DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, 2003.
Burton J.1990:Conflict Resolution and Prevention (Vol.1 of the Conflict series) London Macmillan
Cheever,Daniel,S dan Haviland,Jr,H.Field, dari May Rudi, Teuku, Administrasi dan Organisasi
C.R Mitchell, Interactive Conflict Resolution
James A. Schellenberg, Conflict Resolution : Theory, Research, and Practice
Galtung.J.1996:Peace by Peaceful Means: Peace and Conflict, Development and Civilization. London :Sage
Kiesberg, New Social Movement : From ideology to Identity
Mustafa Abd. Rahman, Jejak-Jejak Juang Palestina, Jakarta:penerbit buku kompas.1992
Mochtar Kusumaatmadja, 1976. Pengantar Hukum Internasional. Buku I Bagian Umum, Bina Cipta, Bandung.
United Nations, 1980. The Palestine Questions a Brief His History. United Nations. New York.
Barry R, Charter, Professor of Law, Georgetown University Law Center,Philip R. Trimblr, Professor of Law University of California, Los Angelses. International Law. Little Brown and Company. Boston Toronto London.
INTERNET
BAB III
KONFLIK BERSENJATA DI JALUR GAZA
A. Sejarah Terjadinya Blokade Jalur Gaza Oleh Israel
Pada awal abad ke XX, daerah Palestina adalah termasuk bagian wilayah Dinasti
Usmaniyah (Ottoman), Turki. Dinasti ini telah menguasai seluruh wilayah Asia Barat
sejak tahun 1516. Penduduk disana menyebut daerahnya dengan Filastine atau Al-
Ard al- Muqadasa (tanah yang suci). Sebutan yang terakhir ini untuk mencerminkan
bahwa daerah ini sangat diagungkan oleh penganut Islam , Kristen, dan Yahudi.
Pada masa Usmaniyah, Palestina dibagi menjadi 3 propinsi yaitu : Yerussalem,
Nabrus, dan Acre. Tahun 1870-an ketiga wilayah itu mempunyai wakil yang dipilih
untuk parlemen Usmaniyah. Penguasa Usmaniyah menggunakan system Milliet yang
memberikan otonomi luas kepada penduduk penganut Kristen dan Yahudi. Pada
waktu itu terlihat masyarakat yang damai, toleransi umat beragama sangat tinggi dan
timbul kerjasama untuk menyelesaikan masalah bersama. Kekuasaan Turki di
Palestina berakhir pada Perang Dunia pertama, saat Turki kalah perang. Pada tahun
1918 Palestina jatuh ke tangan kekuasaan Inggris. September 1923, Liga Bangsa –
Bangsa secara resmi menyerahkan mandate kepada Inggris untuk mengurusi
Palestina.
Orang Palestina merupakan keturunan orang Philistine dan Kan’an. Mereka ini
telah bercampur darah dengan keturunan orang Yunani, Romawi, Arab, Mongolia,
dan Turki. Mereka ini sebagaian beragama Kristen dan beragama Islam.
Orang Yahudi tidak dimasukkan ke dalam golongan orang Palestina karena
mereka hanya merupakan masyarakat yang berjumlah sedikit. Tercatat tahun 1170 –
1171 di Palestina ditemukan sekitar 1440 orang Yahudi. Tahun 1267 hanya terdapat
dua keluarga Yahudi di Yerusallem. Mereka ini mengalami sedikit peningkatan
populasi pada abad 19. Jumlah mereka 8.000 orang. Tahun 1845 berjumlah 20 orang.
Jumlah ini meningkat lagi tahun 1918 yaitu sekitar 56.000 orang.
Penganut Islam dan Kristen adalah para penduduk asli Palestina, sementara 2/3
penganut Yahudi adalah Imigran. Memang banyak imigran Yahudi datang ke
Palestina sebagai realisasi pelaksanaan “amanat” yang disampaikan oleh Theodore
Herzl dalam tulisannya Der Judenstaat (Negara Yahudi) sejak 1896. Berbagai
gelombang imigran berdatangan ke Palestina. Gelombang imigran missal berdatangan
dari berbagai Negara : Russia, Rumania, Polandia, Bulgaria, Yugoslavia, Yaman,
Aden, Jerman dan Negara – Negara Afrika. Dan bertambah mendapat angin setelah
Mentri Luar Negri Inggris Arthur James Balfour, mengirim surat kepada Lord
Rothschild, salah seorang tokoh Zionis.
Asher Arian membagi periode imigrasi antara 1882 – 1908 menjadi 4 kategori “
1. Periode (1882 – 1924) adalah masa pertumbuhan, pada periode ini jumlah
imigran tidak terlalu banyak, tetapi secara politis tidak menentukan;
Nazi,dan perjuangan kemerdekaan.
3. Periode (1948 – 1954) banyak berdatangan imigran dari Asia dan Afrika serta
Eropa;
4. Periode 1954 sekarang, pada periode ini imigran boleh diseleksi untuk
mengurangi jumlah buruh yang tidak produktif.13
Setelah Israel berdiri dengan segera para imigran berdatangan. Mereka seakan
berlomba mendapatkan tanah yang dijanjikan. Yang segera tampak akibat kedatangan
imigran Yahudi dari berbagai penjuru dunia adalah keseimbangan penduduk Arab
dan Yahudi di Palestina
Banyak orang Yahudi yang berimigrasi ke Palestina, mengakibatkan masyarakat
Arab Palestina terdesak dan akhirnya timbullah bentrokan Yahudi dan Palestina,
bentrokan ini berlarut – larut dan Inggris pemegang mandat Palestina tidak bisa
menyelesaikan. Selanjutnya masalah Palestina ditangani oleh PBB. Setelah
mengalami proses yang panjang, akhirnya Majelis Umum PBB menyetujui rencana
pembagian Palestina menjadi 3 bagian. Dalam resolusi nomor 181 (II), 29 Nopember
1947, disebutkan, bahwa Palestina akan menjadi :14
1. Negara Arab dengan wilayah Acre, Nazareth, Jenin, Nablus, Ramalah, Hebeon ;
Jalur Gaza dan Jaffah;
2. Negara Yahudi dengan wilayah : Soffad, Tiberias, Haifa, Tulkaen, Ramlet, Sahara
Negeb dan Jaffa;
13
M.Hamdan Basyar, Politik Israel Terhadap Palestina, Jurnal Ilmu Politik 12, Tahun 1993, hal 52
14
3. Yerussalem sebagai wilayah pengawasan Internasional.
Keputusan ini diterima oleh Yahudi, tapi ditolak oleh Arab Palestina. Orang Arab
menganggap pembagian ini tidak adil dan melawan kehendak mayoritas penduduk
asli Palestina. Israel memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 14 Mei 1948
sehari setelah mandat Inggris di Palestina berakhir. Proklamasi Israel ini menjadi
pukulan berat bagi Arab Palestinda dan Negara – Negara Arab, orang Palestina
banyak yang terusir dan mengungsi ke berbagai Negara tidak hanya Negara – Negara
Arab tetapi juga ke Negara Eropa dan Amerika.
Penyebab timbulnya pertentangan yang menyebabkan terjadinya perang antara
Negara Israel dan Negara – Negara Arab sebagai tetangganya dan juga terhadap
bangsa Arab Palestina yang berada di tanah Palestina adalah dengan ditetapkannya
tanah Palestina sebagai Negara Israel yang berdasarkan atas dasar dari mandat
Pemerintah Inggris yang telah menduduki Palestina sebelumnya, juga berdasarkan
atas resolusi 181, yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa – Bangsa dan
berdasarkan Deklarasi Balfour yang telah membuka jalan bagi terbentuknya Negara
Israel.
Negara – Negara Arab yang semula telah menolak terhadap resolusi yang telah
ditetapkan Perserikatan Bangsa – Bangsa, telah memutuskan untuk melindungi dan
merebut tanah Palestina sebagai bahagian dari tanah Arab dari tangan Israel. Karena
bangsa Arab mempercayai bahwa berdasarkan sejarahnya, tanah Palestina secara
geografis adalah milik bangsa Arab Palestina. Pertentangan pendapat dan pandangan
Yahudi- Israel dan bangsa Arab – Palestina serta Negara- Negara tetangganya.
Tercatat tiga kali pertempuran yang terjadi masing – masing dengan jangka waktu
pendek, dan ketiga peperangan ini selalu dimenangkan oleh pihak Israel.
Situasi peperangan makin memburuk terutama dengan ikut campurnya kekuatan –
kekuatan dari Negara Barat yang memiliki kekuatan super power yang mempunyai
kepentingan politik di Negara Timur Tengah.
Adapun pecahnya peperangan pertama, dimulai dengan diproklamasikannya
Negara Israel oleh bangsa Yahudi yang berada di tanah Palestina, dan menjadikan
tanah Palestina sebagai Negara Israel yaitu :
Yang oleh bangsa Israel disebut sebagai perang kemerdekaan, karena pada tahun
1948 diproklamirkannya tanah Palestina menjadi negara Israel setelah Perserikatan
Bangsa – Bangsa mengeluarkan resolusi tentang pembahagian tanah Palestina dengan
bangsa Israel dan memberikan keleluasaan bagi bangsa Israel untuk menguasai
sebahagian dari tanah Palestina pada tanggal 2 November 1947. Perang Pada Tahun 1948 – 1949
Perang meletus segera setelah dikeluarkannya resolusi tersebut. Sejumlah tentara
pembebasan Arab yang terdiri atas bangsa Arab Palestina dan sukarelawan yang
berasal dari Negara – Negara tetangga bangsa Arab berjumlan 3.000 orang mulai
Haganah, menahan diri untuk tidak melakukan pembalasan terhadap serangan
itu, disebabkan pasukan ini mengetahui bahwa mereka harus mengikuti aturan main
Inggris untuk mencari simpatik Negara – Negara Barat terhadap perjuangan mereka.
Dan ketika Inggris menarik pasukannya pada tanggal 14 Mei 1948, maka Haqanah
masuk ke dalam pertempuran tersebut pada akhir April.15
Sementara itu Haqanah telah melakukan pengawasan terhadap lima kota yang
memiliki populasi yang mayoritas bangsa Yahudi, telah menaklukkan 100 desa –
desa tempat tinggal bangsa Arab , dan mengirimkan tawanan bangsa Arab ke propinsi
yang diperdebatkan yaitu propinsi Galile, membuka jalan – jalan penting termasuk Pada waktu kelima Negara Arab secara terang – terangan menyatakan perang
terhadap resolusi yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa – Bangsa dan terhadap
perjanjian Inggris di tanah Arab, maka pada saat yang sama pada saat Arab
memusatkan perhatiannya pada pengusiran tentara Inggris dari tanah Arab, Haqanah
mengambil kesempatan untuk mendapatkan strategi yang menguntungkan untuk
melonggarkan pengawasan Negara – Negara Arab terhadap Yerussalem.
Sementara itu kekuatan bangsa Yahudi berjumlah 3.000 tentara yang siap untuk
bertempur di daerah Palmach, dan ditambah dengan lebih kurang 15.000 di daerah
militer dan 14.000 di daerah pengawasan lokal. Mereka mempunyai 1.600 mortir
tetapi tidak mempunyai senjata kecuali mobil patrol dan tidak mempunyai artileri
maupun pesawat tempur.
15
salah satunya jalan yang menghubungkan ke gurun Negev yang terletak dekat dengan
teluk Aqaba, dan meraih keuntungan bagi dibukanya jalan utama yang disediakan
bagi bangsa Yahudi yang menghubungkan dengan kota Yerusallem.
Kelompok Haqanah menyadari bahwa angkatan bersenjata Israel mengalami
kelemahan pada jumlah serdadunya, maka menyadari hal ini maka gerakan Haqanah
melakukan persetujuan secara diam – diam dengan pasukan Israel dengan
memasukkan 30.000 serdadu Israel termasuk juga kerangka – kerangka pesawat
tempur yang belum dirakit.
Pada peperangan ini angkatan bersenjata kehilangan kira – kira 750 serdadu
tetapi masih mempunyai beberapa senjata berat, melalui perjuangan yang keras
akhirnya mereka memproklamirkan kemerdekaannya atas Negara Israel, pada saat
bangsa Arab Syria, Transjordania dan (sekarang Yordania), Mesir, Libanon
menyerang bangsa Israel.
Walaupun banyaknya kerugian yang diderita oleh bangsa Israel yang dinamakan
Zahal tetapi bangsa Arab hanya mendapatkan kemenangan di daerah Selatan dimana
tentara Mesir menyerbu sampai gurun Neqev dan menduduki Gaza dan Bersheba dan
di Yerussalem dimana tentara Inggris melatih pasukan Arab Transjordania dan
menahan markas Yahudi di Old City dan menutup jalan utama ke Barat. Namun
demikian Israel yang menduduk i New City mengirimkan bantuan makanan bagi
Perserikatan Bangsa –Bangsa mengusahakan untuk diadakannya gencatan
senjata selama 4 minggu yang dimulai pada tanggal 11 Juni. Pada saat itu Israel
meningkatkan kekuatan pasukannya menjadi 60.000 dan ketika perang berlangsung
pada tanggal 9 Juli, tentara Israel melakukan pertahanan di front – front tertentu dan
sepuluh hari sebelum gencatan senjata dilakukan yaitu pada tanggal 18 Juli, mereka
telah menaklukkan Nazareth di Utara dan mengusir tentara Arab yang menduduki
posisi Utara ke arah pantai.
Mesir menjadi musuh utama Israel sejak mereka memblokir jalan masuk ke
Neqev. Ketika tentara Mesir menolak untuk melakukan pertukaran ketika konvoi
Israel mengirimkan bantuan bagi penduduk Israel yang berada di daerah terkepung,
maka Israel melakukan serangan pada tanggal 15 Oktober dengan pasukannya yang
telah mendapatkan bantuan dari Negara – Negara Barat. Pada tanggal 7 Januari,
Mesir setuju untuk melakukan gencatan senjata.
Walaupun perjanjian gencatan senjata telah ditandatangani antara 4 negara Arab,
namun masih banyak masalah yang mengganjal antara bangsa Arab dan Israel
sehingga proses untuk menuju jalan damai sangat kecil kemungkinannya. Salah satu
bangsa Arab tetap menolak untuk mengakui secara permanen dan de jure tentang
eksistensi dari Negara Israel di tanah Palestina. Yang kedua adalah dengan adanya
pengungsi – pengungsi Arab yang tidak dapat kembali ke daerahnya oleh karena
daerahnya telah diduduki oleh Israel. Oleh karena alasan tersebut, maka dijadikan
yang menjadi alasan utama bagi pemicunya perang yang kedua yang terjadi pada
tahun 1956.
Setelah 7 tahun melakukan gencatan antara Israel dan Negara – Negara Arab
yang walaupun demikian juga terjadi kekerasan – kekerasan di daerah perbatasan
antara pasukan – pasukan berkuda Mesir dan juga pembalasan yang dilakukan oleh
tentara Israel yang tidak dapat dihentikan oleh pengamat dari Perserikatan Bangsa –
Bangsa.
Perang Tahun 1956
Pemerintahan Arab melakukan boikot ekonomi terhadap Israel dan tidak henti –
hentinya melakukan propaganda bagi bangsa Israel. Sementara itu Mesir mendesak
untuk menggunakan Terusan Suez dan Teluk Aqaba untuk melakukan penawan bagi
kapal – kapal Israel. Perlengkapan senjata Negara Arab semakin kuat sejak Negara –
Negara blok komunis membuka perdagangan senjata dengan Negara – Negara Arab
yang menambah perbedaan yang sangat jelas antara perlengkapan senjata Negara
Israel yang dibelinya dari Negara – Negara Barat yang sementara itu masih enggan
untuk melakukan transaksi penjualan senjata dalam jumlah yang besar dengan Negara
Israel.
Dengan bertambahnya kekuatan senjata Negara – Negara Arab, maka Mesir
melakukan rencana perang di perbatasan Israel dan mengorganisir suatu kesatuan
Serangan Mesir dan Negara – Negara Arab ini mengancam Israel yang akhirnya
melalui gencatan rahasia yang dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 1956 telah
menyerang semenanjung Sinai di Mesir dan daerah pantai Arab, serta jalur Gaza
dengan kekuatan 125.000 pasukan dan mempekerjakan45.000 laki – laki dan 200
tank serta kekuatan udara yang mendukungnya.
Lewat kekuatan ini Israel dapat menguasai Terusan Suez dan menduduki daerah
strategis Mitla Pass yang kemudian pasukannya behasil menguasai East Bank di Jalur
Gaza dalam tempo 8 hari. 40.000 orang Mesir terbunuh dan 6.000 orang tertangkap,
sementara itu di pihak Israel 181 orang terbunuh dan 1 orang pilot tertangkap. Mesir
menuntut bahwa pada hari keempat Anglo – Prancis melakukan penyerangan
terhadap kedudukan Mesir di Terusan Suez dan memaksa tentara Mesir untuk
meninggalkan Sinai, yang mendukung kemenangan bagi Israel.
Tidak diragukan lagi bahwa kemenangan berada di tangan Israel. Setelah itu
Inggris, Perancis, Israel mengizinkan kepada Perserikatan Bangsa – Bangsa untuk
mengajukan gencatan senjata dan setelah membuka jalan bagi teluk Aqaba, maka
Israel mulai menarik pasukannya dari sana. Sejak Mesir terus berusaha untuk merebut
Terusan Suez , Israel menolak untuk melakukan senjata bagi pasukannya di perbatasn
dan Israel tidak keberatan untuk pembagian daerahnya di wilayah Arab. Hal inilah
yang memberikan kemungkinan kecil bagi bangsa Israel dan bangsa – bangsa Arab
untuk mencapai perdamaian – perdamaian yang diharapkan oleh bangsa Israel dan
Setelah berakhirnya perang di Sinai, Mesir berusaha untuk melakukan usaha –
usaha yang baru untuk membuat liga Arab yang mempunyai tujuan yang sangat jelas
yaitu untuk menghancurkan pertahanan bangsa Israel. Perang Tahun 1967
Tuntutan dan pemboman yang dilakukan oleh tentara Mesir di perbatasan daerah
yang ditinggali oleh Tentara Mesir di perbatasan daerah yang ditinggali oleh
mayoritas penduduk Israel, membuat Israel melakukan serangan melawan tentara
Mesir. Serangan Israel yang dilakukan pada tanggal 5 Juni adalah usaha untuk
menaklukkan Sinai dan Jalur Gaza.
Israel berhasil menjatuhkan lebih kurang 400 tentara Mesir yang membuat
kemenangan pada pihak Israel.
Kekuatan angkatan bersenjata Israel telah berkembang pada perang yang ketiga
ini. Israel telah memiliki 29.000 tentara ditambah dengan 2.500 tank dan kekuatan
Angkatan Laut dengan 178 kapal laut dan hamper 1.000 pesawat tempur.
Yang mana kekuatan ini dikombinasikan dengan kekuatan Mesir pula yang
terdiri dari gabungan dengan Negara – Negara Syria, Mesir, Yordania, dan Irak yang
terdiri dari 522.000 tentara dengan 2.500 tank dan berkekuatan 178 kapal dan hampir
seribu pesawat.
Israel berhasil menembus kekuatan Mesir yang telah dibentuk sejak tahun 1956.
Sheikh, yang mendesak pasukan patrol dan membuka teluk Aqaba. Strategi Israel
yang tidak diduga oleh Mesir, membuat Israel dapat menguasai Terusan Suez pada
hari keempat dan membuat Mesir menerima untuk dilakukannya gencatan senjata.
Sementara itu pasukan Arab melakukan penyerangan di kota Yerusallem pada
hari pertama yaitu tanggal 5 Juni, yang membuat Israel bergerak secara cepat untuk
menyelamatkan strategi di Utara dan menyerang pasukan Yordania pada saat yang
sama ketika Israel menyerang pasukan Mesir. Di dalam tempo 2 hari yang dimulai
sejak tanggal 6 Juni, Israel memusatkan serangannya pada kekuatan yang berada di
Barat dari daerah Yordania yang akhirnya membuat Israel dapat menguasai Old City
dari Yerusallem pada hari keenam.
Kemenangan Israel pada ketiga periode dari perang – perang sebelumnya
menyebabkan Israel mempunyai peluang yang besar untuk menguasai tanah Palestina
dan tanah – tanah sekitarnya. Dan inilah merupakan kelanjutan dari konflik antara
Israel dan Negara – Negara Arab yang berlanjut hingga saat ini.
Konflik Israel-Palestina ini bukanlah sebuah konflik dua sisi yang sederhana,
seolah-olah seluruh bangsa Israel (atau bahkan seluruh orang Yahudi yang
berkebangsaan Israel) memiliki satu pandangan yang sama, sementara seluruh bangsa
Palestina memiliki pandangan yang sebaliknya. Di kedua komunitas terdapat
orang-orang dan kelompok-kelompok yang menganjurkan penyingkiran teritorial
sebagian lagi menganjurkan
mencakup wilayah Israel masa kini,
Seja
resmi telah bertekad untuk akhirnya tiba pada solusi dua negara. Masalah-masalah
utama yang tidak terpecahkan di antara kedua pemerintah ini adalah:
• Status dan masa depan
mencakup wilayah-wilayah dari
• Keamanan Israel
• Keamanan Palestina.
• Hakikat masa depan
• Nasib par
• Kebijakan-kebijakan
pemukiman itu.
• Kedaulatan terhadap tempat-tempat suci di Yerusalem, termasuk Bukit Bait
Suci dan kompleks Tembok (Ratapan) Barat.
Masalah pengungsi muncul sebagai akibat dari
Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur muncul sebagai akibat dari
Selama ini telah terjadi konflik yang penuh kekerasan, dengan berbagai tingkat
semuanya. Pada kedua belah pihak, pada berbagai kesempatan, telah muncul
kelompok-kelompok yang berbeda pendapat dalam berbagai tingkatannya tentang
penganjuran atau penggunaan taktik-taktik kekerasan, anti kekerasan yang aktif, dll.
Ada pula orang-orang yang bersimpati dengan tujuan-tujuan dari pihak yang satu atau
yang lainnya, walaupun itu tidak berarti mereka merangkul taktik-taktik yang telah
digunakan demi tujuan-tujuan itu. Lebih jauh, ada pula orang-orang yang merangkul
sekurang-kurangnya sebagian dari tujuan-tujuan dari kedua belah pihak. Dan
menyebutkan “kedua belah” pihak itu sendiri adalah suatu penyederhanaan:
da
yang sama dapat digunakan tentang berbagai partai politik Israel, meskipun misalnya
pembicaraannya dibatasi pada partai-partai Yahudi Israel
Mengingat pembatasan-pembatasan di atas, setiap gambaran ringkas mengenai
sifat konflik ini pasti akan sangat sepihak. Itu berarti, mereka yang menganjurkan
perlawanan Palestina dengan kekerasan biasanya membenarkannya sebagai
perlawanan yang sah terhada
atas Palestina, yang didukung oleh bantuan militer dan diplomatik oleh A.S. Banyak
yang cenderung memandang perlawanan bersenjata Palestina di lingkungan Tepi
Barat dan Jalur Gaza sebagai hak yang diberikan oleh
serangan-serangan, yang seringkali dilakukan terhadap warga sipil, di wilayah Israel
itu sendiri.
Suatu hal yang sangat wajar perbuatan biadab Israel itu kemudian memancing
kemarahan masyarakat Internasional. Reaksi dan kecaman datang dari berbagai
belahan dunia. Di Eropa dan Timur Tengah ribuan demonstran turun ke jalan
memprotes serangan Israel itu. Di Ankara, rakyat Turki meluapkan kemarahan
mereka. Ribuan orang berdemonstrasi untuk protes serangan Israel. Spanyol (presiden
Uni Eropa saat ini), Prancis, Swedia, Norwegia, Denmark, Austria, dan Yunani telah
memanggil duta besar Israel untuk meminta penjelasan terhadap penyerangan
tentaranya.
Presiden Mesir Hosni Mubarak menyebut penyerbuan itu sebagai penggunaan
“kekuatan secara berlebihan dan tak dapat dibenarkan”. Sementara Menteri Luar
Negeri Turki, Ahmet Davutoglu, menyebut serangan Israel sebagai pembunuhan yang
dilakukan oleh negara dan menuntut permintaan maaf Israel segera, penyelidikan
yang mendesak, serta tindakan hukum Internasional terhadap otoritas dan pelaku
yang bertanggung jawab, dan mengakhiri blokade Gaza. Bahkan anggota Parlemen
Israel pun mengecam serangan tersebut. Di Indonesia, kecaman tersebut juga datang
dari tidak hanya dari umat muslim tetapi juga dari umat non muslim, Persekutuna
Gereja Indonesia (PGI) salah satunya, yang menyampaikan pernyataan bersama
untuk mengutuk penembakan kapal oleh Israel.
Sebagai reaksi atas peristiwa penembakan tesebut, Dewan Keamanan PBB
mengadakan sidang darurat untuk membahas penyerbuan Israel pada tanggal 31 Mei
2010. Hasilnya, PBB mengeluarkan pernyataan yang meminta segera dilakukan
kemanusiaan. penyelidikan itu harus “cepat dan tepat, tidak memihak, kredibel dan
transparan.” Dewan Mengutuk serangan tersebut, dan turut berbela sungkawa bagi
keluarga korban dan kepada Israel agar membebaskan kapal-kapal tersebut serta
ratusan aktivis yang mereka tahan. Anggota Dewan Keamanan PBB juga mendesak
Israel untuk mencabut blokade di Jalur Gaza. Blokade itu dinilai telah terbukti
kontraproduktif dan tidak dapat diterima.
Sementara sikap mendua seperti biasa ditunjukan oleh Amerika Serikat. Melalui
juru bicara Gedung Putih William Burton, mereka mengatakan “sangat menyesal”
dengan hilangnya nyawa dan korban cidera dalam bentrokan, tetapi juga mengritik
upaya armada bantuan kemanusiaan mencoba menerobos blokade Israel di Gaza.
Implikasinya, menurut Mahmud Zahar, pemimpin dan pendiri Hamas,
penyerangan tersebut akan membuat Israel kehilangan kedibilitasnya di hadapan
masyarakat Internasional. Mereka akan kehilangan kepercayaan dari sekutu mereka
yaitu Amerika Serikat dan Negara – Negara Eropa. Hal senada juga diungkapkan oleh
pengamat hubungan internasional Nurani Candrawati, yang menilai penyerangan
Israel atas kapal kemanusiaan Mavi Marmara memperlemah posisi mereka di kancah
Internasional karena lima puluh negara yang warganya jadi korban di kapal itu pasti
bereaksi keras.
C. Efek Blokade Israel di Jalur Gaza
pemilu
tindakan Israel untuk melumpuhkan warga di kawasan.
meminta masyarakat internasional untuk
mengelola perb - tidak
dikuasai Israel, ikut melakukan "blokade" terhadap warga setempat.
berat yang
membutuhkan perawatan medis yang lengkap.
arogansi I
hebat ke kawasan tersebut.
mengurangi tekad mereka untuk meneruskan muqawa
sabar, istiqamah dalam
berjuang
memenjara
-
-berlanjutnya kejahatan tersebut.
Disebutkan bahwa jumlah penduduk Palestina yang berhasil keluar dari Jalur
Gaza menuju Tepi Barat dan wilayah lain masih sangat terbatas. Terdapat juga sikap
acuh terhadap mengalirnya barang-barang dagangan. Dan terakhir, semakin banyak
persyaratan yang tambah menyempitkan ruang gerak para penduduk di Tepi Barat.
Belum ada sama sekali perkembangan ekonomi yang tercipta dalam masa damai ini
seperti yang diharapkan sebelumnya. Bahkan sebaliknya, yang terjadi adalah semakin
Rafah menyebabkan semakin parahnya kondisi ekonomi pada tanggal 15 November
2005 hingga 2006.
Israel sama sekali menyepelekan butir-butir hasil kesepakatan sewaktu Hamas
berkuasa di Jalur Gaza pada pertengahan Juni 2007. Mereka beralasan, berkuasanya
Hamas adalah sebab ditutupnya pintu-pintu masuk Palestina pada tanggal 15 Juni
2007. Hal itu membuat Israel semakin kuat dalam memblokade Jalur Gaza. Dan
untuk menunjukkan rasa kemanusiaannya, Israel membuka pintu Minthar dan Shufa
untuk jalan masuk barang-barang dagangan dan bantuan kemanusiaan menuju Jalur
Gaza.
Pada tanggal 19 September 2007 menaikkan permusuhannya terhadap Jalur
Gaza dengan mengumumkan bahwa di Jalur Gaza ada pemerintah musuh yang siap
menyerang. Pengumuman itu disusul dengan menerapkan banyak sekali kebijakan
yang semakin beratnya kehidupan di Jalur Gaza. Ada sebuah laporan yang dibuat
oleh Bank Dunia tentang kondisi ekonomi di Jalur Gaza dan Tepi Barat pada bulan
November 2007 bahwa ketidak-jelasan pembukaan pintu-pintu masuk wilayah itu
menyebabkan tidak mampunya perusahan-perusahan untuk melakukan ekspor import
secara terprogram dan menguntungkan. Hal itu juga menyebabkan terbengkalainya
proyek-proyek ekonomi dan larinya modal investasi dan SDM keluar negeri.
Pada tanggal 18 Januari 2008, permusuhan yang dilakukan oleh Israel semakin
menguat. Saat itu, perdana menteri Ehud Barak memutuskan untuk segera menutup
bantuan bahan bakar secara total. Hal terakhir ini menyebabkan Jalur Gaza hidup
dalam kegelapan karena tidak ada generator pembangkit listrik yang bisa beroperasi
pada tanggal 20 Januari 2008.
Sampai pertengahan bulan Oktober 2008, blokade yang sangat berat atas Jalur
Gaza sudah berlangsung selama 16 bulan. Karena blokade itu dimulai pada tanggal
12 Juni 2007. Blokade ini diberlakukan bersamaan dengan semakin kuat dan
gencarnya serangan yang dilakukan Israel yang bertujuan mematikan segala potensi
kehidupan di Jalur Gaza. Hal ini membuat kehidupan 1.5 juta penduduk Palestina
layaknya siksaan neraka Jahannam yang sangat berat.
Saat ini kerugian-kerugian yang dialami oleh beberapa sektor di atas telah
membuat Jalur Gaza layaknya kota mati. Blokade telah melumpuhkan gerak
penduduk dan barang-barang dagangan dari dan ke Jalur Gaza. Selain itu, segala
bentuk transaksi perdagangan pun mati, sangat berbeda dengan
pernyataan-pernyataan Israel kepada PBB bahwa Israel akan mempermudah segala
gerakan manusia dan barang-barang dagangan di dalam dan luar wilayah Palestina
sesuai dengan isi kesepakatan yang akhirnya terjadi pada bulan November 2005.
Padahal pihak Palestina sendiri sangat menghormati kesepakatan itu dengan terus
meredam gejolak perlawanan rakyat Palestina.
Kebijakan-kebijakan Israel ini bisa dikatakan telah membuat sirna segala
juga menghabiskan sama sekali dasar-dasar perekonomian Jalur Gaza yang memang
lemah.
Hampir bisa dikatakan, Jalur Gaza mengandalkan secara penuh kepada
barang-barang dagangan Israel atau yang datang melewati Israel. Sehingga bisa
dibayangkan bagaimana jadinya ketika Israel menutup pintu-pintu masuk Jalur Gaza.
Tidak akan ada barang masuk dan tidak ada juga barang keluar. Hal ini menyebabkan
naiknya jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan yang akhirnya
mencapai 80% seperti dikatakan berbagai sumber.
Adapun perkiraan yang dikeluarkan Bank Dunia adalah angka kemiskinan yang
semula sebesar 35% pada tahun 2006 naik menjadi 66% pada tahun 2007. Ditambah
lagi pertambahan yang sangat mencolok dalam jumlah angka pengangguran hingga
mencapai 65%. Hal ini jelas menyebabkan lemahnya kemampuan penduduk Jalur
Gaza untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka. Pendapatan perkapita
penduduk Jalur Gaza turun menjadi kurang dari 650 Dollar pertahun.
Di Palestina secara umum, dan Jalur Gaza secara khusus, sektor khusus adalah
penggerak utama bagi pembangunan ekonomi. Karena sektor ini telah melahirkan
53% lapangan pekerjaan. Sepanjang masa penjajahan, sektor inilah yang menjadi
sasaran utama serangan Israel sehingga menyebabkan melemahnya kemampuan
sektor ini untuk berkembang dan survival.
Kemampuan produksi sektor ini turun dari 76% sebelum meletusnya Intifadhah
kembali mengembalikan momentumnya hingga 46% antara tahun 2006 hingga Juni
2007.
Namun sejak diterapkannya isolasi total terhadap Jalur Gaza pada pertengahan
Juni 2007, kemampuan produksi turun 11%. Sebab utama penurunan ini adalah
karena Israel menghentikan pemberlakuan kode bea cukai khusus untuk Jalur Gaza.
Hal ini tentu akan menyebabkan sangat kurangnya pemenuhan kebutuhan akan bahan
mentah. Semua industri di Palestina hanya mendapat 10% dari yang mereka butuhkan
untuk produksi.
Di sini perlu disebutkan bahwa keberhasilan menutupi kebutuhan yang hanya
10% ini menghabiskan dana yang sangat besar. Ditambah lagi, kesulitan yang
dihadapi kemudian untuk memasarkan hasil produksi mereka disebabkan penutupan
pintu-pintu tersebut.
Sensus menyebutkan bahwa lebih dari 43% perusahaan menghentikan produksi
mereka secara total. Di waktu yang sama, lebih dari 55% perusahan tersebut
menurunkan jumlah produksi mereka hingga mencapai 75%.
Sektor industri hampir sepenuhnya mengandalkan bahan mentah yang diimpor
dari luar. Lebih dari 80% alat berat produksi dan suku cadang diimpor dari luar.
Kemudian sebagian besar hasil industri diekspor ke luar. Pada waktu puncak
produksi, kemampuan ekspor bisa mencapai 748 kontainer yang mengangkut hasil
industri untuk satu bulan. Sebagian besar berupa perabot rumah tangga, produk
Sejak dimulainya blokade, Israel menghapuskan penggunaan kode bea cukai
untuk Jalur Gaza. Israel juga menghalangi masuknya bahan mentah ke dalam Jalur
Gaza. Hal ini menyebabkan sektor industri macet total, karena sektor ini
mengandalkan lebih dari 85% bahan mentah dari atau lewat Israel.
Sensus menyatakan bahwa lebih dari 97% perusahan industri ditutup. Jumlahnya
kira-kira 3900 perusahaan. Selain itu, produk industri yang sudah siap pun tidak bisa
dipasarkan ke luar. Hal ini menyebabkan bertambahnya jumlah penganggur menjadi
35.500 orang. Sebelumnya memang jumlah pekerja pada sektor industri mencapai
35.500 orang sebelum Israel menutup pintu-pintu masuk. Dan setelah penutupan,
jumlah pekerjanya hanya 1500 orang.
Hasil penghitungan yang dikeluarkan organisasi persatuan industri Palestina
menunjukkan bahwa kerugian yang ditimbulkan dari blokade terhadap Jalur Gaza
itun mencapai 15 juta Dollar, karena pendapatan bersih sektor industri di Jalur Gaza
pada tahun 2006 mencapau 500.000 Dollar per hari. Jadi jumlahnya hingga
pertengahan Oktober 2008 mencapai 97.5 juta Dollar.
Keterangan yang dikeluarkan oleh sektor-sektor ekonomi menyebutkan bahwa
kerugian langsung mencapai 320 juta Dollar. Oleh karena itu, sektor-sektor yang
mengalami kerugian itu sama sekali belum pernah mengekspor produk mereka.
Jumlah perusahaan industri pun mengalami penurunan. Dari yang tadinya
pun bisa mencapai 120 juta Dollar. Selain itu, lebih dari 6500 pekerja kehilangan
pekerjaannya.
Adapun khusus berkenaan dengan produksi tekstil dan garmen, keterangan
tersebut menyatakan bahwa hampir keseluruhan perusahaan, yang jumlahnya lebih
dari 960 perusahaan. Perusahaan sebanyak itu setiap tahunnya bisa memproduksi
sekitar 5 juta helai pakaian, yang 95% dari jumlah itu diekspor ke Israel.
Selain itu, lebih dari 2500 orang kehilangan pekerjaannya. Dan secara
keseluruhan, kerugian yang ditanggung sebesar 40 juta Dollar. Perlu diketahui,
jumlah kendaraan yang dibutuhkan untuk mengangkut hasil produksi itu sebanyak
245 kendaraan.
Keterangan juga menunjukkan bahwa seluruh perusahaan konstruksi ditutup.
Perinciannya adalah 13 perusahaan keramik, 30 perusahan semen, dan 145
perusahaan marmer. Keseluruhan, pekerja yang kehilangan pekerjaan dalam bidang
ini sejumlah 3500 orang.
Jalur Gaza memiliki lebih dari 70.000.000 meter persegi lahan pertanian. Lahan
seluas itu bisa memproduksi 280.000 hingga 300.000 ton produk pertanian setiap
tahunnya. Sepertiga produk tersebut diekspor.
Sektor pertanian ini membuka lapangan pekerjaan lebih dari 40.000 orang. Baik
tersedia. Selain itu, jumlah ini juga mampu mencukupi kebutuhan makanan bagi
seperempat jumlah penduduk.
Sejak pemberlakuan blokade total, Israel menghalangi ekspor produksi Jalur
Gaza, termasuk di dalamnya produk pertanian. Selain itu, Israel juga menghalangi
masuknya bahan-bahan seperti benih, pupuk, dan berbagai kebutuhan pertanian
lainnya. Semua ini menyebabkan sektor pertanian mengalami kerugian yang sangat
besar. Jumlah kerugian tersebut diperkirakan 135 juta Dollar untuk waktu antara
pertengahan bulan Juni hingga pertengahan bulan Oktober 2008.
Keterangan Departemen Pertanian menyebutkan bahwa kerugian per hari yang
disebabkan terhalangnya kemungkinan ekspor sebesar 150.000. Kalau dijumlah,
maka kerugian selama masa blokade sebesar 67 juta Dollar. Selain itu, karena
mengonggok, ada ribuan ton kentang membusuk tanpa bisa dimanfaatkan, dan lebih
dari 10.000 ton produk pertanian lainnya terpaksa dijual di pasar local dengan harga
jauh di bawah standar. Perlu dikatahui, harga local hanya 10%-15% dari harga
ekspor.
Sebagian petani mengalami kerugian lantara produknya terpaksa dijual di pasar
local, sebagian petani yang lain mengalami kerugian karena pasar local mereka
dipenuhi dengan produk ekspor.
Diperkirakan penurunan jumlah produksi musim tanam ini mencapai 20%-30%
dari produksi musim tanam yang lalu. Kerugian perbulan diperkirakan mencapai 10
Bisa dikatakan, blokade telah menghancurkan musim produksi pertanian, mulai
dari tanggal 15 November sampai bulan Mei 2008.
Diperkirakan jumlah petani pada musim ini berjumlah 7500 orang. Keberhasilan
produksi mereka yang berjumlah 14 juta Dollar mengandalkan sepenuhnya kepada
ekspor. Untuk jumlah ini, lahan yang ditanami seluas 3.130.000 meter persegi.
Mereka menanaminya dengan strawberry, kentang, dan lain-lain.
Di sektor perikanan, Israel juga melakukan penekanan. Sehingga diperkirakan
ada sekitar 3.000 nelayan kehilangan mata pencaharian mereka. Dan kerugian mereka
diperkirakan 3 juta Dollar per bulan.
Sektor kesehatan mengalami hal yang sama. Blokade Israel telah demikian
menghancurkannya, sehingga dinas kesehatan tidak mampu lagi memberikan
pelayanan kesehatan kepada penduduk, walaupun hanya pelayanan yang sangat
sederhana. Hal ini menyebabkan terjadinya musibah kemanusiaan. Rumah-rumah
sakit kini lumpuh dan tidak bisa memberikan pelayanan kesehatan yang layak untuk
penduduk.
Laporan dari departemen kesehatan menunjukkan bahwa sebagian besar obat
pokok telah habis. Sampai tanggal tulisan ini dibuat, jenis obat yang habis itu
diperkirakan berjumlah 160 jenis. Sedangkan keperluan kedokteran yang lain
berjumlah 130 macam. Kemudian obat yang masih ada, 120 jenis di antaranya juga
tidak bisa dipakai lagi karena tidak adanya suku cadang yang diperlukan untuk
memperbaikinya.
Yang membuat keadaan lebih parah, para penduduk juga tidak bisa
meninggalkan Jalur Gaza untuk sekadar mendapatkan pengobatan yang layak.
Catatan yang dikeluarkan WHO, ada ratusan kasus penyakit kronis yang
membutuhkan operasi spesialis terutama yang berkenaan dengan otak, syaraf, dan
tulang, kanker, ginjal, dan jantung, tidak bisa mendapatkan pengobatan karena jalan
ke luar Jalur Gaza ditutup.
Catatan WHO menambahkan bahwa ada lebih dari 1150 orang sakit yang tidak
bisa meninggalkan Jalur Gaza untuk mendapatkan pengobatan mulai dari tanggal
diberlakukannya blokade hingga akhir bulan Februari. Sedangkan Departemen
Kesehatan menyebutkan ada sekitar 1300 orang sakit yang membutuhkan pengobatan
di luar Jalur Gaza, 210 di antaranya dalam kondisi kritis.
Departemen Kesehatan mencatat ada puluhan kasus meninggal dunia karena
tidak bisa keluar dari Jalur Gaza untuk mendapatkan pengobatan. Hingga akhir bulan
Oktober ada 252 orang yang meninggal disebabkan blokade.
Sejak Israel mengumumkan berhentinya penggunaan kode bea cukai untuk Jalur
Gaza, dan melarang masuknya bahan mentah ke Jalur Gaza, yang di antaranya adalah
bahan-bahan bangunan seperti semen, besi, dan baja, maka sektor konstruksi pun
keramik, 30 pabrik semen, 145 pabrik marmer, 250 pabrik batu bata. Hal ini
menyebabkan sejumlah 3.500 orang kehilangan pekerjaannya.
Selain berhentinya proyek-proyek pembangunan yang diperkirakan bernilai 350
juta Dollar, karena PBB menghentikan proyek-proyek pembangunan infrastruktur
seperti pembuatan jalan, saluran air, saluran pembuangan air, yang semuanya
diperkirakan berjumlah 60 juta Dollar. International Relief Agency juga
menghentikan program penciptaan lapangan pekerjaan yang bernilai 93 juta Dollar,
yang dimanfaatkan oleh lebih dari 16.000 orang. Selain itu semua proyek
pembangunan gedung-gedung perguruan tinggi, rumah sakit, lembaga-lembaga
pemerintah, dan sektor investasi khusus, juga dihentikan.
Israel masih membolehkan masuknya supply bahan makanan, hanya untuk
bahan pokok dan dilakukan secara terputus-putus. Namun setelah mengumumkan
bahwa Jalur Gaza adalah pemerintah yang menjadi musuh, Israel membatasi jenis
bahan makanan pokok yang diperbolehkan masuk dengan batas 20 jenis. Hal ini
menyebabkan sangat kurangnya bahan makanan, hilangnya beberapa jenis makanan
dari pasar, dan meroketnya harga barang.
Menurut catatan yang diambil dari pintu Rafah, bahan makanan yang bisa masuk
hanyalah 15% dari jumlah kebutuhan penduduk Jalur Gaza. Naiknya harga bahan
makanan dimulai pada bulan Juli 2007 disebabkan sangat minimnya bahan makanan
Sebagian besar penduduk tidak mempunyai daya beli kebutuhan pokok. Dari
62% keluarga yang ditanya, 93,5% dari mereka mengatakan telah menurunkan
anggaran belanja. Hal itu bisa dilihat akibatnya, yaitu berkurangnya konsumsi daging
hingga 98%, dan konsumsi produk susu hingga 86%.
Setelah peristiwa bulan Juni 2007 di Jalur Gaza, Israel mengeluarkan berbagai
kebijakan dan birokrasi, di antaranya:
1. Menurunkan suply bahan bakar yang biasa digunakan untuk mengoperasikan
stasiun pembangkit listrik. Hal ini menyebabkan terputusnya aliran listrik dan
lemahnya tegangan.
2. Menurunkan supply bahan bakar yang biasa digunakan untuk mengoperasikan
generator pengganti pembangkit listrik.
3. Menutup pintu-pintu masuk, dan menghalangi masuknya berbagai bahan,
peralatan, dan suku cadang, yang biasa digunakan untuk mengoperasikan dan
memperbaiki saluran perairan dan saluran pembuangan. Hal ini menyebabkan
berkurangnya kemampuan Dinas Perairan untuk terus menyediakan kebutuhan
minimah akan air.
Permasalahan juga dihadapi oleh sektor yang bertugas mengumpulkan sampah
dan membuangnya ke tempat pembuangan sampah yang berjumlah tiga tempat,
yaitu Gaza, Dier Balah, dan Rafah. Sampah rumah tangga yang dihasilkan Jalur
Proses pembuangan sampah juga sering macet untuk waktu yang panjang.
Sebab utama hal ini adalah tidak tersedianya bahan bakar dan suku cadang
kendaraan pengangkut sampah tersebut.
Sekitar 50% kendaraan milik pemerintah kota Gaza tidak bisa dioperasikan.
Selebihnya terancam rusak beberapa hari ke depan dikarenakan blokade, penutupan
pintu masuk, dan kekurangan bahan bakar. Ditambah lagi, kenyataan bahwa
BAB IV
PERLINDUNGAN TERHADAP RELAWAN KEMANUSIAAN DAN
FAKTA – FAKTA DALAM KONFLIK PERANG GAZA
A. Perlakuan Terhadap Relawan Kemanusiaan Perang Gaza
Pada tanggal 31 Mei 2010 Kapal Mavi Marmara yang jelas-jelas membawa
bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, diserang tentara Israel. Kapal Mavi Marmara
yang berbendera Turki yang ditembaki oleh tentara Israel, membawa sekitar 563
relawan dari 31 negara. Kapal tersebut merupakan salah satu dari 6 kapal yang
tergabung dalam armada The Freedom Flotilla. Tujuannya adalah untuk memberikan
bantuan kemanusiaan serta membebaskan Gaza dari Blokade yang diterapkan Israel
sejak Hamas berkuasa pada tahun 2007. Misi tersebut diikuti oleh berbagai aktivis
pro palestina dari berbagai belahan dunia, beberapa diantaranya bahkan adalah nama
yang terkenal seperti peraih nobel perdamaian, sastrawan, sutradara film, politisi, dan
wartawan. Di dalam kapal tersebut juga terdapat terdapat 12 WNI yang berasal dari 3
organisasi, yaitu Sahabat Al Aqsha bekerja sama dengan Hidayatullah, Relawan
Mer-C, dan KISPA.
Kapal tersebut ditembaki di perairan internasional di Laut Tengah dalam
pelayaran dari Cyprus di wilayah perairan internasional, 65 kilometer dari perairan
mengatakan bahwa mereka dilempari gas air mata dan granat kejut oleh Pasukan
Isreal. Selain itu mereka juga dikelilingi kapal-kapal perang (Israel) dan diserang dari
segala penjuru. Sebuah kapal Yunani, Sfendoni, yang turut dalam rombongan kapal
bantuan kemanusiaan itu juga ditembaki baik dari perahu-perahu maupun
helikopter-helikopter Israel.
Beberapa relawan tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Israel dengan pasti
mengetahui kapal itu hanya membawa misi kemanusiaan dan tanpa persenjataan
militer. Israel juga sadar aksi brutalnya akan menuai protes keras dunia internasional.
Kapal itu membawa aktivis perdamaian dari sekurangnya perwakilan lima puluh
negara.
Alasan – alasan Israel melakukan penyerangan terhadap Kapal Mavi Marmara
adalah sebagai berikut :
1. Israel ingin menunjukkan supremasinya pada dunia Internasional bahwa blokade
yang dilakukannya di Jalur Gaza tidak boleh dan tidak bisa ditembus pihak mana
pun, sekalipun itu untuk misi kemanusiaan. Kalau saja bantuan itu berhasil
menembus blokade Israel, tandanya pemblokadean itu kedodoran dan ada celah
untuk keluar masuk Hamas. Dengan kata lain, Israel ingin menebarkan trauma
psikologis kepada siapa pun, yang mencoba menerobos blokade di Gaza.
2. Israel tidak ingin misinya melumpuhkan Hamas di Jalur Gaza, yang sudah
berjalan tiga tahun lebih, gagal. Masuknya bantuan kemanusiaan dapat
penduduk Gaza. Bagi Israel, bantuan itu dikhawatirkan menguntungkan Hamas
dan semakin menarik simpati penduduk Gaza untuk mendukung Hamas.
3. Israel tidak ingin nasib dan penderitaan penduduk Gaza, saat ini diketahui publik
internasional. Masuknya misi kemanusiaan dari berbagai negara yang turut
membawa wartawan dan jurnalis berbagai media, dikhawatirkan membuat
laporan yang dapat meningkatkan tekanan dunia internasional pada Israel.
Berbagai media itu juga dapat dijadikan “corong” Hamas untuk memperoleh
dukungan dunia.
Oleh karena itu, Israel pun berencana memulangkan semua relawan kemanusiaan
tersebut ke negaranya masing-masing. Sementara bantuan kemanusian itu boleh
masuk, hanya jika melalui otoritas pemerintahan Israel sendiri yang membawa dan
menyalurkannya..
Terlepas dari motif tersebut, tindakan penyerangan terhadap relawan kemanusiaan
dan jurnalis dalam kondisi apa pun adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Apalagi, kapal Mavi Marmara yang diserang Israel masih berada dalam perairan
internasional dan bukan dalam kondisi perang. Dalam Hukum Internasional, Statuta
Roma Pasal tujuh disebutkan, “kejahatan kemanusiaan adalah perbuatan yang
dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terdapat penduduk
sipil.” Kejahatan terhadap kemanusiaan ini adalah salah satu dari empat pelanggaran
Israel melakukan pelanggaran HAM dan kejahatan kemanusiaan bukan kali ini
saja, melainkan telah berulang kali. Lembaga Amnesti Internasional dan Human
Rights Watch telah dua kali melakukan gugatan pada Israel; pada perang
Israel-Hezbollah 2006 dan pascaagresi militer Israel ke Gaza 2009.
PBB sebagai lembaga internasional yang memiliki kewenangan mengadili setiap
pelanggaran hukum internasional. Aksi brutal Israel ini tidak saja melukai rasa
kemanusiaan, melainkan akan menguatkan kembali sentimen anti-Israel dan
berkembang menjadi sentimen anti-Amerika Serikat. Terutama jika AS tetap
menunjukkan keberpihakannya kepada Israel. Sentimen inilah, yang akan menyemai
teroris-teroris baru.
Israel melabeli Hamas sebagai organisasi teroris, predikat yang sama juga layak
disandang Israel. Atau sekurangnya Israel dapat disebut terrorist in reverse (al-irhab
al-ma`kus), yaitu, perilaku teror yang dilakukan dengan dalih memerangi teroris.
Keduanya sama-sama menjadikan rakyat sipil sebagai sasaran.
B. Peranan PBB Dalam Mengatasi Kasus Blokade Jalur Gaza
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) berdasarkan Piagam
(Charter) diharapkan mampu menyelesaikan konflik berkepanjangan antara Israel dan
Palestina tersebut, akan tetapi peran DK PBB ternyata masih bergantung dengan
Amerika Serikat (AS). Dominansi Amerika Serikat membuat efektifitas DK PBB
tidak maksimal. Segala bentuk resolusi yang berkaitan tentang Israel, AS lebih
lainnya. Resolusi yang dikeluarkan oleh DK PBB tidak berarti bagi Israel, sehingga
perbuatan Israel yang membabi buta menghancurkan wilayah jalur Gaza.
Penduduk Palestina sudah puluhan tahun hidup dalam perjungan untuk
membela kedaulatannya, dan membela keadilan serta hak asasinya. Serangan
israel yang dinilai memiliki senjata yang lebih cangi dan mendapat dukungan
Amerika tidaklah membuat takut atau mundur perjuangan rakyat palestina,
justru melahirkan semangat juang baru untuk membela negara dan keadilan.
Konflik yang berkepanjangan ini tidaklah mudah di selasaikan, sebab hal ini
persoalan yang harus di tangani dan di selesaikan secara internasional.
Negara yahudi Israel telah membunuh rakyat sipil yang tidak berdosa
dengan serangan rudalnya ke Gaza, Palestina. Israel telah menutup tahun
2008 dengan kejahatannya serta mengangkangi seruan masyarakat
internasional untuk menghentikan serangannya ke Palestina. Kebiadabanya
lagi Marinir dan pasukan komando marinir negara tersebut menyerbu dan
menyerang armada enam kapal yang membawa bantuan kemanusiaan bag i
warga Palestina di Jalur Gaza (31/5/2010).Serangan atas rombongan kapal
yang tergabung dalam Freedom Fotilla itu terjadi di wilayah perairan
internasional dekat Jalur Gaza sebelum subuh. Dalam serangan tersebut,
sedikitnya 19 penumpang kapal bantuan tewas dan 36 lainnya luka-luka.
Tindakan brutal dan mengejutkan dari aparat keamanan Israel ini juga
pihak, khususnya inisiatif komunitas internasional. Jatuh korban jiwa hingga
16 orang pekerja bantuan kemanusiaan dan juga puluhan korban luka-luka
yang datang dengan upaya damai jelas merupakan serangan terhadap
nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Hukum internasional, baik hukum
HAM maupun hukum humaniter jelas mengharamkan tindakan yang diambil
oleh aparat keamanan Israel. Tidak ada dalih apa pun yang bisa
dipertanggungjawabkan untuk membenarkan tindakan tersebut.
Tindakan Israel jelas pantas untuk disebut sebagai pembantaian karena
merupakan serangan terhadap wilayah perairan internasional yang jelas
menunjukkan bahwa Kekuatan Pertahanan Israel (Israel Defense Force-IDF)
terlalu berlebihan. IDF telah secara sepihak mengklaim adanya penyusupan
teroris dalam kapal yang berisi. Klaim itu tidak berdasar dan malah
menunjukkan bahwa IDF gagal membuktikan kecermatan intelijennya.
Pespon PBB Pada 2 Juni 2010, Dewan HAM PBB telah memutuskan resolusi
No. A/HRC/RES/14/1, menanggapi dan mengutuk penyerangan angkatan
bersenjata Israel terhadap flotilla kapal bantuan kemanusiaan tanggal 31 Me i
2010, yang mengakibatkan terbunuh dan tercederainya banyak warga sipil
yang tidak bersalah dari berbagai negeri. Berdasarkan resolusi ini, Dewan
HAM akan mengutus misi pencarian fakta untuk menyelidiki pelanggaran
hukum HAM dan humaniter internasional terkait peristiwa tersebut.
Dalam menganalisis peran PBB dalam penyelesaian konflik maka sebelumnya
bahwa konflik tidak dapat diselesaikan dengan kekuatan bersenjata dan juga dengan
negosiasi antarpihak yang bertikai. Resolusi konflik tidak berakhir di meja
perundingan namun merupakan suatu proses untuk menciptakan suatu struktur baru
yang kondusif bagi pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Adalah penting untuk
melakukan perubahan struktural sebagai langkah awal resolusi konflik dengan
mengidentifikasi potensi kekerasan struktural (structural violence) yang terdapat
dalam konflik dan kemudian merancang solusi-solusi yang mungkin diterapkan untuk
menghilangkannya.
Adalah perlu untuk mengeksplorasi cara-cara non-kekerasan untuk menyelesaikan
sengketa dan menempatkan instrumen perang sebagai alternatif terakhir. Tahap –
tahap yang perlu ditempuh dalam penyelesaian konflik antara lain :
1. Tahap De-eskalasi Konflik
Pada tahap ini konflik yang terjadi masih diwarnai oleh pertikaian bersenjata
yang memakan korban jiwa sehingga harus ditemukan waktu yang tepat untuk
memulai proses resolusi konflik yang dengan terpaksa akan diwarnai oleh orientasi
militer untuk menurunkan tingkat eskalasi konflik pihak-pihak yang bertikai. Dalam
konflik Palestina-Israel di atas yang perlu dilakukan sebagai tahap paling awal untuk
memulai proses resolusi konflik adalah menghentikan kekerasan yang terjadi. Hal ini
tidak dapat dilakukan hanya dengan “menyuruh” Arafat menghentikan aksi-aksi bom
bunuh diri yang dilakukan oleh warganya saja tetapi harus secara simultan diiringi
perbatasan Jalur Gaza dan Tepi Barat sehingga akan tercipta “negative peace” yang
akan menjadi pintu gerbang menuju langkah panjang mencapai “positive peace”.
Tahap de-eskalasi konflik ini bisa dilakukan dengan menerapkan konsep
“peace-making” yang bisa melibatkan aktor PBB melalui pengiriman pasukan
perdamaian untuk menghentikan kekerasan yang terjadi dan memaksakan perdamaian
dalam artian penghentian kekerasan (peace enforcement).
Perundingan telah beberapa kali dilakukan pihak Palestina dan Israel dengan
mediasi AS, PBB ataupun negara-negara Eropa namun tidak membawa perubahan
dalam artian membawa perdamaian yang positif yang berarti. Kesepakatan yang
cukup maju adalah ketika diselenggarakan perundingan Camp David II tahun 2000 di
AS dengan mediator Presiden AS Bill Clinton. Pada kesepakatan tersebut Ehud Barak
memberikan penawaran pada Arafat, berupa penerimaan atas sebuah negara Palestina
yang merdeka, ditariknya pasukan Israel sebanyak lebih dari 97 persen dari Jalur
Gaza dan Tepi Barat, pembongkaran pemukiman Yahudi sebanyak 25 unit di wilayah
Palestina, pembagian Jerusalem atas wilayah Arab yang akan berada di bawah
kontrol Palestina dan pembagian kekuasaan atas wilayah Temple Mount serta
penerimaan sejumlah pengungsi Palestina yang meninggalkan rumahnya sejak Perang
Kemerdekaan Israel tahun 1948 (Avinery, Foreign Policy 2002).
“Konsesi” yang terdengar cukup adil ini ternyata ditolak mentah-mentah oleh
Arafat dan kegagalan Camp David ini menimbulkan pemahaman pada pihak Israel
wilayah mereka. Lingkaran kekerasan yang tiada pernah berhenti antarkedua pihak
pun semakin mambuat kesepahaman sulit diraih. Selama salah satu pihak, dalam hal
ini Palestina, masih memainkan kartu “unilateral disengagement” yang berarti
memveto hasil perundingan, selama itu pula sulit dicapai kata sepakat.
2. Tahap Negosiasi
Pada tahap ini perlu dijalin pemahaman antar aktor yang bernegosiasi melalui
teknik-teknik negosiasi lintas-budaya untuk menghindari terjadinya perbedaan
pemahaman antarkedua kelompok dengan latar budaya dan nilai yang berbeda.
Dalam hal ini, perlu diusahakan agar setiap butir negosiasi dimengerti, dipahami dan
dapat diterima oleh kedua belah pihak sehingga memudahkan proses perundingan
yang akan dilakukan. Perlu juga dilakukan pelatihan negosiasi bagi para mediator
sehingga mereka dapat memahami sensitivitas budaya yang ada.
Dari penjabaran pembahasan sebenarnya kita dapat melihat bahwa resolusi
konflik dengan memakai bentuk negosiasi dan konsensi seringkali memberikan celah
bagi adanya penolakan dan pada akhirnya menciptakan kondisi “stalemate”. Di masa
depan, konsesi-konsesi yang dirancang haruslah bersifat “mutual concession” yang
disepakati oleh kedua belah pihak sebelum dibahas dalam forum perundingan.
3. Tahap Problem-Solving Approach
Pada tahap ini perlu dibangun pemahaman timbal balik tentang cara untuk
mengeksplorasi alternatif-alternatif penyelesaian konflik yang dapat langsung
bilamana ada upaya untuk mengkaji sebab-sebab fundamental dari konflik tersebut
yang harus dianalisa dalam konteks yang menyeluruh. Pemahaman antara Palestina
dan Israel dapat dimulai dengan memberikan informasi yang benar tentang
kompleksitas konfli yang meliputi sebab-sebab konflik, trauma-trauma yang timbul
selama konflik, kendala-kendala struktural yang menghambat proses resolusi konflik,
dn sebagainya. Dalam hal ini harus dimulai sikap keterbukaan antara Palestina dan
Israel dan dibangun situasi saling mempercayai.
4. Tahap Peace Building
Misperception antarkedua pihak yang bertikai haruslah diatasi dengan
men-dekonstruksi secara sosial penyebab terindoktrinasinya persepsi dan
stereotip-stereotip yang bisa jadi salah mengenai lawan mereka. Pihak Palestina
haruslah berupaya sungguh-sungguh untuk menghentikan aksi-aksi bom bunuh diri
dengan memutus mata rantai konstruksinya. Di sekolah-sekolah, baik di Palestina
maupun di Israel, harus ditanamkan nilai-nilai universal yang menghormati hak-hak
asasi manusia, terutama hak untuk hidup dan oleh karenanya membunuh adalah
sesuatu yang dilarang dan dibenci. Hamas harus dapat dirangkul baik oleh pihak
Palestina sendiri maupun oleh Israel melalui dijalinnya komunikasi yang sehat yang
tidak dilandasi oleh sikap saling curiga. Namun hal ini sulit berhasil bila di sisi lain
Israel masih terus melakukan aksi perluasan okupasinya yang terus menyulut
kemarahan organisasi-organisasi kelompok Islam militan yang tidak akan tinggal
Palestina dan Israel sama-sama berkewajiban membangun civil society dan
melakukan rekonsiliasi. Hal ini dapat dimulai dengan mengembangkan dan
menyebarkan sikap memaafkan (forgiveness) dari kedua belah pihak sehingga tidak
ada lagi dendam akibat trauma kekerasan di masa lampau. Untuk itu diperlukan
keterlibatan beragam aktor resolusi konflik yang tentu saja non-militer, seperti LSM,
mediator internasional dan institusi-institusi keagamaan. Dalam konflik
Palestina-Israel perlu dibangun suatu dialog informal yang melibatkan banyak tokoh
keagamaan, tokoh dari kedua belah pihak dan masyarakat umum untuk secara
kontinu membangun kesadaran bersama akan pentingnya menciptakan perdamaian
untuk kelangsungan hidup bersama.
Perdamaian antara Palestina dan Israel bukanlah hal yang mustahil tercapai
namun membutuhkan kesadaran politik yang kuat dan keyakinan bahwa setiap
masalah dapat diselesaikan. Dan setiap penyelesaiannya yang terbaik adalah dengan
memperhatikan seluruh aspek kebutuhan pihak-pihak yang bertikai dan secara
simultan membangun nilai-nilai universal yang dilandasi oleh prinsip-prinsip
penegakan hak asasi manusia, kemerdekaan dan keadilan.
Untuk meminimalisasi bersemainya teroris baru, dunia harus menunjukkan
komitmennya menentang setiap aksi kekerasan Israel. Kasus penyerangan Israel ini
harus diajukan ke Mahkamah Internasional. Negara-negara yang memiliki perwakilan
relawan dalam kapal Mavi Marmara, mesti satu suara menekan PBB agar
Tentu saja sikap tegas PBB ini akan efektif, jika mendapat dukungan anggota
Dewan Keamanaan PBB, terutama AS dan negara-negara besar lainnya. Tanpa itu,
bisa dipastikan upaya PBB akan kembali kandas di tengah jalan. Sama seperti tidak
efektifnya Resolusi DK PBB, karena abstainnya AS.
Resolusi Dewan Keamanan PBB dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel
yaitu :
1. Resolusi tentang Ham Resolusi A/55/133 isinya mengenai tindakan –tindakan
Israel yang melakukan pelanggaran terhadap rakyat Palestina. (mengenai
pencaplokan, pendirian perkampungan Yahudi dan Penutupan daerah)
Dalam resolusi ini, Majelis Umum menitik beratkan pada perlunya menjaga integritas
territorial seluruh wilayah pendudukan Palestina, termasuk menghilangkan
pembatasan yang dilakukan oleh Israel.
2. Resolusi A/55/128 mengenai tanah kepemilikian Palestina sesuai dengan prinsip –
prnsip kebenaran dan keadilan.
Adapun prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan yaitu:
1. Resolusi A/56/142 hak rakyat Palestina dalam menentukan nasib sendiri.
2. Upaya pembentukan road map yang disepakati oleh komite Kwartet, yaitu As,
Rusia, Uni Eropa dan Sekjen PBB
3. Resolusi PBB No.181 tahun 1947 mengenai pembagian wilayah bagi bangsa
4. Pembentukan komis I khusus untuk mengatasi menangani masalah pengungsi
Palestina, yaitu UN Conciliation Commission For Palestine ( UNCCP) yang
kemudian pada tahun 1950 juga membentuk sebuah badan Pengungsi Palestina
dengan nama UN Relief and Works Ageny (UNRWA)
5. Resolusi No. 194 yang berbunyi :
Majelis umum menegaskan bahwa harus di izinkan secepat mungkin bagi
pengungsi yang ingin kembali kerumah mereka dan hidup damai dengan
tetangganya, dan demikian juga harus mendapat ganti rugi dari harta benda yang
ditinggalka, dan mendapat ganti rugi dari kerugia atau kerusakan harta benda
sesuai dengan hukum Internasional dan standar keadilan bagi mereka yang tidak
ingin kembali lagi.
6. Resolusi No. 338 penyeruan mengenai gencatan senjata bagi pihak yang bertikai
dan mengakhiri aksi bersenjata kedua pihak.
7. Resolusi No. 1276 yang meminta kedua pihak serius untuk mengentikan
gencatan senjata.
8. Pada tanggal 7 oktober 2000 DK menyetujui resolusi yang mengecam
penggunaan kekuatan berlebihan, yaitu no. 1322 dimana Dk PBB menyatakan
sangat Prihatin dalam peristiwa tragis yang membawa banyak kematian dan
kerugian dan kebanyakan orang-orang Palestina. ( dibawah kepemimpinan Ariel
Sharon, Israel justru menunjukan eskalasi militer dan Politik. Israel mengerahkan
pengungsi di jenin, Balata, Rammalah, Aida, dir balah dan Deheish sejak awal
hingga pertengahan Juni 2002.
9. Resolusi no. 1937 12 maret 2002, yang meminta dengan segera penghentian
semua tindakan kekerasan termasuk tindakan meneror, penghasutan dan
pengrusakan. Tanggapan dari Resolusi ini yaitu, pada tanggal 20 maret pejuang
palestina melakuk an aksi bom bunuh diri di dekat kota Umm Al-Fahm, Israel
Utara dan juga dekat kota Yerusalem hingga sebagai balasannya PM Ariel
Sharon mengumumkan deklarasi perang serta mengerahkan pasukannya lengkap
dengan persenjataan dan alat-alat berat ke kota Ramallah, untuk mengepung
Yasser Arafat.
10. Resolusi No 1402 pada tangga 30 Maret 2002, secara aklamasi meminta kedua
pihak yang bertikai untuk melakukan gencata senjata, serta agar Israel menarik
pasukannya dari kota Palestina, termasuk wilayah Istana pemimpin palestina
Yaseer Arafat. Kenyataannya Israel tetap tidak menarik pasukannya, aksi
penyanderaan Yaser Arafat diiringi dengan penghancuran hampir seluruh
bangunan Istana Kepresidenan dengan penghancuran Bom.
11. Resolusi PBB N0. 1403 4 april 2002 membawa mereka ke meja perundinga
untuk membicarakan kesepakatan perdamaian dan menghasilkan Peta
12. Pada tanggal 20 juli 2004 resolusi ES-10 yang secara resmi mendesak Israel
untuk mengehentikan dengan segera pembangunan tembok pemish antara Israel
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konflik Palestina-Israel adalah konflik yang diawali dari perebutan wilayah
namun meluas hingga menimbulkan sentimen-sentimen yang berwarna “rasisme”
antara Arab dan Yahudi.
Sebab-sebab konflik dapat disimpulkan meluas, dari “sekadar” perebutan wilayah
kekuasaan antara Palestina dan Israel hingga akhirnya menimbulkan konflik yang
berkepanjangan karena masalahnya bukan lagi sekadar perebutan wilayah tetapi
pertahanan atas apa yang telah direbut dengan berbagai cara sehingga pihak Israel
terus melakukan aksi perluasan okupasi dengan alasan melindungi diri dari serangan
Palestina sementara pihak Palestina sulit menghentikan aksi-aksi bom bunuh diri
yang destruktif yang dilakukan oleh warga negaranya.
Resolusi konflik berupaya mencari penyelesaian masalah yang jauh dari
penggunaan kekerasan, walaupun pada akhirnya tetap membutuhkan aksi militer
untuk menurunkan eskalasi konflik pada awal tahapan resolusi konflik. Setelah
tercapainya keadaan ketiadaan kekerasan barulah dapat dimulai proses panjang
menuju rekonsiliasi antarpihak yang bertikai. Upaya tersebut memiliki tujuan jangka
panjang yang bukan sekadar menciptakan keadaan tanpa perang tetapi menciptakan
bersama, norma-norma universal dan kesadaran dan kemauan untuk memahami pihak
lawan dan memaafkannya sehingga menghilangkan trauma, ketakutan dan kebencian,
yang membuat proses rekonsiliasi akan sulit berlangsung.
Lahirnya PBB sebagai penerus tugas dari LBB, tidak banyak membantu
penyelesaian konflik yang terjadi di wilayah Palestina. PBB sebagai Organisasi yang
diharapkan dan dilegitimasikan sebagai hukum Internasional tidak pernah
memberikan sanksi terhadap Israel yang sudah terbukti melakukan kejahatan
kemanusiaan.selain itu kontribusi yang diberikan PBB dalam penyelesaian konflik
Palestina Israel terkesan memihak pada Israel sehingga kerangka penyelesaian yang
diajukan sulit sesuai dengan pihak yang lain yaitu Palestina. PBB sebagai organisasi
Penjaga Perdamaian dunia telah gagal melaksanakan perannya dalam konflik
Internasional dalam kasus Ini Konflik Palestina-Israel.
B. Saran
Rasanya pandangan yang salah apabila penyerangan Israel, baik terhadap Kapal
Mavi Marmara, maupun Agresi terhadap Palestina yang telah terjadi sekian lama,
selalu dikaitkan konflik agama. Tindakan Israel melakukan blokade terhadap jalur
Gaza dan penyerangan atas kapal Mavi Marmara, tidak dapat dibenarkan atas alasan
apapun. Lantas menjadi hal yang sangat aneh apabila kemudian hal tersebut
dikait-kaitkan dengan konflik agama tertentu. Kejadian tersebut lebih jauh lagi adalah
konflik kemanusiaan karena jatuh korban juga datang tidak hanya dari satu agama
Sikap PBB yang tidak kunjung mengambil tindakan tegas atas
perbuatan-perbuatan Israel dan Amerika Serikat yang selalu memiliki standar ganda
dalam menilai sebuah kejahatan Internasional patut untuk sangat disesalkan. Sudah
bukan sekali dua kali ini Israel berulah, sudah bukan sekali dua kali juga
negara-negara muslim menyerukan untuk mengadili Israel sebagai penjahat perang.
Namun usaha-usaha tersebut selalu kandas di tengah jalan karena Amerika selalu
menjadi sekutu sekaligus pelindung utama Israel. Padahal kejahatan sudah jelas-jelas
nampak di pandangan mata kita semua.
Dengan terjadinya peristiwa penyerangan tersebut, kita semua tentu berharap
bahwa mata dunia akan semakin terbuka dalam menilai tindakan-tindakan Israel
selama ini. Yang akhirnya dapat kita lakukan adalah mendesak pemerintah Indonesia
untuk bersikap tegas dalam menyikapi hal ini. Tidak dengan sekedar mengatakan
keprihatinan atau kecaman, tetapi juga dengan tindakan nyata dengan mengirimkan
surat resmi kepada PBB yang mendorong pada penegakan hukum internasional tanpa
pandang bulu. Selain itu, Gerakan rakyat damai untuk solidaritas Palestina harus terus
berlanjut. Sebagai bentuk solidaritas terkecil, marilah kita semua turut berdoa semoga
BAB II
PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG
PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN
A. Pengertian Relawan Kemanusiaan
Realitas menunjukkan bahwa hampir di semua komunitas masyarakat, aktivitas
tolong-menolong sudah sejak lama sering kita jumpai. Salah satu yang kita kenal
adalah “Gotong-royong” yang dalam kerelawanan merupakan suatu bentuk tipikal
modal sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Relawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang secara ikhlas karena
panggilan nuraninya memberikan apa yang dimilikinya (pikiran, tenaga, waktu, harta,
dsb) kepada masyarakat sebagai perwujudan tanggung jawab sosialnya tanpa
mengharapkan pamrih baik berupa imbalan (upah), kedudukan, kekuasaan,
kepentingan maupun karier.
Adapun kriteria kerelawanan antara lain Memiliki kepedulian penuh keikhlasan
untuk mem-perjuangkan nasib kaum miskin berbasis nilai-nilai kemanusiaan dan
prinsip kemasyarakatan sebagai bentuk pengabdian dan perjuangan hidupnya.
Semua warga yang secara ikhlas tanpa membeda-bedakan derajat, jenis kelamin
berupa imbalan maupun karier) dapat menjadi relawan. Siapapun dapat menjadi
relawan, selama memiliki semangat dan jiwa kerelawanan. Relawan tidak tergantung
dari asal kelompok masyarakat maupun wilayah tertentu karena relawan tidak
memperjuangkan kepentingan kelompok, agama, maupun wilayah tertentu.
Tim Relawan untuk Kemanusiaan adalah organisasi massa yang berbasiskan pada
relawan di Indonesia yang bekerja dalam gerakan kemanusiaan untuk kepentingan
masyarakat korban kekerasan politik negara.
B. Kedudukan Relawan Kemanusiaan
Salah satu prinsip yang menjadi landasan utama hukum perang adalah pembagian
penduduk (warga negara) negara yang sedang berperang atau yang sedang terlibat
dalam suatu pertikaian bersenjata ( armed conflict) dalam dua kategori, yaitu kombat
dan pendudukan sipil (civilans). Golongan kombat inilah yang secara aktif turut serta
dalam permusuhan ( hostilities). Prinsip membagi penduduk dalam dua golongan ini
lazim disebut distinction principle.
Tulisan ini akan membahas secara umum, mengenai distinctition principle ini.
Ketentuan – ketentuan tersebut dalam tulisan ini tidak diberikan. Tulisan ini akan
ditutup dengan suatu uraian singkat mengenai perkembangan pengaturan kombat.
Adanya prinsip pembedaan ini perlu diadakan pertama untuk mengetahui siapa yang
dapat / boleh dijadikan objek kekerasan dan siapa yang harus dilindungi. Dengan kata
lain, dengan adanya prinsip pembedaan tersebut dapat diketahui siapa yang boleh