• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan. Sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal, seperti dukungan dari suami, istri atau dukungan dari saudara kandung dan dapat juga berupa dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2010).

Dalam melakukan perawatan terhadap lansia, setiap anggota keluarga memiliki peranan yang sangat penting. Peranan keluarga antara lain menjaga dan merawat lansia, mepertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi, serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia. Anggota keluarga juga dapat melakukan pembicaraan terarah, mempertahankan

18

kehangatan dalam keluarga, membantu mempersiapkan makanan, membantu dalam segi transportasi atau memenuhi sumber keuangan, memberi kasih sayang, menghormati dan menghargai, sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia, menyediakan waktu serta perhatian, dan meminta nasihatnya dalam peristiwa-peristiwa penting (Maryam et al, 2008).

Keluarga memiliki empat fungsi dukungan diantaranya: a. Dukungan emosional

Dukungan emosional keluarga berupa perhatian, kasih sayang dan empati. Dukungan emosional merupakan fungsi afektif keluarga berupa fungsi internal keluarga dalam memenuhi kebutuhan psikososial dengan saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling mendukung dan menghargai antar anggota keluarga, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan (Friedman, 2010).

b. Dukungan Informasi

Dukungan informasi merupakan suatu dukungan atau bantuan yang diberikan oleh keluarga dalam bentuk memberikan saran atau masukan, nasehat atau arahan dan memberikan informasi-informasi penting yang sangat dibutuhkan dalam upaya meningkatkan status kesehatannya. Manfaatnya adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi (Friedman, 2010).

19

c. Dukungan instrumental

Dukungan instrumental keluarga merupakan dukungan atau bantuan penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk membantu atau melayani dan mendengarkan klien halusinasi dalam menyampaikan perasaannya. Serta dukungan instrumental keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit, dan kesehatan pasien dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat dan terhindarnya pasien dari kelelahan (Friedman, 2010).

d. Dukungan Penghargaan

Dukungan keluarga berperan dalam mengintensifkan perasaan sejahtera karena keluarga membimbing dan menengahi pemecahan masalah. Orang yang hidup dalam lingkungan yang supportif kondisinya jauh lebih baik daripada mereka yang tidak memilikinya. Dukungan tersebut akan tercipta bila hubungan interpersonal diantara mereka baik. Ikatan kekeluargaan yang kuat membantu ketika keluarga menghadapi masalah (Friedman, 2010).

Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat lansia untuk mengikuti kegiatan Posyandu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyempatkan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke Posyandu, mengingatkan Lansia jika lupa jadwal Posyandu dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia (Aryatiningsih, 2014).

20

Dukungan keluarga dapat diukur dengan menggunakan Perceived Social Support Questionnaire Family (PSS-fa) yang terdiri dari 20 item. Kuesioner PSS-Fa dibuat dengan skala likert dengan jawaban sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju dan sangat setuju. Alat ukur ini digunakan untuk mengetahui persepsi individu terhadap dukungan yang didapatkan dari keluarga sesuai dengan yang dibutuhkan. Bentuk dukungan keluarga ini adalah dukungan fisik, informasi dan umpan balik dari keluarga (Procidano dan Heler; Radita, 2015).

2.4 Jarak

Pemanfaatan pelayanan kesehatan menurut Kemenkes (2010) dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti keterjangkauan lokasi tempat pelayanan, jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia, maupun keterjangkauan informasi. Rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai, seperti tidak tahu adanya suatu kemampuan fasilitas (faktor informasi), biaya yang tidak terjangkau (faktor ekonomi), tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas (faktor budaya), dan jarak yang jauh (faktor geografi). Tempat pelayanan yang tidak strategis sulit dicapai, menyebabkan berkurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan (Handayani, 2013).

Jarak sendiri dapat diartikan sebagai ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat. Jarak juga dapat diartikan sebagai waktu yang

21

diperlukan oleh setiap kendaraan atau perseorangan untuk berjalan di antara dua titik tertentu (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

2.5 Dukungan Kader

Pelayanan dan pemeliharaan kesehatan tidak dapat ditangani seluruhnya oleh para dokter saja, apalagi kegiatan yang mencakup kelompok masyarakat luas. Dokter memerlukan bantuan para tenaga medis, sanitasi gizi, ahli ilmu sosial dan juga anggota masyarakat (tokoh masyarakat dan kader) untuk melaksanakan program kesehatan. Tugas tim kesehatan ini dapat dibedakan menurut tahap dan jenis program yang dijalankan, yaitu berupa promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Kader kesehatan atau promotor kesehatan desa (prokes) adalah tenaga sukarelawan yang dipilih oleh dan dari masyarakat dan memiliki tugas untuk mengembangkan masyarakat. Depkes RI menyebutkan kader kesehatan adalah tenaga sukarela yang terdidik dan terlatih dalam bidang tertentu yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat dan merasa berkewajiban untuk meningkatkan dan membina kesejahteraan masyarakat dengan ikhlas dan didasarkan panggilan jiwa untuk melaksanakan tugas kemanusiaan. Kader kesehatan dipilih dari masyarakat dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi setempat. diharapkan memiliki latar belakang pendidikan yang cukup sehingga memungkinkan mereka untuk membaca, menulis, dan menghitung secara sederhana, mau dan mampu

22

bekerja dengan sukarela, serta sabar dan memahami lansia. Selain itu, kader yang dipilih juga harus dapat melaksanakan tugas-tugas kader secara fisik, memiliki penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa bersangkutan, aktif dalam kegiatan sosial dan pembangunan di desa, dikenal masyarakat, dapat bekerjasama dengan calon kader lain, dan sanggup membina paling sedikit 10 kepala keluarga (Zulkifli, 2004).

Kader posyandu sendiri memiliki beberapa peran, yaitu:

a. Sebelum hari buka posyandu berupa melakukan persiapan, menyebarluaskan informasi mengenai hari buka posyandu melalui pertemuan warga setempat, melakukan pembagian tugas antar kader, melakukan koordinasi dengan petugas kesehatan dan menyiapkan bahan penyuluhan dan pemberian makanan tambahan.

b. Saat hari buka posyandu berupa melakukan pendaftaran, memberikan pelayanan kesehatan, membimbing dan membantu melakukan pencatatan, melakukan penyuluhan dan memberi layanan konsultasi maupun konseling, memotivasi, menyampaikan informasi dan penghargaan serta melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan. c. Sesudah hari buka posyandu berupa melakukan kunjungan, memotivasi

masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan dan memberi penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), menyelenggarakan diskusi dengan masyarakat terkait kegiatan posyandu, serta mempelajari Sistem Informasi Posyandu (SIP) (Kementerian Kesehatan RI, 2012).

23

2.6 Pengetahuan

2.6.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya), atau hasil penginderaan manusia. Pengetahuan yang dihasilkan tersebut dipengaruhi oleh lamanya intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoadmodjo, 2010).

2.6.2 Tingkat Pengetahuan

Intensitas atau tingkat pengetahuan seseorang terhadap objek secara garis besar dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu berarti hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengukur bahwa orang tahu sesuatu, dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.

b. Memahami (comprehension)

Memahami berarti orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek tersebut, bukan sekedar tahu dan dapat menyebutkan, tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus melakukan hal tersebut. c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan saat seseorang yang telah memahami suatu objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

24

d. Analisis (analysis)

Analalisis berarti seseorang mampu menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah saat seseorang mampu untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki atau diartikan sebagai kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi adalah saat seseorang mampu untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini berdasarkan atas kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya, seseorang ibu dapat menilai seseorang menderita malnutrisi atau tidak, dan sebagainya (Notoadmodjo, 2010).

2.7 Sikap

2.7.1 Pengertian Sikap

Campbell (1950) mendefinisikan sikap secara sederhana, yakni suatu sindroma dalam merespon stimulus atau objek dimana faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik- tidak baik, dan sebagainya) dilibatkan, termasuk pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain (Notoadmodjo, 2010).

25

Menurut Newcomb, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Bisa dikatakan bahwa fungsi sikap merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup dan masih belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) (Notoadmodjo, 2010).

2.7.2 Komponen Sikap

Menurut Allport (1954) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen tersebut membentuk sikap yang utuh (total attitide). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoadmodjo, 2010).

2.8 Perilaku Manusia

Setelah faktor lingkungan, faktor perilaku merupakan faktor terbesar kedua yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. (Notoatmodjo, 2007). Menurut Skiner, perilaku adalah respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) atau “S-O-R” (stimulus- organisme-respon). Teori Skiner menjelaskan ada dua jenis respon, yaitu: a. Respondent respons atau refleksif, yakni respon yang ditimbulkan oleh

eliciting stimuli atau rangsangan-rangsangan stimulus tertentu. Respondent respons juga mencakup perilaku emosional.

26

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain, dimana perasangsang terakhir disebut reinforcing stimuli atau reinforcer sebab berfungsi memperkuat respon (Notoadmodjo, 2010).

Jika dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perilaku tertutup dimana respon seseorang terhadap stimulus masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati oleh orang lain secara jelas, dan perilaku terbuka dimana respon seseorang terhadap stimulus sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik dan lebih mudah diamati (Notoadmodjo, 2007).

Perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor predisposisi adalah yang memotivasi dan memberikan alasan perilaku dan preferensi pribadi seseorang mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan budaya, kesiapan untuk berubah, dan karakteristik sosiodemografi seseorang, seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan (Marlina, 2012).

b. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor penguat berasal dari lingkungan, mencakup keluarga, petugas kesehatan, teman, dan tokoh masyarakat yang menentukan apakah suatu perilaku kesehatan mendapat dukungan atau tidak. Hal tersebut

27

bergantung tujuan dan jenis program pelayanan kesehatan. Pelayanan petugas kesehatan maupun kader yang baik terbukti sebagai faktor yang mempengaruhi keaktifan lansia ke kelompok lansia (Marlina, 2012). c. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor pemungkin mencakup dapat terlaksananya suatu kegiatan maupun aspirasi untuk perubahan perilaku dengan adanya ketersediaan sumber daya kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, serta komitmen pemerintah dan masyarakat terhadap layanan dan keterampilan tenaga keehatan di layanan seperti polindes, puskesmas, posyandu lansia maupun posbindu lain (Marlina, 2012).

Perilaku mencakup 3 domain, yakni: pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan tindakan atau praktik (practice). Oleh sebab itu, mengukur perilaku dan perubahannya mengacu pada 3 domain tersebut. Dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pengetahuan kesehatan

Pengetahuan kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, meliputi pengetahuan mengenai penyakit menular dan tidak menular, pengetahuan mengenai faktor-faktor yang terkait dan/atau mepengaruhi kesehatan, pengetahuan mengenai fasilitas pelayanan kesehatan baik yang profesional maupun tradisional, dan pengetahuan untuk menghindari kecelakaan. Pengukuran pengetahuan kesehatan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-

28

pertanyaan tertulis atau angket. Indikator pengetahuan kesehatan adalah

“tingginya pengetahuan” responden mengenai kesehatan atau besarnya

presentase kelompok responden atau masyarakat tentang variabel- variabel atau komponen-komponen kesehatan (Notoadmodjo, 2010). b. Sikap terhadap kesehatan

Sikap terhadap kesehatan merupakan penilaian atau pendapat orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan yang sekurang-kurangnya mencakup 4 variabel yakni sikap terhadap penyakit, sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan/atau mepengaruhi kesehatan, sikap terhadap fasilitas pelayanan, dan sikap dalam menghindari kecelakaan. Pengukuran sikap terhadap kesehatan dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dengan mengajukan pertanyaan mengenai stimulus atau objek yang bersangkutan atau dengan cara memberikan pendapat menggunakan kata

“setuju” atau “tidak setuju” terhadap pernyatan-pernyataan mengenai objek tertentu, dengan menggunakan skala Lickert, yaitu 5 bila sangat setuju, 4 bila setuju, 3 bila biasa saja, 2 bila tidak setuju, dan 1 bila sangat tidak setuju (Notoadmodjo, 2010).

c. Praktik Kesehatan

Tindakan hidup sehat atau praktik kesehatan adalah semua kegiatan orang untuk memlihara kesehatan. Meliputi 4 faktor seperti di atas, yaitu tindakan atau praktik sehubungan dengan penyakit, sehubungan dengan faktor-faktor yang terkait dan/atau mepengaruhi kesehatan, sehubungan dengan fasilitas pelayanan kesehatan, dan tindakan atau praktik dalam

29

menghindari kecelakaan. Pengukuran dapat dilakukan melalui cara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran secara langsung yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu pengamatan terhadap tindakan subjek dalam rangka memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung dilakukan dengan metode recall atau mengingat kembali, yang dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subjek (Notoadmodjo, 2010).

Dokumen terkait