• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dominasi

Dalam dokumen HELENTA BR TARIGAN (Halaman 110-145)

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.5. Pandangan Isteri tentang Bias Gender dalam Upacara Nengget

4.5.1.5. Dominasi

Dominasi laki-laki (suami) dalam rumah tangga terlihat berdasarkan pihak pengambil keputusan dalam keluarga. Dalam keluarga informan pihak pengambil keputusan adalah laki-laki (suami), karena walaupun perempuan di ikutsertakan hanya sebagai pelengkap saja. Hal ini disebabkan karena laki-laki lah sebagai

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009.

USU Repository © 2009

kepala keluarga. Oleh sebab itu, perempuan (isteri) harus patuh dan mengalah kepada suami.

4.5.2. J Br Sitepu

4.5.2.1. Stereotipe

Menurut informan, tidak baik jika diberikan cap-cap negatif terhadap perempuan yang tidak memiliki keturunan. Bagi informan perempuan harus lembut dan mengalah untuk menciptakan keharmonisan dalam keluarga, dan perempuan juga harus bisa merawat diri karena jika perempuan (istri) tidak bisa merawat diri maka suaminya tidak akan betah di rumah. Perempuan tidak baik keluar malam, karena sebagai perempuan harus bisa menjaga harkat dan martabatnya. Menurut informan laki-laki harus kuat, tegas, dan pelindung karena jika laki-laki tidak tegas dan tidak bisa melindungi maka orang tidak akan segan, oleh karena itu laki-laki dalam keluarga tidak diperbolehkan menangis jika menghadapi masalah. Laki-laki yang suka merawat diri (pesolek) dianggap informan sebagai laki-laki yang kurang normal.

4.5.2.2. Kekerasan

Bentuk –bentuk kekerasan menurut informan adalah kekerasan fisik dan kekerasan psikis. Adapun yang dimaksud informan kekerasan fisik berupa pemukulan, sedangkan kekerasan psikis berupa makian (dimarahi). Menurut

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009.

USU Repository © 2009

informan kekerasan terhadap perempuan tidak baik, karena perempuan adalah makhluk yang lemah yang seharusnya dilindung dan di sayangi. Informan mengaku pernah mengalami kekerasan psikis dari suaminya, penyebabnya biasanya diawali dengan perdebatan sampai berbicara keras dan kasar dikarenakan perbedaan pendapat. Informan mengaku menangis ketika mengalami kekerasan, dan kadang-kadang informan melawan dengan omongan (membantah).

“kekerasan yang saya alami...biasanya dengan omongan, di marahi dengan bahasa yang kasar, biasanya masalahnya karena perbedaan pendapat, misalnya jika saya membantah kata-katanya maka suami akan emosi… saya menangis, namun kalau menurut saya sudah kelewatan maka saya akan melawan dengan cara membantahnya”

4.5.2.3. Subordinasi

Menurut informan, laki-laki lebih pantas menjadi pemimpin dilingkungan keluarga sekaligus masyarakat dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan karena laki-laki lah sebagai kepala keluarga. Informan merasa setuju jika perempuan di tempatkan disektor domestic sedangkan laki-laki bekerja di sektor publik. Laki-laki wajar mendapatkan upah yang lebih besar di bandingkan perempuan, Karena menurut informan umumnya pekerjaan yang membutuhkan tenaga biasanya dikerjakan oleh laki-laki. Bagi informan laki-laki dan perempuan harus sama-sama mandiri dan istri harus melayani dan mengabdi kepada suami karena merupakan tugas dan tanggung jawab perempuan (istri).

“ laki-laki itu harus mandiri dan bertanggung jawab, tetapi perempuan pun tidak bisa hanya bergantung kepada suami karena

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009.

USU Repository © 2009

perempuan juga harus bisa mandiri dan harus bisa membantu suami untuk menncari nafkah”.

Dalam hal pendidikan antara anak laki-laki dan anak perempuan mendapat perlakuan yang sama, hanya saja harus disesuaikan dengan kemampuan anak, namun terdapat perbedaan cara pandang yang diberikan kepada anak laki-laki dan anak perempuan, misalnya jika anak perempuan keluar malam maka akan di cap sebagai perempuan yang tidak baik, sedangkan anak laki-laki dianggap wajar. Informan mendukung jika perempuan terjun ke kancah politik, karena menurutnya dapat memajukan kaum perempuan. oleh karena itu, informan tidak setuju dengan label-label yang menganggap perempuan tidak rasional, emosional, dan lemah karena sebagian perempuan memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki.

4.5.2.4. Marginalisasi

Marginalisasi yang dialami informan terfokus dalam bidang ekonomi. Hal ini disebabkan karena akses terhadap kekayaan dikuasai oleh suami informan. Namun menurut informan hal itu wajar-wajar saja karena baginya laki-laki (suami) sebagai kepala keluarga.

4.5.2.5. Dominasi

Menurut informan laki-laki lebih cocok menempati posisi sebagai pemimpin baik di lingkungan keluarga maupun dilingkungan masyarakat, karena laki-laki sebagai kepala keluarga. Sehingga menurutnya, wajar saja jika laki-laki mendominasi perempuan dan perempuan sewajarnya mengabdi kepada suami.

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009.

USU Repository © 2009

4.5.3 K E Br Perangin-angin

4.5.3.1. Stereotipe

Masyarakat umunya akan memberikan cap-cap negatif kepada perempuan (isteri) yang tidak memiliki ketururnan, yang tentu saja merugikan kaum perempuan.

“biasanya masyarakat akan menilai negatif perempuan yang tidak memiliki keturunan… misalnya adanya ungkapan yang mengecap bahwa itu adalah dosanya, karena dianggap masyarakat… liar sewaktu masa remaja, selain itu akan ada omongan yang mengatakan “memang itu penyakit turunan, karena ada juga keluarganya yang tidak memiliki keturunan” seperti itulah contoh-contoh cap negatif yang diberikan masyarakat terhadap perempuan yang tidak memiliki anak”.

Menurut informan, perempuan yang tidak memiliki keturunan tidak bisa dipersalahkan karena menurutnya tidak ada satu orang perempuan yang menginginkan keadaan semacam itu. Perempuan harus lembut, patuh serta mengalah kepada suami, karena dalam ajaran agama juga di ajarkan demikian, namun perempuan juga harus melihat kondisi, artinya jika laki-laki sudah kelewatan maka perempuan juga harus bisa mengambil tindakan. Merawat diri bagi perempuan (istri) sangat penting umtuk menjaga suami agar tetap betah di rumah, namun perempuan tidak baik keluar malam karena jika terjadi apa-apa kepadanya maka yang akan dipersalahkan adalah ibunya dan dipandang negative dalam masyarakat. Laki-laki harus menjadi sosok yang keras, tegas dan pelindung bagi saudara-saudara perempuannya, sehingga laki-laki yang pesolek dianggap

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009.

USU Repository © 2009

tidak normal oleh infoman dan anak laki-laki juga tidak di biarkan menangis jika menghadapi masalah, kecuali jika dalam kondisi duka cita.

4.5.3.2. Kekerasan

Isu gender bagi informan adalah dimana laki-laki mendapat posisi (peran) yang lebih baik dibandingkan perempuan. Salah satu yang termasuk bentuk-bentuk ketidak adilan gender yaitu kekerasan yang dialami oleh salah satu jenis kelamin tertentu, namun lebih cenderung dialami oleh perempuan. Menurut informan yang termasuk kekerasan adalah penyiksaan fisisk, dimarahi, kekerasan seks (suami memaksa istri untuk melakukan hubungan seks, sementara istri tidak siap), dan suami yang meminta uang secara paksa kepada istrinya. Informan tidak setuju dengan kekerasan yang dilakukan oleh kaum laki-laki terhadap perempuan.

“menurut saya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga itu harus dihilangkan…karena kekerasan itu kan tidak sesuai dengan kemanusian…dan seharusnya juga laki-laki bisa menghargai istrinya”.

Informan mengaku pernah mengalami kekerasan dalam bentuk psikis yaitu di marahi oleh suaminya, namun informan mengaku tidak pernah melawan dan diam saja. Hal ini dilakukannya untuk menjaga keharmonisan dalam rumah tangga.

“jika suami memarahi saya…biasanya saya diam saja dan tidak mau memancing emosinya, saya tidak mau menambah masalah…karena menurutku jika dilawan justru dia akan semakin marah dan bisa-bisa dia akan memukul saya”.

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009.

USU Repository © 2009

Penyebab kekerasan yang dialami oleh informan cendrung karena anak nakal, jika informan memarahi anak-anaknya, maka suaminya justru memarahi informan.

4.5.3.3. Subordinasi

Menurut informan yang cocok menempati posisi sebagai pemimpin, baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat adalah Laki-laki, karena menurutnya laki-laki lah sebagai kepala keluarga sehingga lebih bijaksana. Informan setuju dengan konsep yang menempatkan perempuan di sektor domestik sedangkan laki-laki disektor publik, Karena agama juga mengajarkan demikian namun karena tuntutan ekonomi maka perempuan (istri) juga diharapkan membantu suami bekerja disektor publik. Oleh karena itu, laki-laki (suami) harus mandiri dan perempuan (istri) juga tidak bisa hanya bergantung kepada suami, karena menurut informan kita tidak tahu masalah yang akan dihadapi kedepan.

Demikian halnya dengan pemberian upah yang umumnya dibedakan antara laki-laki dan perempuan, menurut informan wajar jika terjadi perbedaan karena biasanya pekerjaan yang lebih membutuhkan tenaga biasanya di kerjakan oleh laki-laki. Informan mengatakan bahwa istri harus melayani dan mengabdi kepada suami karena merupakan tanggung jawab istri, namun dalam hal pendidikan seharusnya masyarakat lebih mengutamakan anak perempuan. Adapun alasan informan mengatakan demikian, karena perempuan dalam masyarakat Karo tidak mendapat warisan sehingga pendidikan merupakan harta yang paling berharga

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009.

USU Repository © 2009

yang dapat dimiliki oleh perempuan. Begitu juga dengan keterlibatan perempuan di kancah politik sangat didukung oleh informan.

“saya melihat bahwa keterlibatan perempuan dalam politik sangat baik…karena tanpa didampingi oleh perempuan maka pemerintahan tidak akan bagus… menurutku politik kan sama aja dengan rumah tangga, jika tidak ada perempuan maka rumah tangga akan hancur dan anak-anak tidak akan terawat, demikian juga halnya dengan politik”. Namun informan setuju dengan anggapan bahwa perempuan lemah, emosional dan cenderung tidak rasional.

4.5.3.4. Marginalisasi

Menurut informan marginalisasi yang dialami oleh perempuan diakibatkan karena adanya pembagian wilayah kerja antara laki-laki dan perempuan yang berbeda, dimana ada anggapan bahwa laki-laki bekerja mencari nafkah sedangkan perempuan mengurus pekerjaan rumah. Dengan adanya persepsi tersebut laki-laki lah yang berhak atas alat-alat produksi, bahkan walaupun dalam prakteknya perempuan ikut membantu suami untuk mencari nafkah, tidak berarti pekerjaan di sector domestik berkurang, karena informan juga beranggapan bahwa pekerjaan rumah adalah tugas dan tanggung jawab perempuan (isteri), namun harta kekayaan biasanya berada di tangan laki-laki.

4.5.3.5. Dominasi

Dominasi laki-laki dalam keluarga disebabkan karena budaya patriarkhi yang dianut oleh masyarakat. Budaya patriarkhi adalah budaya dominasi laki-laki

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009.

USU Repository © 2009

atau keutamaan laki-laki di bandingkan perempuan. Hal ini disebabkan karena dalam budaya tersebut laki-laki sebagai penerus keturunan, dan menjadi keutamaan dalam keluarga sebagai penerima harta warisan. Kedudukan laki-laki yang berada pada nomor satu menyebabkan perempuan berada dibawah kontrol laki-laki dan perempuan harus mengalah dan patuh terhadap aturan yang telah di tetapkan.

4.5.4. M Br Sitepu

4.5.4.1. Stereotipe

Perempuan (istri) yang tidak memiliki keturunan biasanya di anggap sepele dan kurang dihargai oleh masyarakat, namun informan merasa tidak setuju dengan tindakan masyarakat tersebut.

“saya tidak setuju jika masyarakat menganggap bahwa perempuan yang tidak memiliki anak tidak berharga apalagi menyepelekannya… karena mereka kan tidak merasakan apa yang sebenarnya yang saya rasakan”.

Informan mengatakan bahwa istri harus lembut dan penyabar, karena jika istri tidak sabar maka akan menimbulkan permasalahan-permasalahan. Dan untuk menjaga keharmonisan dalan keluarga maka perempuan (istri) harus patuh dan mengalah terhadap laki-laki (suami). Informan mengatakan perempuan (istri) harus bisa merawat diri agar suami betah di rumah, namun perempuan tidak baik keluar malam karena akan di cap negatif oleh masyarakat. Sebaliknya laki-laki harus tegas dan bisa melindungi perempuan, karena jika tidak maka orang lain tidak akan

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009.

USU Repository © 2009

segan kepadanya, sehingga bagi informan laki-laki tidak wajar menangis jika menghadapi masalah. Namun informan merasa wajar jika laki-laki suka merawat diri dalam batas yang wajar, tetapi jika sudah melebihi perempuan dianggap informan sebagai laki-laki yang kurang normal.

4.5.4.2. Kekerasan

Yang termasuk tindakan kekerasan menurut informan adalah pemukulan, dimarahi, dan pemaksaan dalam melakukan hubungan seks. Informan mengatakan merasa tidak setuju dengan tindakan kekerasan dalam rumah tangga.

“saya tidak setuju dengan kekerasan dalam rumah tangga …dan tidak sesuai dengan hati nuraniku, karena rumah tangga itu dibentuk kan tujaunnya agar dapat saling mengasihi dan menyayangi, bukan malah kekerasan yang terjadi”.

Informan mengaku pernah mengalami tindak kekerasan secara psikis yaitu dengan cara memarahi informan.

“saya pernah mengalami kekerasan dengan cara dimarahi, tetapi kekerasan fisisk tidak pernah… dan biasanya kalau dia sudah marah dilampiaskannya dengan cara menghancurkan barang-barang yang ada dirumah, misalnya dia memecahkan gelas, membantingkan kursi ke lantai, menghancurkan meja dan perabot-perabot lainnya”.

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009.

USU Repository © 2009

Namun informan mengaku labih memilih diam daripada melawan karena menurutnya jika dilawan maka suami akan semakin emosi dan marah. Adapun penyebab informan mengalami tindak kekerasan disebabkan karena informan belum memiliki ketururnan.

“penyebab suami saya marah…karena dulu kami belum punya anak dan dia sering pergi dari rumah dan sering dia tidak pulang kerumah…ketika dia pulang saya menanyakan dia dari mana dan kenapa dia tidak pulang, dia tidak menjawab pertanyaan saya… malahan dia marah sambil mengancurkan perabot-perabot rumah kami”.

4.5.4.3. Subordinasi

Menurut informan bahwa laki-laki lebih cocok menjadi pemimpin karena laki-laki lah sebagai kepala keluarga. Namun informan tidak setuju jika hanya suami saja yang bekerja mencari nafkah sedangkan perempuan (istri) hanya mengerjakan pekerjaan rumah saja. Menurut informan tugas mengerjakan pekerjaan rumah adalah tanggung jawab perempuan (istri) namun istri juga harus ikut bekerja diluar rumah dengan suami.

“laki-laki itu harus mandiri…tetapi perempuan (istri) tidak bisa hanya bergantung kepada suami, perempuan juga harus mandiri… karena kalau kita bergantung sepenuhnya kepada suami nantinya kita bisa kecewa”

Informan mengatakan bahwa istri memiliki kewajiban untuk mengabdi dan melayani suami supaya istri disayangi dan agar suami tidak meninggalkan

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009.

USU Repository © 2009

perempuan (istri). Namun untuk mendapatkan pendidikan antara anak laki-laki dan anak perempuan tidak bisa di bedakan, sehingga informan mendukung perempuan yang ikut terjun ke dunia politik dengan harapan perempuan bisa setara dengan laki-laki. Menurutnya tidak semua perempuan lemah, emosional dan tidak rasional, hal ini dilihatnya dari perempuan suku Karo yang biasanya lebih bertanggung jawab terhadap keluarga dibandingkan laki-laki.

4.5.4.4. Marginalisasi

Marginalisasi yang dialami oleh perempuan yang tidak memiliki keturunan dianggap sepele oleh orang lain. Hal ini disebabkan bahwa adanya pandangan bahwa melahirkan adalah kodrat bagi perempuan, sehingga perempuan yang tidak memiliki keturunan biasanya dianggap kurang baik. Pandangan tersebut menyebabkan perempuan (isteri) yang tidak memiliki merasa terpinggirkan dan merasa minder. Demikian halnya dengan akses terhadap kekayaan informan mengaku bahwa harta benda yang mereka miliki di buat atas nama suami, dengan alasan suami adalah kepala keluarga.

4.5.4.5. Dominasi

Masyarakat Karo yang mengutamakan laki-laki dalam berbagai aspek, membuat kedudukan perempuan berada dibawah kedudukan laki-laki. Dengan kata lain, laki-laki adalah sebagai kepala keluarga sekaligus pihak pengambil keputusan. Informan mengaku jika terjadi permasalahan dengan suami, biasanya informan mengalah. Karena menurutnya jika di lawan akan menimbulkan

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009.

USU Repository © 2009

kekerasan, dan ini tidak terlepas dari tradisi dalam masyarakat yang menganggap perempuan yang telah menikah adalah milik suaminya dan suami berhak atas dirinya.

4.5.5. M Br Ginting

4.5.5.1. Stereotipe

Keluarga yang belum memiliki keturunan akan di tanya oleh masyarakat kenapa belum mempunyai anak, biasanya dengan ungkapan “apakah kamu tidak ingin memilki anak seperti orang lain?”, selain itu masyarakat akan mengusulkan pasangan tersebut agar mengadopsi anak dengan tujuan agar nantinya mereka memperoleh keturunan dari rahimnya sendiri. Informan mengaku merasa setuju dengan pandangan masyarakat, menurutnya jika keluarga tersebut mengadopsi anak maka ada kemungkinan melahirkan anak dari rahimnya sendiri. Menurut informan perempuan harus lembut, patuh dan mengalah kepada suami agar keharmonisan tetap terjaga karena menurutnya jika perempuan tidak mengalah akan menimbulkan perkelahian. Demikian juga anak perempuan harus di internalisaikan sebagai pengabdi dan pelayan sekaligus mengalah kepada saudara laki-lakinya, tujuannya agar nantinya setelah menikah juga terbiasa dalam keluarga suaminya. Perempuan (istri) harus bisa merawat diri agar suami betah dirumah dan perempuan tidak baik keluar malam karena menurut informan masyarakat akan mengecap sebagai perempuan yang liar dan tidak akan dihormati. Anak laki-laki

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009.

USU Repository © 2009

harus menjadi sosok yang tegas dan dapat melindungi perempuan, karena jika tidak maka tidak akan disegani oleh orang lain dan anak laki-laki tidak di perbolehkan menangis dalam keluarga informan, namun informan tidak mempersalahkan laki-laki yang suka merawat diri.

4.5.5.2. Kekerasan

Menurut informan yang termasuk tindakan kekerasan adalah penyiksaan fisisk, di marahi, meminta uang secara paksa. Kekerasan terhadap perempuan tidak sesuai dengan hati nurani informan, tetapi informan mengaku tidak pernah mengalami tindakan kekerasan dalam keluarga walaupun dalam bentuk psikis.

4.5.5.3. Subordinasi

Informan mengatakan bahwa laki-laki lebih cocok sebagai pemimpin dari pada perempuan karena menurutnya sudah menjadi kebiasaan. Namun informan mengaku setuju jika laki-laki bekerja di sektor publik sedangkan perempuan di sektor domestik tujuannya agar pembagian tugas jelas. Informan tidak mempermasalahkan perbedaan upah yang diterima antara laki-laki dan perempuan yang umumnya diberlakukan dalam masyarakat karena menurutnya laki-laki biasanya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan tenaga. Informan setuju jika laki-laki mandiri dan tidak mempermasalahkan jika perempuan (istri) bergantung kepada suaminya, namun informan mengatakan bahwa istri harus mengabdi dan melayani suami, karena menurutnya itulah alasan laki-laki menikahi perempuan. menurut informan anak laki-laki lebih diutamakan untuk mendapat

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009.

USU Repository © 2009

pendidikan, alasannya karena anak perempuan nantinya setelah menikah menjadi bagian keluarga orang lain. Informan tidak mempersalahkan jika perempuan ikut terlibat dalam politik, tapi menurutnya perempuan cenderung lemah, tidak rasional dan emosional.

4.5.5.4. Marginalisasi

Dalam keluarga informan laki-laki (suami) yang memegang akses terhadap kekayaan, menurutnya hal ini tidak menjadi masalah karena laki-laki (suami) adalah sebagai kepala keluarga yang memiliki tanggung jawab utama dalam keluarga. Marginalisasi yang dialami oleh perempuan yang tidak memiliki keturunan, akan tersingkir jika suaminya menikah lagi dengan perempuan lain. Karena dalam masyarakat Karo, suami menikah lagi dengan alasan tidak mempunyai keturunan akan di dukung oleh masyarakat.

4.5.5.5. Dominasi

Posisi laki-laki sebagai pemimpin dan sebagai kepala keluarga berarti keputusan-keputusan dalam keluarga dan masyarakat ditentukan oleh laki-laki. Dalam kondisi ini, perempuan akan patuh terhadap aturan yang ada dan mengalah walaupun tidak sesuai dengan keinginannya. Informan mendukung hal tersebut, dimana menurutnya perempuan sebaiknaya mengabdi dan melayani suami sekaligus mengalah untuk menjaga keharmonisan dalam keluarga.

Helenta Br Tarigan : Upacara “Nengget” Di Kalangan Suku Karo (Studi Tentang Perspektif Gender di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Kab.Karo), 2009.

USU Repository © 2009 4.5.6. T Br Sitepu

4.5.6.1. Stereotipe

Menurut informan stereotipe yang diterima oleh perempuan (istri) yang tidak bisa melahirkan biasanya berupa cemoohan-cemoohan dari masyarakat, namun informan tidak setuju dengan stereotipe tersebut karena baginya tidak ada yang bisa disalahkan karena hanya Yang maha Kuasa yang tahu. Namun perempuan (isteri) wajib mengalah dan lembut kepada laki-laki (suami) supaya tidak terjadi masalah dalam keluarga dan baginya perempuan penting untuk merawat diri agar suami betah dirumah. Perempuan tidak baik keluar malam karena masyarakat akan mengecapnya sebagai wanita nakal, sedangkan laki-laki harus tegas dan bisa melindungi perempuan agar di segani oleh orang lain.

Dalam dokumen HELENTA BR TARIGAN (Halaman 110-145)

Dokumen terkait