontribusi yang bermakna pada penyakit ini.2 Oleh karen itu, pengetahuan tentang penyakit asma perlu diketahui masyarakat umum, sehingga ikut membantu untuk meminimalisasi faktor pencetus asma bagi penderitanya. Terapi

(32)

32 pencegahan yang teratur adalah kunci untuk mengontrol asma. Meski asma merupakan penyakit kronik dan seumur hidup butuh perawatan rutin untuk dapat hidup normal dan aktif. Penatalaksanaan asma yang tepat, termasuk kerja sama antara perawat dan pasien serta keluarganya, terbukti dapat memberikan hasil yang baik dan tercapainya asma kontrol.

4.2. Dokumentasi Penelusuran Kasus

Gambar 1. Rumah pasien tampak depan (teras dan dapur)

Gambar 2. dapur

Gambar 3. Kamar tidur I

(33)

33 Gambar 5. Kamar tidur II dan ruang

keluarga Gambar 6. Jendela kamara tidur II

Gambar 7. Langit-langit kamar

Gambar 8. Pekarangan rumah

Gambar 9. Sumur

(34)

34 BAB V

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan asma bronkiale persisten ringan. Diagnosis ini ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik yang dilakukan saat pasien datang memeriksakan diri ke puskesmas. Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluh sesak nafas sejak muda yang sering dirasakan ketika malam hari dan pagi hari ketika cuaca dingin dan ketika pasien kelelahan. Pasien mengaku saat sesak sering disertai dengan suara nafas berbunyi ngik-ngik (mengi), disertai batuk. Dalam seminggu, dapat mengalami sesak ≥ 1 kali, dan dalam sebulan dapat mengalami ≥ 3 kali sesak pada malam hari. Jika serangan berat, pasien tidak bisa beraktivitas dan bekerja. Ayah pasien juga mengalami keluhan sesak seperti pasien.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan pernafasan 26x/menit, terlihat otot bantu pernafasan aktif dan terdengar adanya wheezing pada auskultasi kedua paru. Untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit TB ataupun penyakit paru lainnya, telah dilakukan pemeriksaan penunjang sebelumnya berupa sputum di Puskesmas dan rontgen thorax di Puskesmas dan hasilnya tidak ada kelainan.

Terapi pada pasien ini dilakukan pemberian obat pelega untuk mengatasi serangan akut berupa nebulisasi agonis β2 kerja singkat( albuterol) dan antikolinergik (ipratoprium bromide). Selain itu, berdasarkn Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia (2003) , penderita asma persisten ringan membutuhkan obat pengontrol setiap hari untuk mengontrol asmanya dan mencegah agar asmanya tidak bertambah berat. Obat pengontrol yang diberikan berupa kortikosteroid (prednison 3x5 mg), obat pelega yaitu agonis β2 kerja singkat (tablet salbutamol 3x2 mg), mukolitik dan sekretolitik (ambroxol 3x30 mg) untuk membantu mengeluarkan dahak, serta Vitamin B Complex 2x1.

Selain itu, diberikan KIE kepada pasien dan keluarganya mengenai seluk beluk asma, mengenali dan menghindari faktor pencetus, memeriksakan diri dengan teratur dan menjaga kebugaran.

Menurut teori H.L Bloom terdapat empat faktor yang mendasari munculnya suatu penyakit. Faktor tersebut antara lain: faktor genetik, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor perilaku. Mengacu pada teori tersebut kejadian asma pada pasien ini dapat di jabarkan antara lain :

1. Faktor genetik

Salah satu faktor internal dari terjadinya asma pada pasien dalam kasus ini adalah genetik. Resiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali

(35)

35 lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma. Dari kasus ini diketahui bahwa ayah dari pasien juga menderita penyakit asma.

2. Faktor Lingkungan

Lingkungan sebagai sumber alergen yang merupakan faktor pencetus asma. Dari hasil penelusuran dan identifikasi faktor pencetus, pada pasien ini terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya asma dilihat dari keadaan lingkungan pasien. Faktor alergen yang terdapat di dalam rumah, antara lain pasien tidur hanya beralaskan karpet, barang-barang di dalam kamar bertumpuk dan berantakan, lantai tidak dibersihkan setiap hari, pada langit-langit terdapat banyak debu dan sarang laba-laba yang tidak dibersihkan, barang-barang yang terdapat di dalam kamar jarang dibersihkan sehingga berdebu, serta rumah yang sempit dan padat. Di dalam kamar terdapat banyak barang yang bertumpuk dan berantakan sehingga menutupi sebagian jendela yang ada, menyebabkan cahaya yang masuk ke dalam rumah berkurang. Pencahayaan di dalam rumah yang kurang menyebabkan keadaan yang lembab di dalam rumah. Keadaan yang lembab menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme ataupun jamur yang dapat menjadi faktor pencetus terjadinya asma. Selain pencahayaan kurang, sirkulasi udara di dalam rumah juga tidak baik.

Alergen yang terdapat di luar rumah berupa asap kayu bakar, karena istri pasien juga kadang-kadang masih memasak menggunakan kayu bakar. Selain itu, pekerjaan pasien sebagai tukang ojek menyebabkan pasien sering terpapar polusi, debu dan hawa dingin. 3. Faktor perilaku

Faktor perilaku pasien yang menjadi pendukung terjadinya asma antara lain tidur di lantai yang hanya beralaskan karpet, tidak menggunakan masker/penutup hidung saat bekerja/berkendara, dan masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Selain itu, pasien cukup sering mengkonsumsi makanan dengan bumbu penyedap, pengawet, dan pewarna makanan. Pasien juga tidak teratur dalam mengkonsumsi obat-obatan asma. 4. Faktor Pelayanan Kesehatan

Kurangnya sosialisasi dari petugas kesehatan mengenai asma dan sifat-sifatnya, faktor pencetus asma dan cara mengendalikannya membuat pasien tidak mengetahui cara mencegah kekambuhan dan mengendalikan penyakitnya. Kerja sama pasien dengan petugas kesehatan untuk pengendalian asma juga belum maksimal. Selain pasien, keluarga pasien juga memiliki peranan penting dalam pengendalian asma pada pasien ini. Pada anggota keluarga dilakukan edukasi mengenai asma dan bagaimana pentingnya ikut

(36)

36 serta keluarga dalam menciptakan lingkungan yang lebih bersih sehingga faktor pencetus asma dapat dikontrol.

Pada pasien ini dilakukan pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya serangan yang dapat ditimbulkan oleh berbagai jenis pencetus tadi untuk memperbaiki kondisi asma dan menurunkan kebutuhan pasien terhadap obat. Yang dapat dilakukan yaitu memberikan informasi yang jelas kepada pasien dan keluarganya untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Pasien menerima diagnosis asma pada dirinya, percaya bahwa asmanya dapat bermasalah/berbahaya, dan ia beresiko untuk mendapatkan bahaya tersebut, sehingga pasien dan keluarganya mau merubah perilakunya untuk mengontrol faktor-faktor pencetus asmanya. Memotivasi pasien dan keluarganya untuk membersihkan dan merapikan rumah dan lingkungan sekitarnya, sering membuka jendela rumahnya, menyisihkan sebagian uangnya untuk membeli kasur busa, dan untuk sementara mengganti alas tidurnya dengan menggunakan tikar dari kayu/rotan untuk meminimalkan tungau dan debu yang banyak terdapat di karpet, menggunakan masker/penutup hidung saat pasien bekerja, tidak terlalu lelah dalam bekerja/beraktivitas, dan meminum obat asmanya secara teratur serta kontrol teratur. Selain itu, edukasi untuk menurunkan pajanan tersebut juga dapat menjadi pecegahan primer bagi anak-anak pasien yang belum menunjukkan gejala asma.

(37)

37 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 faktor utama yang mempengaruhi asma pada pasien ini adalah faktor genetik, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, dari faktor genetik yaitu terdapat presdisposisi genetik dari ayah pasien, faktor lingkungan yaitu rumah yang tidak sehat dan bersih menyebabkan tingginya paparan alergen

indoor maupun outdoor, faktor perilaku terkait minimnya upaya pencegahan dari terpapar

alergen atau pemicu munculnya serangan asma, dan tidak minum obat secara teratur, serta faktor yankes mengenai kurangnya sosialisasi penyakit dan hubungan kerja sama pasien dan tenaga kesehatan yang belum maksimal.

6.2. Saran

1. Untuk Pelayanan Kesehatan

a. Melakukan upaya penyuluhan atau KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) kepada masyarakat umum dan masyarakat yang beresiko asma mengenai asma secara menyeluruh agar dapat meningkatkan pengetahuan, motivasi dan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian asma. Dapat dilakukan penyuluhan perorangan atau penyuluhan kelompok yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas, kader kesehatan dan lain-lain seperti klinik konseling asma.

b. Menggalang kekuatan dengan berbagai lintas program, lintas sektor dan masyarakat dalam pengendalian asma.

c. Melakukan upaya penemuan dan tatalaksana kasus (termasuk deteksi dini) dan surveilans epidemiologi kasus (termasuk kematian dan faktor risiko) penyakit asma.

(38)

38 Daftar Pustaka

1. Ratnawati J. 2011. Epidemiologi Asma. J Respir Indones 31(4):172-5.

2. Sihombing M, Alwi Q, Nainggolan O. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Asma Pada Usia ≥10 Tahun di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2007). J Respir Indones, 30(2):85-91.

3. Depkes RI. 2008. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nusa Tenggara Barat 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

4. Dinkes Provinsi NTB. 2009. Buku Saku Profil Kesehatan Provinsi NTB Tahun 2009. Mataram: Dinas Kesehatan Provinsi NTB.

5. Fairawan, Sulfan. 2008. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Penyakit Asma Dengan Sikap Penderita Dalam Perawatan Asma Pada Pasien Rawat Jalan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

6. Harsono, Bambang Irawan, dkk. 2003. Peranan Magnesium Pada Asma. Cermin Dunia Kedokteran, 141 : 46-51.

7. Tim Penyusun. 2012. Data Rekapan SP2TP-LB1 Jenis Penyakit Januari-Desember 2012. Narmada: Puskesmas Narmada.

8. Matondang, dkk. 2009. Peran Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Pada Asma Anak. Sari Pediatri 10 (5): p. 314-319.

9. Tim Penyusun. 2011. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak Puskesmas Narmada Tahun 2010. Narmada: Puskesmas Narmada.

10. Tim Penyusun. 2012. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak Puskesmas Narmada Tahun 2011. Narmada: Puskesmas Narmada.

11. Tim Penyusun. 2013. Data Rekapan Surveilans Terpadu Penyakit Tidak Menular Berbasis Puskesmas (Kasus Baru) Januari-Desember 2012. Narmada: Puskesmas Narmada.

12. Tim Penyusun. 2011. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Narmada Tahun 2010. Narmada: Puskesmas Narmada.

13. Tim Penyusun. 2012. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Narmada Tahun 2011. Narmada: Puskesmas Narmada.

14. Tim Penyusun. 2013. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Narmada Tahun 2012. Narmada: Puskesmas Narmada.

(39)

39 15. Tim Penyusun. 2011. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak UGD Puskesmas

Narmada Tahun 2010. Narmada: Puskesmas Narmada.

16. Tim Penyusun. 2012. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak UGD Puskesmas Narmada Tahun 2011. Narmada: Puskesmas Narmada.

17. Tim Penyusun. 2013. Data Rekapan 10 Penyakit Terbanyak UGD Puskesmas Narmada Tahun 2012. Narmada: Puskesmas Narmada.

18. Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Asma. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

19. Purnomo. 2008. Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma. Semarang, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro (skripsi).

20. Rengganis I. 2008 Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Maj Kedokt Indon. Vol. 58(11); p. 444-453.

21. 2003. Pedoman Diagnosis dan Petalaksanaan Asma di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

22. Fauci AS, et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th edition. USA: The McGraw-hill Companies, inc.

Gambar

Tabel  1.  Data  10  Penyakit  Terbanyak  (Rawat  Jalan  dan  Rawat  Inap)  Puskesmas  Narmada Bulan Januari-Desember 2012
Gambar 1. Data  Jumlah Penderita Asma (Rawat Inap dan Rawat Jalan) di Puskesmas  Narmada Tahun 2010-2012  7,9,10
Gambar 2. Interaksi faktor genetik dan lingkungan pada pasien asma  21
Gambar 4. Mekanisme terjadinya asma.  18
+4

Referensi

Dokumen terkait

Bapak Ketut Widia tidak dapat memperbaiki keadaan rumahnya karena masalah keuangan, yaitu sebagian besar uang yang dihasilkan nyaris habis untuk keperluan

Pasien dengan asma yang tidak terkontrol dengan baik atau wheezing pada waktu induksi anestesi memiliki faktor resiko yang tinggi terjadi komplikasi

Dalam proses sosialisasi di dalam lingkungan keluarga tertuju tertuju pada keinginan orang tua untuk memotivasi kepada anak orang mempelajari pola. perilaku yang

Penatalaksanaan non-medikamentosa pada kasus ini berupa edukasi kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit yang ia derita seperti penyebab penyakit, faktor pemberat dari

Diagnosis utama pleuritis tuberkulosis berdasarkan adanya kuman tuberkulosis dalam cairan efusi (biakan) atau dengan biopsi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian besar

Telaah literatur pada 2 kohort dan 1 kasus kontrol menunjukkan kaitan yang bermakna antara obesitas pada pasien asma dengan penurunan respon maupun pemakaian berlebih

Terhadap keluarga • Memotivasi keluarga untuk membantu dalam pengawasan minum obat • Memberi penjelasan dan pengertian pada keluarga mengenai gangguan yang diderita pasien •

5.1.5 Evaluasi pada pasien dengan asuhan keperawatan pada pasien Asma Bronchial di Puskesmas IV Koto Mudik Batang kapas tahun 2018, kedua masalah keperawatan teratasi sebagian dengan