• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. METODE PENELITIAN

4.3. Efek Samping Pengobatan

(3.6%) anak mual, 6 muntah (4.3%), 3 malaise (2.1%) dan 1 pruritus (0.7%). Efek samping antara kedua kelompok tidak dijumpai perbedaan yang bermakna (P=0.441).

BAB 5. PEMBAHASAN

Penelitian mengenai obat antimalaria meningkat dalam beberapa tahun terakhir, hal ini dikarenakan timbulnya resistensi terhadap pengobatan antimalaria dan pengenalan terhadap regimen pengobatan baru seperti terapi kombinasi artemisinin.33,34 Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara telah tercatat memiliki resistensi terhadap pengobatan klorokuin sebesar 32% pada tahun 2004.35 Tingginya angka resistensi pada kabupaten ini menjadi salah satu alasan kami melakukan penelitian di sana. Pilihan pengobatan yang diberikan adalah terapi kombinasi berbasis artemisinin.

Penyakit malaria ditularkan oleh vektor berupa nyamuk Anopheles spp. Di Indonesia telah dilaporkan terdapat 20 spesies Anopheles yang telah terbukti dapat menularkan Plasmodium sp. Fluktuasi kepadatan vektor berbeda-beda di setiap daerah.36 Penelitian kami lakukan di Kecamatan Siabu dan Kecamatan Hutabargot. Dari sebuah penelitian yang dilakukan di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal ditemukan vektor malaria yaitu An. sundaicus, An. kochi dan

An.nigerrimus di persawahan, kolam dan lubang penggalian pasir dengan puncak kepadatan populasi larva nyamuk pada bulan Desember.37

Gizi kurang dan malaria merupakan dua penyebab utama kematian di negara-negara berkembang. Namun hubungan antara keduanya masih diperdebatkan. Pada sebuah penelitian di Etiopia Barat Daya,38 dan Ghana,39 tidak dijumpai adanya hubungan antara malaria dan gizi kurang. Namun hal ini tidak didukung dengan

Timur menunjukkan adanya hubungan antara kepadatan parasit dengan status nutrisi anak sekolah dasar dimana pada penelitian ini didapati dari 8 anak yang memiliki kepadatan parasit yang tinggi terdapat 7 anak dengan status gizi kurang.41 Pada penelitian ini, status nutrisi anak terbanyak adalah gizi baik, hal ini mungkin berhubungan dengan tidak dijumpainya kepadatan parasit yang tinggi pada seluruh sampel.

Gejala Malaria Falsiparum tanpa komplikasi sangat bervariasi. Demam merupakan gejala yang sering dikeluhkan.42 Pada tahun penelitian yang dilakukan terhadap Malaria Falsiparum tanpa komplikasi pada anak didapati keluhan yang sering berupa demam, pucat dan ikterus.35 Anak yang pucat dan pada pemeriksaan fisis terdapat splenomegali lebih sering mengalami malaria asimptomatis.39 Hepatomegali lebih sering terjadi daripada splenomegali pada Malaria Falsiparum akut. Keadaan ini juga lebih sering pada anak yang lebih muda.43 Splenomegali berhubungan dengan densitas parasit yang lebih tinggi.44 Penelitian kami mendapatkan gejala yang banyak dikeluhkan adalah demam, riwayat demam, lemah dan pucat. Beberapa subjek penelitian juga didapati pembesaran hati dan limpa. Namun pembesaran limpa lebih banyak kami temukan, hal ini mungkin ada hubungannya dengan keadaan kronis dari penyakitnya dan usianya yang lebih tua. Splenomegali yang terjadi mungkin berhubungan dengan densitas parasit yang lebih tinggi daripada densitas parasit pada anak tanpa splenomegali, namun sayangnya tidak kami nilai pada penelitian ini.

Sub-Sahara Afrika. Efikasi bervariasi antar negara yang diteliti. Hal ini mungkin berhubungan dengan status penggunaan amodiakuin sebagai monoterapi.45 Resistensi amodiakuin telah dilaporkan pada beberapa studi yang diperkirakan timbul akibat struktur dan cara kerjanya yang sangat mirip dengan klorokuin.9,10,46 Resistensi ini berhubungan dengan polimorfisme gen parasit serta pola geografis dari Plasmodium.47

Pada penelitian yang dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2006, didapatkan angka kesembuhan ASAQ mencapai 100% pada hari ke 28.48,49 Penelitian kami mendapatkan angka kesembuhan ASAQ yaitu 86.4% pada hari ke 28 dan hari ke 42. Penurunan angka kesembuhan ini sangat mungkin berhubungan dengan kondisi resistensi amodiakuin di daerah tersebut yang mana telah dilaporkan adanya resistensi terhadap klorokuin yang memiliki struktur yang mirip dengan amodiakuin.9,10,46

Efek samping ASAQ lebih banyak dilaporkan pada kasus dewasa daripada anak.33 Sebuah penelitian di Kamerun melaporkan efek samping yang sering dijumpai berupa gejala gastrointestinal dan bronkitis. Sebanyak 13% pasien yang diobati dengan ASAQ mengalami muntah selama pemberian obat. Pengobatan dihentikan pada 3 orang subjek karena timbulnya efek samping berupa muntah, lemah dan vertigo pada

kelompok yang mendapat ASAQ sekali sehari selama 3 hari. Peneliti

merekomendasikan pembagian ASAQ menjadi dua dosis untuk mengurangi munculnya efek samping.50

Penelitian kami menggunakan artesunat dengan dosis 4 mg/kgBB/hari dan amodiakuin 10 mg/kgBB/hari yang diberikan sekali sehari selama 3 hari berturut-turut.

muntah berulang dan satu orang anak menderita pruritus sehingga kedua anak tersebut tidak melanjutkan pengobatan dan diberikan obat lini kedua. Efek samping ASAQ seperti sakit kepala dan tinitus seperti penelitian yang dilakukan di tahun 2006,51 tidak kami jumpai.

Gabungan artemeter-lumefantrin merupakan ACT pertama yang tersedia bentuk

fixed-dose.52 Artemeter merupakan derivat artemisinin yang larut dalam lemak. Lumefantrin merupakan golongan aryl amino alcohol yang baik diabsorpsi bersama lemak.6 Gabungan kedua obat ini telah dibuktikan memiliki efikasi yang baik diberikan dalam empat maupun enam regimen.31 Penelitian ini menggunakan AL dalam bentuk

fixed-dose yang diberikan dua kali sehari selama 3 hari berturut-turut setelah memakan ataupun meminum minuman yang mengandung lemak. Sebuah penelitian di Bangkok, Thailand yang membandingkan tiga regimen pemberian AL mendapatkan bahwa pemberian AL dengan enam dosis regimen memiliki efikasi yang tinggi dan keamanan yang paling baik.53 Pemberian makanan berlemak mempengaruhi efektivitas AL pada beberapa studi di Ghana.22,54

Efek samping yang dapat muncul pada pengobatan ini adalah gejala gastrointestinal,52,53 nyeri kepala dan pusing.53 Efek samping yang muncul tidak berhubungan dengan pemberian obat yang berulang-ulang.52 Pada sebuah penelitian yang dilakukan pada anak Malaria Falsiparum tanpa komplikasi di Manado, tidak ditemukan efek samping dalam pemberian enam dosis regimen AL.55 Efek samping AL yang kami jumpai berupa mual, muntah dan malaise. Penelitian di Uganda,23 dan

Penurunan parasit yang lebih cepat kami dapatkan pada kelompok AL daripada kelompok ASAQ. Hal ini tidak didukung penelitian sebelumnya yang mendapatkan bahwa kedua obat ini memiliki waktu penurunan parasit yang cepat dan sudah tidak dijumpai parasit pada apusan darah tepi hari ketiga.56 Pada kelompok ASAQ, selain penurunan parasit yang lebih lama kami juga menemukan kegagalan terapi yang lebih tinggi, namun tidak bermakna secara statistik. Penurunan parasit yang lebih lama telah dibuktikan berhubungan dengan risiko gagal pengobatan.57

Waktu bebas parasit yang cepat berhubungan dengan waktu bebas demam yang cepat pula.57 Hal ini bertentangan dengan hasil yang kami jumpai, dimana kelompok AL memiliki waktu bebas parasit yang lebih cepat namun memiliki waktu bebas demam yang lebih lama. Sebaliknya, pada kelompok ASAQ memiliki waktu bebas parasit yang lebih lama namun memiliki waktu bebas demam yang lebih cepat. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan efek samping AL yaitu demam,31,52 namun kami tidak dapat membuktikan apakah lamanya waktu bebas demam akibat efek samping dari obat AL. Terdapat dua penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan antipiretik dapat memperlama waktu bebas parasit, walaupun berdasarkan metode penelitian tersebut sulit ditarik kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.58 Pada penelitian ini terdapat beberapa anak pada masing-masing kelompok yang mendapat terapi antipiretik karena keluhan demam, namun tidak kami menilai hubungan penggunaan terapi ini terhadap lamanya waktu bebas parasit.

kejadian efek samping pada kedua kelompok tidak berbeda, namun pada kelompok AL memiliki penurunan parasit yang lebih besar dan waktu bebas parasit yang lebih cepat dibandingkan kelompok ASAQ. Pada penelitian ini kami dapatkan efikasi AL lebih baik dengan ASAQ dalam mengobati anak Malaria Falsiparum tanpa komplikasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Tanzania,59dan Kamerun.60

Tujuan terapi kombinasi obat antimalaria adalah untuk memperlambat timbulnya resistensi dengan menggunakan dua jenis obat blood schizontocidal atau lebih yang memiliki kerja yang berbeda dengan target biokimiawi parasit yang berbeda pula.6 Artemisinin dan derivatnya memiliki efek gametosidal.6,56 Keterbatasan dari penelitian ini adalah tidak dilakukannya perhitungan terhadap parasit seksual sehingga tidak dapat dinilai waktu penurunan gametosit pada kedua kelompok perlakuan.

Dokumen terkait