• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 BAB IV HASIL PENGAMATAN

4.4 Core Drill

4.4.1 Maksud dan Tujuan

Secara umum, hasil pengujian dengan cara merusak ini untuk mengetahui kekuatan dari beton di lapangan apakah beton tersebut masih layak atau sudah tidak layak. Salah satu cara untuk mengetahui kekuatan beton di lapangan dengan cara merusak struktur beton ini adalah

core drill. Sebelum melakukan pengujian, maka benda uji harus diberikan caping terlebih dahulu. Capingadalah pemberian lapisan bidang perata pada permukaan bidang tekan benda uji.

4.4.2 Pengujiancore drill

Pengujian beton keras di lapangan dengan core drill adalah termasuk destruction test

(DT) atau pengujian beton keras dengan cara merusak struktur beton yang diuji. Benda uji yang dimaksud adalah benda uji beton berbentuk silinder hasil pengeboran beton pada struktur yang sudah dibangun atau dilaksanakan. Berikut adalah syarat-syarat pengujiancore drill.

1. Jumlah benda uji tidak boleh kurang dari 3 buah.

2. Peralatan yang dipakai harus yang telah dikalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk keperluan evaluasi tes tekan bor inti digunakan ketentuan Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 2847-2002 pasal 7.6.5.4 atau ACI 318 pasal 5.6.4.4. Ketentuan mengenai hasil tekan bor inti menyebutkan bahwa daerah beton yang dipersoalkan dinyatakan cukup secara struktur bila kuat tekan rata-rata dari 3 benda uji >

85%f’c dan tidak ada satupun hasil uji < 75%f’c.

Beban yang diperoleh dari pengujian di laboratorium dengan menggunakan alat bantu

hydraulic universal testing machine selanjutnya akan dihitung kuat tekan karakteristiknya. Adapun persamaan untuk mencari kuat tekan karakteristik adalah sebagai berikut.

dimana:

: Kuat tekan karakteristik (kg/cm2) P : Gaya tekan (kg)

= . / . . 0.83

D : Diameter sampel (cm) fl/d : Faktor koreksi l/d

fdia : faktor koreksi diametercore

fd : faktor koreksi kerusakan akibatdrilling

Adapun untuk faktor koreksi dapat dilihat pada tabel berikut dimana untuk faktor koreksi l/d bersumber dari ASTM C 42/C 42M-04 dan ACI 214.4R-03. Sedangkan untuk faktor koreksi dameter bersumber dari ACI 214.4R-03.

Tabel 4-7 Faktor koreksi l/d

Tabel 4-8 Faktor koreksi diameter

Berikut adalah langkah kerja dari pengambilan benda uji sampai pada pengujian. a. Siapkan bahan dan peralatan.

b. Pasangkancore drill dengan arah vertikal atau tegak lurus benda uji atau pelat beton, set alat agar benar-benar vertikal dengan bantuan tabung nivo.

Sumber: Foto Lapangan (2016)

Gambar 4-17Settinguntuk dudukan alatcore drill

l/d 1.75 1.50 1.25 1.00

Faktor koreksi 0.98 0.96 0.93 0.87

Diameter (mm) 50 100 150

c. Setelah alat disiapkan, lakukan pengeboran pada area yang akan dibor untuk mengambil benda uji. Selama pengeboran usahakan air selalu mengalir pada mata bor yang berguna untuk membantu proses pengeboran dan juga untuk menjaga mata bor agar tidak panas.

Sumber: Foto Lapangan (2016)

Gambar 4-18 Proses pengambilan salah satu benda uji

d. Setelah pengeboran selesai, ambil benda uji dan kemudian potong benda uji tersebut hingga didapatkan panjang yang diinginkan. Di dalam benda uji tidak boleh terdapat tulangan dengan arah vertikal terhadap benda uji karena apabila terdapat tulangan vertikal maka benda uji tidak terpakai. Tetapi apabila pada benda uji terdapat tulangan arah horisontal, maka benda uji tersebut dapat dipakai.

Sumber: Foto Lapangan (2016)

Gambar 4-19 Benda uji dari hasilcore drill

e. Selanjutnya benda uji ditimbang untuk diketahui beratnya.

f. Caping benda uji dengan menggunakan campuran belerang dan pasir kuarsa (dipanaskan hingga mencair) dengan tebal maksimum 10 mm.

g. Ukur tinggi benda uji setelah dicaping.

h. Tekan benda uji sampai hancur dan perhitungan beban dengan bantuan hydraulic universal testing machine. Kemudian tentukan besarnya beban hancur tersebut.

Sumber: Lab. Bahan dan Konstruksi UNDIP (2016)

Sumber: Lab. Bahan dan Konstruksi UNDIP (2016)

i. Data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk dicari kuat tekan karakteristik dan disesuaikan dengan koreksi-koreksi yang dikenakan pada pengolahan data tersebut. Berikut adalah lokasi pengambilan sampel untuk core drill, yaitu di daerah cendawan, pelat, kolom, serta pondasi di Pasar Johar.

(a)

(b)

Daerah Pelat Daerah Cendawan

(c)

Gambar 4-23 Daerah pengambilan sampelcore drill(a) daerah pelat dan cendawan; (b)

tampak atas pondasi, kolom, dan sloof; (c) potongan A-A

Berikut adalah tabel perhitungan kuat tekan karakteristik untuk masing-masing sampel.

Tabel 4-9 Perhitungan kuat tekan karakteristik benda uji

Tinggi Diameter Area Berat Gaya

(cm) (cm) (cm2) (gr) (kg) (kg/cm2) 1 D2 (Cendawan) 14 14 153.938 1260 4005 0.87 0.984 26.834 2 C2-D2 (Pelat) 14 14 153.938 1270 1690 0.87 0.984 11.323 3 C2-C3 (Pelat) 14 14 153.938 1260 4056 0.87 0.984 27.176 4 B3 (Cendawan) 10.5 10.5 86.590 930 3143 0.87 0.998 37.971 5 H2-I2 (Pelat) 14 14 153.938 1260 3836 0.87 0.984 25.702 6 I2 (Cendawan) 14 14 153.938 1280 3296 0.87 0.984 22.084 7 I5 (Cendawan) 14 14 153.938 1160 2839 0.87 0.984 19.022 8 I5-I6 (Pelat) 10.5 10.5 86.590 940 1943 0.87 0.998 23.473 9 I10 (Cendawan) 14 14 153.938 1210 2958 0.87 0.984 19.819 10 H10-I10 (Pelat) 10.5 10.5 86.590 940 2636 0.87 0.998 31.846 11 C9 (Pondasi) 14 14 153.938 1230 6929 0.87 0.984 46.426 Kode No. fl/d fdia Daerah Kolom Daerah Pondasi

Berdasarkan hasil penelitian kuat tekan beton yang dilakukan dapat diketahui bahwa untuk kuat tekan beton yang tidak terkena efek dari kebakaran adalah sebesar 127.316 kg/cm2. Nilai ini dapat digunakan sebagai acuan untuk kuat tekan beton normal sehingga dapat diketahui perbandingannya dengan kuat tekan beton pasca terbakar. Apabila dibandingkan dengan hasil nilai kuat tekan beton normal, nilai kuat tekan beton pasca terbakar jauh berada di bawah nilai kuat tekan beton normal. Hal ini mengindikasikan bahwa kuat tekan beton pasca terbakar telah mengalami penurunan kekuatan dan secara mutu dinyatakan tidak layak lagi untuk digunakan.

Terkait dengan nilai kuat tekan beton yang diperoleh maka dapat diketahui juga nilai penurunan dari awal dibangunnya Pasar Johar. Pasar Johar dibangun pada tahun 1931 dan tahun penelitian adalah 2016 sehingga jangka waktunya adalah 85 tahun. Sebagai contoh diambil nilai kuat tekan beton pondasi yaitu sebesar 46.426 kg/cm2. Apabila nilai kuat tekan pondasi tersebut dibandingkan dengan nilai kuat tekan beton normal, maka diperoleh persentase 63.53%. Sehingga dapat diperoleh persentase nilai penurunan mutu beton pondasi per tahun adalah 63.53% / 85 tahun, yaitu 0.747% /tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa terlepas dari pengaruh termal, kondisi mutu beton itu sendiri mengalami penurunan yang dapat disebabkan oleh kandungan kimia air dan faktor luar lainnya.

4.5 Pengujian Kualitas Air

Kualitas air sangat mempengaruhi kekuatan beton, baik secara internal yaitu sebagai salah satu material penyusun beton, maupun secara eksternal yaitu sebagai faktor lingkungan beton (underground concrete). Kualitas air erat kaitannya dengan bahan-bahan yang terkandung dalam air tersebut. Air diusahakan agar tidak membuat rongga pada beton, tidak membuat retak pada beton dan tidak membuat korosi pada tulangan yang mengakibatkan beton menjadi rapuh. Banyak hal-hal lain yang bisa berdampak karena pemakaian air, berikut ini uraiannya :

1. Air tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gram/liter karena dapat mengurangi daya lekat atau bisa juga mengembang (pada saat pengecoran karena bercampur dengan air) dan menyusut (pada saat beton mengeras karena air yang terserap lumpur menjadi berkurang).

2. Air tidak mengandung garam lebih dari 15 gram karena resiko terhadap korosi semakin besar.

3. Air tidak mengandung khlorida lebih dari 0,5 gram/liter karena bisa menyebabkan korosi pada tulangan.

4. Air tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter karena dapat menurunkan mutu beton sehingga akan rapuh dan lemah.

5. Air tidak mengandung minyak lebih dari 2 % dari berat semen karena akan mengurangi kuat tekan beton sebesar 20 %.

6. Air tidak mengandung gula lebih dari 2 % dari berat semen karena akan mengurangi kuat tekan beton pada umur 28 hari.

7. Air tidak mengandung bahan organik seperti rumput/lumut yang terkadang terbawa air Karena akan mengakibatkan berkurangnya daya lekat dan menimbulkan rongga pada beton.

Syarat air menurut SK SNI 03-2847-2002, air yang dapat digunakan dalam proses pencampuran beton adalah sebagai berikut :

1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.

2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang didalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama dan hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali

pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai dengan “Metode uji kuat tekan untuk mortar

semen hidrolis (Menggunakan spesimen kubusdengan sisi ukuran 50 mm)” (ASTM C 109).

4.5.1 Klorida

Klorida banyak ditemukan di alam, hal ini di karenakan sifatnya yang mudah larut. Kandungan klorida di alam berkisar < 1 mg/l sampai dengan beberapa ribu mg/ldi dalam air laut. Air buangan industri kebanyakan menaikkan kandungan klorida demikian juga manusia

Konsentrasi 250 mg/l unsur ini dalam air merupakan batas maksimal konsentrasi yang dapat mengakibatkan timbulnya rasa asin. Konsentrasi klorida dalam air dapat meningkat dengan tiba-tiba dengan adanya kontak dengan air bekas. Klorida mencapai air alam dengan banyak cara. Kotoran manusia khususnya urine, mengandung klorida dalam jumlah yang kira-kira sama dengan klorida yang dikonsumsi lewat makanan dan air. Jumlah ini rata-rata kira-kira 6 gr klorida perorangan perhari dan menambah jumlah Cl dalam air bekas kira-kira 15 mg/l di atas konsentrasi di dalam air yang membawanya, di samping itu banyak air buangan dari industri yang mengandung klorida dalam jumlah yang cukup besar.

Klorida dalam konsentrasi yang layak adalah tidak berbahaya bagi manusia. Klorida dalam jumlah kecil dibutuhkan untuk desinfectan. Unsur ini apabila berikatan dengan ion Na+ dapat menyebabkan rasa asin, dan dapat merusak pipa-pipa air. Konsentrasi maksimal klorida dalam air yang ditetapkan sebagai standar persyaratan oleh Dep. Kes. R.I. adalah sebesar 200,0 mg/l sebagai konsentrasi maksimal yang dianjurkan, dan 600,0 mg/l sebagai konsentrasi maksimal yang diperbolehkan (Sutrisno.T, 2004).

Analisa klorida dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya analisa titrimetri dengan menggunakan metode argentometri. Metode yang sering digunakan pada penetapan klorida adalah metode argentometri.

Metode argentometri (titrasi pengendapan) dapat dilakukan dengan beberapa cara yang melibatkan ion perak, diantaranya adalah cara mohr, cara volhard, dan cara fajans. Pada titrasi ini biasanya digunakan larutan baku perak nitrat 0,1 M dan larutan baku Kalium Tiosianat 0,1 M. Kedua pereaksi ini dapat diperoleh sebagai zat baku utama, namun Kalium Tiosianat agak mudah menyerap air sehingga larutannya perlu dibakukan dengan larutan perak nitrat. Kedua larutan baku ini cukup mantap selama salam penyimpanan asalkan disimpan dalam wadah kedap udara dan terlindung dari cahaya. Pelarut yang digunakan harus air yang benar-benar murni, atau air suling. Kalau tidak kekeruhan akan muncul karena pengaruh ion klorida yang ada di dalam air. Jika larutan itu disaring, kemudian dibakukan dengan NaCl secara gravimetri.

Selain larutan Kalium Tiosianat, larutan amonium tiosianat 0,1 M sering juga dipakai sebagai larutan baku di dalam titrasi argentometri. Namun, karena amonium tiosianat sangat mudah menyerap air, maka harus dibakukan dulu dengan larutan baku perak nitrat memakai cara titrasi volhard (Rivai.H, 1995).

Hasil pangujian air tanah di lokasi Pasar Johar memiliki kadar Klorida sebanyak 143 mg/l. Jika dibandingkan dengan baku mutu sebesar 400 mg/l maka air tanah dari Pasar Johar tersebut masih masuk standar baku mutu air bersih.

4.5.2 Sulfat

Ion sulfat (SO4) adalah anion utama yang terdapat di dalam air. Jumlah ion sulfat yang berlebih dalam air minum menyebabkan terjadinya efek cuci perut pada manusia. Sulfat mempunyai peranan penting dalam penyaluran air maupun dalam penggunaan oleh umum.

Sulfat banyak ditemukan dalam bentuk SO42-dalam air alam. Kehadirannya dibatasi sebesar 250 mg/l untuk air yang dikonsumsi oleh manusia. Sulfat terdapat di air alami sebagai hasil pelumeran gypsum dan mineral lainnya. Sulfat dapat juga berasal dari oksidasi terakhir sulfida, sulfit, dan thiosulfat yang berasal dari bekas tambang batubara. Kehadiran sulfat dapat menimbulkan masalah bau dan korosi pada pipa air buangan akibat reduksi SO4

2-menjadi Sdalam kondisi anaerob dan bersama ion H+membentuk H2S.

Dalam pipa, proses perubahan secara biologis terjadi selama transportasi air buangan. Perubahan ini memerlukan O2. Apabila kandungan O2tidak cukup dari aerasi natural udara dalam pipa, terjadi reduksi sulfat dan terbentuk ion sulfida. Sakan berubah menjadi H2S pada pH tertentu dan sebagian lepas ke udara di atas air buangan. Bila pipa berventilasi baik dan dindingnya kering, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Bila terjadi hal sebaliknya, keseimbangan berkumpul pada dinding bagian atas pipa. H2S larut dalam air sesuai dengan tekanan parsial udara dalam pipa dan bakteri akan mengoksidasi H2S menjadi H2SO4, yang

dapat merusak beton (dikenal dengan ”crown” korosi).

Metode turbidimeter merupakan salah satu metode analisa yang digunakan untuk mengukur sulfat dengan prinsip barium sulfat terbentuk setelah contoh air ditambahkan barium khlorida yang berguna untuk presipitasi dalam bentuk koloid dengan bantuan larutan buffer asam yang mengandung MgCl, potassium nitrat, sodium asetat, dan asam asetat sesuai reaksi (2.19).

SO42-+ BaCl2→ BaSO4(koloid) + 2 Cl (2.19)

Konsentrasi standar maksimal yang ditetapkan oleh Dep. Kes. R.I untuk SO4 dalam air minum adalah sebesar 200-400 mg/l (Sutrisno.T, 2004). Sedangkan hasil pengujian air tanah dari Pasar Johar adalah sebesar 271 mg/l sehingga masih masuk standar baku mutu air bersih.

4.5.3 Salinitas

Salinitas didefinisikan sebagai jumlah bahan padat yang terkandung dalam tiap kilogram air laut, dengan asumsi semua karbonat diubah menjadi bentuk oksida, bromida dan iodin diganti dengan klorida dan Satuan salinitas dinyatakan dalam gram perkilogram, atau

sebagai perseribu, yang lazim disebut “ppt”. Air laut juga mengandung butiran-butiran halus dalam suspensi. Sebagian zat ini akan terlarut dan sebagian lagi akan mengendap ke dasar laut dan sisanya diuraikan oleh bakteri laut. Semua zat-zat terlarut inilah yang menyebabkan rasa asin pada air laut.

Untuk mengukur tingkat keasinan air laut itulah maka digunakan istilah salinitas. Salinitas juga dapat digunakan di perairan manapun namun memang yang paling mencolok adalah di laut. Salinitas dapat didefinisikan sebagai jumlah total dalam gram bahan-bahan terlarut dalam satu kilogram air. Dalam keadaan stabil di laut kadar salinitasnya berkisar antara 34% sampai 35%. Tiap daerah memiliki kadar salinitas yang berbeda beda seperti di daerah tropis salinitasnya berkisar antara 30-35%, tetapi tidak terdapat pertambahan kadar garam.

Salinitas air berdasarkan persentase garam terlarut

Air tawar Air payau Airsaline Brine

< 0,05 % 0,05—3 % 3—5 % >5 %

Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadisalinebila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebutbrine.

Air laut secara alami merupakan airsalinedengan kandungan garam sekitar 3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati memiliki kadar garam sekitar 30%.

Dalam menentukan kadar garam suatu perairan digunakan tiga metode dan alatnya yang digunakan masing-masing yaitu :

1. Metode pengukuran refraksi (handrefractometer)

Metode pengukuran refraksi menggunakan alat hand refractometer yang digunakanuntuk menghitung jumlah salinitas air laut. Prinsip pengukuran ini menggunakan pembiasan cahaya.

2. Metode pengukuran densitas (salinometer)

Metode pengukuran densitas menggunakan alat salinometer. Salinometer bekerja berdasarkan massa jenis air yang di ukur. Alat ini akan mengapung jika massa jenis air yang di ukur padat atau salinitas air tersebut tinggi.

3. Metode pengukuran konduktivitas (Konduktivitimeter)

Metode pengukuran konduktivitas ini menggunakan alat konduktivitimeter, dimana cara kerjanya yaitu menggunakan penghantar listrik.

Dari hasil pengujian salinitas air tanah Pasar Johar didapat nilai salinitas sebesar 1,2 mg/l. Tidak ada standar baku mutu salinitas air untuk air bersih maupun air minum, namun diharapkan air tidak memiliki kadar garam lebih dari 15 gram, karena dapat menyebabkan korosi pada beton.

4.6 Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan

Semua bahan padat akan berubah bentuk apabila diberi beban. Perubahan bentuk tergantung pada besar beban, unsur kimia maupun kondisi beban, bentuk benda uji, suhu, kecepatan pembebanan, dan sebagainya. Suatu kurva yang menghubungkan antara beban dan perubahan bentuk pada benda uji (deformasi) merupakan bagian utama dari studi tentang sifat mekanika dari bahan benda uji itu. Akan tetapi, biasanya pengujian itu agak berbeda bila bentuk geometrinya berbeda, walaupun bahannya sama. Oleh karena itu bentuk benda uji dibuatkan suatu standar yang sedemikian rupa sehingga kurva tegangan-regangan dapat diperoleh.

1. Tujuan

Untuk mengetahui besarnya tegangan leleh dan kuat tarik baja.

2. Bahan

Dua batang besi plat lantai Pasar Johar pasca terbakar yang memiliki diameter Ø 12 mm .

3. Peralatan

4. Pelaksanaan

1. Mengukur dimensi benda uji beserta jarak dua titik ukur awal. 2. Memberi tanda antara dua titik ukur awal tiap 1cm.

3. Memasang penolok ukur regangan pada benda uji.

4. Mengukur dan mencatat ukuran diameter pada tempat putusnya benda uji, setelah selesai pengujian (benda uji telah putus).

5. Perhitungan

1. Luas Awal (mm2)→ Aso

Aso= ¼π Do2

2. Luas Akhir (mm2)→ Asu

Asu= ¼π Du2

3. Tegangan Leleh (Mpa)→ fy

fy=

4. Tegangan Tarik (Mpa)→ fs

fs=

5. Regangan Maksimum (%)→ εmaks εmax= x 100%

6. Kontraksi Penampang (%)→ S

Tabel 4-10 Uji Kuat Tarik Baja Tulangan PENGUJIAN KUAT TARIK BAJA TULANGAN

SNI 07-2529-1991 SNI 07-2052-2002 No . Kode Benda Uji Do (mm) Du (mm) Aso (mm2) Asu (mm2) Py (Newton) P maks (Newton) fy (MPa) fs (Mpa) Lo (mm) Lu (mm) E maks (%) S (%) 1 Baja Ø12 12 5,88 113,10 27,15 8500 12000 75,155 106,101 293,5 403,5 37,48 75,99 2 Baja Ø12 12 5,96 113,10 27,90 9000 11000 79,576 97,259 293,0 393,0 34,13 75,33

5 BAB V

Dalam dokumen KAJIAN KELAYAKAN STRUKTUR BANGUNAN PASAR (Halaman 47-63)

Dokumen terkait