• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUALISME DALAM HIKAYAT RAJA-RAJA PASAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DUALISME DALAM HIKAYAT RAJA-RAJA PASAI"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

DUALISME DALAM HIKAYAT RAJA-RAJA PASAI

PENULIS : I MADE SOREYANA

FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA

2016

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hikayat Raja Pasai (selanjutnya disingkat HRRP) adalah sebuah karya sastra sejarah (histografi tradisional) Melayu Klasik. HRRP bukan satu-satunya karya sastra sejarah Melayu, masih banyak karya sastra sejarah lainnya. Genre karya sastra ini tersimpan di berbagai tempat baik di institusi formal maupun di koleksi pribadi. Di kedua lembaga itu karya sastra sejarah disimpan sangat rapi dan dipelihara dengan baik. Beberapa karya sastra sejarah Melayu Klasik dapat disebut, seperti Sejarh Melayu, Hikayat Merong Mahawangsa, Hikayat Aceh, Misa Melayu, Hikayat Negeri Johor, Sejarah Raja-Raja Riau, Hikayat Banjar dan Kota Waringin, Salsilah Kutai, Hikayat Hang Tuah, dan lain-lain.

Sebagai karya sastra sejarah, HRRP memiliki ciri-ciri (a) nama-nama tempat (latar) dalam cerita ada secara geografis, (b) penyebutan nama-nama tokoh historis, (c) ceritanya merupakan silsilah dinasti, (d) peristiwa-peristiwa tidak menjelaskan tanggal dan tahun yang pasti. (Nama, 2014.1). Struktur sastra sejarah dibangun menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah uraian yang bersifat mistis- legendaris yang menguraikan asal-muasal keturunan raja, keluarga raja dan kerajaannya. Bagian kedua yang bersifat histori (Fang, 1975. 204; Blk. R.

Roolvink, 1954: 5).

HRRP merupakan karya sastra sejarah yang paling tua. Beberapa bagiannya dikisahkan dalam Sejarah Melayu. HRRP mengisahkan kejadian-

1

(3)

kejadian yang terjadi antara tahun 1250-1350 yakni era Malikul Saleh, raja Samudra Pasai, sampai Samudra Pasai ditaklukan oleh Majapahit (Fang, 1975.

206). Beberapa aspek karya sastra itu telah diungkapkan dan dipublikasikan dalam banyak media baik nasional maupun internasional.

Sebagai produk budaya lama, sudah barang tentu pendekatan filologis sangat dominan. Beberapa aspek HRRP diungkapkan, seperti menemukan teks asli, historisitas karya sastra itu, tempat penulisan, penulisan dan penanggalan (Alfian, 1973). Jadi pendekatannya bersifat mimetik dan ekspresif. Pendekatan objektif pun telah pernah dilakukan terutama menyoroti penggunaan bahasanya (Roalvink, 1954). Dalam penelitian ini akan dibicarakan aspek dualisme yang terdapat dalam HRRP.

1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang dibahas dalam penelitian ini ialah

1. Dualisme yang terdapat dalam HRRP.

2. Apa makna dualisme itu?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum hasil penelitian ini dapat memotivasi masyarakat untuk mencintai dan melestarikan hasil karya sastra (klasik). Hasil penelitian juga diharapkan dapat memperkaya khazanah penelitian sastra.

(4)

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan mendeskripsikan unsur dualisme yang terdapat dalam HRRP.

1.4 Landasan Teori

Dalam menganalisis HRRP diterapkan dua teori pokok yakni teori struktural dan teori semiotik.

Metode struktural merupakan metode kritik objektif. Penelitia model ini adalah penelitian karya sastra itu sendiri sebagai sebuah struktur yang terdiri atas unsur yang saling berhubungan dalam memenuhi fungsinya. Penelitian struktur adalah penelitian yang bertujuan membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, dan sedalam mungkin keterkaitan semua aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135). Nurgiyantoro (2007: 23) menyebutkan struktur karya satra sebagai hubungan antarunsur yang bersifat saling menentukan, timbal balik dan saling memengaruhi untuk membentuk sebuah kesatuan.

Teori semiorik tidak dapat dipisahkan dengan teori objek, karena karya sastra sebagai sebuah struktur (sistem) tanda-tanda yang bermakna. Semiotik merupakan sistem semiotik tingkat kedua yang menggunakan bahasa sebagai sistem semiotik tingkat pertama (Pradopo, 2003: 108). Karya sastra disebut sebagai sistem semiotik tingkat keddua karena karya sastra dengan petandanya seperti metafor, konotasi, dan ciri-ciri penafsiran lainnya bukanlah bahasa biasa, melainkan sistem komunikasi sarat pesan (Ratna, 2004: 111).

(5)

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Tahapan Pengumpulan Data

Dalam tahapan pengumpulan data digunakan metode studi pustaka, yakni membaca objek penelitian (HRRP), mencari informas-informasi dari sumber tertulis menyangkut objek penelitian. Data yang diperoleh dicatat dalam kartu data yang telah disiapkan. Data didapatkan dari beberapa perpustakaan.

1.5.2 Tahapan Analisis Data

Pada tahapan ini dimanfaatkan metode deskriptif-analitik yakni menguraikan (mendeskripsikan) data-data dan kemudian dilanjutkan dengan analisis. Metode ini tidak hanya menguraikan, tetapi juga memberikan pemahaman dan penjelasan.

1.5.3 Tahapan Peyajian Analisis Data

Dalam tahapan ini digunakan metode informal yaitu model penyajian melalui kata-kata biasa. Hasil Penelitian ini disajikan dalam bentuk kata-kata dengan menerapkan ragam bahasa ilmiah sehingga memudahkan pembaca untuk memahaminya.

(6)

BAB II

HIKAYAT RAJA-RAJA PASAI

2.1 Pengertian Hikayat

Kata Hikayat berasal dari bahasa Arab yaitu hakā yang berarti ‘becerita’, sedangkan hikayat itu sendiri berasal dari kata hikayatun yang artnya ‘cerita’

(Hava, 1951: 136). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus (1973: 307). Hikayat berarti karya sastra berisi cerita, baik sejarah maupun cerita roman fiktif, yang dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat perang, atau sekedar untuk meramaikan. Pengarang mengutip pendapat Wilkinson, Sulastin mengatakan bahwa berbagai cerita dapat disebut hikayat, tetapi tidak tepat kalau hikayat secara etimologi diartikan sebagai narrative, story, tale (1983: 69-70).

Pemakaian kata hikayat kadang kala dipakai bersama-sama dengan kata cerita, seperti tampak pada bagian pembukaan Hikayat Andekan Penurat seperti, “inilah suatu hikayat cerita Jawa dipindahkan kepada bahasa Melayu yang....(Robson, 1969: 21). Dalam Hikayat Darmawangsa, kata hikayat juga dipakai berurutan dengan kata cerita, seperti pada kutipan “...Sahibul hikayat cerita zaman dahulu kala daripada sangat menanggung percintaan dan berahi yang tiada berkeputusan....” (van de Wall, t.th.:1).

Berdasarkan pengertian dan sifatnya sebagai hasil karya sastra (lama), hikayat mempunyai ciri-ciri (1) hikayat termasuk sastra tulis dengan huruf Jawi, (2) sebagai karya sastra tulis, hikayat berkembang secara luas + tahun 1500, (3) hikayat pada umumnya bersifat anonim, (4) hikayat ditulis dalam bentuk prosa,

5

(7)

(5) hikayat adalah fiksi, dalam arti dibaca sebagai dunia dalam kata-kata tanpa hubungan langsung dunia realita, dan (6) karena berulang kali disalin, teks dalam tradisi tidak terikat hikayat seringkali mengalami perubahan (Sulastin, 1983: 75- 76).

Hikayat mempunyai 4 (empat) ciri pokok struktur yang universal, yaitu (1) tokoh pusat selalu dikelilingi tokoh-tokoh sampingan yang biasanya mewakili kelompok tertentu, (2) dalam situasi tertentu, tokoh pusat selalu menonjol dalam hal kebaikan dan keunggulan, (3) terjadinya perlawanan antara dua pihak yaitu pihak yang baik yang hendak memantapkan keserasian hukum alam semesta yang terancam oleh pihak yang jahat, (4) perlawanan antara kebaikan dan kejahatan mengakibatkan peperangan yang terus-menerus (Brakel dalam Sulastin, 1983:

79).

Suharianto (1982: 50) mengatakan bahwa hikayat adalah cerita kuna Melayu yang penuh khayal. Isinya menceritakan kehidupan putra raja yang gagah perkasa serta putri yang cantik. Biasanya cerita dimulai dari nenek moyang mereka yang berasal dari kahyangan. Hikayat berfungsi sebagai hiburan dan memberikan sesuatu yang dibutuhkan (Suharianto, 1982: 18). Sulastin Sutrisno (1983: 83) merinci fungsi hikayat sebagai (1) untuk menumbuhkan jiwa patriotisme, (2) bersifat didaktis, (3) sebagai hiburan, pelipur lara, (4) untuk mengabadikan segala kejadian yang dialami oleh raja (bdk, Sulastin, 1982: 213).

(8)

2.2 Penelitan HRRP Sampai Dewasa Ini

Banyak ilmuwan yang membicarakan HRRP. Pendekatan dan tujuannyapun berbeda-beda.

Orang yang pertama kali menerbitkan HRRP adalah Ed. Dulaurier. Ia adalah ilmuwan Prancis yang tertarik dan kemudian menerbitkan HRRP dalam tulisannya “Collection Principales Cronique Malayes” (1948). Ia menerbitkan HRRP dalam huruf Arab (huruf naskah HRRP) berdasarkan manuskrip yang dibawa oleh Sir Thomas Stamford Raffles ke London. Sampai sekarang manuskrip itu masih tersimpan di perpustakaan Royal Asiatics Society di London.

Dalam konteks filologi, terbitan ini merupakan edisi penting dalam penelitian HRRP. Sampai saat ini terbitan Dulaurier sangat sulit ditemukan (Alfian, Teuku Ibrahim, 1973: 1).

Pada tahun 1914, J.P. Mead menerbitkan HRRP dalam huruf Latin J.P.

Mead adalah ilmuwan berkebangsaan Inggris. J.P. Mead juga menggunakan naskah yang tersimpan di London. Mead menerbitkan HRRP dalam judul “A Romanized Versions of the Hikayat Raja-raja Pasai” yang dimuat dalam majalah Journal of Straits ofRoyal Asiatics Society. Nomor 66 (ibid, hlm. 1-2).

R. Roolvink (1954: 3-4) menyebut terbitan J.P. Mead tidak memuaskan.

Menurut Roolvink, dalam transliterasi Mead terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan sehingga berpengaruh dalam pemahaman. Dalam penelitian kritis, terbitan Mead sebaiknya dieliminasi (disisihkan). Roolvinklah sarjana pertama yang mengamati HRRP dari segi bahasa dan sastra. Berdasarkan pengamatannya, HRRP merupakan karya sastra sejarah yang bersifat mistis-legendaris dan

(9)

historis. Isinya berpusat pad tiga peristiwa, (1) permulaan tersebarnya agama Islam, (2) tragedi dalam keluarga raja-raja Pasai, (3) serangan Majapahit terhadap Pasat. Menurut Roolvink, dibandingkan dengan Sejarah Melayu dan Hikayat Hang Tuah. HRRP menggunakan bahasa sederhana, sedikit menggunakan bahasa istana. Dalam penulisan Sejarah Melayu, Roolvink mengakui bahwa penulis sejarah Melayu pasti memakai teks HRRP.

A. Hill (1960) menerbitkan HRRP dalam majalah Journal of the Malayan Branch Royal Asiatics Society (vol. 33, th. 1960) dengan judul

“Hikayat Raja-raja Pasai”. Teks yang dipakainya ialah teks terbitan J.P. Mead, yaitu terbitan yang penuh kekeliruan dan kesalahan dalam transliterasi seperti dijelaskan di atas. A. Hill berpendapat bahwa HRRP merupakan karya sastra sejarah yang tertua dan kemudian diikuti modelnya oleh karya sastra yang lain seperti Sejarah Melayu, Hikayat Aceh dan lain-lain. Teks HRRP terbagi menjadi tiga bagian, yaitu (1) pengislaman negeri Pasai, (2) pengembaraan dan kepahlawanan tokoh Tun Beraim Bapa, (3) Kerajaan Majapahit menaklukan Pasai.

Sejarawan Prof. Dr. Teuku Ibrahim Alfian (1973) telah menerbitkan HRRP dalam huruf Latin dengan judul Kronika Pasai. Sebuah Tinjauan Sejarah.

Pembicaraannya berpusat pada 5 bagian, yaitu (1) pengantar/pendahuluan, (2) kepengarangan HRRP, (3) fakta-fakta historis HRRP, (4) penutup, (5) suntingan teks. Terbitan sejarawan ini patut untuk dikethaui baik dilihat dari segi metode, teks kritis yang dihasilkan daan pembahasan fakta-fakta sejarah yang dapat diungkapkan, argumentasi yang dipakai memperkuat kesimpulan fakta

(10)

historisnya, seperti adanya makam-makam tokoh cerita, seperti makam Putri Bahiyah, makam Malik al-Saleh, makam Sultan Malik al-zahir. Selain makam ditemukan pula koleksi uang kepeng deureuhem yang pada salah satu bidanganya tergambar tokoh Maliul Zahir (Alfian, 1973: 15-18).

Selain itu dijumpai peneliti-peneliti lain seperti R.O. Winstedt (1940- 1969), Liaw Yock Fang (1975), Moquette, Hhussen J.L. Moens, dll (alfian, 1973:

1-3).

HRRP bukan satu-satunya produk karya sastra sejarah. Banyak teks sastra sejarah lainnya, seperti sejarah Melayu, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Aceh dan sejumlah karya sastra lainnya. Karya sastra sejarah adalah bentuk karya sastra yang mengabadikan peristiwa-peristiwa sejarah. Ia jangan dipandang sebagai dokumen sejarah, tetap dipandang karya kreatif, dunia dalam kata-kata menurut konvensi budaya tiap-tiap daerah.

(11)

BAB III

DUALISME DALAM HRRP

3.1 Sinopsis Cerita

Diceritakan dua bersaudara menjadi raja di Pasai yaitu Raja Ahmad dan Raja Muhamad. Ketika di hutan hendak membuat istana, Raja Muhamad menemui seorang perempuan dalam buluh betung, maka dinamai anak itu Putri Betung. Raja Ahmad pun ketika berburu menemui seorang anak laki-laki yang sedang duduk di kepala gajah, dinamai anak itu Merah Gajah. Merah Gajah dan Putri Betung menikah dan lahirlah dua orang putra, Merah Silu dan Merah Hasum namanya.

Pada suatu hari secara bersenda gurau, Merah Gajah mencabut rambut istrinya Putri Betung, darah pun mengalir tak henti-hentinya dari kepala Putri Betung. Putri Betung menghilang, Raja Muhamad marah, Merah Gajah pun dibunuhnya. Raja Muhamad dan Raja Ahmad berperang, keduanya mangkat.

Kedua anaknya Merah Silu dan Merah Hasum berpisah mencari tempat tinggal yang lebih nyaman.

Diceritakan Merah Silu sangat kaya. Merah Silu berselisih paham dengan saudaranya. Di suatu tempat Merah Silu bertemu Megat Iskandar yang sangat menyayangi. Merah Silu pun diangkat menjadi raja di negeri itu. Saudara Megat Iskandar, Sultan Malikul Nasar karena suatu hal menyerang Merah Silu. Sultan Malikul Nasar kalah dan melarikan menyelematkan diri.

10

(12)

Raja Merah Silu membuat istana di sebuah tempat, kerajaan Samudra asai namanya. Samudra Pasai amat termasyur sampai ke negeri Mikah. Syarif Mekah atas nama Nabi Muhamad mengutus nakhoda Syaikh Ismail bersama Raja Muhamad dari Mengiri pergi ke Samudra Pasai. Merah Silu bermimpi bahwa Nabi Muhamad mengajarkan kalimat Syahadat. Ia pun diberitahu akan diberi gelar Malaikat Saleh. Mimpi Merah Silu menjadi kenyataan. Merah Silu telah bisa membaca kalimat syahdat dan membaca Al’quran. Merah Silu pun diberi gelar Malikul Saleh, rakyatnya semuanya beragama Islam. Samudra Pasai dikenal dengan nama Darul Islam.

Sultan Malikul Saleh menjadi terkenal. Perkawinannya dengan putri cantik putri Perlak bernama Putri Ganggang melahirkan seorang anak Sultan Malikul Zahir namanya. Setelah besar Malikul Zahirpun dinobatkan menjadi raja. Sultan Maikul Zahir mempunyai dua orang putra Sultan Malikul Mahmud dan Sultan Malikul Mansur. Setelah dewasa, Sultan Mahmud menjadi raja di Pasai, sedaangkan Sultan Maliku Mansur di Samudra.

Kerajaan Pasai dan Samudra menjadi besar dan terkenal. Kerajaan Siam menyerang Pasai dan Samudra. Pasai dan Samudra dapat mengalahkan Siam.

Kemudian Pasai dan Samudra semakin jaya.

Sultan Mahmud mempunyai dua orang anak perempuan dan seorang anak laki-laki, Sultan Ahmad Perumudal Perumal namanya. Sultan Malikul Mansur pergi bertamasya dan lewat di depan istana Malikul Mahmud. Dilihat oleh Malikul Mansur seorang anak perempuan cantik dan dibawanya anak itu. Malikul Mahmud marah melihat prilaku adiknya.

(13)

Dalam sebuah pesta, Malikul Mahmud mengundang Malikul Mansur dan ditangkapnya menterinya dipenggalnya lehernya. Kejadian ini tidak berlangsung lama, Malikul Mahmud menyadari dan menyesali perbuatannya dan membebaskan Malikul Mansur. Malikul Mahmud akhirnya meninggal. Anaknya Sultan Ahmad dinobatkan menjadi raja.

Sultan Ahmad mempunyai tiga puluh orang anak, diantaranya Tun Beraim Bapa, Tun Abdul Jalil, Tun Abdul Fasil. Disebut Sultan Ahmad mencintai anak perempuannya sendiri. Seorang menteri kerajaan menasihati tetapi sia-sia. Tun Beraim Bapa yang mengetahui niat jahat itu memindahkan adiknya ke tempat tingalnya di Tukas.

Kapal dari Benua Keling membawa pendekar-pendekar handal ke Pasai.

Mereka orang-orang pemberani, dan menduduki tempat-tempat larangan dan tidak ada orang mampu mengusirnya. Sultan Ahmad meminta bantuan Tun Braim Bapa. Tun Braim Bapa datang bersama orang-orangnya. Perkelahian tidak terelakkan, orang Keling takut dan pulang ke negerinya.

Tun Beraim Bapa dikabarkan bersenda gurau dengan seorang dayang istana. Peristiwa ini didengar oleh Raja Ahmad, Raja Ahmad pun marah dan berniat membunuh Tun Beraim Bapa. Tun Beraim Bapa diajak bertamasya.

Berkali-kali Raja Ahmad ingin membunuh Tun Beraim Bapa tetapi sia-sia. Tun Beraim Bapa akhirnya meninggal karena makanan yang diisi racun oleh Raja Ahmad. Tun Beraim Bapa dimakamkan di Bukit Fazullah.

Putri Gemerincing anak raja Majapahit jatuh cinta kepada Tun Abdul Jalil setelah melihat gambarnya. Sultan Ahmad cemburu dan membunuh Tun Abdul

(14)

Jalil. Kapal-kapal Majapahit yang hendak menjemput Abdul Jalil tenggelam. Raja Majapahit marah dan menyerang Pasai. Raja Ahmad melarikan diri.

Raja Majapahit memerintahkan pasukannya untuk menaklukkan negeri lain. Utusan Majapahit pergi ke Pulau Perca untuk mengadu kerbau. Kerbau orang Jawa dikalahkan oleh kerbau Minangkabau. Orang Jawa diundang untuk menghadiri jamuan makan. Tiba-tiba orang Minangkabau menyerang orang Jawa.

Banyak orang Jawa yang terbunuh.

Cerita ini berakhir dengan daftar negeri-negeri yang takluk kepada Majapahit.

3.2 Dualisme dalam HRRP 3.2.1 Pengantar

Sebagaimana karya sastra sejarah pada umumnya, HRRP sebagai sebuah sruktur terdiri atas dua bagian. Bagian pertama bagian bersifat mistis, legendaris dan bagian kedua bersifat historis. Pada bagian pertama dilukiskan hal-hal yang bersifat dongeng, seperti asal-usul raja dan kerajaan. Pada bagian yang historis terdapat lukisan sejarah, peristiwa-peristiwa historis baik mengenai nama raja, istana, penanggalan dan sebagainya. Karena karya sastra ini ditulis di istana untuk kepentingan istana maka bagian ini menjadi penting. Kedua bagian ini merupakan kerangka struktur sebuah hikayat dalam konnteks fungsinya sebagai eksistensi dan legitimasi raja yang memerintah. Kedudukan raja sebagai pusat (sentrum) harus diperkuat dengan menulis sebuah kisah (hikayat). Oleh karena itu dalam sastra sejarah kerapkali kita jumpai deskripsi cerita-cerita yang mengkulturkan raja dan

(15)

keluarganya, nenek moyang raja berasal dari raja-raja besar, dan gagah perkasa dan heroik.

Dilihat dari segi isinya, HRRP terdiri atas enam bagian, (1) cerita tentang geneologi dan asal muasal raja, (2) kepergian Malikul Saleh berburu bersama seekor anjingnya si Pasai, (3) cerita tentang kemakmuran dan kemasyarakatan Pasai, (4) porak-poranda, dan peperangan antarsanak-keluarga Pasai, (5) tentang cerita putri Majapahit jatuh cinta kepada Abdul Jalil, (6) adu ketangkasan dan penyerangan Majapahit terhadap Minangkabau.

Setelah diamati ditemukan 18 (delapanbelas) lukisan serba dua (dualisme) dalam HRRP, seperti berikut ini.

3.2.2 Dualisme dalam HRRP 1) Dua raja bersaudara

Kisah ini dilukiskan pada awal cerita HRRP yakni Raja Ahmad dan Raja Muhamad. Raja Ahmad ternyata lebih tua dari pada Raja Muhamad.

“Alkisah peri mengatakan cerita yang pertama masuk agama Islam ini Pasai; maka ada diceritakan oleh orang yang empunya cerita ini negeri yang di bawah angin ini Pasailah yang pertama membawa iman akan Allah dan akan Rasul Allah.

Maka ada raja dua bersaudara seorang namanya Raja Ahmad dan seorang namanya Raja Muhamad. Adapun yang tua Raja Ahmad” (1973: 37).

2) Penemuan dua anak pungut

Kisah ini berawal dari Raja bersaudara pergi membuat istana di Samarlangga. Ketika raja beserta rakyatnya menebas hutan, Raja Muhamad menemui seorang perempuan yang keluar dari buluh petung. Anak ini diberi nama Putri Betung. Demikian juga Raja Muhamad, ketika pergi berburu di hutan, beliau

(16)

menemui seorang anak laki-laki yang dipelihara seekor gajah. Anak itupun dipungutnya dan diberi nama Merah Gajah (1973: 37; 38-41).

3) Perkawinan dua anak pungut

Kedua anak pungut itu dipelihara dengan penuh sayang oleh Raja Muhamad. Anak itu menjadi besar dewasa ayu dan tampan. Setelah anak itu dewasa, mereka pun dikawinkan oleh Raja bersaudara.

“Alkisah peri mengatakan hikayat Putri Betung dengan Merah Gajah diceritakan oleh orang yang empunya cerita. Hatta maka beberapa lamanya duduk Merah Gajah dengan Putri Betung dua laki istri itu syahdan maka dengan takdir Allah Ta’ala maka Putri Betung pun hamillah” (1973: 41).

4) Lahirnya dua Putra

Kisah ini merupakan sebab akibat dari insiden di atas. Setelah cukup waktunya, perkawinan antara Putri Betung dengan Merah Gajah melahirkann dua orang putra yang dinamai Merah Silu (yang tua) dan Meram Hasun (yang lebih muda).

“Maka setelah genaplah bulannya maka Putri Betung pun beranak laki- laki. Maka dinamainya anaknya Merah Silu. Maka kemudian daripada itu hatta beberapa lamanya maka Putri Betungpun hamil pula. Setelah genaplah bulannya maka ia pun beranaklah. Maka anaknya itupun laki-laki juga. Maka dinamainya Merah Hasum” (1973: 41).

5) Kematian dua keluarga

Setelah lahirnya Merah Silu dan Merah Hasum, terjadilah persitiwa tragis.

Ternyata perkawinan Purti Betung dan Merah Gajah tidak berumur lama. Putri Betung meninggal dunia, karena sehelai rambut yang berwarna keemasan dicabut oleh suaminya Merah Gajah walaupun beberapa kali dilarangnya (1973: 41). Raja

(17)

Muhamad yang mendengar kabar itu membunuh Merah Gajah (hal. 42).

Selanjutnya terjadi peperangan antara Raja Ahmad dan Raja Muhamad. Mereka pun mangkat (hal. 43).

6) Penempatan di Persebelahan Sungai

Setelah kematian kedua ibu bapa dan kakek Merah Silu dan Merah Hasum, keduanya (Merah Silu dan Merah Hasum) mencari tempat baru dan masing-masing diam di sebelah sungai.

“Setelah sudah ia berbicara dua bersaudara demikian itu, maka pada ketika yang baik, maka keluarlah ia dari dalam negeri itu mengikut jalan ke matahari mati, daripada suatu perhentian. Maka dengan takdir Allah Ta’ala sampailah ia kepada suatu negeri yang bernama Biruan. Maka duduklah ia di sana seorang sebelah sungai dalam negeri itu bersaudara” (1973: 43).

7) Dua alasan kepergian Merah Silu

Dikatakan bahwa Merah Silu telah mempermalukan Merah Hasum karena perbuatannya memakan cacing gelang-gelang dan kesenangannya bermain-main dengan kerbau jalang (1973: 44).

8) Penamaan dua kerajaan

Dikisahkan Sultan Malikul Saleh dengan anjingnya yang bernama Pasai telah menamai dua tempat (tanah tinggi) atau kerajaan. Yang pertama kerajaan Samudra, karena si anjing melihat seekor semut besar seperti kucing. Itulah asal nama Samudra (hal. 48). Yang kedua, kerajaan Pasai berasal dari nama anjing itu sendiri Pasai. Anjing si Pasai itu mati di tempat itu pula (hal. 59).

(18)

9) Penjala dan Pengail Ikan

Ada dua nama yang disebut yaitu penjala dan pengail ikan. Nama ini dipakai secara bergantian dalam satu insiden. Insiden itu ialah ketika sebuah kapal asing sampai pada sebuah tempat yang tidak diketahui namanya. Mereka bertanya tentang nama tempat itu dan berlangsung tanpa dialog. Hal itu tampak pada kutipan berikut.

“Maka ia bertemu dengan seorang-orang menjala ikan. Maka kata fakir itu; Siapa nama penghulunya? Maka sahut orang itu; Adapun nama negeri ini itu adapun nama negeri ini/si c/ Samudra...maka orang menjala itupun kembali ia maka fakir itupun naiklah ia ke kapalnya” (hal. 51)

“Apa ada kabar dalam negeri ini? Maka sahut orang mengail itu: Adapun kabar negeri ini badak makan anaknya...adapun artinya, Paduka Sultan yang dalam negeri Pasai ini membunuh anaknya...”

10) Dua kali Wasiat

Terdapat dua kali pemberian wasiat oleh dua orang raja, sementara pada tokoh lain tidak ada. Pertama, Raja Sultan Malikul Salem memberi wasiat kepada cucu, dua menyeri dan rakyatnya, “Maka ada sekira tiga hari sudah tabal itu maka Sultan Malikul Salehpun berwasiatlah kepada...” (hal. 60). Kedua Sultan Mahmud memberi wasiat kepada anaknya Sultan Ahmad. Katanya, “Hai, anakku cahaya mataku dan buah hatiku, baik-baik engkau memeliharakan dalam kerajaan ini akan segala pekerjaan ‘amar Allah dan...”(hal.60)

11) Dua orang utusan Sultan Ahmad

Dalam HRRP dijumpi dua orang utusan Sultan Ahmad yakni Bermanat Pantai dan Medan Pantai. Dua orang utusan ini sering ditugaskan unntuk menyampaikan hasrat Sulltan Ahmad atau meninjau suatu tempat atau hal.

(19)

Misalnya kedua tokoh ini diutus supaya ke Tukas meminta bantuan Tuan Beraim Bapa karena Sultan kedatangan empat pendekar Keling (hal. 73), melihat mengapa genderang perang berbunyi di Tukas (hal, 77). Selanjutnya kedua utusan ditugaskan memanggil Tun Perpatih Tulus Agung Sokara dan Bapa Mentuah dan segala hulubalang untuk bermain-main ke hulu sungai (hal. 83).

12) Dua pernyataan dendam Sultan Ahmad

Terdapat dua kali pernyataan dendam Sultan Ahmad kepada kedua gundiknya yaitu Dara Zulaiha (hal. 77 dan 83).

13) Peperangan berlangsung dua bulan

Dalam cerita diceritakan peperangan Pasai melawan Siam di bawah pimpinan Talak Sojang untuk meminta upeti. Dalam perang ini Pasai di bawah komando Sultan Malikul Mahmud mendapat perlawanan yang seru. Akhirnya Siam kalah jua. Dilukiskan perang Pasai-Siam berlangsung dua bulan.

“Demikianlah perangnya itu pada sehari-hari tiada berhenti kira-kira dua bulan lamanya perang itu, dan Tun Rawan Pematangpun....(hal. 64).

14) Tokoh Savid Semajumudin Dipenggal Dua

Perdana Menteri Sultan Mansur yaitu Sayud Samajumuddin dihukum bunuh dengan memenggal lehernya menjadi ua oleh Sultan Mahmud, karena melarikan salah seorang dayangnya.

“Hai Semajumu’l-Din, maukah engkau diam di sini bersama-sama dengan aku atau tiiadakah? Maka ia berdatang sembah: “Ya tuanku syah alam, jika patik diceraikan dengan tuan patik, baiklah syah alam ceraikan badan patik dengan kepala patik. Maka dipenggal oranglah lehernya. Maka

(20)

disuruh oleh Sultan kepalanya buangkan ke laut dan badannya disuruh sulakan di kuala Pasai” (hal. 67-68).

15) Dua kali deskripsi tentang Abdul Jalil

Dijumpai dua kali deskripsi tentang Abdul Jalil dalam insiden yang berbeda. Lukisan itu terdapat dalam halaman yang berbeda pula. Yang dideskripsikan ialah tentang keelokan Tun Abdul Jalil.

“...jika ia memakai cara Jawa serupa Jawa dan jika ia memakai cara Siam serupa Siam dan jika ia memakai cara Keling serupa Keling dan jika ia memakai cara Arab serupa Arab” (hal. 72 dan 83).

16) Dua kali penggunaan pantun

Amatan segi bahasa memperlihatkkan dua kali pemakaian bentuk pantun.

Pertama, seperti tampak ketika Putri Gemerencing menyesali dirinya atas pembunuhannya sendiri. Katanya,

“Lada siapa dibangsalkan Rana sejana kerati

Pada siapa disesalkan

Tuan juga empunya pekerti” (hal. 97)

Kedua, karena menyesalkan kematian Tuan Beraim Bapa yang gagah tidak dapat melawan angkatan Majapahit, seperti tampak pada pantun ini.

“Lada siapa dibangsalkan Rana sejana kerati

Pada siapa disesalkan

Tuan juga empunya pekerti” (hal. 99)

(21)

17. Dua mayat di Jambu Air

Dikisahkan pembunuhan Tuan Abdul Jalil dan mayatnya dibuang ke laut di Jambu Air. Demikian pula Putri Gemerincing membunuh diri dan mayatnyapun dibuang di Jambu Air.

“Ja illahi, jarabbi matikanlah kiranya hambaMu dan tenggelamkan ghurab hamba-Mu dalam laut Jambu Air ini dan pertemukan kiranya hamba-Mu dengan Tuan Abdul Jalil itu” (hal. 96).

18) Simpang dua menuju Bukit Fazullah

Dalam pencarian tempat penguburan Tuan Beraim Bapa, Tuan Beraim Bapa yang sedang menderita sakit, bersama pengikutnya telah sampai di simpang dua menuju bukit Fazullah.

“Maka apabila sampailah baginda kepada simpang jalan, maka kata Malik Akasan: Ya tuanku, bahwa jalan ini dua simpangnya, suatu simpang ini dua hari perjalanan, dan suatu simpang ini sehari perjalanan sampailah kita ke bukit Fazullah, tetapi....”(hal. 91).

(22)

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat dibuat simpulan sebagai berikut.

1) HRRP merupakan sebuah karya sastra sejarah Melayu yang penting, terbukti pada beberapa penelitian telah dihasilkan.

2) Dominasi penelitian lebih mengarah kepada penelitian mimetik dan ekspresif sedikit dijumpai dengan pendekatan objektif.

3) Ada persoalan yang dilupakan yang belum terungkap yakni peristiwa atau kejadian serba dua (dualisme). Ditemukan delapan belas kejadian serba dua (dualisme) dalam HRRP.

4.2 Saran

Karya sastra hikayat mempunyai persoalan yang sangat kompleks dan cenderung belum tuntas. HRRP masih terbuka untuk diamati melalui kajian yang berbeda.

21

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Teuku Ibrahim. 1973. Kronika Pasai. Sebuah Tinjauan Sejarag.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Fang, Liaw Yock. 1975. Sejarah Kesusastraan Melayu Klassik. Singapura:

Pustaka Nasional.

Nurgiyantoro. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradopo, Rahmat Djoko. 2013. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ratna, N. Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Roolvink, R. 1954. “Hikayat Raja-Raja Pasai” Dalam Majalah Bahasa dan Budaya, no. 3 th. II. Februari.

Robson, S.O, 1969. Hikayat Andekan Penurat. The Haque: Martinnus Nijhoff.

Suharianto. 1982. Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta.

Sulastin Sutrisno. 1983. Hikayat Hang Tuah. Analisa Struktur dan Fungsi.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Teew, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Pengantar Teori Sastra. Jakarta:

Pustaka Jaya.

Tim Penyusun Kkamus. 1993. Kamus Bbesar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

22

(24)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Mahaesa, karena berkat-Nyalah penelitian ini dapat disusun.

Penelitian ini berjudul “Dualisme dalam Hikayat Raja-Raja Pasai”.

Banyak hambatan dijumpai dalam proses penelitian ini. Berkat bantuan dari berbagai pihak semua hambatan dapat diatasi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantunya.

Semoga Tuhan Yang Mahaaesa menganugerahkan rahmat-Nya kepada Bapak dan Ibu sekalian.

Denpasar, Januari 2016 Peneliti

ii

(25)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1 Tujuan Umum ... 2

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Landasan Teori ... 3

1.5 Metode Penelitian ... 5

1.5.1 Tahapan Pengumpulan Data ... 5

1.5.2 Tahapan Analisis Data ... 5

1.5.3 Tahapan Penyajian Analisis ... 5

BAB II HIKAYAT RAJA-RAJA PASAI ... 5

2.1 Pengertian Hikayat... 5

2.2 Penelitian ... 7

BAB III DUALISME DALAM HRRP... 10

3.1 Sinopsis Cerita ... 10

3.2 Dualisme dalam HRRP... 13

3.2.1 Pengantar ... 13

iii

(26)

3.2.2 Dualisme dalam HRRP ... 14

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ... 21

4.1 Simpulan ... 21

4.2 Saran ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 22

iv

Referensi

Dokumen terkait

Apakah keberadaan pelaku-pelaku bisnis industri pengolahan makanan di Sulawesi Utara saat ini yang telah menggunakan media online , mempunyai register PIRT dimulai

Dalam perhitungan Nilai Pasar Wajar Surat Berharga Negara yang menjadi Portofolio Efek Reksa Dana Terproteksi, Manajer Investasi dapat menggunakan metode harga perolehan yang

Penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ingusci, Manuti, dan Callea (2016) yang menyatakan bahwa adanya lingkungan kerja

Ditinjau dari segi besar dan arah, besaran-besaran tersebut dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu besaran yang hanya mempunyai nilai besaran saja, disebut dengan

1) Menyusun dan menyiapkan rencana kerja kegiatan. 2) Mengkoordinasikan kegiatan dan memberikan arahan kepada para tenaga ahli. 3) Melakukan koordinasi dengan pengguna

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapat bahwa bangunan termasuk klasifikasi bahaya kebakaran ringan dan dirancang menggunakan sprinkler jenis sistem pipa

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengembangan Video Pembelajaran Menggunakan Sparkol Videoscribe pada Mata Pelajaran Pemrograman