• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KELAYAKAN STRUKTUR BANGUNAN PASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN KELAYAKAN STRUKTUR BANGUNAN PASAR"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

LAPORAN

GROUP FIELD WORK (GFW)

GROUP FIELD WORK (GFW)

KAJIAN STRUKTUR PASAR JOHAR

KAJIAN STRUKTUR PASAR JOHAR

PASCA TERBAKAR

PASCA TERBAKAR

Dosen Pembimbing:

Dr. Ir. Nuroji, MT

NIP. 196303161991031002

Oleh:

Rahma Nindya Ayu Hapsari (21010115410001)

Eka Sep na Noor (21010115410006)

Bayu Sep aji Wicaksana (21010115410010)

Nur Kusuma Anggraini (21010115410013)

(2)

KAJIAN KELAYAKAN STRUKTUR BANGUNAN PASAR

JOHAR PASCA KEBAKARAN

DOSEN PEMBIMBING:

Dr. Ir. Nuroji, MT NIP. 196303161991031002

DISUSUN OLEH:

Rahma Nindya Ayu Hapsari NIM. 21010 115 410 001

Eka Septina Noor NIM. 21010 115 410 006

Bayu Septiaji Wicaksana NIM. 21010 115 410 010

Nurti Kusuma Anggraini NIM. 21010 115 410 013

Sunarto NIM. 21010 115 410 019

Magister Teknik Sipil

Program Konsentrasi Struktur

Pascasarjana Universitas Diponegoro

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN

GROUP FIELD WORK

KONSENTRASI STRUKTUR

KAJIAN KELAYAKAN STRUKTUR BANGUNAN PASAR

JOHAR PASCA KEBAKARAN

Disusun oleh :

Rahma Nindya Ayu Hapsari NIM. 21010 115 410 001

Eka Septina Noor NIM. 21010 115 410 006

Bayu Septiaji Wicaksana NIM. 21010 115 410 010

Nurti Kusuma Anggraini NIM. 21010 115 410 013

Sunarto NIM. 21010 115 410 019

Disusun sebagai syarat Kelulusan pada mata KuliahGroup Field Workdi Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.

Disetujui oleh,

Sipil Fakultas Teknik Universitas

Diponegoro

Dr. Ir. Suharyanto, M. Sc

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala

limpahan rahmat, hidayah dan karunia-NYA sehingga Tim Group Field Work Konsentrasi Struktur 2015 dapat menyelesaikan Laporan Group Field Work dengan judul Kajian Kelayakan Struktur Bangunan Pasar Johar Pasca Kebakaran.

Laporan ini disusun sebagai syarat Kelulusan pada mata KuliahGroup Field Workdi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Penyusun menyadari bahwa tanpa bantuan dari pihak-pihak yang lain akan

mengalami kesulitan. Maka pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih

kepada semua pihak yang telah banyak memberi bantuan dan dorongan bagi terwujudnya

Laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa Laporan ini masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhirnya penyusun berharap

semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Program Studi

Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro.

Semarang, Maret 2017

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI...iv

DAFTAR GAMBAR...vi

DAFTAR TABEL ... viii

1 BAB I PENDAHULUAN ... 1-1

1.1 Latar Belakang ... 1-1 1.2 Maksud dan Tujuan... 1-6

1.2.1 Maksud... 1-6

1.2.2 Tujuan ... 1-6

1.3 Lokasi Pengabdian ... 1-7

2 BAB II TARGET DAN LUARAN ... 2-1

2.1. Target dan Luaran ... 2-1

2.1.1. Target yang Ingin Dicapai ... 2-1

2.2.2. Luaran yang Diharapkan... 2-1

3 BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 3-1

3.1. Metode Yang Digunakan ... 3-1

3.2. Peninjauan Lapangan ... 3-1

3.3. Bagan Alir... 3-6

4 BAB IV HASIL PENGAMATAN ... 4-1

4.1 Pengamatan Visual... 4-1

(6)

4.1.3 Hasil Pengamatan... 4-2

4.2 Hammer Test... 4-3

4.2.1 Maksud dan Tujuan... 4-3

4.2.2 Cara Pelaksanaan Pengujian ... 4-4

4.2.3 Hasil Pengamatan... 4-6

4.3 Survey Inspeksi Geometrik... 4-10

4.3.1 Maksud dan Tujuan... 4-10

4.3.2 Ruang Lingkup dan Volume Kegiatan ... 4-10

4.3.3 Pelaksanaan Teknis Pekerjaan ... 4-10

4.3.4 Hasil Pengamatan... 4-12

4.4 Core Drill... 4-23

4.4.1 Maksud dan Tujuan... 4-23

4.4.2 Pengujiancore drill... 4-23

4.5 Pengujian Kualitas Air ... 4-30

4.5.1 Klorida ... 4-31

4.5.2 Sulfat ... 4-33

4.5.3 Salinitas... 4-34

4.6 Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan... 4-35

5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 5-1

5.1 Kesimpulan ... 5-1 5.2 Saran ... 5-3

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1 Lokasi Kebakaran Pasar Johar... 1-7

Gambar 1-2 Kondisi Pasar Johar Sebelum Terbakar ... 1-7

Gambar 1-3 Kebakaran yang terjadi di Pasar Johar (9 Mei 2015) ... 1-8

Gambar 1-4 Kondisi Pasar Johar Pasca Terbakar... 1-8

Gambar 3-1 Denah Lantai 1 Pasar Johar Utara ... 3-2

Gambar 3-2 Denah Lantai 1 Pasar Johar Utara ... 3-3

Gambar 3-3 Beton pada kolom nampakspalling... 3-4 Gambar 3-4 Pengukuran level ketinggian tanah untuk mengetahui kontur pasar johar ... 3-4

Gambar 3-5 Analisis struktur Pasar Johas pasca terbakar menggunakan software SAP20003-5

Gambar 3-6 Bagan Alir Penelitian Pengabdian ... 3-6

Gambar 4-1 Peta Kerusakan Kolom Berdasarkan Pengamatan Visual ... 4-2

Gambar 4-2 Peta Kerusakan Pelat Lantai Berdasarkan Pengamatan Visual ... 4-3

Gambar 4-3 Gambar Pelaksanaan Hammer Test... 4-5

Gambar 4-4 Pengukuran Verticality Bangunan Gedung ... 4-11

Gambar 4-5 Pengukuran Situasi Lantai Gedung ... 4-12

Gambar 4-6 Ilustrasi PengukuranVerticalityGedung... 4-12 Gambar 4-7 Ilustrasi Pilar-Pilar yang Diukur ... 4-13

Gambar 4-8 Ilustrasi Deformasi pada Tiang Gedung ... 4-15

Gambar 4-9 Plotting Titik Lantai yang Terukur pada Lantai 1 ... 4-17

Gambar 4-10 Plotting Titik Lantai yang Terukur pada Lantai 2 ... 4-18

Gambar 4-11 Situasi Lantai yang Terukur pada Lantai 1... 4-18

Gambar 4-12 Situasi Lantai yang Terukur pada Lantai 2... 4-19

Gambar 4-13 Kontur Lantai yang Terukur pada Lantai 1 Gedung... 4-20

Gambar 4-14 Kontur Lantai yang Terukur pada Lantai 2 Gedung... 4-21

Gambar 4-15 Visual 3D Lantai yang Terukur pada Lantai 1 Gedung... 4-22

Gambar 4-16 Visual 3D Lantai yang Terukur pada Lantai 2 Gedung... 4-22

(8)

Gambar 4-20Hydraulic universal testing machine... 4-26 Gambar 4-21 Sesaat sebelum proses uji tekan dari benda uji... 4-27

Gambar 4-22 Proses uji tekan dari benda uji ... 4-27

Gambar 4-23 Daerah pengambilan sampel core drill (a) daerah pelat dan cendawan; (b) tampak atas pondasi, kolom, dan sloof; (c) potongan A-A... 4-29

Gambar 4-24 Diagram Beban-Perpanjangan Uji Kuat Tarik Baja Tulangan ... 4-38

Gambar 5-1 Gabungan Peta Kerusakan Kolom Berdasarkan Pengamatan Visual dan

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4-1 Tabel data Hammer Test Kolom ... 4-6

Tabel 4-2 Analisis Skala Prioritas Kolom ... 4-7

Tabel 4-3 Tabel data Hammer Test Pelat ... 4-8

Tabel 4-4 Analisis Skala Prioritas Pelat... 4-9

Tabel 4-5 Hasil Pengukuran Tiang Gedung... 4-13

Tabel 4-6 Hasil Analisis Pengukuran Tiang Gedung ... 4-15

Tabel 4-7 Faktor koreksi l/d... 4-24

Tabel 4-8 Faktor koreksi diameter ... 4-24

Tabel 4-9 Perhitungan kuat tekan karakteristik benda uji ... 4-29

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan Perdagangan Johar atau yang biasa disebut Pasar Johar merupakan area pusat

jual-beli di kota Semarang yang terkenal dengan kelengkapan komoditinya dan menjadi salah

satu pusat destinasi belanja masyarakat Semarang.

Pasar Johar terletak pada pusat kota Semarang, kecamatan Semarang Tengah,

kelurahan Kauman. Terletak pada bagian wilayah kota I kota Semarang, Pasar Johar memiliki

dominasi aktivitas komersial/perdagangan dengan beberapa guna lahan permukiman.

Pasar Johar adalah bangunan cagar budaya yang berada pada pusat kota, di antara Tugu

Muda, Simpang Lima, serta dekat dengan Kota Lama Semarang, menjadikan Pasar Johar

potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Dalam Studi Perencanaan Teknis Pengembangan

Kota Lama Semarang (1999), Pasar Johar termasuk dalam salah satu zona pengembangan

Kota Lama Semarang. Kota Lama Semarang sendiri sudah lebih dahulu dijadikan kawasan

pariwisata, budaya, dan komersial oleh Pemerintah Kota Semarang.

Awal sejarah Pasar Johar diawali pada 1860, persimpangan johar dahulu adalah sebuah

alun - alun Semarang sedangkan sisi sebelah barat terdapat penjara. Awalnya Pasar Johar

hanyalah tempat berjualan kecil untuk memenuhi kebutuhan orang - orang yang sedang

membesuk tahanan dan menunggu jam besuk di bawah pohon sekitar Johar. Ada pendapat

bahwa Pasar Johar adalah kawasan yang kumuh oleh tenda pedagang kemudian Sunan

Pandanaran memerintahkan untuk menanami pohon Johar sebagai tempat berteduh.

Komoditas yang dijualsaat itu adalah hasil bumi seperti buah, jagung, ketela hingga pisang.

Keberadaan pasar dibiarkan tanpa adanya penertiban dan bahkan pemerintahan kota menarik

retribusi bagi pedagang di Johar. Hingga pada akhirnya pada 1931 pemerintah kota

membangun Pasar Johar untuk menyatukan dikawasan tersebut yaitu Pasar Pedamaran, Johar,

Beteng, Jurnatan serta Pekojan. Johar dipilih sebagai lokasi pasar tersebut mengingat

lokasinya yang strategis. Maka untuk keperluan pembangunan itu, bangunan penjara

dirobohkan dan pohon-pohon Johar ditebang.

Pasar Johar dirancang oleh arsitek Belanda Thomas Karsten, dengan arsitektur dan

(11)

dan terbaik di Asia Tenggara. Hingga era 1980-an, Pasar Johar berkembang menjadi sentra

perdagangan di Jawa Tengah.

Sebagai pasar sentral Jawa Tengah dan sempat menjadi pasar terindah dan termegah di

Asia Tenggara, menjadikan Pasar Johar memiliki peran penting dalam perkembangan kota

Semarang secara keseluruhan.

Sekitar pukul 21.00 WIB, tanggal 9 Mei 2015, Pasar Johar terbakar nyaris habis dilalap

si jago merah, bahkan hingga sore hari berikutnya masih banyak sekali asap keluar dari area

pasar. Akibatnya banyak pedagang yang kehilangan tempat untuk berdagang.

Upaya revitalisasi Pasar Johar akan dilakukan sebagai jawaban Pemerintah Kota

Semarang atas peristiwa Pasar Johar terbakar. Untuk memulai upaya revitalisasi Pasar Johar,

Pemerintah Kota Semarang akan memulai dengan penyusunan Detail Engineering Design

(DED) tahun 2016. Langkah paling dekat adalah mengkaji kekuatan bangunan pasar yang

sudah terbakar dan memutuskan apakah bangunan pasar yang ada saat ini akan dipertahankan

atau tidak.

Dalam hal ini ada beberapa penelitian pakar tentang pengaruh kebakaran terhadap

material beton bertulang, diantaranya:

1. Irma Aswani Ahmad, Nur Anny Suryaningsih, Taufieq & Abdul Hamid Aras

(Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar)

Kebakaran pada hakekatnya merupakan reaksi kimia dari combustible material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran yang menghasilkan panas. Panas hasil

pembakaran ini diteruskan ke massa beton/mortar dengan dua macam mekanisme yakni

pertama secara radiasi yaitu pancaran panas diterima oleh permukaan beton sehingga

permukaan beton menjadi panas. Pancaran panas akan sangat potensial, jika suhu sumber

panas relatif tinggi. Kedua secara konveksi yaitu udara panas yang bertiup/bersinggungan

dengan permukaan beton/mortar sehingga beton menjadi panas. Bila tiupan angin semakin

kencang, maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi semakin banyak.

Tjokrodimuljo (2000) mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak diharapkan

mampu menahan panas sampai di atas 250°C. Akibat panas, beton akan mengalami retak,

(12)

menjadi abu-abu agak hijau dan jika sampai di atas 900°C menjadi abu-abu. Namun jika

sampai di atas 1200°C akan berubah menjadi kuning. Dengan demikian, secara kasar dapat

diperkirakan berapa suhu tertinggi selama kebakaran berlangsung berdasarkan warna

permukaan beton pada pemeriksaan pertama.

Selanjutnya, Ahmad (2001) membahas kelayakan balok beton bertulang pascabakar

secara analisis dan eksperimen. Penelitian dilakukan terhadap lima benda uji berbentuk balok

beton bertulang. Empat balok dibakar di dalam tungku pada temperatur 200°C dan 400°C

selama ± 3 jam dan satu balok lain yang tidak dibakar sebagai pembanding. Hubungan

tegangan regangan memperlihatkan perubahan kemiringan kurva atau dengan kata lain terjadi

penurunan kekakuan sejalan dengan kenaikan temperatur dan diikuti dengan penambahan

regangan maksimum.

Adapun hasil penelitian Ahmad dan Taufieq (2006) menyatakan bahwa terjadi

penurunan kekuatan pada bangunan beton yang telah dioven. Pada penelitian ini didapatkan

kuat tekan pada beton yang tidak dioven sebesar 240,0624 kg/cm2. Kekuatan sisa beton yang

dioven pada temperatur 200°C dan 400°C adalah 88,89 % dan 70,15 % dari kekuatan beton

normal yang tidak dioven.

Rahmah (2000) menggunakan silinder hasil core case berdiameter 5 cm dari suatu model balok beton bertulang yang dibakar pada temperatur 200°C, 400°C, 600°C, dan 800°C.

Hasil dari penelitian ini adalah terjadi perubahan kuat tekan tiap sentimeter kedalaman core case beton sebesar 0,4%; sedangkan perubahan modulus elastisitas tiap sentimeternya berkisar 1,2% - 2,2%.

Menurut Zacoeb dan Anggraini (2005), perubahan temperatur yang cukup tinggi,

seperti yang terjadi pada peristiwa kebakaran, akan membawa dampak pada struktur beton.

Karena pada proses tersebut akan terjadi suatu siklus pemanasan dan pendinginan yang

bergantian, yang akan menyebabkan adanya perubahan fase fisis dan kimiawi secara

kompleks. Hal ini akan mempengaruhi kualitas/kekuatan struktur beton tersebut. Pada beton

normal mutu tinggi dengan suhu 1200°C terjadi penurunan kekuatan tekan sampai tinggal

40% dari kekuatan awal. Sedangkan pada beton mutu tinggi dengan Silikafume dan

Superplasticizer akan mengalami perubahan yang cukup berarti pada suhu tinggi dimana

kekuatannya tinggal 35%.

Penelitian yang dilakukan oleh Sirait (2009), menggunakan balok beton bertulang

penampang persegi empat ukuran 15 x 25 x 320, terletak pada tumpuan sederhana,

bertulangan lemah. Waktu pembakaran mulai dari 30, 60, 90 dan 120 menit dengan balok

(13)

Pembebanan pada uji lentur menunjukkan penurunan daya pikul sebesar 26%, demikian juga

pada uji kuat tekan beton menunjukkan penurunan kuat tekan beton sebesar 65% dari

kekuatan awal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan beton menurun dengan

adanya kenaikan temperatur. Beton yang telah dipanasi pada temperatur 200°C, kuat tekan

rata-ratanya sisa 85,83% dari beton normal. Jika dibakar sampai temperatur 400°C, kuat

tekan rata-ratanya sisa 58,40%. Kekuatan ini akan terus menurun hingga sisa 35,08% pada

temperatur 600°C.

2. A.A. Gede Sutapa (Dosen JurusanTeknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Udayana,

Denpasar)

Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan volume pori-pori (volume yang

dapat ditempati oleh fluida) terhadap volume total beton. Ruang pori pada beton umumnya

terjadi akibat kesalahan dalam pelaksanaan dan pengecoran seperti: faktor air-semen yang

berpengaruh pada lekatan antara pasta semen dengan agregat, besar kecilnya nilai slump,

pemilihan tipe susunan gradasi agregat gabungan, maupun terhadap lamanya pemadatan.

Semakin tinggi tingkat kepadatan pada beton maka semakin besar mutu beton itu

sendiri, sebaliknya semakin besar porositas beton, maka kekuatan beton akan semakin kecil.

Penelitian terhadap porositas lebih didasarkan dari segi keawetan dan kekuatan beton itu

sendiri. Dari segi keawetan, porositas sangat penting diteliti terutama pada bangunan tepi

pantai dan bangunan yang bersinggungan dengan tanah. Pada bangunan tepi pantai, beton

akan bersinggungan dengan air garam yang mengandung sulfat dan klorida yang dapat

meresap ke dalam beton sehingga dapat merusak bahkan menghancurkan beton. Kerusakan

beton terjadi ketika kedua zat tersebut menguap sehingga di dalam pori-pori beton timbul

kristal-kristal sulfat dan klorida yang akan mendesak pori-pori dinding beton. Akibatnya,

beton pecah menjadi serpihan-serpihan lepas. Karena proses tersebut berjalan terus menerus

dalam kurun waktu lama, kekuatan beton akan berkurang dan terancam hancur. Selain garam

air laut, kandungan sulfat (MgSO4, CaSO4, NaSO4) juga dapat menggerogoti beton.

Akibatnya beton akan retak-retak, bahkan menjadi rapuh. MgSO4 bahkan mampu melarutkan

beton, sehingga yang tertinggal hanyalah batu-batu kerikil dan pasir tanpa semen (Sudarmadi,

2006).

(14)

menyusut dan agregat mengembang sehingga akan terdapat pori-pori yang lebih besar

terutama pada agregat kasar. Selain itu juga terdapat retakan yang terjadi akibat tekanan uap

air atau gas yang terperangkap pada beton yang tidak mudah mengalir melalui pori-pori ke

daerah yang lebih dingin. Retakan pada beton tersebut juga memperbesar ruang pori pada

beton sehingga mempengaruhi besarnya persentase porositas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan porositas beton sebanding dengan

volume beton yang mengalami penetrasi panas dengan temperatur 400-800°C. Hal lain juga

menunjukkan bahwa porositas beton yang meningkat sebesar 20,695% tersebut menyebabkan

kuat tekan turun sebesar 53,665 % dan kuat tarik belah turun sebesar 49,641%.

3. Abdul Rochman(Jurusan Teknik Sipil-Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Pada struktur beton yang mengalami kebakaran, kekuatan beton akan dipengaruhi oleh

perubahan temperatur, tingkat dan lama pemanasan, jenis dan perilaku pembebanan, jenis dan

ukuran agregat, dan faktor air-semen. Pengaruh pemanasan sampai pada temperature 200°C

sebenarnya menguntungkan terhadap beton, karena akan menyebabkan penguapan air

(dehidrasi) dan penetrasi ke dalam rongga-rongga beton lebih dalam, sehingga memperbaiki sifat lekatan antar partikel-partikel C-S-H. Penelitian Wijaya, (1999) dan Priyosulistyo,

(2000) menunjukkan bahwa kuat-tekan beton benda uji silinder maupun kuat lentur benda uji

yang dipanaskan dalam tungku pada temperature 200°C meningkat sekitar 10-15 %

dibandingkan dengan beton normal yang tanpa dipanaskan. Warna beton yang dipanaskan

pada temperatur ini umumnya berwarna hitam gelap. Selanjutnya jika panas dinaikkan lagi,

kekuatan beton cenderung menurun. Pada suhu antara 400 – 600°C, penurunan kuat tekan

dan kuat lentur hingga mencapai 50 % dari kuat tekan sebelumnya.

Penurunan ini disebabkan karena terjadinya proses dekomposisi unsur C-S-H yang

terurai menjadi kapur bebas CaO serta SiO2 yang tidak memiliki kekuatan sama sekali.

Karena unsur C-S-H merupakan unsur utama yang menopang kekuatan beton, maka

pengurangan C-S-H yang jumlahnya cukup banyak akan sangat mengurangi kekuatan beton.

Jika suhu dinaikkan sampai mencapai 1000°C terjadilah proses karbonisasi yaitu

terbentuknya Calsium Carbonat (CaCo3) yang berwarna keputih-putihan sehingga merubah warna permukaan beton menjadi lebih terang (pink keputih-putihan). Disamping itu pada

temperatur ini terjadi penurunan lekatan antara batuan dan pasta semen, yang ditandai oleh

retak-retak dan oleh kerapuhan beton (mudah dipecah dengan tangan).

Kerusakan beton dapat pula disebabkan oleh perbedaan angka muai antara agregat dan

(15)

antar batuan menjadi berkurang banyak. Pada temperatur kamar angka muai batuan pada

umumnya lebih rendah dari pada pasta-semen. Sampai pada temperature 200°C pasta-semen

menyusut sedang batuan mengembang. Perbedaan ini dapat menimbulkan retak-retak pada

beton. Namun yang paling nyata kerusakan beton mengelupas disebabkan oleh tekanan uap

air (5 – 7,5 volume) atau gas yang terperangkap di dalam beton. Semakin rapat beton, maka

semakin mudah terjadi pengelupasan oleh panas, karena uap air tidak mudah mengalir

melalui pori ke dalam daerah yang lebih dingin. Jika terjadi peningkatan suhu yang cepat

diikuti oleh hambatan aliran uap air ke sebelah dalam dan jika tersumbat akibat rapatnya

beton, maka berpotensi menimbulkan ledakan, terlebih lagi pada beton mutu tinggi. Dari

beberapa hasil penelitian terdahulu terlihat adanya pengaruh kekuatan beton (struktur beton)

pasca kebakaran.

Didasari oleh penelitian-penelitian tersebut, dalam pengabdian masyarakat ini kami

melakukan kajian struktur untuk menganalisa pengaruh struktur beton keseluruhannya

terhadap kelayakan dari bangunan tersebut, apakah bangunan setelah pasca kebakaran masih

layak atau tidak.

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud

Maksud dari kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini adalah melakukan kajian

struktur untuk mengidentifikasi kelayakan bangunan Pasar Johar pasca kebakaran.

1.2.2 Tujuan

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi maka tujuan dari hasil

penelitian ini untuk mendapatkan:

1. Mengetahui lebih lanjut kondisi bangunan Pasar Johar pasca terbakar.

2. Melakukan kajian struktur terhadap kekuatan bangunan Pasar Johar pasca terbakar.

3. Mengevaluasi hasil kajian struktur untuk mengkaji kekuatan bangunan Pasar Johar

pasca terbakar apakah masih layak untuk dipertahankan atau tidak.

4. Upaya – upaya yang dilakukan dalam rangka terpenuhi kelayakan struktur gedung

(16)

1.3 Lokasi Pengabdian

Lokasi pengabdian adalah bangunan Pasar Johar yang terbakar pada 9 Mei 2015,

dengan difokuskan pada bagian Utara karena merupakan lokasi bangunan dengan tingkat

kerusakan terparah dibandingkan dengan bagian lain.

Sumber: jateng.tribunnews.com

Gambar 1-1 Lokasi Kebakaran Pasar Johar

Sumber: metrotvnews.com/Deo Dwi Fajar Hari

(17)

Sumber: beritasatu.com

Gambar 1-3 Kebakaran yang terjadi di Pasar Johar (9 Mei 2015)

Sumber: ANTARA FOTO/R. Rekotomo

(18)

2

BAB II

TARGET DAN LUARAN

2.1. Target dan Luaran

2.1.1. Target yang Ingin Dicapai

Dalam kegiatan ini target yang ingin dicapai adalah mengevaluasi hasil kajian struktur

untuk mengkaji kekuatan bangunan Pasar Johar pasca terbakar apakah masih layak untuk

dipertahankan atau tidak. Dan jika hasilnya adalah sudah tidak layak untuk dipertahankan

maka melalui kegiatan ini diharapkan tercapainya upaya – upaya yang dilakukan dalam

rangka terpenuhi kelayakan struktur gedung pasar Johar pasca kebakaran serta rekomendasi

yang diberikan ke Pemerintah Kota Semarang

2.2.2. Luaran yang Diharapkan

Tujuan akhir dari kajian struktur ini adalah menilai kelayakan struktur bangunan Pasar

Johar pasca kebakaran atau menentukan tingkat kelayakan atau tingkat kerusakan bangunan.

Ketentuan tingkat kelayakan eksisting digunakan untuk menentukan metoda perbaikan

atau perkuatan yang diperlukan. Setiap praktik pemeriksaan struktur bangunan, keluaran hasil

(19)

3

BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1. Metode Yang Digunakan

Metodologi yang digunakan dalam pelaksanaan pemeriksaan struktur bangunan bersifat

menyeluruh (comprehensive), yaitu dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif yaitu dengan melakukan pengamatan dan pemeriksaan lapangan secara visual.

Pengukuran kualitatif dilakukan dengan melakukan pencatatan/inventarisasi kondisi

bangunan dan kerusakan-kerusakan yang ada pada bangunan eksisting, penelusuran terhadap

data-data bangunan, pengambilan foto, dan pemeriksaan visual untuk melihat kondisi

komponen struktur yang ada (existing). Di sisi lain, pemeriksaan juga dilakukan dengan metode kuantitatif, yaitu melakukan serangkaian pengujian pada struktur bangunan serta

pengukuran konfigurasi bangunan, dan dimensi komponen struktur.

Data-data yang diperoleh dari bangunan tersebut, kemudian dijadikan dasar penentuan

mutu bahan yang ada (mutu beton serta jumlah dan diameter tulangan). Selanjutnya

dilakukan perhitungan ulang struktur, dan evaluasi bangunan yang ada secara keseluruhan.

3.2. Peninjauan Lapangan

Kegiatan pemeriksaan bangunan dapat disusun dalam beberapa langkah- langkah

kegiatan. Adapun urutan langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

a. Penelusuran data bangunan

Pekerjaan penelusuran data bangunan meliputi penelusuran informasi mengenai

dibangunnya gedung.

b. Pemeriksaan visual bangunan

Pemeriksaan visual bangunan meliputi pemeriksaan sistem struktural komponen

(20)
(21)
(22)

Gambar 3-3 Beton pada kolom nampakspalling

c. Pengukuran bangunan

Pengukuran bangunan dilakukan unrtuk mengetahui konfigurasi bangunan. Hal ini

juga dapat berfungsi sebagai alat konfirmasi kondisi geometrik bangunan eksisting.

(23)

d. Pemeriksaan kerusakan yang terjadi

Pemeriksaan dilakukan terhadap kerusakan yang terjadi pada komponen struktur

maupun non struktur dengan melakukan pengamatan secara visual.

e. Pengujian lapangan dan laboratorium

Pengujian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data mutu bahan struktur gedung,

dengan metode non-destructive dan destructive. Kegiatan ini berupa: uji mutu beton

permukaan dengan hammer test, dan pengambilan beton inti dengan alat core drill. Sedangkan di laboratorium dilakukan uji tarik tulangan

f. Pengambilan foto

Pengambilan foto terhadap kondisi bangunan, komponen struktur dan komponen

non struktur untuk diamati penyebab dari kerusakan yang terjadi, serta sebagai alat

untuk mengukur tingkat kerusakan bangunan, pengambilan foto juga berfungsi

sebagai dokumentasi.

g. Evaluasi data dan analisa struktur bangunan

Evaluasi data bangunan ditujukan untuk mengevaluasi secara keseluruhan kondisi

bangunan eksisting, berdasarkan seluruh data yang meliputi: informasi umum

gedung, jenis kerusakan pada komponen struktur dan non struktur, serta kelayakan

dari komponen tersebut.

(24)

3.3. Bagan Alir

Tahap pelaksanaan pemeriksaan kelayakan bangunan secara keseluruhan dapat

isampaikan bagan alir berikut ini:

(25)

4

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

4.1 Pengamatan Visual

4.1.1 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dilakukannya pengamatan secara visual adalah untuk

mendapatkan data visual kerusakan pasar johar akibat kebakaran. Data dari pengamatan

visual ini selanjutnya akan dipetakan menurut lokasinya. Hasil dari pemetaan data

selanjutnya akan dibandingkan dengan pengujian lainnya yang telah dilakukan, yaitu meliputi

pengujian hammer, geometri, dancoredrill.

4.1.2 Pelaksanaan Pengamatan

Pelaksanaan pekerjaan dilakukan secara visul dengan bantuan senter penerang,

meteran, pilox, kemudian data dimasukkan kedalam form SIMAK yang telah disediakan

(terlampir).

Dalam pengamatan visual dilakukan pada beberapa obyek pengamatan antara lain; kolom,

pelat lantai, pelat atap, dinding, dan tangga.

a. Pengamatan Kolom

Pengamatan kolom meliputi kondisi struktur kolom, yaitu berupa pembengkokan kolom

dan kemiringannya; pengelupasan cat, plester, bahkan beton kolom; kondisi beton kolom;

terlihatnya tulangan; serta kondisi tulangan yang terlihat.

Skala kerusakan kolom dibagi menjadi 5 kondisi, yaitu;

1) Baik

2) Cukup Baik

3) Rusak Ringan

4) Rusak Sedang

(26)

b. Pengamatan pada Pelat Lantai dan Pelat Atap

Pengamatan pada pelat lantai dan pelat atap meliputi kondisi penutup lantai berupa

keramik; kondisi beton pelat lantai; terlihatnya tulangan; kondisi tulangan; serta lendutan

pada pelat.

Pada pelat lantai dan pelat atap juga digunakan skala kerusakan dengan 3 kondisi, yaitu;

1) Rusak Ringan

2) Rusak Sedang

3) Rusak Parah

c. Pengamatan pada Dinding dan Tangga

Pengamatan pada dinding dan tangga meliputi kondisi cat, plester, spesi, keramik/tegel

dan batu bata, serta kerapuhan yang terlihat pada dinding dan tangga.

4.1.3 Hasil Pengamatan

(27)

Gambar 4-2 Peta Kerusakan Pelat Lantai Berdasarkan Pengamatan Visual

4.2 Hammer Test

4.2.1 Maksud dan Tujuan

Hammer test yaitu suatu alat pemeriksaan mutu beton tanpa merusak beton, metode ini akan diperoleh cukup banyak data dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya yang

murah. Metode pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban intact (tumbukan) pada

permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan menggunakan

energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang timbul dari massa tersebut pada saat

terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda uji dapat memberikan indikasi kekerasan

juga setelah dikalibrasi, dapat memberikan pengujian ini adalah jenis "Hammer".

Alat ini sangat berguna untuk mengetahui keseragaman material beton pada

struktur. Alat ini sangat peka terhadap variasi yang ada pada permukaan beton, misalnya

keberadaan partikel batu pada bagian-bagian tertentu dekat permukaan. Oleh karena itu,

(28)

• Mendapatkan perkiraan kuat tekan beton.

Kelebihan metodehammer test:

• Murah, pengukuran bisa dilakukan dengan cepat • Praktis (mudah digunakan).

• Tidak merusak

Kekurangan metodehammer test:

• Hasil pengujian dipengaruhi oleh kerataan permukaan, kelembaban beton, sifat sifat dan

jenis agregat kasar, derajad karbonisasi dan umur beton. Oleh karena itu perlu diingat

bahwa beton yang akan diuji haruslah dari jenis dan kondisi yang sama.

• Sulit mengkalibrasi hasil pengujian. Tingkat keandalannya rendah.

• Hanya memberikan imformasi mengenai karakteristik beton pada permukaan.

4.2.2 Cara Pelaksanaan Pengujian

Adapun cara pelaksanaan pengujian adalah sebagai berikut.

1. Menyusun rencana jadwal pengujian, mempersiapkan peralatan yang diperlukan.

2. Mencari data tentang letak detail konstruksi, tata ruang dan mutu bahan konstruksi

selama pelaksanaan bangunan berlangsung.

3. Menentukan titik test.

 Titik test untuk kolom diambil sebanyak 16 (enam belas) titik, masing-masing titik test terdiri dari 5 (lima) titik tembak.

 Pelat lantai diambil sebanyak 9 (sembilan) titik test dan per titik masing-masing terdiri dari 5 (lima) titik tembak.

4. Letakkan ujungplungeryang terdapat pada ujung alathammer testpada titik yang akan ditembak dengan memegang hammer dengan arah tegak lurus atau miring bidang permukaan beton yang akan diuji.

5. Plunger ditekan secara perlahan-lahan pada titik tembak dengan tetap menjaga kestabilan arah dari alat hammer. Pada saat ujung plunger akan lenyap masuk kesarangnya akan terjadi tembakan olehplungerterhadap beton, dan tekan tombol yang terdapat dekat pangkalhammer.

6. Lakukan pengetesan terhadap masing-masing titik tembak yang telah ditetapkan semula

(29)

7. Tarik garis vertikal dari nilai pantul yang dibaca pada Grafik 1 yaitu hubungan antara

nilai pantul dengan kekuatan tekan beton yang terdapat pada alathammer sehingga memotong kurva yang sesuai dengan sudut tembakhammer.

8. Besar kekuatan tekan beton yang ditest dapat dibaca pada sumbu vertikal yaitu hasil

perpotongan garis horizontal dengan sumbu vertikal.

(30)

4.2.3 Hasil Pengamatan

Tabel 4-1 Tabel data Hammer Test Kolom

NO RATA ARAH KONVERSI

16 I-11 43 35 37 27 28 31 34 0 409.64 112.96 12759.03Keterangan

= Kuat tekan beton/titik uji

n = Jumlah titik

= Kuat tekan beton rata-rata

S = Standar Deviasi =

=

16 4746.946 40246.75

Kuat tekan beton karakteristik pelaksanaan

Kuat tekan beton karakteristik rencana

Dasar pemeriksaan : SNI

Maka, mutu beton pelaksanaan memenuhi syarat K.250

(31)

Tabel 4-2 Analisis Skala Prioritas Kolom

NO TITIK RATA ARAH KONVERSI KONVERSI

(127,316)

KATEGORI

TITIK SAMPEL RATA PUKULAN kg/cm2 kg/cm3

1 C-3 29 0 349.4 108.593 SANGAT BAIK

2 C-9 30 0 361.45 112.339 SANGAT BAIK

3 D-6 23 0 283.128 87.996 BAIK

4 D-10 18 0 216.87 67.403 CUKUP BAIK

5 E-3 25 0 301.2 93.613 BAIK

6 E-4 25 0 301.2 93.613 BAIK

7 E-5 25 0 301.2 93.613 BAIK

8 E-6 26 0 313.25 97.358 BAIK

9 E-7 24 0 289.15 89.868 BAIK

10 E-8 19 0 228.91 71.145 CUKUP BAIK

11 E-10 17 0 204.82 63.658 CUKUP BAIK

12 F-3 24 0 289.15 89.868 BAIK

13 F-4 25 0 301.2 93.613 BAIK

14 F-7 23 0 283.128 87.996 BAIK

15 F-9 26 0 313.25 97.358 BAIK

(32)

Tabel 4-3 Tabel data Hammer Test Pelat

= 31.9 29.05 (memenuhi syarat K.350)

Keterangan

= Kuat tekan beton/titik uji

n = Jumlah titik

= Kuat tekan beton rata-rata

S = Standar Deviasi

Maka, mutu beton pelaksanaan memenuhi syarat K.350

Kuat tekan beton karakteristik pelaksanaan

Kuat tekan beton karakteristik rencana

(33)

Tabel 4-4 Analisis Skala Prioritas Pelat

NO

PLAT RATA ARAH KONVERSI

KONVERSI

(31,846) KATEGORI

TITIK RATA PUKULAN kg/cm2 kg/cm3

1 B-3 41 -90 493.98 31.088 SANGAT BAIK

2 B-8 31 -90 373.5 23.505 BAIK

3 B-10 37 -90 445.79 28.055 SANGAT BAIK

4 D-2 40 -90 281.93 17.743 CUKUP BAIK

5 E-10 38 -90 457.84 28.813 SANGAT BAIK

6 G-10 34 -90 409.64 25.780 SANGAT BAIK

7 I-2 39 -90 469.88 29.571 SANGAT BAIK

8 I-6 42 -90 506.03 31.846 SANGAT BAIK

(34)

4.3 Survey Inspeksi Geometrik

4.3.1 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dilakukannya Inspeksi Geometrik ini adalah untuk

mendapatkan data spasial teliti dari situasi eksisting bangunan gedung pasar Johar dan

pengukuran geometri secara teliti menggunakan kaidah-kaidah pemetaan dan peralatan

survey yang tepat.

4.3.2 Ruang Lingkup dan Volume Kegiatan

Dalam survey Geodesi untuk investigasi dan analisis kondisi Gedung Pasar Johar

Semarang dilakukan dengan beberapa kegiatan, yaitu :

1. Investigasi Geometrik Tiang/Pilar Utama Gedung Pasar Johar

2. Investigasi Profil Lantai Dasar pada Gedung Pasar Johar

4.3.3 Pelaksanaan Teknis Pekerjaan

Pelaksanaan pekerjaan ini menggunakan peralatan sebagai berikut :

8. Total Station Reflectorless Sokkia 630R untuk inspeksi geometri pilar

9. Waterpass digital / Total Station TopCon untuk inspeksi beda tinggi lantai

10. Perangkat Pendukung : Statip, Rambu Ukur, Prisma Ukur, Jalon

Inspeksi geometrik yang dilakukan terdiri dari pengukuran verticality tiang utama gedung

dan pengecekan profil lantai.

4.3.3.1 Pengukuran Verticality Tiang Gedung

Pengukuran menara bendungan dilakukan dengan menggunakan TS reflektorless,

dimana alat ini mampu membidik objek tanpa harus mengenai prisma ukur. Hal tersebut

memudahkan dalam investigasi verticality menara bendungan. Dengan bantuan alat ini

pengukuran dapat mendapatkan nilai yang sangat akurat, tentu saja dengan standart operation

alat tersebut. Langkah-langkah pengoperasian pengukuran sebagai berikut :

a. Buka dan posisikan alat Total Station (TS) disalah satu sisi pilar bangunan, atur jarak

penempatan Antara kaki TS dengan sisi pilar bangunan, usahakan cari jarak yang sesuai

dan memudahkan kita dalam mengambil objek.

b. Posisikan alat TS pada ketinggian sesuai dengan kemudahan kita sebagai pengambil

objek/ penguna alat, usahakan jangan terlalu rendah ataupun terlalu tinggi.

c. atur posisi alat TS dalam keadaan tegak lurus dan pastikan letak titik as TS satu garis

lurus dengan pojokan pilar gedung. Pada tahap inilah hasil pengukuran kita akan

(35)

kesalahan dalam pengaturan alat dan kekurangan telitian pada tahapan ini akan sangat

menentukan tingkat keakuratan hasil pengukuran.

d. Setelah langkah ke 4 selesai, dilanjutlkan dengan mengarahkan alat TS kita kearah sudut

pilar gedung dari paling bawah ke paling atas, setelah itu didapatkan dilanjutkan dengan

mengunci horizontalnya, kemudian mengarahkan alat teropong ke sudut pilar bangunan

paling atas. Pada proses terakhir ini sudah bisa didapatkan apakah ada nilai kemiringan

pada tiang/pilar tersebut.

e. Bidik tiap sisi pilar dari sudut pilar dengan TS untuk mendapatkan geometri tiang/pilar.

f. Lakukan Langkah dari satu sampai dengan enam disetiap pilar bangunan

g. Langkah terakhir setelah semua sisi dilakukan pengukuran adalah dengan cara analisa

hasil dan melakukan revisi ketegakan bangunan gedung.

Gambar 4-4 Pengukuran Verticality Bangunan Gedung

4.3.3.2 Pengukuran Pengecekan Lantai Bangunan

Pengukuran untuk melakukan pengecekan pada lantai gedung dilakukan dengan

melakukan metode tachimetry untuk mendapatkan koordinat horizontal dan vertikal.

Pengukuran dilakukan dengan mengambil titik-titik lantai secara menyeluruh dan

pengambilan titik-titik lantai yang mempunyai perbedaan tinggi yang cukup signifikan,

(36)

Gambar 4-5 Pengukuran Situasi Lantai Gedung

4.3.4 Hasil Pengamatan

4.3.4.1 HasilVerticalityPilar Bangunan

Verticality bangunan gedung diukur pada pilar/tiang utama untuk diketahui kecondongan kemiringan yang terjadi pada gedung.

Gambar 4-6 Ilustrasi PengukuranVerticalityGedung

(37)

Gambar 4-7 Ilustrasi Pilar-Pilar yang Diukur

Hasil yang diperoleh dari pengukuran dapat dirangkum dalam tabel berikut:

Tabel 4-5 Hasil Pengukuran Tiang Gedung

Nomor

Tiang

Lokasi

Tiang

Posisi

Survey

Koordinat

Tinggi Tiang

yang Terukur (m)

X Y Z

1 C3 Bawah 996,094 1009,789 98,61 5,457 Atas 996,086 1009,798 104,067

2 E3 Bawah 1007,918 1010,89 98,637 5,360 Atas 1008,025 1011,009 103,997

3 F3 Bawah 1015,851 1011,843 98,575 5,511 Atas 1015,806 1011,832 104,086

4 E4 Bawah 1008,587 1005,24 98,624 5,617 Atas 1008,604 1005,239 104,241

5 F4 Bawah 1016,535 1006,187 98,553 5,512 Atas 1016,486 1006,173 104,065

6 E5 Bawah 1009,088 999,566 98,571 5,666 Atas 1009,148 999,599 104,237

(38)

Nomor

8 E6 Bawah 1009,879 994,363 98,541 5,703 Atas 1009,959 994,283 104,244

9 E7 Bawah 1010,673 988,613 98,485 2,844 Atas 1010,698 988,569 101,329

10 F7 Bawah 991,244 1012,99 96,227 5,739 Atas 991,292 1012,892 101,966

11 E8 Bawah 1011,353 982,947 98,491 5,729 Atas 1011,412 982,881 104,22

12 C9 Bawah 1000,11 975,73 98,508 5,362 Atas 1000,145 975,72 103,87

13 F9 Bawah 998,229 1003,908 96,733 5,030 Atas 998,212 1003,901 101,763

14 D10 Bawah 990,97 990,89 98,548 3,322 Atas 991,043 990,792 101,87

15 E10 Bawah 995,706 994,543 98,517 3,271 Atas 995,825 994,49 101,788

16 I11 Bawah 1018,911 1006,964 98,829 2,879 Atas 1018,96 1006,968 101,708

4.3.4.2 Analisis Kelaikan Geometri Tiang Gedung

Kelaikan tiang dapat dilihat secara geometri dengan mengetahui kemiringan tiang dan

pergeseran tiangnya. Kemiringan dan pergeseran dapat diukur secara teliti dan diketahui

hasilnya dengan asumsi satu poros pangkal tiang dianggap tetap dan bila poros ujung berubah

posisi maka tiang mengalami deformasi pergeseran dan kemiringan. Bila pergeseran posisi

tiangnya masih dalam toleransi pergeseran maka tiang masih laik bangunan, sedangkan bila

pergeserannya melampaui nilai toleransinya maka tiang bangunan dianggap tidak laik

(39)

Gambar 4-8 Ilustrasi Deformasi pada Tiang Gedung

Berikut hasil analisis kelaikan tiang bangunan dari pengukuran di lapangan:

Tabel 4-6 Hasil Analisis Pengukuran Tiang Gedung

Nomor Tiang

Lokasi Tiang

Pergeseran (meter)

Tinggi Tiang

Sudut Pergeseran

(detik)

Toleransi (meter)

(1/200)xTinggi Keterangan

1 C3 0,012 5,457 0,139 0,027 Memenuhi

2 E3 0,160 5,360 1,875 0,027 tidak memenuhi

3 F3 0,046 5,511 0,528 0,028 tidak memenuhi

4 E4 0,017 5,617 0,190 0,028 Memenuhi

Perubahan Kemiringan &

Pergeseran

Poros pangkal yang dianggap

(40)

Nomor

6 E5 0,068 5,666 0,759 0,028 tidak memenuhi

7 D6 0,009 5,461 0,106 0,027 Memenuhi

8 E6 0,113 5,703 1,246 0,029 tidak memenuhi

9 E7 0,051 2,844 1,118 0,014 tidak memenuhi

10 F7 0,109 5,739 1,195 0,029 tidak memenuhi

11 E8 0,089 5,729 0,971 0,029 tidak memenuhi

12 C9 0,036 5,362 0,427 0,027 tidak memenuhi

13 F9 0,018 5,030 0,230 0,025 memenuhi

14 D10 0,122 3,322 2,310 0,017 tidak memenuhi

15 E10 0,130 3,271 2,501 0,016 tidak memenuhi

16 I11 0,049 2,879 1,073 0,014 tidak memenuhi

Dari tabel analisis diatas dapat disimpulkan bahwa hanya terdapat empat (25%

memenuhi) tiang yang deformasinya masih dalam toleransi pergeseran, dan 12 (75% tidak

memenuhi) tiang lainnya tidak memenuhi toleransi. Tiang yang memiliki pergeseran yang

cukup tinggi adalah tiang pada posisi E3, D10, dan E10 yang mencapai selisih 10 cm dari

batas toleransi pergeseran.

4.3.4.3 Pengecekan Lantai Gedung

Pengecekan lantai gedung dilakukan dengan mengukur titik-titik tinggi pada lantai.

Dari pengukuran tersebut, maka akan dapat dilihat kontur lantai yang dapat dianalisis

(41)

pada lantai 1 dihasilkan 160 titik yang menyebar ke seluruh luasan lantai gedung. Sedangkan

untuk lantai 2 hanya terukur 50 titik-titik tinggi. Hasil dari pengukuran dapat dilihat pada

plotting titik-titik lantai yang terukur sebagai berikut:

Gambar 4-9 Plotting Titik Lantai yang Terukur pada Lantai 1

15.001

436460 436470 436480 436490 436500 436510

(42)

Gambar 4-10 Plotting Titik Lantai yang Terukur pada Lantai 2

(43)

Gambar 4-12 Situasi Lantai yang Terukur pada Lantai 2

4.3.4.4 Analisis Pengecekan Lantai Gedung

Dari hasil pengukuran terlihat ketidak rataan lantai gedung di lantai 1 maupun lantai 2.

Bila divisualkan dengan garis kontur maka akan terlihat ketidak rataan lantai dengan hasil

(44)

Gambar 4-13 Kontur Lantai yang Terukur pada Lantai 1 Gedung

Dari visual kontur tersebut, maka dapat terlihat garis kontur hijau yang menandakan

lantai turun pada sisi timur dan utara (barat laut) pada lantai 1 gedung. Kemudian garis kontur

merah menandakan wilayah yang mempunyai ketinggian tertinggi. Dari kondisi lapangan,

wilayah yang tinggi merupakan tumpukan-tumpukan beton. Dari hasil pengukuran tersebut

juga dapat diketahui rata-rata selisih ketinggian lantai 1 gedung adalah berkisar 40 cm.

436460 436470 436480 436490 436500 436510

(45)

Gambar 4-14 Kontur Lantai yang Terukur pada Lantai 2 Gedung

Kondisi di lantai 2 gedung, sesuai dengan gambar konturnya ada ketidak rataan lantai

pada barat, timur, dan selatan. Pada garis kontur hijau menandakan daerah yang rendah/turun

dari ketinggian sekitarnya dan yang paling turunadalah pada sisi barat lantai gedung.

Kemudian, daerah yang tinggi berada di sisi selatan (tenggara) lantai gedung. Rata-rata

perbedaan selisih tinggi dari titik tinggi rata-rata adalah 10 cm. Hasil analisis di kedua lantai

dalam visual 3D dapat dilihat gambar berikut:

17.824

(46)

Gambar 4-15 Visual 3D Lantai yang Terukur pada Lantai 1 Gedung

Gambar 4-16 Visual 3D Lantai yang Terukur pada Lantai 2 Gedung

(47)

4.4 Core Drill

4.4.1 Maksud dan Tujuan

Secara umum, hasil pengujian dengan cara merusak ini untuk mengetahui kekuatan dari

beton di lapangan apakah beton tersebut masih layak atau sudah tidak layak. Salah satu cara

untuk mengetahui kekuatan beton di lapangan dengan cara merusak struktur beton ini adalah

core drill. Sebelum melakukan pengujian, maka benda uji harus diberikan caping terlebih dahulu. Capingadalah pemberian lapisan bidang perata pada permukaan bidang tekan benda uji.

4.4.2 Pengujiancore drill

Pengujian beton keras di lapangan dengan core drill adalah termasuk destruction test

(DT) atau pengujian beton keras dengan cara merusak struktur beton yang diuji. Benda uji

yang dimaksud adalah benda uji beton berbentuk silinder hasil pengeboran beton pada

struktur yang sudah dibangun atau dilaksanakan. Berikut adalah syarat-syarat pengujiancore drill.

1. Jumlah benda uji tidak boleh kurang dari 3 buah.

2. Peralatan yang dipakai harus yang telah dikalibrasi sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

Untuk keperluan evaluasi tes tekan bor inti digunakan ketentuan Tata Cara Perencanaan

Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 2847-2002 pasal 7.6.5.4 atau ACI 318 pasal

5.6.4.4. Ketentuan mengenai hasil tekan bor inti menyebutkan bahwa daerah beton yang

dipersoalkan dinyatakan cukup secara struktur bila kuat tekan rata-rata dari 3 benda uji >

85%f’c dan tidak ada satupun hasil uji < 75%f’c.

Beban yang diperoleh dari pengujian di laboratorium dengan menggunakan alat bantu

hydraulic universal testing machine selanjutnya akan dihitung kuat tekan karakteristiknya. Adapun persamaan untuk mencari kuat tekan karakteristik adalah sebagai berikut.

dimana:

: Kuat tekan karakteristik (kg/cm2)

P : Gaya tekan (kg)

(48)

D : Diameter sampel (cm)

fl/d : Faktor koreksi l/d

fdia : faktor koreksi diametercore

fd : faktor koreksi kerusakan akibatdrilling

Adapun untuk faktor koreksi dapat dilihat pada tabel berikut dimana untuk faktor koreksi

l/d bersumber dari ASTM C 42/C 42M-04 dan ACI 214.4R-03. Sedangkan untuk faktor

koreksi dameter bersumber dari ACI 214.4R-03.

Tabel 4-7 Faktor koreksi l/d

Tabel 4-8 Faktor koreksi diameter

Berikut adalah langkah kerja dari pengambilan benda uji sampai pada pengujian.

a. Siapkan bahan dan peralatan.

b. Pasangkancore drill dengan arah vertikal atau tegak lurus benda uji atau pelat beton, set alat agar benar-benar vertikal dengan bantuan tabung nivo.

Sumber: Foto Lapangan (2016)

Gambar 4-17Settinguntuk dudukan alatcore drill

l/d 1.75 1.50 1.25 1.00

Faktor koreksi 0.98 0.96 0.93 0.87

Diameter (mm) 50 100 150

(49)

c. Setelah alat disiapkan, lakukan pengeboran pada area yang akan dibor untuk

mengambil benda uji. Selama pengeboran usahakan air selalu mengalir pada mata bor

yang berguna untuk membantu proses pengeboran dan juga untuk menjaga mata bor

agar tidak panas.

Sumber: Foto Lapangan (2016)

Gambar 4-18 Proses pengambilan salah satu benda uji

d. Setelah pengeboran selesai, ambil benda uji dan kemudian potong benda uji tersebut

hingga didapatkan panjang yang diinginkan. Di dalam benda uji tidak boleh terdapat

tulangan dengan arah vertikal terhadap benda uji karena apabila terdapat tulangan

vertikal maka benda uji tidak terpakai. Tetapi apabila pada benda uji terdapat tulangan

(50)

Sumber: Foto Lapangan (2016)

Gambar 4-19 Benda uji dari hasilcore drill

e. Selanjutnya benda uji ditimbang untuk diketahui beratnya.

f. Caping benda uji dengan menggunakan campuran belerang dan pasir kuarsa

(dipanaskan hingga mencair) dengan tebal maksimum 10 mm.

g. Ukur tinggi benda uji setelah dicaping.

h. Tekan benda uji sampai hancur dan perhitungan beban dengan bantuan hydraulic universal testing machine. Kemudian tentukan besarnya beban hancur tersebut.

Sumber: Lab. Bahan dan Konstruksi UNDIP (2016)

(51)

Sumber: Lab. Bahan dan Konstruksi UNDIP (2016)

(52)

i. Data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk dicari kuat tekan karakteristik dan

disesuaikan dengan koreksi-koreksi yang dikenakan pada pengolahan data tersebut.

Berikut adalah lokasi pengambilan sampel untuk core drill, yaitu di daerah cendawan, pelat, kolom, serta pondasi di Pasar Johar.

(a)

(b)

(53)

(c)

Gambar 4-23 Daerah pengambilan sampelcore drill(a) daerah pelat dan cendawan; (b)

tampak atas pondasi, kolom, dan sloof; (c) potongan A-A

Berikut adalah tabel perhitungan kuat tekan karakteristik untuk masing-masing sampel.

Tabel 4-9 Perhitungan kuat tekan karakteristik benda uji

Tinggi Diameter Area Berat Gaya

(cm) (cm) (cm2) (gr) (kg) (kg/cm2)

1 D2 (Cendawan) 14 14 153.938 1260 4005 0.87 0.984 26.834

2 C2-D2 (Pelat) 14 14 153.938 1270 1690 0.87 0.984 11.323

3 C2-C3 (Pelat) 14 14 153.938 1260 4056 0.87 0.984 27.176

4 B3 (Cendawan) 10.5 10.5 86.590 930 3143 0.87 0.998 37.971

5 H2-I2 (Pelat) 14 14 153.938 1260 3836 0.87 0.984 25.702

6 I2 (Cendawan) 14 14 153.938 1280 3296 0.87 0.984 22.084

7 I5 (Cendawan) 14 14 153.938 1160 2839 0.87 0.984 19.022

8 I5-I6 (Pelat) 10.5 10.5 86.590 940 1943 0.87 0.998 23.473

9 I10 (Cendawan) 14 14 153.938 1210 2958 0.87 0.984 19.819

10 H10-I10 (Pelat) 10.5 10.5 86.590 940 2636 0.87 0.998 31.846

11 C9 (Pondasi) 14 14 153.938 1230 6929 0.87 0.984 46.426

Kode

No. fl/d fdia

Daerah Kolom

(54)

Berdasarkan hasil penelitian kuat tekan beton yang dilakukan dapat diketahui bahwa

untuk kuat tekan beton yang tidak terkena efek dari kebakaran adalah sebesar 127.316

kg/cm2. Nilai ini dapat digunakan sebagai acuan untuk kuat tekan beton normal sehingga

dapat diketahui perbandingannya dengan kuat tekan beton pasca terbakar. Apabila

dibandingkan dengan hasil nilai kuat tekan beton normal, nilai kuat tekan beton pasca

terbakar jauh berada di bawah nilai kuat tekan beton normal. Hal ini mengindikasikan bahwa

kuat tekan beton pasca terbakar telah mengalami penurunan kekuatan dan secara mutu

dinyatakan tidak layak lagi untuk digunakan.

Terkait dengan nilai kuat tekan beton yang diperoleh maka dapat diketahui juga nilai

penurunan dari awal dibangunnya Pasar Johar. Pasar Johar dibangun pada tahun 1931 dan

tahun penelitian adalah 2016 sehingga jangka waktunya adalah 85 tahun. Sebagai contoh

diambil nilai kuat tekan beton pondasi yaitu sebesar 46.426 kg/cm2. Apabila nilai kuat tekan

pondasi tersebut dibandingkan dengan nilai kuat tekan beton normal, maka diperoleh

persentase 63.53%. Sehingga dapat diperoleh persentase nilai penurunan mutu beton pondasi

per tahun adalah 63.53% / 85 tahun, yaitu 0.747% /tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa

terlepas dari pengaruh termal, kondisi mutu beton itu sendiri mengalami penurunan yang

dapat disebabkan oleh kandungan kimia air dan faktor luar lainnya.

4.5 Pengujian Kualitas Air

Kualitas air sangat mempengaruhi kekuatan beton, baik secara internal yaitu sebagai

salah satu material penyusun beton, maupun secara eksternal yaitu sebagai faktor lingkungan

beton (underground concrete). Kualitas air erat kaitannya dengan bahan-bahan yang terkandung dalam air tersebut. Air diusahakan agar tidak membuat rongga pada beton, tidak

membuat retak pada beton dan tidak membuat korosi pada tulangan yang mengakibatkan

beton menjadi rapuh. Banyak hal-hal lain yang bisa berdampak karena pemakaian air, berikut

ini uraiannya :

1. Air tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gram/liter karena dapat mengurangi daya

lekat atau bisa juga mengembang (pada saat pengecoran karena bercampur dengan

air) dan menyusut (pada saat beton mengeras karena air yang terserap lumpur menjadi

berkurang).

2. Air tidak mengandung garam lebih dari 15 gram karena resiko terhadap korosi

semakin besar.

3. Air tidak mengandung khlorida lebih dari 0,5 gram/liter karena bisa menyebabkan

(55)

4. Air tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter karena dapat

menurunkan mutu beton sehingga akan rapuh dan lemah.

5. Air tidak mengandung minyak lebih dari 2 % dari berat semen karena akan

mengurangi kuat tekan beton sebesar 20 %.

6. Air tidak mengandung gula lebih dari 2 % dari berat semen karena akan mengurangi

kuat tekan beton pada umur 28 hari.

7. Air tidak mengandung bahan organik seperti rumput/lumut yang terkadang terbawa

air Karena akan mengakibatkan berkurangnya daya lekat dan menimbulkan rongga

pada beton.

Syarat air menurut SK SNI 03-2847-2002, air yang dapat digunakan dalam proses

pencampuran beton adalah sebagai berikut :

1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan

merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan

lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.

2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang

didalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam

agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.

Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton. Pemilihan proporsi

campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dari sumber

yang sama dan hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat

dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan

sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat

diminum. Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali

pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai dengan “Metode uji kuat tekan untuk mortar

semen hidrolis (Menggunakan spesimen kubusdengan sisi ukuran 50 mm)” (ASTM C 109).

4.5.1 Klorida

Klorida banyak ditemukan di alam, hal ini di karenakan sifatnya yang mudah larut.

Kandungan klorida di alam berkisar < 1 mg/l sampai dengan beberapa ribu mg/ldi dalam air

(56)

Konsentrasi 250 mg/l unsur ini dalam air merupakan batas maksimal konsentrasi yang

dapat mengakibatkan timbulnya rasa asin. Konsentrasi klorida dalam air dapat meningkat

dengan tiba-tiba dengan adanya kontak dengan air bekas. Klorida mencapai air alam dengan

banyak cara. Kotoran manusia khususnya urine, mengandung klorida dalam jumlah yang

kira-kira sama dengan klorida yang dikonsumsi lewat makanan dan air. Jumlah ini rata-rata

kira-kira 6 gr klorida perorangan perhari dan menambah jumlah Cl dalam air bekas kira-kira

15 mg/l di atas konsentrasi di dalam air yang membawanya, di samping itu banyak air

buangan dari industri yang mengandung klorida dalam jumlah yang cukup besar.

Klorida dalam konsentrasi yang layak adalah tidak berbahaya bagi manusia. Klorida

dalam jumlah kecil dibutuhkan untuk desinfectan. Unsur ini apabila berikatan dengan ion

Na+ dapat menyebabkan rasa asin, dan dapat merusak pipa-pipa air. Konsentrasi maksimal

klorida dalam air yang ditetapkan sebagai standar persyaratan oleh Dep. Kes. R.I. adalah

sebesar 200,0 mg/l sebagai konsentrasi maksimal yang dianjurkan, dan 600,0 mg/l sebagai

konsentrasi maksimal yang diperbolehkan (Sutrisno.T, 2004).

Analisa klorida dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya analisa titrimetri

dengan menggunakan metode argentometri. Metode yang sering digunakan pada penetapan

klorida adalah metode argentometri.

Metode argentometri (titrasi pengendapan) dapat dilakukan dengan beberapa cara yang

melibatkan ion perak, diantaranya adalah cara mohr, cara volhard, dan cara fajans. Pada

titrasi ini biasanya digunakan larutan baku perak nitrat 0,1 M dan larutan baku Kalium

Tiosianat 0,1 M. Kedua pereaksi ini dapat diperoleh sebagai zat baku utama, namun Kalium

Tiosianat agak mudah menyerap air sehingga larutannya perlu dibakukan dengan larutan

perak nitrat. Kedua larutan baku ini cukup mantap selama salam penyimpanan asalkan

disimpan dalam wadah kedap udara dan terlindung dari cahaya. Pelarut yang digunakan harus

air yang benar-benar murni, atau air suling. Kalau tidak kekeruhan akan muncul karena

pengaruh ion klorida yang ada di dalam air. Jika larutan itu disaring, kemudian dibakukan

dengan NaCl secara gravimetri.

Selain larutan Kalium Tiosianat, larutan amonium tiosianat 0,1 M sering juga dipakai

sebagai larutan baku di dalam titrasi argentometri. Namun, karena amonium tiosianat sangat

mudah menyerap air, maka harus dibakukan dulu dengan larutan baku perak nitrat memakai

(57)

Hasil pangujian air tanah di lokasi Pasar Johar memiliki kadar Klorida sebanyak 143

mg/l. Jika dibandingkan dengan baku mutu sebesar 400 mg/l maka air tanah dari Pasar Johar

tersebut masih masuk standar baku mutu air bersih.

4.5.2 Sulfat

Ion sulfat (SO4) adalah anion utama yang terdapat di dalam air. Jumlah ion sulfat

yang berlebih dalam air minum menyebabkan terjadinya efek cuci perut pada manusia. Sulfat

mempunyai peranan penting dalam penyaluran air maupun dalam penggunaan oleh umum.

Sulfat banyak ditemukan dalam bentuk SO42-dalam air alam. Kehadirannya dibatasi

sebesar 250 mg/l untuk air yang dikonsumsi oleh manusia. Sulfat terdapat di air alami

sebagai hasil pelumeran gypsum dan mineral lainnya. Sulfat dapat juga berasal dari oksidasi

terakhir sulfida, sulfit, dan thiosulfat yang berasal dari bekas tambang batubara. Kehadiran

sulfat dapat menimbulkan masalah bau dan korosi pada pipa air buangan akibat reduksi SO4

2-menjadi S–dalam kondisi anaerob dan bersama ion H+membentuk H2S.

Dalam pipa, proses perubahan secara biologis terjadi selama transportasi air buangan.

Perubahan ini memerlukan O2. Apabila kandungan O2tidak cukup dari aerasi natural udara

dalam pipa, terjadi reduksi sulfat dan terbentuk ion sulfida. S–akan berubah menjadi H2S

pada pH tertentu dan sebagian lepas ke udara di atas air buangan. Bila pipa berventilasi baik

dan dindingnya kering, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Bila terjadi hal sebaliknya,

keseimbangan berkumpul pada dinding bagian atas pipa. H2S larut dalam air sesuai dengan

tekanan parsial udara dalam pipa dan bakteri akan mengoksidasi H2S menjadi H2SO4, yang

dapat merusak beton (dikenal dengan ”crown” korosi).

Metode turbidimeter merupakan salah satu metode analisa yang digunakan untuk

mengukur sulfat dengan prinsip barium sulfat terbentuk setelah contoh air ditambahkan

barium khlorida yang berguna untuk presipitasi dalam bentuk koloid dengan bantuan larutan

buffer asam yang mengandung MgCl, potassium nitrat, sodium asetat, dan asam asetat sesuai

reaksi (2.19).

SO42-+ BaCl2→ BaSO4(koloid) + 2 Cl– (2.19)

(58)

Konsentrasi standar maksimal yang ditetapkan oleh Dep. Kes. R.I untuk SO4 dalam air

minum adalah sebesar 200-400 mg/l (Sutrisno.T, 2004). Sedangkan hasil pengujian air tanah

dari Pasar Johar adalah sebesar 271 mg/l sehingga masih masuk standar baku mutu air bersih.

4.5.3 Salinitas

Salinitas didefinisikan sebagai jumlah bahan padat yang terkandung dalam tiap

kilogram air laut, dengan asumsi semua karbonat diubah menjadi bentuk oksida, bromida dan

iodin diganti dengan klorida dan Satuan salinitas dinyatakan dalam gram perkilogram, atau

sebagai perseribu, yang lazim disebut “ppt”. Air laut juga mengandung butiran-butiran halus

dalam suspensi. Sebagian zat ini akan terlarut dan sebagian lagi akan mengendap ke dasar

laut dan sisanya diuraikan oleh bakteri laut. Semua zat-zat terlarut inilah yang menyebabkan

rasa asin pada air laut.

Untuk mengukur tingkat keasinan air laut itulah maka digunakan istilah salinitas.

Salinitas juga dapat digunakan di perairan manapun namun memang yang paling mencolok

adalah di laut. Salinitas dapat didefinisikan sebagai jumlah total dalam gram bahan-bahan

terlarut dalam satu kilogram air. Dalam keadaan stabil di laut kadar salinitasnya berkisar

antara 34% sampai 35%. Tiap daerah memiliki kadar salinitas yang berbeda beda seperti di

daerah tropis salinitasnya berkisar antara 30-35%, tetapi tidak terdapat pertambahan kadar

garam.

Salinitas air berdasarkan persentase garam terlarut

Air tawar Air payau Airsaline Brine

< 0,05 % 0,05—3 % 3—5 % >5 %

Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat

kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam

sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air

dikategorikan sebagai air payau atau menjadisalinebila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebutbrine.

Air laut secara alami merupakan airsalinedengan kandungan garam sekitar 3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari

air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati memiliki kadar garam sekitar 30%.

Dalam menentukan kadar garam suatu perairan digunakan tiga metode dan alatnya

(59)

1. Metode pengukuran refraksi (handrefractometer)

Metode pengukuran refraksi menggunakan alat hand refractometer yang digunakanuntuk

menghitung jumlah salinitas air laut. Prinsip pengukuran ini menggunakan pembiasan

cahaya.

2. Metode pengukuran densitas (salinometer)

Metode pengukuran densitas menggunakan alat salinometer. Salinometer bekerja

berdasarkan massa jenis air yang di ukur. Alat ini akan mengapung jika massa jenis air

yang di ukur padat atau salinitas air tersebut tinggi.

3. Metode pengukuran konduktivitas (Konduktivitimeter)

Metode pengukuran konduktivitas ini menggunakan alat konduktivitimeter, dimana cara

kerjanya yaitu menggunakan penghantar listrik.

Dari hasil pengujian salinitas air tanah Pasar Johar didapat nilai salinitas sebesar 1,2

mg/l. Tidak ada standar baku mutu salinitas air untuk air bersih maupun air minum, namun

diharapkan air tidak memiliki kadar garam lebih dari 15 gram, karena dapat menyebabkan

korosi pada beton.

4.6 Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan

Semua bahan padat akan berubah bentuk apabila diberi beban. Perubahan bentuk

tergantung pada besar beban, unsur kimia maupun kondisi beban, bentuk benda uji, suhu,

kecepatan pembebanan, dan sebagainya. Suatu kurva yang menghubungkan antara beban dan

perubahan bentuk pada benda uji (deformasi) merupakan bagian utama dari studi tentang sifat

mekanika dari bahan benda uji itu. Akan tetapi, biasanya pengujian itu agak berbeda bila

bentuk geometrinya berbeda, walaupun bahannya sama. Oleh karena itu bentuk benda uji

dibuatkan suatu standar yang sedemikian rupa sehingga kurva tegangan-regangan dapat

diperoleh.

1. Tujuan

Untuk mengetahui besarnya tegangan leleh dan kuat tarik baja.

2. Bahan

Dua batang besi plat lantai Pasar Johar pasca terbakar yang memiliki diameter Ø 12 mm .

3. Peralatan

(60)

4. Pelaksanaan

1. Mengukur dimensi benda uji beserta jarak dua titik ukur awal.

2. Memberi tanda antara dua titik ukur awal tiap 1cm.

3. Memasang penolok ukur regangan pada benda uji.

4. Mengukur dan mencatat ukuran diameter pada tempat putusnya benda uji, setelah

selesai pengujian (benda uji telah putus).

5. Perhitungan

1. Luas Awal (mm2)→ Aso

Aso= ¼π Do2

2. Luas Akhir (mm2)→ Asu

Asu= ¼π Du2

3. Tegangan Leleh (Mpa)→ fy

fy=

4. Tegangan Tarik (Mpa)→ fs

fs=

5. Regangan Maksimum (%)→ εmaks

εmax= x 100%

6. Kontraksi Penampang (%)→ S

(61)

Tabel 4-10 Uji Kuat Tarik Baja Tulangan PENGUJIAN KUAT TARIK BAJA TULANGAN

SNI 07-2529-1991

1 Baja Ø12 12 5,88 113,10 27,15 8500 12000 75,155 106,101 293,5 403,5 37,48 75,99

(62)

Gambar

Gambar 1-1 Lokasi Kebakaran Pasar Johar
Gambar 1-4 Kondisi Pasar Johar Pasca Terbakar
Gambar 3-1 Denah Lantai 1 Pasar Johar Utara
Gambar 3-2 Denah Lantai 1 Pasar Johar Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nama Lengkap : PAUNAL AKHYAR. Tempat Tanggal Lahir

Karakteristik pengembangan modul fisika berbasis keterampilan proses sains yaitu modul mengandung serentetan pertanyaan, materi, evaluasi, dan uji kompetensi yang

Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Unit Kampus Cabang Jember yang telah memberikan tempat dan bimbingannya untuk terlaksananya Praktek Kerja Nyata (PKN);. Bank Rakyat

(Persoalan yang ada dalam LKS adalah menemukan sifat sudut jika dua garis sejajar dipotong garis ketiga (garis lain) dan menggunakan sifat-sifat sudut dan garis

Mikäli ydinyrityksiksi katsottiin ne, joiden liikevaihdosta vähintään puolet tuli kalastusmatkailusta, Toimialayritykset työllisti- vät keskimäärin 1,2 henkeä,

Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perangkat lunak untuk akuisisi parameter proses MBE yang ditampilkan dalam bentuk numerik maupun diagram batang dapat memberikan

Penelitian ini bertujan untuk mengetahui ada atau tidak kaitan yang signifikan antara nilai Tes Uji Coba matematika dengan nilai Ujian Nasional matematika pada siswa kelas VI SD