LAPORAN
LAPORAN
GROUP FIELD WORK (GFW)
GROUP FIELD WORK (GFW)
KAJIAN STRUKTUR PASAR JOHAR
KAJIAN STRUKTUR PASAR JOHAR
PASCA TERBAKAR
PASCA TERBAKAR
Dosen Pembimbing:
Dr. Ir. Nuroji, MT
NIP. 196303161991031002
Oleh:
Rahma Nindya Ayu Hapsari (21010115410001)
Eka Sep na Noor (21010115410006)
Bayu Sep aji Wicaksana (21010115410010)
Nur Kusuma Anggraini (21010115410013)
KAJIAN KELAYAKAN STRUKTUR BANGUNAN PASAR
JOHAR PASCA KEBAKARAN
DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Ir. Nuroji, MT NIP. 196303161991031002
DISUSUN OLEH:
Rahma Nindya Ayu Hapsari NIM. 21010 115 410 001
Eka Septina Noor NIM. 21010 115 410 006
Bayu Septiaji Wicaksana NIM. 21010 115 410 010
Nurti Kusuma Anggraini NIM. 21010 115 410 013
Sunarto NIM. 21010 115 410 019
Magister Teknik Sipil
Program Konsentrasi Struktur
Pascasarjana Universitas Diponegoro
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN
GROUP FIELD WORK
KONSENTRASI STRUKTUR
“
KAJIAN KELAYAKAN STRUKTUR BANGUNAN PASAR
JOHAR PASCA KEBAKARAN
”
Disusun oleh :
Rahma Nindya Ayu Hapsari NIM. 21010 115 410 001
Eka Septina Noor NIM. 21010 115 410 006
Bayu Septiaji Wicaksana NIM. 21010 115 410 010
Nurti Kusuma Anggraini NIM. 21010 115 410 013
Sunarto NIM. 21010 115 410 019
Disusun sebagai syarat Kelulusan pada mata KuliahGroup Field Workdi Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.
Disetujui oleh,
Sipil Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro
Dr. Ir. Suharyanto, M. Sc
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat, hidayah dan karunia-NYA sehingga Tim Group Field Work Konsentrasi Struktur 2015 dapat menyelesaikan Laporan Group Field Work dengan judul Kajian Kelayakan Struktur Bangunan Pasar Johar Pasca Kebakaran.
Laporan ini disusun sebagai syarat Kelulusan pada mata KuliahGroup Field Workdi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Penyusun menyadari bahwa tanpa bantuan dari pihak-pihak yang lain akan
mengalami kesulitan. Maka pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah banyak memberi bantuan dan dorongan bagi terwujudnya
Laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa Laporan ini masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhirnya penyusun berharap
semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Program Studi
Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro.
Semarang, Maret 2017
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ...ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI...iv
DAFTAR GAMBAR...vi
DAFTAR TABEL ... viii
1 BAB I PENDAHULUAN ... 1-1
1.1 Latar Belakang ... 1-1 1.2 Maksud dan Tujuan... 1-6
1.2.1 Maksud... 1-6
1.2.2 Tujuan ... 1-6
1.3 Lokasi Pengabdian ... 1-7
2 BAB II TARGET DAN LUARAN ... 2-1
2.1. Target dan Luaran ... 2-1
2.1.1. Target yang Ingin Dicapai ... 2-1
2.2.2. Luaran yang Diharapkan... 2-1
3 BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 3-1
3.1. Metode Yang Digunakan ... 3-1
3.2. Peninjauan Lapangan ... 3-1
3.3. Bagan Alir... 3-6
4 BAB IV HASIL PENGAMATAN ... 4-1
4.1 Pengamatan Visual... 4-1
4.1.3 Hasil Pengamatan... 4-2
4.2 Hammer Test... 4-3
4.2.1 Maksud dan Tujuan... 4-3
4.2.2 Cara Pelaksanaan Pengujian ... 4-4
4.2.3 Hasil Pengamatan... 4-6
4.3 Survey Inspeksi Geometrik... 4-10
4.3.1 Maksud dan Tujuan... 4-10
4.3.2 Ruang Lingkup dan Volume Kegiatan ... 4-10
4.3.3 Pelaksanaan Teknis Pekerjaan ... 4-10
4.3.4 Hasil Pengamatan... 4-12
4.4 Core Drill... 4-23
4.4.1 Maksud dan Tujuan... 4-23
4.4.2 Pengujiancore drill... 4-23
4.5 Pengujian Kualitas Air ... 4-30
4.5.1 Klorida ... 4-31
4.5.2 Sulfat ... 4-33
4.5.3 Salinitas... 4-34
4.6 Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan... 4-35
5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 5-1
5.1 Kesimpulan ... 5-1 5.2 Saran ... 5-3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1-1 Lokasi Kebakaran Pasar Johar... 1-7
Gambar 1-2 Kondisi Pasar Johar Sebelum Terbakar ... 1-7
Gambar 1-3 Kebakaran yang terjadi di Pasar Johar (9 Mei 2015) ... 1-8
Gambar 1-4 Kondisi Pasar Johar Pasca Terbakar... 1-8
Gambar 3-1 Denah Lantai 1 Pasar Johar Utara ... 3-2
Gambar 3-2 Denah Lantai 1 Pasar Johar Utara ... 3-3
Gambar 3-3 Beton pada kolom nampakspalling... 3-4 Gambar 3-4 Pengukuran level ketinggian tanah untuk mengetahui kontur pasar johar ... 3-4
Gambar 3-5 Analisis struktur Pasar Johas pasca terbakar menggunakan software SAP20003-5
Gambar 3-6 Bagan Alir Penelitian Pengabdian ... 3-6
Gambar 4-1 Peta Kerusakan Kolom Berdasarkan Pengamatan Visual ... 4-2
Gambar 4-2 Peta Kerusakan Pelat Lantai Berdasarkan Pengamatan Visual ... 4-3
Gambar 4-3 Gambar Pelaksanaan Hammer Test... 4-5
Gambar 4-4 Pengukuran Verticality Bangunan Gedung ... 4-11
Gambar 4-5 Pengukuran Situasi Lantai Gedung ... 4-12
Gambar 4-6 Ilustrasi PengukuranVerticalityGedung... 4-12 Gambar 4-7 Ilustrasi Pilar-Pilar yang Diukur ... 4-13
Gambar 4-8 Ilustrasi Deformasi pada Tiang Gedung ... 4-15
Gambar 4-9 Plotting Titik Lantai yang Terukur pada Lantai 1 ... 4-17
Gambar 4-10 Plotting Titik Lantai yang Terukur pada Lantai 2 ... 4-18
Gambar 4-11 Situasi Lantai yang Terukur pada Lantai 1... 4-18
Gambar 4-12 Situasi Lantai yang Terukur pada Lantai 2... 4-19
Gambar 4-13 Kontur Lantai yang Terukur pada Lantai 1 Gedung... 4-20
Gambar 4-14 Kontur Lantai yang Terukur pada Lantai 2 Gedung... 4-21
Gambar 4-15 Visual 3D Lantai yang Terukur pada Lantai 1 Gedung... 4-22
Gambar 4-16 Visual 3D Lantai yang Terukur pada Lantai 2 Gedung... 4-22
Gambar 4-20Hydraulic universal testing machine... 4-26 Gambar 4-21 Sesaat sebelum proses uji tekan dari benda uji... 4-27
Gambar 4-22 Proses uji tekan dari benda uji ... 4-27
Gambar 4-23 Daerah pengambilan sampel core drill (a) daerah pelat dan cendawan; (b) tampak atas pondasi, kolom, dan sloof; (c) potongan A-A... 4-29
Gambar 4-24 Diagram Beban-Perpanjangan Uji Kuat Tarik Baja Tulangan ... 4-38
Gambar 5-1 Gabungan Peta Kerusakan Kolom Berdasarkan Pengamatan Visual dan
DAFTAR TABEL
Tabel 4-1 Tabel data Hammer Test Kolom ... 4-6
Tabel 4-2 Analisis Skala Prioritas Kolom ... 4-7
Tabel 4-3 Tabel data Hammer Test Pelat ... 4-8
Tabel 4-4 Analisis Skala Prioritas Pelat... 4-9
Tabel 4-5 Hasil Pengukuran Tiang Gedung... 4-13
Tabel 4-6 Hasil Analisis Pengukuran Tiang Gedung ... 4-15
Tabel 4-7 Faktor koreksi l/d... 4-24
Tabel 4-8 Faktor koreksi diameter ... 4-24
Tabel 4-9 Perhitungan kuat tekan karakteristik benda uji ... 4-29
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan Perdagangan Johar atau yang biasa disebut Pasar Johar merupakan area pusat
jual-beli di kota Semarang yang terkenal dengan kelengkapan komoditinya dan menjadi salah
satu pusat destinasi belanja masyarakat Semarang.
Pasar Johar terletak pada pusat kota Semarang, kecamatan Semarang Tengah,
kelurahan Kauman. Terletak pada bagian wilayah kota I kota Semarang, Pasar Johar memiliki
dominasi aktivitas komersial/perdagangan dengan beberapa guna lahan permukiman.
Pasar Johar adalah bangunan cagar budaya yang berada pada pusat kota, di antara Tugu
Muda, Simpang Lima, serta dekat dengan Kota Lama Semarang, menjadikan Pasar Johar
potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Dalam Studi Perencanaan Teknis Pengembangan
Kota Lama Semarang (1999), Pasar Johar termasuk dalam salah satu zona pengembangan
Kota Lama Semarang. Kota Lama Semarang sendiri sudah lebih dahulu dijadikan kawasan
pariwisata, budaya, dan komersial oleh Pemerintah Kota Semarang.
Awal sejarah Pasar Johar diawali pada 1860, persimpangan johar dahulu adalah sebuah
alun - alun Semarang sedangkan sisi sebelah barat terdapat penjara. Awalnya Pasar Johar
hanyalah tempat berjualan kecil untuk memenuhi kebutuhan orang - orang yang sedang
membesuk tahanan dan menunggu jam besuk di bawah pohon sekitar Johar. Ada pendapat
bahwa Pasar Johar adalah kawasan yang kumuh oleh tenda pedagang kemudian Sunan
Pandanaran memerintahkan untuk menanami pohon Johar sebagai tempat berteduh.
Komoditas yang dijualsaat itu adalah hasil bumi seperti buah, jagung, ketela hingga pisang.
Keberadaan pasar dibiarkan tanpa adanya penertiban dan bahkan pemerintahan kota menarik
retribusi bagi pedagang di Johar. Hingga pada akhirnya pada 1931 pemerintah kota
membangun Pasar Johar untuk menyatukan dikawasan tersebut yaitu Pasar Pedamaran, Johar,
Beteng, Jurnatan serta Pekojan. Johar dipilih sebagai lokasi pasar tersebut mengingat
lokasinya yang strategis. Maka untuk keperluan pembangunan itu, bangunan penjara
dirobohkan dan pohon-pohon Johar ditebang.
Pasar Johar dirancang oleh arsitek Belanda Thomas Karsten, dengan arsitektur dan
dan terbaik di Asia Tenggara. Hingga era 1980-an, Pasar Johar berkembang menjadi sentra
perdagangan di Jawa Tengah.
Sebagai pasar sentral Jawa Tengah dan sempat menjadi pasar terindah dan termegah di
Asia Tenggara, menjadikan Pasar Johar memiliki peran penting dalam perkembangan kota
Semarang secara keseluruhan.
Sekitar pukul 21.00 WIB, tanggal 9 Mei 2015, Pasar Johar terbakar nyaris habis dilalap
si jago merah, bahkan hingga sore hari berikutnya masih banyak sekali asap keluar dari area
pasar. Akibatnya banyak pedagang yang kehilangan tempat untuk berdagang.
Upaya revitalisasi Pasar Johar akan dilakukan sebagai jawaban Pemerintah Kota
Semarang atas peristiwa Pasar Johar terbakar. Untuk memulai upaya revitalisasi Pasar Johar,
Pemerintah Kota Semarang akan memulai dengan penyusunan Detail Engineering Design
(DED) tahun 2016. Langkah paling dekat adalah mengkaji kekuatan bangunan pasar yang
sudah terbakar dan memutuskan apakah bangunan pasar yang ada saat ini akan dipertahankan
atau tidak.
Dalam hal ini ada beberapa penelitian pakar tentang pengaruh kebakaran terhadap
material beton bertulang, diantaranya:
1. Irma Aswani Ahmad, Nur Anny Suryaningsih, Taufieq & Abdul Hamid Aras
(Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar)
Kebakaran pada hakekatnya merupakan reaksi kimia dari combustible material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran yang menghasilkan panas. Panas hasil
pembakaran ini diteruskan ke massa beton/mortar dengan dua macam mekanisme yakni
pertama secara radiasi yaitu pancaran panas diterima oleh permukaan beton sehingga
permukaan beton menjadi panas. Pancaran panas akan sangat potensial, jika suhu sumber
panas relatif tinggi. Kedua secara konveksi yaitu udara panas yang bertiup/bersinggungan
dengan permukaan beton/mortar sehingga beton menjadi panas. Bila tiupan angin semakin
kencang, maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi semakin banyak.
Tjokrodimuljo (2000) mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak diharapkan
mampu menahan panas sampai di atas 250°C. Akibat panas, beton akan mengalami retak,
menjadi abu-abu agak hijau dan jika sampai di atas 900°C menjadi abu-abu. Namun jika
sampai di atas 1200°C akan berubah menjadi kuning. Dengan demikian, secara kasar dapat
diperkirakan berapa suhu tertinggi selama kebakaran berlangsung berdasarkan warna
permukaan beton pada pemeriksaan pertama.
Selanjutnya, Ahmad (2001) membahas kelayakan balok beton bertulang pascabakar
secara analisis dan eksperimen. Penelitian dilakukan terhadap lima benda uji berbentuk balok
beton bertulang. Empat balok dibakar di dalam tungku pada temperatur 200°C dan 400°C
selama ± 3 jam dan satu balok lain yang tidak dibakar sebagai pembanding. Hubungan
tegangan regangan memperlihatkan perubahan kemiringan kurva atau dengan kata lain terjadi
penurunan kekakuan sejalan dengan kenaikan temperatur dan diikuti dengan penambahan
regangan maksimum.
Adapun hasil penelitian Ahmad dan Taufieq (2006) menyatakan bahwa terjadi
penurunan kekuatan pada bangunan beton yang telah dioven. Pada penelitian ini didapatkan
kuat tekan pada beton yang tidak dioven sebesar 240,0624 kg/cm2. Kekuatan sisa beton yang
dioven pada temperatur 200°C dan 400°C adalah 88,89 % dan 70,15 % dari kekuatan beton
normal yang tidak dioven.
Rahmah (2000) menggunakan silinder hasil core case berdiameter 5 cm dari suatu model balok beton bertulang yang dibakar pada temperatur 200°C, 400°C, 600°C, dan 800°C.
Hasil dari penelitian ini adalah terjadi perubahan kuat tekan tiap sentimeter kedalaman core case beton sebesar 0,4%; sedangkan perubahan modulus elastisitas tiap sentimeternya berkisar 1,2% - 2,2%.
Menurut Zacoeb dan Anggraini (2005), perubahan temperatur yang cukup tinggi,
seperti yang terjadi pada peristiwa kebakaran, akan membawa dampak pada struktur beton.
Karena pada proses tersebut akan terjadi suatu siklus pemanasan dan pendinginan yang
bergantian, yang akan menyebabkan adanya perubahan fase fisis dan kimiawi secara
kompleks. Hal ini akan mempengaruhi kualitas/kekuatan struktur beton tersebut. Pada beton
normal mutu tinggi dengan suhu 1200°C terjadi penurunan kekuatan tekan sampai tinggal
40% dari kekuatan awal. Sedangkan pada beton mutu tinggi dengan Silikafume dan
Superplasticizer akan mengalami perubahan yang cukup berarti pada suhu tinggi dimana
kekuatannya tinggal 35%.
Penelitian yang dilakukan oleh Sirait (2009), menggunakan balok beton bertulang
penampang persegi empat ukuran 15 x 25 x 320, terletak pada tumpuan sederhana,
bertulangan lemah. Waktu pembakaran mulai dari 30, 60, 90 dan 120 menit dengan balok
Pembebanan pada uji lentur menunjukkan penurunan daya pikul sebesar 26%, demikian juga
pada uji kuat tekan beton menunjukkan penurunan kuat tekan beton sebesar 65% dari
kekuatan awal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan beton menurun dengan
adanya kenaikan temperatur. Beton yang telah dipanasi pada temperatur 200°C, kuat tekan
rata-ratanya sisa 85,83% dari beton normal. Jika dibakar sampai temperatur 400°C, kuat
tekan rata-ratanya sisa 58,40%. Kekuatan ini akan terus menurun hingga sisa 35,08% pada
temperatur 600°C.
2. A.A. Gede Sutapa (Dosen JurusanTeknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Udayana,
Denpasar)
Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan volume pori-pori (volume yang
dapat ditempati oleh fluida) terhadap volume total beton. Ruang pori pada beton umumnya
terjadi akibat kesalahan dalam pelaksanaan dan pengecoran seperti: faktor air-semen yang
berpengaruh pada lekatan antara pasta semen dengan agregat, besar kecilnya nilai slump,
pemilihan tipe susunan gradasi agregat gabungan, maupun terhadap lamanya pemadatan.
Semakin tinggi tingkat kepadatan pada beton maka semakin besar mutu beton itu
sendiri, sebaliknya semakin besar porositas beton, maka kekuatan beton akan semakin kecil.
Penelitian terhadap porositas lebih didasarkan dari segi keawetan dan kekuatan beton itu
sendiri. Dari segi keawetan, porositas sangat penting diteliti terutama pada bangunan tepi
pantai dan bangunan yang bersinggungan dengan tanah. Pada bangunan tepi pantai, beton
akan bersinggungan dengan air garam yang mengandung sulfat dan klorida yang dapat
meresap ke dalam beton sehingga dapat merusak bahkan menghancurkan beton. Kerusakan
beton terjadi ketika kedua zat tersebut menguap sehingga di dalam pori-pori beton timbul
kristal-kristal sulfat dan klorida yang akan mendesak pori-pori dinding beton. Akibatnya,
beton pecah menjadi serpihan-serpihan lepas. Karena proses tersebut berjalan terus menerus
dalam kurun waktu lama, kekuatan beton akan berkurang dan terancam hancur. Selain garam
air laut, kandungan sulfat (MgSO4, CaSO4, NaSO4) juga dapat menggerogoti beton.
Akibatnya beton akan retak-retak, bahkan menjadi rapuh. MgSO4 bahkan mampu melarutkan
beton, sehingga yang tertinggal hanyalah batu-batu kerikil dan pasir tanpa semen (Sudarmadi,
2006).
menyusut dan agregat mengembang sehingga akan terdapat pori-pori yang lebih besar
terutama pada agregat kasar. Selain itu juga terdapat retakan yang terjadi akibat tekanan uap
air atau gas yang terperangkap pada beton yang tidak mudah mengalir melalui pori-pori ke
daerah yang lebih dingin. Retakan pada beton tersebut juga memperbesar ruang pori pada
beton sehingga mempengaruhi besarnya persentase porositas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan porositas beton sebanding dengan
volume beton yang mengalami penetrasi panas dengan temperatur 400-800°C. Hal lain juga
menunjukkan bahwa porositas beton yang meningkat sebesar 20,695% tersebut menyebabkan
kuat tekan turun sebesar 53,665 % dan kuat tarik belah turun sebesar 49,641%.
3. Abdul Rochman(Jurusan Teknik Sipil-Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Pada struktur beton yang mengalami kebakaran, kekuatan beton akan dipengaruhi oleh
perubahan temperatur, tingkat dan lama pemanasan, jenis dan perilaku pembebanan, jenis dan
ukuran agregat, dan faktor air-semen. Pengaruh pemanasan sampai pada temperature 200°C
sebenarnya menguntungkan terhadap beton, karena akan menyebabkan penguapan air
(dehidrasi) dan penetrasi ke dalam rongga-rongga beton lebih dalam, sehingga memperbaiki sifat lekatan antar partikel-partikel C-S-H. Penelitian Wijaya, (1999) dan Priyosulistyo,
(2000) menunjukkan bahwa kuat-tekan beton benda uji silinder maupun kuat lentur benda uji
yang dipanaskan dalam tungku pada temperature 200°C meningkat sekitar 10-15 %
dibandingkan dengan beton normal yang tanpa dipanaskan. Warna beton yang dipanaskan
pada temperatur ini umumnya berwarna hitam gelap. Selanjutnya jika panas dinaikkan lagi,
kekuatan beton cenderung menurun. Pada suhu antara 400 – 600°C, penurunan kuat tekan
dan kuat lentur hingga mencapai 50 % dari kuat tekan sebelumnya.
Penurunan ini disebabkan karena terjadinya proses dekomposisi unsur C-S-H yang
terurai menjadi kapur bebas CaO serta SiO2 yang tidak memiliki kekuatan sama sekali.
Karena unsur C-S-H merupakan unsur utama yang menopang kekuatan beton, maka
pengurangan C-S-H yang jumlahnya cukup banyak akan sangat mengurangi kekuatan beton.
Jika suhu dinaikkan sampai mencapai 1000°C terjadilah proses karbonisasi yaitu
terbentuknya Calsium Carbonat (CaCo3) yang berwarna keputih-putihan sehingga merubah warna permukaan beton menjadi lebih terang (pink keputih-putihan). Disamping itu pada
temperatur ini terjadi penurunan lekatan antara batuan dan pasta semen, yang ditandai oleh
retak-retak dan oleh kerapuhan beton (mudah dipecah dengan tangan).
Kerusakan beton dapat pula disebabkan oleh perbedaan angka muai antara agregat dan
antar batuan menjadi berkurang banyak. Pada temperatur kamar angka muai batuan pada
umumnya lebih rendah dari pada pasta-semen. Sampai pada temperature 200°C pasta-semen
menyusut sedang batuan mengembang. Perbedaan ini dapat menimbulkan retak-retak pada
beton. Namun yang paling nyata kerusakan beton mengelupas disebabkan oleh tekanan uap
air (5 – 7,5 volume) atau gas yang terperangkap di dalam beton. Semakin rapat beton, maka
semakin mudah terjadi pengelupasan oleh panas, karena uap air tidak mudah mengalir
melalui pori ke dalam daerah yang lebih dingin. Jika terjadi peningkatan suhu yang cepat
diikuti oleh hambatan aliran uap air ke sebelah dalam dan jika tersumbat akibat rapatnya
beton, maka berpotensi menimbulkan ledakan, terlebih lagi pada beton mutu tinggi. Dari
beberapa hasil penelitian terdahulu terlihat adanya pengaruh kekuatan beton (struktur beton)
pasca kebakaran.
Didasari oleh penelitian-penelitian tersebut, dalam pengabdian masyarakat ini kami
melakukan kajian struktur untuk menganalisa pengaruh struktur beton keseluruhannya
terhadap kelayakan dari bangunan tersebut, apakah bangunan setelah pasca kebakaran masih
layak atau tidak.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Maksud dari kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini adalah melakukan kajian
struktur untuk mengidentifikasi kelayakan bangunan Pasar Johar pasca kebakaran.
1.2.2 Tujuan
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi maka tujuan dari hasil
penelitian ini untuk mendapatkan:
1. Mengetahui lebih lanjut kondisi bangunan Pasar Johar pasca terbakar.
2. Melakukan kajian struktur terhadap kekuatan bangunan Pasar Johar pasca terbakar.
3. Mengevaluasi hasil kajian struktur untuk mengkaji kekuatan bangunan Pasar Johar
pasca terbakar apakah masih layak untuk dipertahankan atau tidak.
4. Upaya – upaya yang dilakukan dalam rangka terpenuhi kelayakan struktur gedung
1.3 Lokasi Pengabdian
Lokasi pengabdian adalah bangunan Pasar Johar yang terbakar pada 9 Mei 2015,
dengan difokuskan pada bagian Utara karena merupakan lokasi bangunan dengan tingkat
kerusakan terparah dibandingkan dengan bagian lain.
Sumber: jateng.tribunnews.com
Gambar 1-1 Lokasi Kebakaran Pasar Johar
Sumber: metrotvnews.com/Deo Dwi Fajar Hari
Sumber: beritasatu.com
Gambar 1-3 Kebakaran yang terjadi di Pasar Johar (9 Mei 2015)
Sumber: ANTARA FOTO/R. Rekotomo
2
BAB II
TARGET DAN LUARAN
2.1. Target dan Luaran
2.1.1. Target yang Ingin Dicapai
Dalam kegiatan ini target yang ingin dicapai adalah mengevaluasi hasil kajian struktur
untuk mengkaji kekuatan bangunan Pasar Johar pasca terbakar apakah masih layak untuk
dipertahankan atau tidak. Dan jika hasilnya adalah sudah tidak layak untuk dipertahankan
maka melalui kegiatan ini diharapkan tercapainya upaya – upaya yang dilakukan dalam
rangka terpenuhi kelayakan struktur gedung pasar Johar pasca kebakaran serta rekomendasi
yang diberikan ke Pemerintah Kota Semarang
2.2.2. Luaran yang Diharapkan
Tujuan akhir dari kajian struktur ini adalah menilai kelayakan struktur bangunan Pasar
Johar pasca kebakaran atau menentukan tingkat kelayakan atau tingkat kerusakan bangunan.
Ketentuan tingkat kelayakan eksisting digunakan untuk menentukan metoda perbaikan
atau perkuatan yang diperlukan. Setiap praktik pemeriksaan struktur bangunan, keluaran hasil
3
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1. Metode Yang Digunakan
Metodologi yang digunakan dalam pelaksanaan pemeriksaan struktur bangunan bersifat
menyeluruh (comprehensive), yaitu dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif yaitu dengan melakukan pengamatan dan pemeriksaan lapangan secara visual.
Pengukuran kualitatif dilakukan dengan melakukan pencatatan/inventarisasi kondisi
bangunan dan kerusakan-kerusakan yang ada pada bangunan eksisting, penelusuran terhadap
data-data bangunan, pengambilan foto, dan pemeriksaan visual untuk melihat kondisi
komponen struktur yang ada (existing). Di sisi lain, pemeriksaan juga dilakukan dengan metode kuantitatif, yaitu melakukan serangkaian pengujian pada struktur bangunan serta
pengukuran konfigurasi bangunan, dan dimensi komponen struktur.
Data-data yang diperoleh dari bangunan tersebut, kemudian dijadikan dasar penentuan
mutu bahan yang ada (mutu beton serta jumlah dan diameter tulangan). Selanjutnya
dilakukan perhitungan ulang struktur, dan evaluasi bangunan yang ada secara keseluruhan.
3.2. Peninjauan Lapangan
Kegiatan pemeriksaan bangunan dapat disusun dalam beberapa langkah- langkah
kegiatan. Adapun urutan langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Penelusuran data bangunan
Pekerjaan penelusuran data bangunan meliputi penelusuran informasi mengenai
dibangunnya gedung.
b. Pemeriksaan visual bangunan
Pemeriksaan visual bangunan meliputi pemeriksaan sistem struktural komponen
Gambar 3-3 Beton pada kolom nampakspalling
c. Pengukuran bangunan
Pengukuran bangunan dilakukan unrtuk mengetahui konfigurasi bangunan. Hal ini
juga dapat berfungsi sebagai alat konfirmasi kondisi geometrik bangunan eksisting.
d. Pemeriksaan kerusakan yang terjadi
Pemeriksaan dilakukan terhadap kerusakan yang terjadi pada komponen struktur
maupun non struktur dengan melakukan pengamatan secara visual.
e. Pengujian lapangan dan laboratorium
Pengujian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data mutu bahan struktur gedung,
dengan metode non-destructive dan destructive. Kegiatan ini berupa: uji mutu beton
permukaan dengan hammer test, dan pengambilan beton inti dengan alat core drill. Sedangkan di laboratorium dilakukan uji tarik tulangan
f. Pengambilan foto
Pengambilan foto terhadap kondisi bangunan, komponen struktur dan komponen
non struktur untuk diamati penyebab dari kerusakan yang terjadi, serta sebagai alat
untuk mengukur tingkat kerusakan bangunan, pengambilan foto juga berfungsi
sebagai dokumentasi.
g. Evaluasi data dan analisa struktur bangunan
Evaluasi data bangunan ditujukan untuk mengevaluasi secara keseluruhan kondisi
bangunan eksisting, berdasarkan seluruh data yang meliputi: informasi umum
gedung, jenis kerusakan pada komponen struktur dan non struktur, serta kelayakan
dari komponen tersebut.
3.3. Bagan Alir
Tahap pelaksanaan pemeriksaan kelayakan bangunan secara keseluruhan dapat
isampaikan bagan alir berikut ini:
4
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Pengamatan Visual
4.1.1 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dilakukannya pengamatan secara visual adalah untuk
mendapatkan data visual kerusakan pasar johar akibat kebakaran. Data dari pengamatan
visual ini selanjutnya akan dipetakan menurut lokasinya. Hasil dari pemetaan data
selanjutnya akan dibandingkan dengan pengujian lainnya yang telah dilakukan, yaitu meliputi
pengujian hammer, geometri, dancoredrill.
4.1.2 Pelaksanaan Pengamatan
Pelaksanaan pekerjaan dilakukan secara visul dengan bantuan senter penerang,
meteran, pilox, kemudian data dimasukkan kedalam form SIMAK yang telah disediakan
(terlampir).
Dalam pengamatan visual dilakukan pada beberapa obyek pengamatan antara lain; kolom,
pelat lantai, pelat atap, dinding, dan tangga.
a. Pengamatan Kolom
Pengamatan kolom meliputi kondisi struktur kolom, yaitu berupa pembengkokan kolom
dan kemiringannya; pengelupasan cat, plester, bahkan beton kolom; kondisi beton kolom;
terlihatnya tulangan; serta kondisi tulangan yang terlihat.
Skala kerusakan kolom dibagi menjadi 5 kondisi, yaitu;
1) Baik
2) Cukup Baik
3) Rusak Ringan
4) Rusak Sedang
b. Pengamatan pada Pelat Lantai dan Pelat Atap
Pengamatan pada pelat lantai dan pelat atap meliputi kondisi penutup lantai berupa
keramik; kondisi beton pelat lantai; terlihatnya tulangan; kondisi tulangan; serta lendutan
pada pelat.
Pada pelat lantai dan pelat atap juga digunakan skala kerusakan dengan 3 kondisi, yaitu;
1) Rusak Ringan
2) Rusak Sedang
3) Rusak Parah
c. Pengamatan pada Dinding dan Tangga
Pengamatan pada dinding dan tangga meliputi kondisi cat, plester, spesi, keramik/tegel
dan batu bata, serta kerapuhan yang terlihat pada dinding dan tangga.
4.1.3 Hasil Pengamatan
Gambar 4-2 Peta Kerusakan Pelat Lantai Berdasarkan Pengamatan Visual
4.2 Hammer Test
4.2.1 Maksud dan Tujuan
Hammer test yaitu suatu alat pemeriksaan mutu beton tanpa merusak beton, metode ini akan diperoleh cukup banyak data dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya yang
murah. Metode pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban intact (tumbukan) pada
permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan menggunakan
energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang timbul dari massa tersebut pada saat
terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda uji dapat memberikan indikasi kekerasan
juga setelah dikalibrasi, dapat memberikan pengujian ini adalah jenis "Hammer".
Alat ini sangat berguna untuk mengetahui keseragaman material beton pada
struktur. Alat ini sangat peka terhadap variasi yang ada pada permukaan beton, misalnya
keberadaan partikel batu pada bagian-bagian tertentu dekat permukaan. Oleh karena itu,
• Mendapatkan perkiraan kuat tekan beton.
Kelebihan metodehammer test:
• Murah, pengukuran bisa dilakukan dengan cepat • Praktis (mudah digunakan).
• Tidak merusak
Kekurangan metodehammer test:
• Hasil pengujian dipengaruhi oleh kerataan permukaan, kelembaban beton, sifat sifat dan
jenis agregat kasar, derajad karbonisasi dan umur beton. Oleh karena itu perlu diingat
bahwa beton yang akan diuji haruslah dari jenis dan kondisi yang sama.
• Sulit mengkalibrasi hasil pengujian. Tingkat keandalannya rendah.
• Hanya memberikan imformasi mengenai karakteristik beton pada permukaan.
4.2.2 Cara Pelaksanaan Pengujian
Adapun cara pelaksanaan pengujian adalah sebagai berikut.
1. Menyusun rencana jadwal pengujian, mempersiapkan peralatan yang diperlukan.
2. Mencari data tentang letak detail konstruksi, tata ruang dan mutu bahan konstruksi
selama pelaksanaan bangunan berlangsung.
3. Menentukan titik test.
Titik test untuk kolom diambil sebanyak 16 (enam belas) titik, masing-masing titik test terdiri dari 5 (lima) titik tembak.
Pelat lantai diambil sebanyak 9 (sembilan) titik test dan per titik masing-masing terdiri dari 5 (lima) titik tembak.
4. Letakkan ujungplungeryang terdapat pada ujung alathammer testpada titik yang akan ditembak dengan memegang hammer dengan arah tegak lurus atau miring bidang permukaan beton yang akan diuji.
5. Plunger ditekan secara perlahan-lahan pada titik tembak dengan tetap menjaga kestabilan arah dari alat hammer. Pada saat ujung plunger akan lenyap masuk kesarangnya akan terjadi tembakan olehplungerterhadap beton, dan tekan tombol yang terdapat dekat pangkalhammer.
6. Lakukan pengetesan terhadap masing-masing titik tembak yang telah ditetapkan semula
7. Tarik garis vertikal dari nilai pantul yang dibaca pada Grafik 1 yaitu hubungan antara
nilai pantul dengan kekuatan tekan beton yang terdapat pada alathammer sehingga memotong kurva yang sesuai dengan sudut tembakhammer.
8. Besar kekuatan tekan beton yang ditest dapat dibaca pada sumbu vertikal yaitu hasil
perpotongan garis horizontal dengan sumbu vertikal.
4.2.3 Hasil Pengamatan
Tabel 4-1 Tabel data Hammer Test Kolom
NO RATA ARAH KONVERSI
16 I-11 43 35 37 27 28 31 34 0 409.64 112.96 12759.03Keterangan
= Kuat tekan beton/titik uji
n = Jumlah titik
= Kuat tekan beton rata-rata
S = Standar Deviasi =
=
16 4746.946 40246.75
Kuat tekan beton karakteristik pelaksanaan
Kuat tekan beton karakteristik rencana
Dasar pemeriksaan : SNI
Maka, mutu beton pelaksanaan memenuhi syarat K.250
Tabel 4-2 Analisis Skala Prioritas Kolom
NO TITIK RATA ARAH KONVERSI KONVERSI
(127,316)
KATEGORI
TITIK SAMPEL RATA PUKULAN kg/cm2 kg/cm3
1 C-3 29 0 349.4 108.593 SANGAT BAIK
2 C-9 30 0 361.45 112.339 SANGAT BAIK
3 D-6 23 0 283.128 87.996 BAIK
4 D-10 18 0 216.87 67.403 CUKUP BAIK
5 E-3 25 0 301.2 93.613 BAIK
6 E-4 25 0 301.2 93.613 BAIK
7 E-5 25 0 301.2 93.613 BAIK
8 E-6 26 0 313.25 97.358 BAIK
9 E-7 24 0 289.15 89.868 BAIK
10 E-8 19 0 228.91 71.145 CUKUP BAIK
11 E-10 17 0 204.82 63.658 CUKUP BAIK
12 F-3 24 0 289.15 89.868 BAIK
13 F-4 25 0 301.2 93.613 BAIK
14 F-7 23 0 283.128 87.996 BAIK
15 F-9 26 0 313.25 97.358 BAIK
Tabel 4-3 Tabel data Hammer Test Pelat
= 31.9 29.05 (memenuhi syarat K.350)
Keterangan
= Kuat tekan beton/titik uji
n = Jumlah titik
= Kuat tekan beton rata-rata
S = Standar Deviasi
Maka, mutu beton pelaksanaan memenuhi syarat K.350
Kuat tekan beton karakteristik pelaksanaan
Kuat tekan beton karakteristik rencana
Tabel 4-4 Analisis Skala Prioritas Pelat
NO
PLAT RATA ARAH KONVERSI
KONVERSI
(31,846) KATEGORI
TITIK RATA PUKULAN kg/cm2 kg/cm3
1 B-3 41 -90 493.98 31.088 SANGAT BAIK
2 B-8 31 -90 373.5 23.505 BAIK
3 B-10 37 -90 445.79 28.055 SANGAT BAIK
4 D-2 40 -90 281.93 17.743 CUKUP BAIK
5 E-10 38 -90 457.84 28.813 SANGAT BAIK
6 G-10 34 -90 409.64 25.780 SANGAT BAIK
7 I-2 39 -90 469.88 29.571 SANGAT BAIK
8 I-6 42 -90 506.03 31.846 SANGAT BAIK
4.3 Survey Inspeksi Geometrik
4.3.1 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dilakukannya Inspeksi Geometrik ini adalah untuk
mendapatkan data spasial teliti dari situasi eksisting bangunan gedung pasar Johar dan
pengukuran geometri secara teliti menggunakan kaidah-kaidah pemetaan dan peralatan
survey yang tepat.
4.3.2 Ruang Lingkup dan Volume Kegiatan
Dalam survey Geodesi untuk investigasi dan analisis kondisi Gedung Pasar Johar
Semarang dilakukan dengan beberapa kegiatan, yaitu :
1. Investigasi Geometrik Tiang/Pilar Utama Gedung Pasar Johar
2. Investigasi Profil Lantai Dasar pada Gedung Pasar Johar
4.3.3 Pelaksanaan Teknis Pekerjaan
Pelaksanaan pekerjaan ini menggunakan peralatan sebagai berikut :
8. Total Station Reflectorless Sokkia 630R untuk inspeksi geometri pilar
9. Waterpass digital / Total Station TopCon untuk inspeksi beda tinggi lantai
10. Perangkat Pendukung : Statip, Rambu Ukur, Prisma Ukur, Jalon
Inspeksi geometrik yang dilakukan terdiri dari pengukuran verticality tiang utama gedung
dan pengecekan profil lantai.
4.3.3.1 Pengukuran Verticality Tiang Gedung
Pengukuran menara bendungan dilakukan dengan menggunakan TS reflektorless,
dimana alat ini mampu membidik objek tanpa harus mengenai prisma ukur. Hal tersebut
memudahkan dalam investigasi verticality menara bendungan. Dengan bantuan alat ini
pengukuran dapat mendapatkan nilai yang sangat akurat, tentu saja dengan standart operation
alat tersebut. Langkah-langkah pengoperasian pengukuran sebagai berikut :
a. Buka dan posisikan alat Total Station (TS) disalah satu sisi pilar bangunan, atur jarak
penempatan Antara kaki TS dengan sisi pilar bangunan, usahakan cari jarak yang sesuai
dan memudahkan kita dalam mengambil objek.
b. Posisikan alat TS pada ketinggian sesuai dengan kemudahan kita sebagai pengambil
objek/ penguna alat, usahakan jangan terlalu rendah ataupun terlalu tinggi.
c. atur posisi alat TS dalam keadaan tegak lurus dan pastikan letak titik as TS satu garis
lurus dengan pojokan pilar gedung. Pada tahap inilah hasil pengukuran kita akan
kesalahan dalam pengaturan alat dan kekurangan telitian pada tahapan ini akan sangat
menentukan tingkat keakuratan hasil pengukuran.
d. Setelah langkah ke 4 selesai, dilanjutlkan dengan mengarahkan alat TS kita kearah sudut
pilar gedung dari paling bawah ke paling atas, setelah itu didapatkan dilanjutkan dengan
mengunci horizontalnya, kemudian mengarahkan alat teropong ke sudut pilar bangunan
paling atas. Pada proses terakhir ini sudah bisa didapatkan apakah ada nilai kemiringan
pada tiang/pilar tersebut.
e. Bidik tiap sisi pilar dari sudut pilar dengan TS untuk mendapatkan geometri tiang/pilar.
f. Lakukan Langkah dari satu sampai dengan enam disetiap pilar bangunan
g. Langkah terakhir setelah semua sisi dilakukan pengukuran adalah dengan cara analisa
hasil dan melakukan revisi ketegakan bangunan gedung.
Gambar 4-4 Pengukuran Verticality Bangunan Gedung
4.3.3.2 Pengukuran Pengecekan Lantai Bangunan
Pengukuran untuk melakukan pengecekan pada lantai gedung dilakukan dengan
melakukan metode tachimetry untuk mendapatkan koordinat horizontal dan vertikal.
Pengukuran dilakukan dengan mengambil titik-titik lantai secara menyeluruh dan
pengambilan titik-titik lantai yang mempunyai perbedaan tinggi yang cukup signifikan,
Gambar 4-5 Pengukuran Situasi Lantai Gedung
4.3.4 Hasil Pengamatan
4.3.4.1 HasilVerticalityPilar Bangunan
Verticality bangunan gedung diukur pada pilar/tiang utama untuk diketahui kecondongan kemiringan yang terjadi pada gedung.
Gambar 4-6 Ilustrasi PengukuranVerticalityGedung
Gambar 4-7 Ilustrasi Pilar-Pilar yang Diukur
Hasil yang diperoleh dari pengukuran dapat dirangkum dalam tabel berikut:
Tabel 4-5 Hasil Pengukuran Tiang Gedung
Nomor
Tiang
Lokasi
Tiang
Posisi
Survey
Koordinat
Tinggi Tiang
yang Terukur (m)
X Y Z
1 C3 Bawah 996,094 1009,789 98,61 5,457 Atas 996,086 1009,798 104,067
2 E3 Bawah 1007,918 1010,89 98,637 5,360 Atas 1008,025 1011,009 103,997
3 F3 Bawah 1015,851 1011,843 98,575 5,511 Atas 1015,806 1011,832 104,086
4 E4 Bawah 1008,587 1005,24 98,624 5,617 Atas 1008,604 1005,239 104,241
5 F4 Bawah 1016,535 1006,187 98,553 5,512 Atas 1016,486 1006,173 104,065
6 E5 Bawah 1009,088 999,566 98,571 5,666 Atas 1009,148 999,599 104,237
Nomor
8 E6 Bawah 1009,879 994,363 98,541 5,703 Atas 1009,959 994,283 104,244
9 E7 Bawah 1010,673 988,613 98,485 2,844 Atas 1010,698 988,569 101,329
10 F7 Bawah 991,244 1012,99 96,227 5,739 Atas 991,292 1012,892 101,966
11 E8 Bawah 1011,353 982,947 98,491 5,729 Atas 1011,412 982,881 104,22
12 C9 Bawah 1000,11 975,73 98,508 5,362 Atas 1000,145 975,72 103,87
13 F9 Bawah 998,229 1003,908 96,733 5,030 Atas 998,212 1003,901 101,763
14 D10 Bawah 990,97 990,89 98,548 3,322 Atas 991,043 990,792 101,87
15 E10 Bawah 995,706 994,543 98,517 3,271 Atas 995,825 994,49 101,788
16 I11 Bawah 1018,911 1006,964 98,829 2,879 Atas 1018,96 1006,968 101,708
4.3.4.2 Analisis Kelaikan Geometri Tiang Gedung
Kelaikan tiang dapat dilihat secara geometri dengan mengetahui kemiringan tiang dan
pergeseran tiangnya. Kemiringan dan pergeseran dapat diukur secara teliti dan diketahui
hasilnya dengan asumsi satu poros pangkal tiang dianggap tetap dan bila poros ujung berubah
posisi maka tiang mengalami deformasi pergeseran dan kemiringan. Bila pergeseran posisi
tiangnya masih dalam toleransi pergeseran maka tiang masih laik bangunan, sedangkan bila
pergeserannya melampaui nilai toleransinya maka tiang bangunan dianggap tidak laik
Gambar 4-8 Ilustrasi Deformasi pada Tiang Gedung
Berikut hasil analisis kelaikan tiang bangunan dari pengukuran di lapangan:
Tabel 4-6 Hasil Analisis Pengukuran Tiang Gedung
Nomor Tiang
Lokasi Tiang
Pergeseran (meter)
Tinggi Tiang
Sudut Pergeseran
(detik)
Toleransi (meter)
(1/200)xTinggi Keterangan
1 C3 0,012 5,457 0,139 0,027 Memenuhi
2 E3 0,160 5,360 1,875 0,027 tidak memenuhi
3 F3 0,046 5,511 0,528 0,028 tidak memenuhi
4 E4 0,017 5,617 0,190 0,028 Memenuhi
Perubahan Kemiringan &
Pergeseran
Poros pangkal yang dianggap
Nomor
6 E5 0,068 5,666 0,759 0,028 tidak memenuhi
7 D6 0,009 5,461 0,106 0,027 Memenuhi
8 E6 0,113 5,703 1,246 0,029 tidak memenuhi
9 E7 0,051 2,844 1,118 0,014 tidak memenuhi
10 F7 0,109 5,739 1,195 0,029 tidak memenuhi
11 E8 0,089 5,729 0,971 0,029 tidak memenuhi
12 C9 0,036 5,362 0,427 0,027 tidak memenuhi
13 F9 0,018 5,030 0,230 0,025 memenuhi
14 D10 0,122 3,322 2,310 0,017 tidak memenuhi
15 E10 0,130 3,271 2,501 0,016 tidak memenuhi
16 I11 0,049 2,879 1,073 0,014 tidak memenuhi
Dari tabel analisis diatas dapat disimpulkan bahwa hanya terdapat empat (25%
memenuhi) tiang yang deformasinya masih dalam toleransi pergeseran, dan 12 (75% tidak
memenuhi) tiang lainnya tidak memenuhi toleransi. Tiang yang memiliki pergeseran yang
cukup tinggi adalah tiang pada posisi E3, D10, dan E10 yang mencapai selisih 10 cm dari
batas toleransi pergeseran.
4.3.4.3 Pengecekan Lantai Gedung
Pengecekan lantai gedung dilakukan dengan mengukur titik-titik tinggi pada lantai.
Dari pengukuran tersebut, maka akan dapat dilihat kontur lantai yang dapat dianalisis
pada lantai 1 dihasilkan 160 titik yang menyebar ke seluruh luasan lantai gedung. Sedangkan
untuk lantai 2 hanya terukur 50 titik-titik tinggi. Hasil dari pengukuran dapat dilihat pada
plotting titik-titik lantai yang terukur sebagai berikut:
Gambar 4-9 Plotting Titik Lantai yang Terukur pada Lantai 1
15.001
436460 436470 436480 436490 436500 436510
Gambar 4-10 Plotting Titik Lantai yang Terukur pada Lantai 2
Gambar 4-12 Situasi Lantai yang Terukur pada Lantai 2
4.3.4.4 Analisis Pengecekan Lantai Gedung
Dari hasil pengukuran terlihat ketidak rataan lantai gedung di lantai 1 maupun lantai 2.
Bila divisualkan dengan garis kontur maka akan terlihat ketidak rataan lantai dengan hasil
Gambar 4-13 Kontur Lantai yang Terukur pada Lantai 1 Gedung
Dari visual kontur tersebut, maka dapat terlihat garis kontur hijau yang menandakan
lantai turun pada sisi timur dan utara (barat laut) pada lantai 1 gedung. Kemudian garis kontur
merah menandakan wilayah yang mempunyai ketinggian tertinggi. Dari kondisi lapangan,
wilayah yang tinggi merupakan tumpukan-tumpukan beton. Dari hasil pengukuran tersebut
juga dapat diketahui rata-rata selisih ketinggian lantai 1 gedung adalah berkisar 40 cm.
436460 436470 436480 436490 436500 436510
Gambar 4-14 Kontur Lantai yang Terukur pada Lantai 2 Gedung
Kondisi di lantai 2 gedung, sesuai dengan gambar konturnya ada ketidak rataan lantai
pada barat, timur, dan selatan. Pada garis kontur hijau menandakan daerah yang rendah/turun
dari ketinggian sekitarnya dan yang paling turunadalah pada sisi barat lantai gedung.
Kemudian, daerah yang tinggi berada di sisi selatan (tenggara) lantai gedung. Rata-rata
perbedaan selisih tinggi dari titik tinggi rata-rata adalah 10 cm. Hasil analisis di kedua lantai
dalam visual 3D dapat dilihat gambar berikut:
17.824
Gambar 4-15 Visual 3D Lantai yang Terukur pada Lantai 1 Gedung
Gambar 4-16 Visual 3D Lantai yang Terukur pada Lantai 2 Gedung
4.4 Core Drill
4.4.1 Maksud dan Tujuan
Secara umum, hasil pengujian dengan cara merusak ini untuk mengetahui kekuatan dari
beton di lapangan apakah beton tersebut masih layak atau sudah tidak layak. Salah satu cara
untuk mengetahui kekuatan beton di lapangan dengan cara merusak struktur beton ini adalah
core drill. Sebelum melakukan pengujian, maka benda uji harus diberikan caping terlebih dahulu. Capingadalah pemberian lapisan bidang perata pada permukaan bidang tekan benda uji.
4.4.2 Pengujiancore drill
Pengujian beton keras di lapangan dengan core drill adalah termasuk destruction test
(DT) atau pengujian beton keras dengan cara merusak struktur beton yang diuji. Benda uji
yang dimaksud adalah benda uji beton berbentuk silinder hasil pengeboran beton pada
struktur yang sudah dibangun atau dilaksanakan. Berikut adalah syarat-syarat pengujiancore drill.
1. Jumlah benda uji tidak boleh kurang dari 3 buah.
2. Peralatan yang dipakai harus yang telah dikalibrasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Untuk keperluan evaluasi tes tekan bor inti digunakan ketentuan Tata Cara Perencanaan
Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 2847-2002 pasal 7.6.5.4 atau ACI 318 pasal
5.6.4.4. Ketentuan mengenai hasil tekan bor inti menyebutkan bahwa daerah beton yang
dipersoalkan dinyatakan cukup secara struktur bila kuat tekan rata-rata dari 3 benda uji >
85%f’c dan tidak ada satupun hasil uji < 75%f’c.
Beban yang diperoleh dari pengujian di laboratorium dengan menggunakan alat bantu
hydraulic universal testing machine selanjutnya akan dihitung kuat tekan karakteristiknya. Adapun persamaan untuk mencari kuat tekan karakteristik adalah sebagai berikut.
dimana:
: Kuat tekan karakteristik (kg/cm2)
P : Gaya tekan (kg)
D : Diameter sampel (cm)
fl/d : Faktor koreksi l/d
fdia : faktor koreksi diametercore
fd : faktor koreksi kerusakan akibatdrilling
Adapun untuk faktor koreksi dapat dilihat pada tabel berikut dimana untuk faktor koreksi
l/d bersumber dari ASTM C 42/C 42M-04 dan ACI 214.4R-03. Sedangkan untuk faktor
koreksi dameter bersumber dari ACI 214.4R-03.
Tabel 4-7 Faktor koreksi l/d
Tabel 4-8 Faktor koreksi diameter
Berikut adalah langkah kerja dari pengambilan benda uji sampai pada pengujian.
a. Siapkan bahan dan peralatan.
b. Pasangkancore drill dengan arah vertikal atau tegak lurus benda uji atau pelat beton, set alat agar benar-benar vertikal dengan bantuan tabung nivo.
Sumber: Foto Lapangan (2016)
Gambar 4-17Settinguntuk dudukan alatcore drill
l/d 1.75 1.50 1.25 1.00
Faktor koreksi 0.98 0.96 0.93 0.87
Diameter (mm) 50 100 150
c. Setelah alat disiapkan, lakukan pengeboran pada area yang akan dibor untuk
mengambil benda uji. Selama pengeboran usahakan air selalu mengalir pada mata bor
yang berguna untuk membantu proses pengeboran dan juga untuk menjaga mata bor
agar tidak panas.
Sumber: Foto Lapangan (2016)
Gambar 4-18 Proses pengambilan salah satu benda uji
d. Setelah pengeboran selesai, ambil benda uji dan kemudian potong benda uji tersebut
hingga didapatkan panjang yang diinginkan. Di dalam benda uji tidak boleh terdapat
tulangan dengan arah vertikal terhadap benda uji karena apabila terdapat tulangan
vertikal maka benda uji tidak terpakai. Tetapi apabila pada benda uji terdapat tulangan
Sumber: Foto Lapangan (2016)
Gambar 4-19 Benda uji dari hasilcore drill
e. Selanjutnya benda uji ditimbang untuk diketahui beratnya.
f. Caping benda uji dengan menggunakan campuran belerang dan pasir kuarsa
(dipanaskan hingga mencair) dengan tebal maksimum 10 mm.
g. Ukur tinggi benda uji setelah dicaping.
h. Tekan benda uji sampai hancur dan perhitungan beban dengan bantuan hydraulic universal testing machine. Kemudian tentukan besarnya beban hancur tersebut.
Sumber: Lab. Bahan dan Konstruksi UNDIP (2016)
Sumber: Lab. Bahan dan Konstruksi UNDIP (2016)
i. Data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk dicari kuat tekan karakteristik dan
disesuaikan dengan koreksi-koreksi yang dikenakan pada pengolahan data tersebut.
Berikut adalah lokasi pengambilan sampel untuk core drill, yaitu di daerah cendawan, pelat, kolom, serta pondasi di Pasar Johar.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4-23 Daerah pengambilan sampelcore drill(a) daerah pelat dan cendawan; (b)
tampak atas pondasi, kolom, dan sloof; (c) potongan A-A
Berikut adalah tabel perhitungan kuat tekan karakteristik untuk masing-masing sampel.
Tabel 4-9 Perhitungan kuat tekan karakteristik benda uji
Tinggi Diameter Area Berat Gaya
(cm) (cm) (cm2) (gr) (kg) (kg/cm2)
1 D2 (Cendawan) 14 14 153.938 1260 4005 0.87 0.984 26.834
2 C2-D2 (Pelat) 14 14 153.938 1270 1690 0.87 0.984 11.323
3 C2-C3 (Pelat) 14 14 153.938 1260 4056 0.87 0.984 27.176
4 B3 (Cendawan) 10.5 10.5 86.590 930 3143 0.87 0.998 37.971
5 H2-I2 (Pelat) 14 14 153.938 1260 3836 0.87 0.984 25.702
6 I2 (Cendawan) 14 14 153.938 1280 3296 0.87 0.984 22.084
7 I5 (Cendawan) 14 14 153.938 1160 2839 0.87 0.984 19.022
8 I5-I6 (Pelat) 10.5 10.5 86.590 940 1943 0.87 0.998 23.473
9 I10 (Cendawan) 14 14 153.938 1210 2958 0.87 0.984 19.819
10 H10-I10 (Pelat) 10.5 10.5 86.590 940 2636 0.87 0.998 31.846
11 C9 (Pondasi) 14 14 153.938 1230 6929 0.87 0.984 46.426
Kode
No. fl/d fdia
Daerah Kolom
Berdasarkan hasil penelitian kuat tekan beton yang dilakukan dapat diketahui bahwa
untuk kuat tekan beton yang tidak terkena efek dari kebakaran adalah sebesar 127.316
kg/cm2. Nilai ini dapat digunakan sebagai acuan untuk kuat tekan beton normal sehingga
dapat diketahui perbandingannya dengan kuat tekan beton pasca terbakar. Apabila
dibandingkan dengan hasil nilai kuat tekan beton normal, nilai kuat tekan beton pasca
terbakar jauh berada di bawah nilai kuat tekan beton normal. Hal ini mengindikasikan bahwa
kuat tekan beton pasca terbakar telah mengalami penurunan kekuatan dan secara mutu
dinyatakan tidak layak lagi untuk digunakan.
Terkait dengan nilai kuat tekan beton yang diperoleh maka dapat diketahui juga nilai
penurunan dari awal dibangunnya Pasar Johar. Pasar Johar dibangun pada tahun 1931 dan
tahun penelitian adalah 2016 sehingga jangka waktunya adalah 85 tahun. Sebagai contoh
diambil nilai kuat tekan beton pondasi yaitu sebesar 46.426 kg/cm2. Apabila nilai kuat tekan
pondasi tersebut dibandingkan dengan nilai kuat tekan beton normal, maka diperoleh
persentase 63.53%. Sehingga dapat diperoleh persentase nilai penurunan mutu beton pondasi
per tahun adalah 63.53% / 85 tahun, yaitu 0.747% /tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa
terlepas dari pengaruh termal, kondisi mutu beton itu sendiri mengalami penurunan yang
dapat disebabkan oleh kandungan kimia air dan faktor luar lainnya.
4.5 Pengujian Kualitas Air
Kualitas air sangat mempengaruhi kekuatan beton, baik secara internal yaitu sebagai
salah satu material penyusun beton, maupun secara eksternal yaitu sebagai faktor lingkungan
beton (underground concrete). Kualitas air erat kaitannya dengan bahan-bahan yang terkandung dalam air tersebut. Air diusahakan agar tidak membuat rongga pada beton, tidak
membuat retak pada beton dan tidak membuat korosi pada tulangan yang mengakibatkan
beton menjadi rapuh. Banyak hal-hal lain yang bisa berdampak karena pemakaian air, berikut
ini uraiannya :
1. Air tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gram/liter karena dapat mengurangi daya
lekat atau bisa juga mengembang (pada saat pengecoran karena bercampur dengan
air) dan menyusut (pada saat beton mengeras karena air yang terserap lumpur menjadi
berkurang).
2. Air tidak mengandung garam lebih dari 15 gram karena resiko terhadap korosi
semakin besar.
3. Air tidak mengandung khlorida lebih dari 0,5 gram/liter karena bisa menyebabkan
4. Air tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter karena dapat
menurunkan mutu beton sehingga akan rapuh dan lemah.
5. Air tidak mengandung minyak lebih dari 2 % dari berat semen karena akan
mengurangi kuat tekan beton sebesar 20 %.
6. Air tidak mengandung gula lebih dari 2 % dari berat semen karena akan mengurangi
kuat tekan beton pada umur 28 hari.
7. Air tidak mengandung bahan organik seperti rumput/lumut yang terkadang terbawa
air Karena akan mengakibatkan berkurangnya daya lekat dan menimbulkan rongga
pada beton.
Syarat air menurut SK SNI 03-2847-2002, air yang dapat digunakan dalam proses
pencampuran beton adalah sebagai berikut :
1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan
merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan
lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.
2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang
didalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam
agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.
Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton. Pemilihan proporsi
campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dari sumber
yang sama dan hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat
dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan
sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat
diminum. Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali
pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai dengan “Metode uji kuat tekan untuk mortar
semen hidrolis (Menggunakan spesimen kubusdengan sisi ukuran 50 mm)” (ASTM C 109).
4.5.1 Klorida
Klorida banyak ditemukan di alam, hal ini di karenakan sifatnya yang mudah larut.
Kandungan klorida di alam berkisar < 1 mg/l sampai dengan beberapa ribu mg/ldi dalam air
Konsentrasi 250 mg/l unsur ini dalam air merupakan batas maksimal konsentrasi yang
dapat mengakibatkan timbulnya rasa asin. Konsentrasi klorida dalam air dapat meningkat
dengan tiba-tiba dengan adanya kontak dengan air bekas. Klorida mencapai air alam dengan
banyak cara. Kotoran manusia khususnya urine, mengandung klorida dalam jumlah yang
kira-kira sama dengan klorida yang dikonsumsi lewat makanan dan air. Jumlah ini rata-rata
kira-kira 6 gr klorida perorangan perhari dan menambah jumlah Cl dalam air bekas kira-kira
15 mg/l di atas konsentrasi di dalam air yang membawanya, di samping itu banyak air
buangan dari industri yang mengandung klorida dalam jumlah yang cukup besar.
Klorida dalam konsentrasi yang layak adalah tidak berbahaya bagi manusia. Klorida
dalam jumlah kecil dibutuhkan untuk desinfectan. Unsur ini apabila berikatan dengan ion
Na+ dapat menyebabkan rasa asin, dan dapat merusak pipa-pipa air. Konsentrasi maksimal
klorida dalam air yang ditetapkan sebagai standar persyaratan oleh Dep. Kes. R.I. adalah
sebesar 200,0 mg/l sebagai konsentrasi maksimal yang dianjurkan, dan 600,0 mg/l sebagai
konsentrasi maksimal yang diperbolehkan (Sutrisno.T, 2004).
Analisa klorida dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya analisa titrimetri
dengan menggunakan metode argentometri. Metode yang sering digunakan pada penetapan
klorida adalah metode argentometri.
Metode argentometri (titrasi pengendapan) dapat dilakukan dengan beberapa cara yang
melibatkan ion perak, diantaranya adalah cara mohr, cara volhard, dan cara fajans. Pada
titrasi ini biasanya digunakan larutan baku perak nitrat 0,1 M dan larutan baku Kalium
Tiosianat 0,1 M. Kedua pereaksi ini dapat diperoleh sebagai zat baku utama, namun Kalium
Tiosianat agak mudah menyerap air sehingga larutannya perlu dibakukan dengan larutan
perak nitrat. Kedua larutan baku ini cukup mantap selama salam penyimpanan asalkan
disimpan dalam wadah kedap udara dan terlindung dari cahaya. Pelarut yang digunakan harus
air yang benar-benar murni, atau air suling. Kalau tidak kekeruhan akan muncul karena
pengaruh ion klorida yang ada di dalam air. Jika larutan itu disaring, kemudian dibakukan
dengan NaCl secara gravimetri.
Selain larutan Kalium Tiosianat, larutan amonium tiosianat 0,1 M sering juga dipakai
sebagai larutan baku di dalam titrasi argentometri. Namun, karena amonium tiosianat sangat
mudah menyerap air, maka harus dibakukan dulu dengan larutan baku perak nitrat memakai
Hasil pangujian air tanah di lokasi Pasar Johar memiliki kadar Klorida sebanyak 143
mg/l. Jika dibandingkan dengan baku mutu sebesar 400 mg/l maka air tanah dari Pasar Johar
tersebut masih masuk standar baku mutu air bersih.
4.5.2 Sulfat
Ion sulfat (SO4) adalah anion utama yang terdapat di dalam air. Jumlah ion sulfat
yang berlebih dalam air minum menyebabkan terjadinya efek cuci perut pada manusia. Sulfat
mempunyai peranan penting dalam penyaluran air maupun dalam penggunaan oleh umum.
Sulfat banyak ditemukan dalam bentuk SO42-dalam air alam. Kehadirannya dibatasi
sebesar 250 mg/l untuk air yang dikonsumsi oleh manusia. Sulfat terdapat di air alami
sebagai hasil pelumeran gypsum dan mineral lainnya. Sulfat dapat juga berasal dari oksidasi
terakhir sulfida, sulfit, dan thiosulfat yang berasal dari bekas tambang batubara. Kehadiran
sulfat dapat menimbulkan masalah bau dan korosi pada pipa air buangan akibat reduksi SO4
2-menjadi S–dalam kondisi anaerob dan bersama ion H+membentuk H2S.
Dalam pipa, proses perubahan secara biologis terjadi selama transportasi air buangan.
Perubahan ini memerlukan O2. Apabila kandungan O2tidak cukup dari aerasi natural udara
dalam pipa, terjadi reduksi sulfat dan terbentuk ion sulfida. S–akan berubah menjadi H2S
pada pH tertentu dan sebagian lepas ke udara di atas air buangan. Bila pipa berventilasi baik
dan dindingnya kering, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Bila terjadi hal sebaliknya,
keseimbangan berkumpul pada dinding bagian atas pipa. H2S larut dalam air sesuai dengan
tekanan parsial udara dalam pipa dan bakteri akan mengoksidasi H2S menjadi H2SO4, yang
dapat merusak beton (dikenal dengan ”crown” korosi).
Metode turbidimeter merupakan salah satu metode analisa yang digunakan untuk
mengukur sulfat dengan prinsip barium sulfat terbentuk setelah contoh air ditambahkan
barium khlorida yang berguna untuk presipitasi dalam bentuk koloid dengan bantuan larutan
buffer asam yang mengandung MgCl, potassium nitrat, sodium asetat, dan asam asetat sesuai
reaksi (2.19).
SO42-+ BaCl2→ BaSO4(koloid) + 2 Cl– (2.19)
Konsentrasi standar maksimal yang ditetapkan oleh Dep. Kes. R.I untuk SO4 dalam air
minum adalah sebesar 200-400 mg/l (Sutrisno.T, 2004). Sedangkan hasil pengujian air tanah
dari Pasar Johar adalah sebesar 271 mg/l sehingga masih masuk standar baku mutu air bersih.
4.5.3 Salinitas
Salinitas didefinisikan sebagai jumlah bahan padat yang terkandung dalam tiap
kilogram air laut, dengan asumsi semua karbonat diubah menjadi bentuk oksida, bromida dan
iodin diganti dengan klorida dan Satuan salinitas dinyatakan dalam gram perkilogram, atau
sebagai perseribu, yang lazim disebut “ppt”. Air laut juga mengandung butiran-butiran halus
dalam suspensi. Sebagian zat ini akan terlarut dan sebagian lagi akan mengendap ke dasar
laut dan sisanya diuraikan oleh bakteri laut. Semua zat-zat terlarut inilah yang menyebabkan
rasa asin pada air laut.
Untuk mengukur tingkat keasinan air laut itulah maka digunakan istilah salinitas.
Salinitas juga dapat digunakan di perairan manapun namun memang yang paling mencolok
adalah di laut. Salinitas dapat didefinisikan sebagai jumlah total dalam gram bahan-bahan
terlarut dalam satu kilogram air. Dalam keadaan stabil di laut kadar salinitasnya berkisar
antara 34% sampai 35%. Tiap daerah memiliki kadar salinitas yang berbeda beda seperti di
daerah tropis salinitasnya berkisar antara 30-35%, tetapi tidak terdapat pertambahan kadar
garam.
Salinitas air berdasarkan persentase garam terlarut
Air tawar Air payau Airsaline Brine
< 0,05 % 0,05—3 % 3—5 % >5 %
Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat
kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam
sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air
dikategorikan sebagai air payau atau menjadisalinebila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebutbrine.
Air laut secara alami merupakan airsalinedengan kandungan garam sekitar 3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari
air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati memiliki kadar garam sekitar 30%.
Dalam menentukan kadar garam suatu perairan digunakan tiga metode dan alatnya
1. Metode pengukuran refraksi (handrefractometer)
Metode pengukuran refraksi menggunakan alat hand refractometer yang digunakanuntuk
menghitung jumlah salinitas air laut. Prinsip pengukuran ini menggunakan pembiasan
cahaya.
2. Metode pengukuran densitas (salinometer)
Metode pengukuran densitas menggunakan alat salinometer. Salinometer bekerja
berdasarkan massa jenis air yang di ukur. Alat ini akan mengapung jika massa jenis air
yang di ukur padat atau salinitas air tersebut tinggi.
3. Metode pengukuran konduktivitas (Konduktivitimeter)
Metode pengukuran konduktivitas ini menggunakan alat konduktivitimeter, dimana cara
kerjanya yaitu menggunakan penghantar listrik.
Dari hasil pengujian salinitas air tanah Pasar Johar didapat nilai salinitas sebesar 1,2
mg/l. Tidak ada standar baku mutu salinitas air untuk air bersih maupun air minum, namun
diharapkan air tidak memiliki kadar garam lebih dari 15 gram, karena dapat menyebabkan
korosi pada beton.
4.6 Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan
Semua bahan padat akan berubah bentuk apabila diberi beban. Perubahan bentuk
tergantung pada besar beban, unsur kimia maupun kondisi beban, bentuk benda uji, suhu,
kecepatan pembebanan, dan sebagainya. Suatu kurva yang menghubungkan antara beban dan
perubahan bentuk pada benda uji (deformasi) merupakan bagian utama dari studi tentang sifat
mekanika dari bahan benda uji itu. Akan tetapi, biasanya pengujian itu agak berbeda bila
bentuk geometrinya berbeda, walaupun bahannya sama. Oleh karena itu bentuk benda uji
dibuatkan suatu standar yang sedemikian rupa sehingga kurva tegangan-regangan dapat
diperoleh.
1. Tujuan
Untuk mengetahui besarnya tegangan leleh dan kuat tarik baja.
2. Bahan
Dua batang besi plat lantai Pasar Johar pasca terbakar yang memiliki diameter Ø 12 mm .
3. Peralatan
4. Pelaksanaan
1. Mengukur dimensi benda uji beserta jarak dua titik ukur awal.
2. Memberi tanda antara dua titik ukur awal tiap 1cm.
3. Memasang penolok ukur regangan pada benda uji.
4. Mengukur dan mencatat ukuran diameter pada tempat putusnya benda uji, setelah
selesai pengujian (benda uji telah putus).
5. Perhitungan
1. Luas Awal (mm2)→ Aso
Aso= ¼π Do2
2. Luas Akhir (mm2)→ Asu
Asu= ¼π Du2
3. Tegangan Leleh (Mpa)→ fy
fy=
4. Tegangan Tarik (Mpa)→ fs
fs=
5. Regangan Maksimum (%)→ εmaks
εmax= x 100%
6. Kontraksi Penampang (%)→ S
Tabel 4-10 Uji Kuat Tarik Baja Tulangan PENGUJIAN KUAT TARIK BAJA TULANGAN
SNI 07-2529-1991
1 Baja Ø12 12 5,88 113,10 27,15 8500 12000 75,155 106,101 293,5 403,5 37,48 75,99