• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dualisme dalam HRRP

Dalam dokumen DUALISME DALAM HIKAYAT RAJA-RAJA PASAI (Halaman 14-0)

BAB III DUALISME DALAM HRRP

3.2 Dualisme dalam HRRP

Sebagaimana karya sastra sejarah pada umumnya, HRRP sebagai sebuah sruktur terdiri atas dua bagian. Bagian pertama bagian bersifat mistis, legendaris dan bagian kedua bersifat historis. Pada bagian pertama dilukiskan hal-hal yang bersifat dongeng, seperti asal-usul raja dan kerajaan. Pada bagian yang historis terdapat lukisan sejarah, peristiwa-peristiwa historis baik mengenai nama raja, istana, penanggalan dan sebagainya. Karena karya sastra ini ditulis di istana untuk kepentingan istana maka bagian ini menjadi penting. Kedua bagian ini merupakan kerangka struktur sebuah hikayat dalam konnteks fungsinya sebagai eksistensi dan legitimasi raja yang memerintah. Kedudukan raja sebagai pusat (sentrum) harus diperkuat dengan menulis sebuah kisah (hikayat). Oleh karena itu dalam sastra sejarah kerapkali kita jumpai deskripsi cerita-cerita yang mengkulturkan raja dan

keluarganya, nenek moyang raja berasal dari raja-raja besar, dan gagah perkasa dan heroik.

Dilihat dari segi isinya, HRRP terdiri atas enam bagian, (1) cerita tentang geneologi dan asal muasal raja, (2) kepergian Malikul Saleh berburu bersama seekor anjingnya si Pasai, (3) cerita tentang kemakmuran dan kemasyarakatan Pasai, (4) porak-poranda, dan peperangan antarsanak-keluarga Pasai, (5) tentang cerita putri Majapahit jatuh cinta kepada Abdul Jalil, (6) adu ketangkasan dan penyerangan Majapahit terhadap Minangkabau.

Setelah diamati ditemukan 18 (delapanbelas) lukisan serba dua (dualisme) dalam HRRP, seperti berikut ini.

3.2.2 Dualisme dalam HRRP 1) Dua raja bersaudara

Kisah ini dilukiskan pada awal cerita HRRP yakni Raja Ahmad dan Raja Muhamad. Raja Ahmad ternyata lebih tua dari pada Raja Muhamad.

“Alkisah peri mengatakan cerita yang pertama masuk agama Islam ini Pasai; maka ada diceritakan oleh orang yang empunya cerita ini negeri yang di bawah angin ini Pasailah yang pertama membawa iman akan Allah dan akan Rasul Allah.

Maka ada raja dua bersaudara seorang namanya Raja Ahmad dan seorang namanya Raja Muhamad. Adapun yang tua Raja Ahmad” (1973: 37).

2) Penemuan dua anak pungut

Kisah ini berawal dari Raja bersaudara pergi membuat istana di Samarlangga. Ketika raja beserta rakyatnya menebas hutan, Raja Muhamad menemui seorang perempuan yang keluar dari buluh petung. Anak ini diberi nama Putri Betung. Demikian juga Raja Muhamad, ketika pergi berburu di hutan, beliau

menemui seorang anak laki-laki yang dipelihara seekor gajah. Anak itupun dipungutnya dan diberi nama Merah Gajah (1973: 37; 38-41).

3) Perkawinan dua anak pungut

Kedua anak pungut itu dipelihara dengan penuh sayang oleh Raja Muhamad. Anak itu menjadi besar dewasa ayu dan tampan. Setelah anak itu dewasa, mereka pun dikawinkan oleh Raja bersaudara.

“Alkisah peri mengatakan hikayat Putri Betung dengan Merah Gajah diceritakan oleh orang yang empunya cerita. Hatta maka beberapa waktunya, perkawinan antara Putri Betung dengan Merah Gajah melahirkann dua orang putra yang dinamai Merah Silu (yang tua) dan Meram Hasun (yang lebih muda).

“Maka setelah genaplah bulannya maka Putri Betung pun beranak laki-laki. Maka dinamainya anaknya Merah Silu. Maka kemudian daripada itu hatta beberapa lamanya maka Putri Betungpun hamil pula. Setelah genaplah bulannya maka ia pun beranaklah. Maka anaknya itupun laki-laki juga. Maka dinamainya Merah Hasum” (1973: 41).

5) Kematian dua keluarga

Setelah lahirnya Merah Silu dan Merah Hasum, terjadilah persitiwa tragis.

Ternyata perkawinan Purti Betung dan Merah Gajah tidak berumur lama. Putri Betung meninggal dunia, karena sehelai rambut yang berwarna keemasan dicabut oleh suaminya Merah Gajah walaupun beberapa kali dilarangnya (1973: 41). Raja

Muhamad yang mendengar kabar itu membunuh Merah Gajah (hal. 42).

Selanjutnya terjadi peperangan antara Raja Ahmad dan Raja Muhamad. Mereka pun mangkat (hal. 43).

6) Penempatan di Persebelahan Sungai

Setelah kematian kedua ibu bapa dan kakek Merah Silu dan Merah Hasum, keduanya (Merah Silu dan Merah Hasum) mencari tempat baru dan masing-masing diam di sebelah sungai.

“Setelah sudah ia berbicara dua bersaudara demikian itu, maka pada ketika yang baik, maka keluarlah ia dari dalam negeri itu mengikut jalan ke matahari mati, daripada suatu perhentian. Maka dengan takdir Allah Ta’ala sampailah ia kepada suatu negeri yang bernama Biruan. Maka duduklah ia di sana seorang sebelah sungai dalam negeri itu bersaudara” (1973: 43).

7) Dua alasan kepergian Merah Silu

Dikatakan bahwa Merah Silu telah mempermalukan Merah Hasum karena perbuatannya memakan cacing gelang-gelang dan kesenangannya bermain-main dengan kerbau jalang (1973: 44).

8) Penamaan dua kerajaan

Dikisahkan Sultan Malikul Saleh dengan anjingnya yang bernama Pasai telah menamai dua tempat (tanah tinggi) atau kerajaan. Yang pertama kerajaan Samudra, karena si anjing melihat seekor semut besar seperti kucing. Itulah asal nama Samudra (hal. 48). Yang kedua, kerajaan Pasai berasal dari nama anjing itu sendiri Pasai. Anjing si Pasai itu mati di tempat itu pula (hal. 59).

9) Penjala dan Pengail Ikan

Ada dua nama yang disebut yaitu penjala dan pengail ikan. Nama ini dipakai secara bergantian dalam satu insiden. Insiden itu ialah ketika sebuah kapal asing sampai pada sebuah tempat yang tidak diketahui namanya. Mereka bertanya tentang nama tempat itu dan berlangsung tanpa dialog. Hal itu tampak pada kutipan berikut.

“Maka ia bertemu dengan seorang-orang menjala ikan. Maka kata fakir itu; Siapa nama penghulunya? Maka sahut orang itu; Adapun nama negeri ini itu adapun nama negeri ini/si c/ Samudra...maka orang menjala itupun kembali ia maka fakir itupun naiklah ia ke kapalnya” (hal. 51)

“Apa ada kabar dalam negeri ini? Maka sahut orang mengail itu: Adapun kabar negeri ini badak makan anaknya...adapun artinya, Paduka Sultan yang dalam negeri Pasai ini membunuh anaknya...”

10) Dua kali Wasiat

Terdapat dua kali pemberian wasiat oleh dua orang raja, sementara pada tokoh lain tidak ada. Pertama, Raja Sultan Malikul Salem memberi wasiat kepada cucu, dua menyeri dan rakyatnya, “Maka ada sekira tiga hari sudah tabal itu maka Sultan Malikul Salehpun berwasiatlah kepada...” (hal. 60). Kedua Sultan Mahmud memberi wasiat kepada anaknya Sultan Ahmad. Katanya, “Hai, anakku cahaya mataku dan buah hatiku, baik-baik engkau memeliharakan dalam kerajaan ini akan segala pekerjaan ‘amar Allah dan...”(hal.60)

11) Dua orang utusan Sultan Ahmad

Dalam HRRP dijumpi dua orang utusan Sultan Ahmad yakni Bermanat Pantai dan Medan Pantai. Dua orang utusan ini sering ditugaskan unntuk menyampaikan hasrat Sulltan Ahmad atau meninjau suatu tempat atau hal.

Misalnya kedua tokoh ini diutus supaya ke Tukas meminta bantuan Tuan Beraim Bapa karena Sultan kedatangan empat pendekar Keling (hal. 73), melihat mengapa genderang perang berbunyi di Tukas (hal, 77). Selanjutnya kedua utusan ditugaskan memanggil Tun Perpatih Tulus Agung Sokara dan Bapa Mentuah dan segala hulubalang untuk bermain-main ke hulu sungai (hal. 83).

12) Dua pernyataan dendam Sultan Ahmad

Terdapat dua kali pernyataan dendam Sultan Ahmad kepada kedua gundiknya yaitu Dara Zulaiha (hal. 77 dan 83).

13) Peperangan berlangsung dua bulan

Dalam cerita diceritakan peperangan Pasai melawan Siam di bawah pimpinan Talak Sojang untuk meminta upeti. Dalam perang ini Pasai di bawah komando Sultan Malikul Mahmud mendapat perlawanan yang seru. Akhirnya Siam kalah jua. Dilukiskan perang Pasai-Siam berlangsung dua bulan.

“Demikianlah perangnya itu pada sehari-hari tiada berhenti kira-kira dua bulan lamanya perang itu, dan Tun Rawan Pematangpun....(hal. 64).

14) Tokoh Savid Semajumudin Dipenggal Dua

Perdana Menteri Sultan Mansur yaitu Sayud Samajumuddin dihukum bunuh dengan memenggal lehernya menjadi ua oleh Sultan Mahmud, karena melarikan salah seorang dayangnya.

“Hai Semajumu’l-Din, maukah engkau diam di sini bersama-sama dengan aku atau tiiadakah? Maka ia berdatang sembah: “Ya tuanku syah alam, jika patik diceraikan dengan tuan patik, baiklah syah alam ceraikan badan patik dengan kepala patik. Maka dipenggal oranglah lehernya. Maka

disuruh oleh Sultan kepalanya buangkan ke laut dan badannya disuruh sulakan di kuala Pasai” (hal. 67-68).

15) Dua kali deskripsi tentang Abdul Jalil

Dijumpai dua kali deskripsi tentang Abdul Jalil dalam insiden yang berbeda. Lukisan itu terdapat dalam halaman yang berbeda pula. Yang dideskripsikan ialah tentang keelokan Tun Abdul Jalil.

“...jika ia memakai cara Jawa serupa Jawa dan jika ia memakai cara Siam serupa Siam dan jika ia memakai cara Keling serupa Keling dan jika ia memakai cara Arab serupa Arab” (hal. 72 dan 83).

16) Dua kali penggunaan pantun

Amatan segi bahasa memperlihatkkan dua kali pemakaian bentuk pantun.

Pertama, seperti tampak ketika Putri Gemerencing menyesali dirinya atas pembunuhannya sendiri. Katanya,

“Lada siapa dibangsalkan Rana sejana kerati

Pada siapa disesalkan

Tuan juga empunya pekerti” (hal. 97)

Kedua, karena menyesalkan kematian Tuan Beraim Bapa yang gagah tidak dapat melawan angkatan Majapahit, seperti tampak pada pantun ini.

“Lada siapa dibangsalkan Rana sejana kerati

Pada siapa disesalkan

Tuan juga empunya pekerti” (hal. 99)

17. Dua mayat di Jambu Air

Dikisahkan pembunuhan Tuan Abdul Jalil dan mayatnya dibuang ke laut di Jambu Air. Demikian pula Putri Gemerincing membunuh diri dan mayatnyapun dibuang di Jambu Air.

“Ja illahi, jarabbi matikanlah kiranya hambaMu dan tenggelamkan ghurab hamba-Mu dalam laut Jambu Air ini dan pertemukan kiranya hamba-Mu dengan Tuan Abdul Jalil itu” (hal. 96).

18) Simpang dua menuju Bukit Fazullah

Dalam pencarian tempat penguburan Tuan Beraim Bapa, Tuan Beraim Bapa yang sedang menderita sakit, bersama pengikutnya telah sampai di simpang dua menuju bukit Fazullah.

“Maka apabila sampailah baginda kepada simpang jalan, maka kata Malik Akasan: Ya tuanku, bahwa jalan ini dua simpangnya, suatu simpang ini dua hari perjalanan, dan suatu simpang ini sehari perjalanan sampailah kita ke bukit Fazullah, tetapi....”(hal. 91).

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat dibuat simpulan sebagai berikut.

1) HRRP merupakan sebuah karya sastra sejarah Melayu yang penting, terbukti pada beberapa penelitian telah dihasilkan.

2) Dominasi penelitian lebih mengarah kepada penelitian mimetik dan ekspresif sedikit dijumpai dengan pendekatan objektif.

3) Ada persoalan yang dilupakan yang belum terungkap yakni peristiwa atau kejadian serba dua (dualisme). Ditemukan delapan belas kejadian serba dua (dualisme) dalam HRRP.

4.2 Saran

Karya sastra hikayat mempunyai persoalan yang sangat kompleks dan cenderung belum tuntas. HRRP masih terbuka untuk diamati melalui kajian yang berbeda.

21

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Teuku Ibrahim. 1973. Kronika Pasai. Sebuah Tinjauan Sejarag.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Fang, Liaw Yock. 1975. Sejarah Kesusastraan Melayu Klassik. Singapura:

Pustaka Nasional.

Nurgiyantoro. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradopo, Rahmat Djoko. 2013. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ratna, N. Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Roolvink, R. 1954. “Hikayat Raja-Raja Pasai” Dalam Majalah Bahasa dan Budaya, no. 3 th. II. Februari.

Robson, S.O, 1969. Hikayat Andekan Penurat. The Haque: Martinnus Nijhoff.

Suharianto. 1982. Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta.

Sulastin Sutrisno. 1983. Hikayat Hang Tuah. Analisa Struktur dan Fungsi.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Teew, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Pengantar Teori Sastra. Jakarta:

Pustaka Jaya.

Tim Penyusun Kkamus. 1993. Kamus Bbesar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

22

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Mahaesa, karena berkat-Nyalah penelitian ini dapat disusun.

Penelitian ini berjudul “Dualisme dalam Hikayat Raja-Raja Pasai”.

Banyak hambatan dijumpai dalam proses penelitian ini. Berkat bantuan dari berbagai pihak semua hambatan dapat diatasi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantunya.

Semoga Tuhan Yang Mahaaesa menganugerahkan rahmat-Nya kepada Bapak dan Ibu sekalian.

Denpasar, Januari 2016 Peneliti

ii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1 Tujuan Umum ... 2

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Landasan Teori ... 3

1.5 Metode Penelitian ... 5

1.5.1 Tahapan Pengumpulan Data ... 5

1.5.2 Tahapan Analisis Data ... 5

1.5.3 Tahapan Penyajian Analisis ... 5

BAB II HIKAYAT RAJA-RAJA PASAI ... 5

2.1 Pengertian Hikayat... 5

2.2 Penelitian ... 7

BAB III DUALISME DALAM HRRP... 10

3.1 Sinopsis Cerita ... 10

3.2 Dualisme dalam HRRP... 13

3.2.1 Pengantar ... 13

iii

3.2.2 Dualisme dalam HRRP ... 14

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ... 21

4.1 Simpulan ... 21

4.2 Saran ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 22

iv

Dalam dokumen DUALISME DALAM HIKAYAT RAJA-RAJA PASAI (Halaman 14-0)

Dokumen terkait