• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Dominansi

Hasil penelitian di P. Geleang dan P. Burung menunjukkan bahwa beberapa jenis memiliki kelimpahan yang sangat bervariasi. Salah satu burung memiliki jumlah individu yang besar sehingga sangat dominan dalam suatu komunitas. Sebagian jenis lainnya mempunyai kelimpahan yang kecil, maka jenis ini dikatakan jenis non dominan (Rifklets 1978 dalam Idris 2002).

Berdasarkan kriteria dominansi Helvoort (1973), bahwa suatu jenis dikategorikan dominan jika kelimpahan relatifnya lebih besar dari 5%, burung dikategorikan subdominan jika kelimpahan relatifnya 2%-5%, serta dikategorikan sebagai tidak dominan jika kelimpahan relatifnya 0-2%. Berdasarkan kriteria tersebut burung-burung yang ditemui di P. Geleang selama periode penelitian dikelompokkan dalam tabel berikut:

Tabel 3. Dominansi Burung di P. Geleang Pada Setiap Periode Penelitian

Periode Penelitian

Kategori Jun-06 November 2006 Jun-07

Dominan Nectarinia jugularis Haliaeetus leucogaster Sterna bergii

Sterna sumatrana Egreta sacra Artamus leucorhynchus

Ducula rosacea Todirhampus chloris Nectarinia jugularis

Sterna anaethatus Artamus leucorhynchus Zosterops chloris

Zosterops chloris Nectarinia jugularis

Zosterops chloris

Artamus leucorhynchus Hirundo tahitica Haliaeetus leucogaster

Sub

Dominan Haliaeetus leucogaster Accipiter sp. Todirhampus chloris

Rhinomyias umbratilis

Tidak

Dominan Butorides striatus Butorides striatus Orthotomus ruficeps Egretta garzetta Rhinomyias olivacea Butorides striatus

Todirhampus chloris Ducula bicolor

Pada setiap periode penelitian menunjukkan perbedaan komposisi jenis, sehingga jenis-jenis burung yang selalu hadir dalam setiap periode penelitian saja yang dapat dibandingkan dominansinya. Burung-burung yang dikategorikan sebagai burung dominan pada periode Juni 2006 meliputi Zosterops chloris, Nectarinia jugularis, Ducula rosacea, Sterna sumatrana dan Sterna anaeethatus. Arthamus leucorhynchus dan Haliaeetus leucogaster termasuk kategori subdominan, sedangkan Todirhampus chloris, Butorides striatus dan Egretta garzetta dikategorikan sebagai burung tidak dominan (Tabel 3 dan Lampiran 5). Periode November 2006 burung-burung yang dikategorikan sebagai burung

dominan meliputi Zosterops chloris, Nectarinia jugularis, Artmus leucorhynchus, Haliaeetus leucogaster Todirhampus chloris dan Egretta sacra. Hirundo tahitica dan Accipiter sp. termasuk dalam kategori sub dominan sedangkan Butorides striatus dan Rhinomyias olivacea termasuk kategori tidak dominan. Pada periode Juni 2006 burung-burung yang dikategorikan sebagai burung dominan meliputi Zosterops chloris, Nectarinia jugularis, Artamus leucorhynchus dan Sterna bergii. Haliaeetus leucogaster, Todirhampus chloris dan Rhinomyias umbratilis termasuk kategori subdominan sedangkan Orthotomus ruficeps, Ducula bicolor dan Butorides striatus termasuk kategori tidak dominan (Tabel 3 dan Lampiran 5).

Dari ketiga periode tersebut, Zosterops chloris selalu memiliki nilai dominansi tinggi. Pada periode November 2006 dan Juni 2007, Nectarinia jugularis dan Artamus leucorhynchus mendominsi setelah Zosterops chloris. Nilai dominansi keduanya tertinggi pada periode November 2006 karena pada periode itu jumlah individu Nectarinia jugularis dan Artamus leucorhynchus paling banyak diantara periode lainnya. Dominansi tertinggi Zosterops chloris terjadi pada periode Juni 2007 sebesar 61%.

Nilai dominansi suatu jenis tertentu pada kawasan habitat menunjukkan karakter atau kondisi habitat tersebut. Burung adalah salah satu satwa yang peka tehadap perubahan lingkungan. Keberadaan burung dapat digunakan sebagai indikator kerusakan lingkungan. Burung-burung dengan nilai dominansi tinggi (burung dominan) secara konservasi mungkin tidak mengkhawatirkan dalam hal kepunahan jenis karena jumlah populasinya cukup besar. Burung-burung yang jumlah populasinya terlalu besar sehingga sangat dominan dalam kawasan habitat

perlu diperhatikan karena akan memberikan pengaruh interaksi antar spesies dalam sebuah komunitas.

Dominansi Zosterops chloris di P. Geleang cukup tinggi sebesar 61% adalah indikasi ketidakseimbangan suatu komunitas. Ketidakseimbangan ini muncul akibat ekosistem yang terganggu. Kondisi habitat yang ekstrim menyebabkan beberapa jenis vegetasi tertentu saja yang mampu bertahan hidup, sehingga hanya satwa tertentu saja yang mampu bertahan pada habitat tersebut. Salah satu faktor pembatas pada habitat P. Geleang adalah suhu yang cukup tinggi, berkisar antara 350C hingga 400C. Vegetasi yang dominan adalah Alang-alang, semak dan tumbuhan bawah lainya. Kondisi ini menyediakan habitat yang cocok bagi Zosterops chloris. Perilaku khas Zosterops chloris adalah bergerak lincah dalam kelompok kecil dan terbang diantara pepohonan dan semak–semak di semua bagian pohon, khususnya di hutan semak pantai (MacKinnon, 1993).

Zosterops chloris selain pemakan serangga kecil seringkali juga sebagai penghisap madu. Pembagian relung makan ini mungkin akan menjadikan permasalahan mengingat Nectarinia jugularis adalah jenis burung penghisap madu dan Artamus leucorhynchus adalah jenis burung pemakan serangga. Ketiga jenis tersebut tentu akan bersaing dalam hal mendapatkan makanan. Zosterops chloris mungkin akan tetap mendominasi dalam persaingan karena selain populasinya cukup besar, burung ini memiliki toleransi yang lebih luas dalam hal bahan makanan. Jika populasi Zosterops chloris terus meningkat, tidak menutup kemungkinan akan mendesak populasi Nectarinia jugularis atau Artamus leucorhynchus. Pada kondisi habitat yang tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan

bahan makanan, burung ini berpotensi sebagai hama tanaman termasuk tanaman budidaya. Perubahan semacam ini tentu akan menjadikan permasalahan sosial. Untuk kepentingan konservasi hal ini perlu diperhatikan, karena selain berpotensi mengakibatkan kepunahan jenis lainnya, ledakan populasi Zosterops chloris dapat menganggu keseimbangan ekosistem.

Sterna anaethatus mendominansi kedua setelah Zosterops chloris pada periode Juni 2006, tetapi jenis ini tidak ditemui lagi pada periode berikutnya. Burung ini tidak memanfaatkan P. Geleang sebagai habitat pokok. Sterna anaethatus mempunyai kebiasaan hidup di tengah laut. Mendatangi tepi pantai hanya saat cuaca buruk atau pada saat musim berbiak (MacKinnon, 1993).

Jenis yang memiliki nilai dominansi terkecil pada setiap periode adalah Butorides striatus. Burung ini selalu tidak dominan dalam setiap periode pengamatan. Selain jumlah individu yang ditemui sedikit, burung ini termasuk burung pemalu (elusif). Nilai dominansi terkecil terjadi pada periode Juni 2007 dan Juni 2006. Menurut MacKinnon (1993) Butorides striatus tercatat berbiak pada bulan Maret, Mei dan Juni. Sedikitnya jumlah individu yang teramati mungkin dikarenakan burung tersebut sedang berbiak atau mengerami telur (incubasi), sehingga tidak terdeteksi oleh peneliti. Secara global populasi Butorides striatus masih cukup banyak, namun dalam konteks konservasi P. Geleang keberadaan burung ini sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem.

Tabel 4. Dominansi Burung di P. Burung Pada Setiap Periode Penelitian

Periode Penelitian

Kategori Jun-06 November 2006 Jun-07

Dominan Egretta sacra Nectarinia jugularis Caloenas nicobarica

Sterna bergii Artamus leucorhyncus Nectarinia jugularis

Nectarinia jugularis Todirhampus cloris Zosterops chloris

Artamus leucorhyncus Zosterops chloris Ducula bicolor

Zosterops chloris Sterna sumatrana

Sterna sumatrana

Sub

Dominan Fregata minor Egretta sacra Artamus leucorhyncus

Fregata ariel Butorides striatus Todirhampus cloris

Todirhampus cloris Accipiter sp. Sterna bergii

Amaurornis phoenicurus

tidak ada tidak ada Egretta sacra

Tidak Dominan

Rhinomyias umbratilis

Tingkat dominansi burung di P. burung cukup unik karena tingkat dominansinya hampir merata pada setiap jenis. Pada periode Juni 2006 burung-burung yang dikategorikan dominan meliputi Zosterops chloris, Nectarinia jugularis, Artamus leucorhynchus, Sterna sumatrana, Sterna bergii dan Egretta sacra. Burung-burung kategori subdominan meliputi Todirhampus chloris, Fregata minor dan Fregata ariel. Pada periode November 2006 burung-burung yang termasuk kategori dominan meliputi Zosterops chloris, Nectarinia jugularis, Artamus leucorhynchus dan Todirhampus chloris. Burung-burung subdominan meliputi Egretta sacra, Butorides striatus, Accipiter sp. dan Amaurornis phoenicurus. Dalam dua periode tersebut tidak ada burung yang termasuk dalam kategori tidak dominan. Pada periode Juni 2007 burung-burung yang termasuk dalam kategori dominan meliputi Zosterops chloris, Nectarinia jugularis, Ducula bicolor, Sterna sumatrana, dan Caloenas nicobarica. Artamus leucorhynchus, Todirhampus chloris dan Sterna bergii termasuk dalam kategori subdominan

sedangkan Rhinomyias umbratilis dan Egretta sacra termasuk dalam kategori tidak dominan (Tabel 4 dan Lampiran 6).

Nilai dominansi terbesar pada periode Juni 2006 dan Juni 2007 adalah Sterna sumatrana. Hal ini dikarenakan Sterna sumatrana mempunyai jumlah individu terbesar, yaitu 29 individu pada periode Juni 2006 dan 19 individu pada periode Juni 2007, tetapi jenis ini tidak ditemui pada periode November 2006. Habitat yang paling disukai burung ini adalah pantai-pantai berkarang dan berpasir (MacKinnon, 1993). Burung ini berkembangbiak di pulau-pulau kecil lepas pantai. Saat ditemui di P. Burung, burung ini terlihat sedang berkembangbiak. Untuk kepentingan konservasi jenis, habitat P. Burung perlu dilestarikan terutama kondisi yang menyebabkan Sterna sumatrana memilih P. Burung untuk berkembangbiak. Biasanya burung ini bertelur di gosong pantai atau diatas pohon tumbang yang menjorok ke pantai.

Zosterops chloris mempunyai nilai dominansi terbesar pada periode November 2006. Salah satu penyebab kelimpahan dan dominansi Zosterops chloris di P. Burung kemungkinan karena tidak adanya predator yang mengendalikan populasinya. Keberadaan predator menunjukkan bahwa suatu ekosistem tertentu masih stabil. Faktor lainnya adalah ketersediaan makanan yang cukup melimpah. Beberapa vegetasi seperti Jambon, Lakok-lakok, Gabusan dan Lempeni pada saat pengamatan di P. Burung tampak sedang musim berbunga. Pada bulan November adalah musim kemarau, sehingga memungkinkan terjadinya imigrasi yang berasal dari P. Geleang atau pulau terdekat lainnya. Faktor inilah yang mendukung dominansi dan kelimpahan Zosterops chloris.

Pada periode Juni 2007 Ducula bicolor mempunyai nilai dominansi yang cukup tinggi setelah Sterna sumatrana yaitu sebesar 25%. Burung ini tidak teramati pada periode Juni 2006 dan November 2007. Ducula bicolor tidak menggunakan P. Burung sebagai habitat pokok. Burung ini hanya singgah sementara waktu untuk mencari makan atau mencari variasi bahan makanan. Ducula bicolor mempunyai kemampuan terbang yang kuat dan seringkali terbang diantara pulau-pulau kecil lepas pantai untuk mencari makanan (MacKinnon, 1993).

Egretta sacra menunjukkan penurunan nilai dominansi yang cukup signifikan. Burung ini termasuk kategori dominan pada periode Juni 2006, kemudian turun menjadi subdominan pada periode November 2006 dan menjadi tidak dominan pada periode Juni 2007 (Tabel 4 dan Lampiran 6). Jumlah individu yang teramati mengalami penurunan. Untuk kepentingan konservasi jenis, penurunan populasi Egretta sacra perlu diperhatikan. Banyak faktor yang menyebabkan perubahan tersebut. Burung ini biasa berburu di perairan dangkal. Makanan utamanya adalah ikan kecil, udang, dan ketam. Keberadaan organisme tersebut tentu sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan. Mungkin Egretta sacra berpindah ke pulau lain yang lebih banyak menyediakan makanan. Kebiasaan burung ini adalah mengunjungi tepi pantai, beristirahat pada batu-batuan atau tebing karang dan berburu di tepi air (MacKinnon, 1993). Faktor kondisi lingkungan dan fakor internal spesies burung mungkin juga mempengaruhi penurunan jumlah populasi pada periode penelitian November 2006 dan Juni 2007.

Perubahan komposisi suatu habitat atau perubahan musim pada tumbuhan berimplikasi langsung terhadap ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan ataupun ketidaktersediaan pakan akan turut merubah komposisi jenis burung maupun jumlah populasi burung yang mendiami habitat tersebut. Kelimpahan dari kebanyakan burung dibatasi oleh jenis pakannya, oleh karena itu untuk dapat hidup bersama dalam suatu komunitas burung-burung tersebut harus berbeda dalam jenis atau tipe pakan, cara atau teknik mendapatkannya dan berbeda pula dalam preferensi habitat.

Dalam dokumen KEANEKARAGAMAN BURUNG DI PULAU GELEANG D (Halaman 54-62)

Dokumen terkait