• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KONFLIK BERSENJATA DI JALUR GAZA

C. Efek Blokade Israel di Jalur

pemilu parlemen pada Januari 2

tindakan Israel untuk melumpuhkan warga di kawasan.

meminta masyarakat internasional untuk

mengelola perb - tidak

dikuasai Israel, ikut melakukan "blokade" terhadap warga setempat.

berat yang membutuhkan perawatan medis yang lengkap.

arogansi I

hebat ke kawasan tersebut.

mengurangi tekad mereka untuk meneruskan muqawa

sabar, istiqamah dalam berjuang

memenjara

-

-berlanjutnya kejahatan tersebut.

Disebutkan bahwa jumlah penduduk Palestina yang berhasil keluar dari Jalur Gaza menuju Tepi Barat dan wilayah lain masih sangat terbatas. Terdapat juga sikap acuh terhadap mengalirnya barang-barang dagangan. Dan terakhir, semakin banyak persyaratan yang tambah menyempitkan ruang gerak para penduduk di Tepi Barat. Belum ada sama sekali perkembangan ekonomi yang tercipta dalam masa damai ini seperti yang diharapkan sebelumnya. Bahkan sebaliknya, yang terjadi adalah semakin parahnya kondisi kemanusiaan dan semakin kuatnya penindasan. Penutupan pintu

Rafah menyebabkan semakin parahnya kondisi ekonomi pada tanggal 15 November 2005 hingga 2006.

Israel sama sekali menyepelekan butir-butir hasil kesepakatan sewaktu Hamas berkuasa di Jalur Gaza pada pertengahan Juni 2007. Mereka beralasan, berkuasanya Hamas adalah sebab ditutupnya pintu-pintu masuk Palestina pada tanggal 15 Juni 2007. Hal itu membuat Israel semakin kuat dalam memblokade Jalur Gaza. Dan untuk menunjukkan rasa kemanusiaannya, Israel membuka pintu Minthar dan Shufa untuk jalan masuk barang-barang dagangan dan bantuan kemanusiaan menuju Jalur Gaza.

Pada tanggal 19 September 2007 menaikkan permusuhannya terhadap Jalur Gaza dengan mengumumkan bahwa di Jalur Gaza ada pemerintah musuh yang siap menyerang. Pengumuman itu disusul dengan menerapkan banyak sekali kebijakan yang semakin beratnya kehidupan di Jalur Gaza. Ada sebuah laporan yang dibuat oleh Bank Dunia tentang kondisi ekonomi di Jalur Gaza dan Tepi Barat pada bulan November 2007 bahwa ketidak-jelasan pembukaan pintu-pintu masuk wilayah itu menyebabkan tidak mampunya perusahan-perusahan untuk melakukan ekspor import secara terprogram dan menguntungkan. Hal itu juga menyebabkan terbengkalainya proyek-proyek ekonomi dan larinya modal investasi dan SDM keluar negeri.

Pada tanggal 18 Januari 2008, permusuhan yang dilakukan oleh Israel semakin menguat. Saat itu, perdana menteri Ehud Barak memutuskan untuk segera menutup semua pintu masuk ke Jalur Gaza. Selain itu, Israel juga memutus jalur masuknya

bantuan bahan bakar secara total. Hal terakhir ini menyebabkan Jalur Gaza hidup dalam kegelapan karena tidak ada generator pembangkit listrik yang bisa beroperasi pada tanggal 20 Januari 2008.

Sampai pertengahan bulan Oktober 2008, blokade yang sangat berat atas Jalur Gaza sudah berlangsung selama 16 bulan. Karena blokade itu dimulai pada tanggal 12 Juni 2007. Blokade ini diberlakukan bersamaan dengan semakin kuat dan gencarnya serangan yang dilakukan Israel yang bertujuan mematikan segala potensi kehidupan di Jalur Gaza. Hal ini membuat kehidupan 1.5 juta penduduk Palestina layaknya siksaan neraka Jahannam yang sangat berat.

Saat ini kerugian-kerugian yang dialami oleh beberapa sektor di atas telah membuat Jalur Gaza layaknya kota mati. Blokade telah melumpuhkan gerak penduduk dan barang-barang dagangan dari dan ke Jalur Gaza. Selain itu, segala bentuk transaksi perdagangan pun mati, sangat berbeda dengan pernyataan-pernyataan Israel kepada PBB bahwa Israel akan mempermudah segala gerakan manusia dan barang-barang dagangan di dalam dan luar wilayah Palestina sesuai dengan isi kesepakatan yang akhirnya terjadi pada bulan November 2005. Padahal pihak Palestina sendiri sangat menghormati kesepakatan itu dengan terus meredam gejolak perlawanan rakyat Palestina.

Kebijakan-kebijakan Israel ini bisa dikatakan telah membuat sirna segala harapan untuk menyegarkan kembali kondisi perekonomian di Jalur Gaza. Bahkan

juga menghabiskan sama sekali dasar-dasar perekonomian Jalur Gaza yang memang lemah.

Hampir bisa dikatakan, Jalur Gaza mengandalkan secara penuh kepada barang-barang dagangan Israel atau yang datang melewati Israel. Sehingga bisa dibayangkan bagaimana jadinya ketika Israel menutup pintu-pintu masuk Jalur Gaza. Tidak akan ada barang masuk dan tidak ada juga barang keluar. Hal ini menyebabkan naiknya jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan yang akhirnya mencapai 80% seperti dikatakan berbagai sumber.

Adapun perkiraan yang dikeluarkan Bank Dunia adalah angka kemiskinan yang semula sebesar 35% pada tahun 2006 naik menjadi 66% pada tahun 2007. Ditambah lagi pertambahan yang sangat mencolok dalam jumlah angka pengangguran hingga mencapai 65%. Hal ini jelas menyebabkan lemahnya kemampuan penduduk Jalur Gaza untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka. Pendapatan perkapita penduduk Jalur Gaza turun menjadi kurang dari 650 Dollar pertahun.

Di Palestina secara umum, dan Jalur Gaza secara khusus, sektor khusus adalah penggerak utama bagi pembangunan ekonomi. Karena sektor ini telah melahirkan 53% lapangan pekerjaan. Sepanjang masa penjajahan, sektor inilah yang menjadi sasaran utama serangan Israel sehingga menyebabkan melemahnya kemampuan sektor ini untuk berkembang dan survival.

Kemampuan produksi sektor ini turun dari 76% sebelum meletusnya Intifadhah Aqsha, menjadi 31.1% pada perempat pertama tahun 2001. Kemudian sektor ini bisa

kembali mengembalikan momentumnya hingga 46% antara tahun 2006 hingga Juni 2007.

Namun sejak diterapkannya isolasi total terhadap Jalur Gaza pada pertengahan Juni 2007, kemampuan produksi turun 11%. Sebab utama penurunan ini adalah karena Israel menghentikan pemberlakuan kode bea cukai khusus untuk Jalur Gaza. Hal ini tentu akan menyebabkan sangat kurangnya pemenuhan kebutuhan akan bahan mentah. Semua industri di Palestina hanya mendapat 10% dari yang mereka butuhkan untuk produksi.

Di sini perlu disebutkan bahwa keberhasilan menutupi kebutuhan yang hanya 10% ini menghabiskan dana yang sangat besar. Ditambah lagi, kesulitan yang dihadapi kemudian untuk memasarkan hasil produksi mereka disebabkan penutupan pintu-pintu tersebut.

Sensus menyebutkan bahwa lebih dari 43% perusahaan menghentikan produksi mereka secara total. Di waktu yang sama, lebih dari 55% perusahan tersebut menurunkan jumlah produksi mereka hingga mencapai 75%.

Sektor industri hampir sepenuhnya mengandalkan bahan mentah yang diimpor dari luar. Lebih dari 80% alat berat produksi dan suku cadang diimpor dari luar. Kemudian sebagian besar hasil industri diekspor ke luar. Pada waktu puncak produksi, kemampuan ekspor bisa mencapai 748 kontainer yang mengangkut hasil industri untuk satu bulan. Sebagian besar berupa perabot rumah tangga, produk makanan, garmen, dan produk pertanian.

Sejak dimulainya blokade, Israel menghapuskan penggunaan kode bea cukai untuk Jalur Gaza. Israel juga menghalangi masuknya bahan mentah ke dalam Jalur Gaza. Hal ini menyebabkan sektor industri macet total, karena sektor ini mengandalkan lebih dari 85% bahan mentah dari atau lewat Israel.

Sensus menyatakan bahwa lebih dari 97% perusahan industri ditutup. Jumlahnya kira-kira 3900 perusahaan. Selain itu, produk industri yang sudah siap pun tidak bisa dipasarkan ke luar. Hal ini menyebabkan bertambahnya jumlah penganggur menjadi 35.500 orang. Sebelumnya memang jumlah pekerja pada sektor industri mencapai 35.500 orang sebelum Israel menutup pintu-pintu masuk. Dan setelah penutupan, jumlah pekerjanya hanya 1500 orang.

Hasil penghitungan yang dikeluarkan organisasi persatuan industri Palestina menunjukkan bahwa kerugian yang ditimbulkan dari blokade terhadap Jalur Gaza itun mencapai 15 juta Dollar, karena pendapatan bersih sektor industri di Jalur Gaza pada tahun 2006 mencapau 500.000 Dollar per hari. Jadi jumlahnya hingga pertengahan Oktober 2008 mencapai 97.5 juta Dollar.

Keterangan yang dikeluarkan oleh sektor-sektor ekonomi menyebutkan bahwa kerugian langsung mencapai 320 juta Dollar. Oleh karena itu, sektor-sektor yang mengalami kerugian itu sama sekali belum pernah mengekspor produk mereka.

Jumlah perusahaan industri pun mengalami penurunan. Dari yang tadinya berjumlah 600 perusahaan, berkurang menjadi 30 perusahaan. Sehingga kerugiannya

pun bisa mencapai 120 juta Dollar. Selain itu, lebih dari 6500 pekerja kehilangan pekerjaannya.

Adapun khusus berkenaan dengan produksi tekstil dan garmen, keterangan tersebut menyatakan bahwa hampir keseluruhan perusahaan, yang jumlahnya lebih dari 960 perusahaan. Perusahaan sebanyak itu setiap tahunnya bisa memproduksi sekitar 5 juta helai pakaian, yang 95% dari jumlah itu diekspor ke Israel.

Selain itu, lebih dari 2500 orang kehilangan pekerjaannya. Dan secara keseluruhan, kerugian yang ditanggung sebesar 40 juta Dollar. Perlu diketahui, jumlah kendaraan yang dibutuhkan untuk mengangkut hasil produksi itu sebanyak 245 kendaraan.

Keterangan juga menunjukkan bahwa seluruh perusahaan konstruksi ditutup. Perinciannya adalah 13 perusahaan keramik, 30 perusahan semen, dan 145 perusahaan marmer. Keseluruhan, pekerja yang kehilangan pekerjaan dalam bidang ini sejumlah 3500 orang.

Jalur Gaza memiliki lebih dari 70.000.000 meter persegi lahan pertanian. Lahan seluas itu bisa memproduksi 280.000 hingga 300.000 ton produk pertanian setiap tahunnya. Sepertiga produk tersebut diekspor.

Sektor pertanian ini membuka lapangan pekerjaan lebih dari 40.000 orang. Baik pekerja tetap ataupun sementara. Jumlah ini adalah 12.7% dari tenaga kerja yang

tersedia. Selain itu, jumlah ini juga mampu mencukupi kebutuhan makanan bagi seperempat jumlah penduduk.

Sejak pemberlakuan blokade total, Israel menghalangi ekspor produksi Jalur Gaza, termasuk di dalamnya produk pertanian. Selain itu, Israel juga menghalangi masuknya bahan-bahan seperti benih, pupuk, dan berbagai kebutuhan pertanian lainnya. Semua ini menyebabkan sektor pertanian mengalami kerugian yang sangat besar. Jumlah kerugian tersebut diperkirakan 135 juta Dollar untuk waktu antara pertengahan bulan Juni hingga pertengahan bulan Oktober 2008.

Keterangan Departemen Pertanian menyebutkan bahwa kerugian per hari yang disebabkan terhalangnya kemungkinan ekspor sebesar 150.000. Kalau dijumlah, maka kerugian selama masa blokade sebesar 67 juta Dollar. Selain itu, karena mengonggok, ada ribuan ton kentang membusuk tanpa bisa dimanfaatkan, dan lebih dari 10.000 ton produk pertanian lainnya terpaksa dijual di pasar local dengan harga jauh di bawah standar. Perlu dikatahui, harga local hanya 10%-15% dari harga ekspor.

Sebagian petani mengalami kerugian lantara produknya terpaksa dijual di pasar local, sebagian petani yang lain mengalami kerugian karena pasar local mereka dipenuhi dengan produk ekspor.

Diperkirakan penurunan jumlah produksi musim tanam ini mencapai 20%-30% dari produksi musim tanam yang lalu. Kerugian perbulan diperkirakan mencapai 10 juta Dollar.

Bisa dikatakan, blokade telah menghancurkan musim produksi pertanian, mulai dari tanggal 15 November sampai bulan Mei 2008.

Diperkirakan jumlah petani pada musim ini berjumlah 7500 orang. Keberhasilan produksi mereka yang berjumlah 14 juta Dollar mengandalkan sepenuhnya kepada ekspor. Untuk jumlah ini, lahan yang ditanami seluas 3.130.000 meter persegi. Mereka menanaminya dengan strawberry, kentang, dan lain-lain.

Di sektor perikanan, Israel juga melakukan penekanan. Sehingga diperkirakan ada sekitar 3.000 nelayan kehilangan mata pencaharian mereka. Dan kerugian mereka diperkirakan 3 juta Dollar per bulan.

Sektor kesehatan mengalami hal yang sama. Blokade Israel telah demikian menghancurkannya, sehingga dinas kesehatan tidak mampu lagi memberikan pelayanan kesehatan kepada penduduk, walaupun hanya pelayanan yang sangat sederhana. Hal ini menyebabkan terjadinya musibah kemanusiaan. Rumah-rumah sakit kini lumpuh dan tidak bisa memberikan pelayanan kesehatan yang layak untuk penduduk.

Laporan dari departemen kesehatan menunjukkan bahwa sebagian besar obat pokok telah habis. Sampai tanggal tulisan ini dibuat, jenis obat yang habis itu diperkirakan berjumlah 160 jenis. Sedangkan keperluan kedokteran yang lain berjumlah 130 macam. Kemudian obat yang masih ada, 120 jenis di antaranya juga diperkirakan akan habis dalam waktu dekat, dan sekitar 90 alat kedokteran sudah

tidak bisa dipakai lagi karena tidak adanya suku cadang yang diperlukan untuk memperbaikinya.

Yang membuat keadaan lebih parah, para penduduk juga tidak bisa meninggalkan Jalur Gaza untuk sekadar mendapatkan pengobatan yang layak. Catatan yang dikeluarkan WHO, ada ratusan kasus penyakit kronis yang membutuhkan operasi spesialis terutama yang berkenaan dengan otak, syaraf, dan tulang, kanker, ginjal, dan jantung, tidak bisa mendapatkan pengobatan karena jalan ke luar Jalur Gaza ditutup.

Catatan WHO menambahkan bahwa ada lebih dari 1150 orang sakit yang tidak bisa meninggalkan Jalur Gaza untuk mendapatkan pengobatan mulai dari tanggal diberlakukannya blokade hingga akhir bulan Februari. Sedangkan Departemen Kesehatan menyebutkan ada sekitar 1300 orang sakit yang membutuhkan pengobatan di luar Jalur Gaza, 210 di antaranya dalam kondisi kritis.

Departemen Kesehatan mencatat ada puluhan kasus meninggal dunia karena tidak bisa keluar dari Jalur Gaza untuk mendapatkan pengobatan. Hingga akhir bulan Oktober ada 252 orang yang meninggal disebabkan blokade.

Sejak Israel mengumumkan berhentinya penggunaan kode bea cukai untuk Jalur Gaza, dan melarang masuknya bahan mentah ke Jalur Gaza, yang di antaranya adalah bahan-bahan bangunan seperti semen, besi, dan baja, maka sektor konstruksi pun menjadi lumpuh. Dan banyak pabrik bahan bangunan tutup, di antaranya 13 pabrik

keramik, 30 pabrik semen, 145 pabrik marmer, 250 pabrik batu bata. Hal ini menyebabkan sejumlah 3.500 orang kehilangan pekerjaannya.

Selain berhentinya proyek-proyek pembangunan yang diperkirakan bernilai 350 juta Dollar, karena PBB menghentikan proyek-proyek pembangunan infrastruktur seperti pembuatan jalan, saluran air, saluran pembuangan air, yang semuanya diperkirakan berjumlah 60 juta Dollar. International Relief Agency juga menghentikan program penciptaan lapangan pekerjaan yang bernilai 93 juta Dollar, yang dimanfaatkan oleh lebih dari 16.000 orang. Selain itu semua proyek pembangunan gedung-gedung perguruan tinggi, rumah sakit, lembaga-lembaga pemerintah, dan sektor investasi khusus, juga dihentikan.

Israel masih membolehkan masuknya supply bahan makanan, hanya untuk bahan pokok dan dilakukan secara terputus-putus. Namun setelah mengumumkan bahwa Jalur Gaza adalah pemerintah yang menjadi musuh, Israel membatasi jenis bahan makanan pokok yang diperbolehkan masuk dengan batas 20 jenis. Hal ini menyebabkan sangat kurangnya bahan makanan, hilangnya beberapa jenis makanan dari pasar, dan meroketnya harga barang.

Menurut catatan yang diambil dari pintu Rafah, bahan makanan yang bisa masuk hanyalah 15% dari jumlah kebutuhan penduduk Jalur Gaza. Naiknya harga bahan makanan dimulai pada bulan Juli 2007 disebabkan sangat minimnya bahan makanan yang ada karena pintu masuk yang ditutup dan produksi yang terhenti.

Sebagian besar penduduk tidak mempunyai daya beli kebutuhan pokok. Dari 62% keluarga yang ditanya, 93,5% dari mereka mengatakan telah menurunkan anggaran belanja. Hal itu bisa dilihat akibatnya, yaitu berkurangnya konsumsi daging hingga 98%, dan konsumsi produk susu hingga 86%.

Setelah peristiwa bulan Juni 2007 di Jalur Gaza, Israel mengeluarkan berbagai kebijakan dan birokrasi, di antaranya:

1. Menurunkan suply bahan bakar yang biasa digunakan untuk mengoperasikan

stasiun pembangkit listrik. Hal ini menyebabkan terputusnya aliran listrik dan lemahnya tegangan.

2. Menurunkan supply bahan bakar yang biasa digunakan untuk mengoperasikan

generator pengganti pembangkit listrik.

3. Menutup pintu-pintu masuk, dan menghalangi masuknya berbagai bahan,

peralatan, dan suku cadang, yang biasa digunakan untuk mengoperasikan dan memperbaiki saluran perairan dan saluran pembuangan. Hal ini menyebabkan berkurangnya kemampuan Dinas Perairan untuk terus menyediakan kebutuhan minimah akan air.

Permasalahan juga dihadapi oleh sektor yang bertugas mengumpulkan sampah dan membuangnya ke tempat pembuangan sampah yang berjumlah tiga tempat, yaitu Gaza, Dier Balah, dan Rafah. Sampah rumah tangga yang dihasilkan Jalur Gaza diperkirakan berjumlah 400.000 ton pertahun

Proses pembuangan sampah juga sering macet untuk waktu yang panjang. Sebab utama hal ini adalah tidak tersedianya bahan bakar dan suku cadang kendaraan pengangkut sampah tersebut.

Sekitar 50% kendaraan milik pemerintah kota Gaza tidak bisa dioperasikan. Selebihnya terancam rusak beberapa hari ke depan dikarenakan blokade, penutupan pintu masuk, dan kekurangan bahan bakar. Ditambah lagi, kenyataan bahwa sebenarnya daya kemampuan kendaraan yang tersedia hanya 40%.

BAB IV

PERLINDUNGAN TERHADAP RELAWAN KEMANUSIAAN DAN FAKTA – FAKTA DALAM KONFLIK PERANG GAZA

A. Perlakuan Terhadap Relawan Kemanusiaan Perang Gaza

Pada tanggal 31 Mei 2010 Kapal Mavi Marmara yang jelas-jelas membawa bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, diserang tentara Israel. Kapal Mavi Marmara yang berbendera Turki yang ditembaki oleh tentara Israel, membawa sekitar 563 relawan dari 31 negara. Kapal tersebut merupakan salah satu dari 6 kapal yang tergabung dalam armada The Freedom Flotilla. Tujuannya adalah untuk memberikan bantuan kemanusiaan serta membebaskan Gaza dari Blokade yang diterapkan Israel sejak Hamas berkuasa pada tahun 2007. Misi tersebut diikuti oleh berbagai aktivis pro palestina dari berbagai belahan dunia, beberapa diantaranya bahkan adalah nama yang terkenal seperti peraih nobel perdamaian, sastrawan, sutradara film, politisi, dan wartawan. Di dalam kapal tersebut juga terdapat terdapat 12 WNI yang berasal dari 3 organisasi, yaitu Sahabat Al Aqsha bekerja sama dengan Hidayatullah, Relawan Mer-C, dan KISPA.

Kapal tersebut ditembaki di perairan internasional di Laut Tengah dalam pelayaran dari Cyprus di wilayah perairan internasional, 65 kilometer dari perairan Gaza. Wartawan asal Skotlandia, Hassan Ghani dalam laporannya untuk Press TV

mengatakan bahwa mereka dilempari gas air mata dan granat kejut oleh Pasukan Isreal. Selain itu mereka juga dikelilingi kapal-kapal perang (Israel) dan diserang dari segala penjuru. Sebuah kapal Yunani, Sfendoni, yang turut dalam rombongan kapal bantuan kemanusiaan itu juga ditembaki baik dari perahu-perahu maupun helikopter-helikopter Israel.

Beberapa relawan tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Israel dengan pasti mengetahui kapal itu hanya membawa misi kemanusiaan dan tanpa persenjataan militer. Israel juga sadar aksi brutalnya akan menuai protes keras dunia internasional. Kapal itu membawa aktivis perdamaian dari sekurangnya perwakilan lima puluh negara.

Alasan – alasan Israel melakukan penyerangan terhadap Kapal Mavi Marmara adalah sebagai berikut :

1. Israel ingin menunjukkan supremasinya pada dunia Internasional bahwa blokade

yang dilakukannya di Jalur Gaza tidak boleh dan tidak bisa ditembus pihak mana pun, sekalipun itu untuk misi kemanusiaan. Kalau saja bantuan itu berhasil menembus blokade Israel, tandanya pemblokadean itu kedodoran dan ada celah untuk keluar masuk Hamas. Dengan kata lain, Israel ingin menebarkan trauma psikologis kepada siapa pun, yang mencoba menerobos blokade di Gaza.

2. Israel tidak ingin misinya melumpuhkan Hamas di Jalur Gaza, yang sudah

berjalan tiga tahun lebih, gagal. Masuknya bantuan kemanusiaan dapat memperpanjang napas hidup Hamas dan memperkuat pengaruhnya terhadap

penduduk Gaza. Bagi Israel, bantuan itu dikhawatirkan menguntungkan Hamas dan semakin menarik simpati penduduk Gaza untuk mendukung Hamas.

3. Israel tidak ingin nasib dan penderitaan penduduk Gaza, saat ini diketahui publik

internasional. Masuknya misi kemanusiaan dari berbagai negara yang turut membawa wartawan dan jurnalis berbagai media, dikhawatirkan membuat laporan yang dapat meningkatkan tekanan dunia internasional pada Israel. Berbagai media itu juga dapat dijadikan “corong” Hamas untuk memperoleh dukungan dunia.

Oleh karena itu, Israel pun berencana memulangkan semua relawan kemanusiaan tersebut ke negaranya masing-masing. Sementara bantuan kemanusian itu boleh masuk, hanya jika melalui otoritas pemerintahan Israel sendiri yang membawa dan menyalurkannya..

Terlepas dari motif tersebut, tindakan penyerangan terhadap relawan kemanusiaan dan jurnalis dalam kondisi apa pun adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Apalagi, kapal Mavi Marmara yang diserang Israel masih berada dalam perairan internasional dan bukan dalam kondisi perang. Dalam Hukum Internasional, Statuta Roma Pasal tujuh disebutkan, “kejahatan kemanusiaan adalah perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terdapat penduduk sipil.” Kejahatan terhadap kemanusiaan ini adalah salah satu dari empat pelanggaran HAM berat, yang berada dalam yurisdiksi International Criminal Court.

Israel melakukan pelanggaran HAM dan kejahatan kemanusiaan bukan kali ini saja, melainkan telah berulang kali. Lembaga Amnesti Internasional dan Human Rights Watch telah dua kali melakukan gugatan pada Israel; pada perang Israel-Hezbollah 2006 dan pascaagresi militer Israel ke Gaza 2009.

PBB sebagai lembaga internasional yang memiliki kewenangan mengadili setiap pelanggaran hukum internasional. Aksi brutal Israel ini tidak saja melukai rasa kemanusiaan, melainkan akan menguatkan kembali sentimen anti-Israel dan berkembang menjadi sentimen anti-Amerika Serikat. Terutama jika AS tetap menunjukkan keberpihakannya kepada Israel. Sentimen inilah, yang akan menyemai teroris-teroris baru.

Israel melabeli Hamas sebagai organisasi teroris, predikat yang sama juga layak disandang Israel. Atau sekurangnya Israel dapat disebut terrorist in reverse (al-irhab al-ma`kus), yaitu, perilaku teror yang dilakukan dengan dalih memerangi teroris. Keduanya sama-sama menjadikan rakyat sipil sebagai sasaran.

B. Peranan PBB Dalam Mengatasi Kasus Blokade Jalur Gaza

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) berdasarkan Piagam (Charter) diharapkan mampu menyelesaikan konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina tersebut, akan tetapi peran DK PBB ternyata masih bergantung dengan Amerika Serikat (AS). Dominansi Amerika Serikat membuat efektifitas DK PBB tidak maksimal. Segala bentuk resolusi yang berkaitan tentang Israel, AS lebih memilih abstain atau mem-veto hasil perundingan DK PBB dengan beberapa anggota

lainnya. Resolusi yang dikeluarkan oleh DK PBB tidak berarti bagi Israel, sehingga perbuatan Israel yang membabi buta menghancurkan wilayah jalur Gaza.

Penduduk Palestina sudah puluhan tahun hidup dalam perjungan untuk membela kedaulatannya, dan membela keadilan serta hak asasinya. Serangan israel yang dinilai memiliki senjata yang lebih cangi dan mendapat dukungan Amerika tidaklah membuat takut atau mundur perjuangan rakyat palestina, justru melahirkan semangat juang baru untuk membela negara dan keadilan.

Dokumen terkait