• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Pilih menu Stat-Basic Statistic-Corelation

2.6 Efektifitas Peralatan

Objektivitas dari setiap kegiatan perawatan dan perbaikan dalam produksi adalah menaikkan produktivitas dengan meminimalkan biaya-biaya yang menyangkut penjaminan tingkat produktivitas. Berkaitan dengan preventive maintenance, efektifitas peralatan menjamin pada kelancaran produksi dan minimasi dalam biaya perawatan dan perbaikan. Total preventive maintenance mengarah pada usaha untuk memaksimalkan output dengan menjaga kondisi operasi ideal dan mengoperasikan alat dengan efektif. Sebuah mesin ataupun peralatan yang mengalami breakdown, pengurangan kecepatan secara periodik, penurunan spesifikasi output, dan defect merupakan sasaran untuk dilakukan efektifitas, baik dengan jalan perbaikan maupun perawatan dengan seksama.

 Enam kerugian besar (Six big losses)

Efektifitas mesin dan peralatan yang menyeluruh dapat dicapai dengan mengeliminasi atau menghilangkan kendala-kendala menyangkut efektifitas tersebut. Kendala-kendala tersebut disebut “six big losses”, yaitu :

1. Kerusakan mesin atau peralatan karena downtime

Dua jenis kerugian yang ditimbulkan oleh breakdown adalah, time losses saat produksi yang menyebabkan kuantitas output berkurang, dan quantity losses karena cacat produk yang tidak bisa lagi ditanggulangi.

Sifat breakdown dibedakan menjadi :

a) Breakdown sporadik, yaitu breakdown yang terjadi mendadak, dramatis dan tidak terduga. Breakdown jenis ini biasa terjadi dan relatif mudah ditangani.

b) Breakdown kronik, yaitu merupakan minor breakdown tetapi frekuensi kejadiannya sering. Breakdown jenis ini sering diabaikan namun dapat juga menyebabkan dampak pada kegiatan produksi. Breakdown jenis ini biasanya setelah dilakukan perbaikan akan terulang kembali ataupun malah tidak bisa diperbaiki sama sekali dan terus menerus seperti itu

Untuk memaksimalkan efektivitas mesin dan peralatan, semua breakdown harus dikurangi sampai mencapai titik nol kejadian. Usaha ini memerlukan investasi dan perubahan cara berpikir terhadap breakdown.

2. Setup dan adjusment losses

Kerugian ini ditimbulkan akibat downtime dan cacat produksi. Oleh sebab itu saat mesin atau peralatan telah diperbaiki ataupun mengalami kendala cacat pada produk maka mesin atau peralatan tersebut harus di-adjust kembali agar siap pada kondisi dan spesifikasi awalnya. Kegiatan demikian tentunya akan memakan waktu produksi. Sehingga output produk yang dihasilkan sudah barang tentu akan berkurang dari planned.

3. Idling dan minor stoppage losses

Minor stoppage terjadi saat produksi dihentikan karena kegagalan pemakaian sementara atau saat mesin tidak jalan. Sebagai contoh : salah satu sensor tidak dapt berfungsi dengan baik karena kotoran (debu), sehingga mengaktifkan tanda bahaya yang menyebabkan mesin dihentikan. Kerugian jenis ini berbeda dengan breakdown. Produksi normal dapat segera dicapai dengan cara menyingkirkan kotoran yang menutupi sensor dan melakukan resseting.

4. Idling dan minor stoppage losses

Kerugian jenis ini ditimbulkan oleh perbedaan antara kecepatan design mesin dengan kecepatan operasi sesungguhnya. Mesin beroperasi pada kecepatan dibawah kecepatan ideal-nya dengan beberapa alasan antara lain problem mekanis dan mutu, problem terdahulu, problem kualitas bahan cutting tool,dan lain sebagainya.

5. Quality defect dan rework

Merupakan kerugian dalam mutu yang ditimbulkan oleh fungsi dari peralatan produksi. Defect bisa bersifat sporadik ataupun kronik. Defect sporadis meliputi peningkatan tiba-tiba jumlah cacat, atau kejadian dramatis lainnya.

6. Start-up losses

Merupakan yield losses yang terjadi selama tahap awal produksi dari saat mesin start-up sampai dapat bekerja dengan stabil. Volume kerugian bervariasi tergantung pada pencapaian kondisi stabilitas mesin atau peralatan, pemeliharaannya, keahlian operator dan lain-lain.

2.7 Autonomous maintenance

Sampai saat ini orang masih berpendapat bahwa antara kegiatan pemeliharaan dengan kegiatan produksi merupakan dua kegiatan yang terpisah satu sama lain. Pelaksanaan penempatan pekerja terbagi menjadi dua bagian yang terpisah sehingga ada dua pihak yang bertanggung jawab terhadap efektifitas pemakaian mesin dengan lingkup tanggung jawab maupun cara kerjanya masing-masing. Bagian pemeliharaan (maintenance) bertanggung jawab atas ketersedian mesin sementara bagian produksi bertanggung jawab pada pengoperasian mesin. Seorang operator produksi hanya bertugas mengerjakan benda kerja dan mengawasi mutu prosesnya, tidak memikirkan kondisi mesin yang digunakannya bahkan tidak tahu segi teknis dari mesin yang

dioperasikannya sehingga kondisi demikian akan membuat dan mempercepat kerusakan mesin tanpa adanya sinyal-sinyal pencegahan. Pada total productive maintenance hal tersebut tidak dapat ditolerir,operator mesin harus bertanggung jawab juga sebagai pemelihara dalam batas-batas tertentu. Dengan cara ini diharapkan pengoperasian mesin bisa sesuai dengan spesifikasi dan kondisi terbaik performanya. Tanggung jawab operator mesin dalam bidang pemeliharaan ini dikenal sebagai “autonomous maintenance”, karena operator merupakan pekerja yang paling dekat dengan mesin maka dialah yang seharusnya mengetahui kondisi mesin dari waktu ke waktu. Ia pun seharusnya menjadi yang paling dulu mengetahui apabila terdapat kondisi-kondisi abnormal pada mesin dan cepat tanggap untuk menanggulangi sesuai dengan batasannya.

Autonomous maintenance mengajarkan kepada operator mengenai cara-cara memelihara mesin melalui :

Pemeriksaan harian (daily check)  Lubrikasi

Penggantian sparepart mesin  Reparasi kecil, dan

 Deteksi dini kondisi abnormal

Kesuksesan pelaksanaan kegiatan autonomous maintenance oleh operator sangat tergantung pada kemampuan operator itu sendiri yang meliputi :

 Berpedoman kepada sistem dan ketentuan yang berlaku  Cepat tanggap terhadap kondisi abnormal

Mampu menentukan kondisi normal dan abnormal artinya operator memahami benar kondisi mesin setiap saat sehingga bila terjadi sesuatu ke-abnormalan dapat diketahui sesegera mungkin. Data yang ter-record dengan tepat dan cepat memungkinkan tersedianya waktu untuk persiapan penanggulangan kondisi abnormal tersebut.

Berpedoman pada sistem yang ada artinya operator senantiasa mentaati prosedur pemeliharaan maupun pengoperasian mesin agar kondisi mesin tersebut bisa dijaga dan dipertahankan.

Cepat tanggap terhadap kondisi abnormal artinya operator memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan antisipasi apabila terjadi gangguan pada mesin yang dioperasikannya. Selain mengatasi gangguan, seorang operator juga dituntut untuk mampu memulihkan kondisi mesin yang telah mengalami penurunan performa.

Didalam total productive maintenance, seorang operator tidak cuma mampu untuk memasukan benda kerja dan mengoperasikan mesin untuk memproses sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan, tetapi lebih dari itu ia juga harus memiliki kewajiban memelihara msin yang dioperasikannya. Untuk itu ia juga harus menguasai keterampilan dalam pemeliharaan yaitu :

 Memahami fungsi alat dan mekanisme yang terlibat didalamnya serta mendeteksi penyebab terjadinya kondisi abnormal.

 Memahami hubungan antara kondisi mesin dengan kualitas, sehingga bisa melakukan prediksi masalah kualitas, serta melakukan deteksi atas penyebab terjadinya masalah penyimpangan kualitas terhadap output yang dihasilkan.

 Melakukan reparasi dalam batasan-batasan tertentu.

Sulit untuk disangkal bahwa operator memang seharusnya memikul tanggung jawab dalam pemeliharaan mesin dalam batasan tertentu. Pemakaian mesin hanya efektif bila kinerja pengoperasiannya tinggi dan ini tergantung juga pada keterampilan operator. Kinerja pengoperasian tinggi akan menghasilkan hasil produksi yang tinggi pula, namun demikian hasil produksinya tentu saja akan berkurang apabila mesin yang dioperasikan berada pada kondisi offline dan menunggu atau sedang diperbaiki akibat gangguan yang terjadi.

2.7.1 Kegiatan bagian produksi

Didalam total productive maintenance, untuk meningkatkan efektifitas pemakaian mesin dilakukan dua kegiatan, yaitu :

1. Kegiatan pemeliharaan

Merupakan kegiatan pemeliharaan berupa pencegahan breakdown dan perbaikan mesin. Perwujudan terdiri dari preventive maintenance dan corrective maintenance.

2. Kegiatan peningkatan

Merupakan kegiatan peningkatan yang bertujuan memperpanjang masa pakai mesin, mempersingkat waktu untuk pemeliharaan dan menyederhanakan pemeliharaan.

Disamping itu dari sisi operator pun memiliki kewajiban untuk menjaga kondisi dasar pada mesin yang terdiri dari :

 Mencegah penurunan performa mesin

 Mengukur besarnya penurunan performa yang terjadi  Memulihkan kondisi mesin

Mencegah penurunan kondisi mesin memiliki arti operator mampu mempertahankan kondisi mesin agar tetap berada pada spesifikasi dan performanya. Penurunan performa mesin memang sering kali tanpa disadari. Untuk dapat mencegah atau meminimalisir penurunan performa mesin dapat dilakukan cara seperti dibawah ini :

 Mengoperasikan mesin dengan benar.

 Melakukan routine maintenance seperti cleaning,lubrication dan calibration  Melakukan penyetelan mesin dengan benar.

 Me-record terjadinya breakdown dan gangguan lainnya agar dapat dicarikan solusinya juga antisipasinya dengan menggunakan data breakdown yang ada.

 Bekerjasama dengan maintenance staff untuk mempelajari symptom-symptom guna mempelajari dan menerapkan kegiatan peningkatan.

Mengukur besarnya penurunan performa yang terjadi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana penurunan yang terjadi, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara :

 Melakukan kegiatan inspeksi harian

 Menyusun jadwal pemeriksaan secara periodik

Memulihkan kondisi mesin artinya mengembalikan kondisi mesin ke pspesifikasi dan performanya seperti semula, dapat dicapai dengan hal berikut ini :

 Melakukan perbaikan ringan

 Melaporkan secara teliti bila terjadi breakdown

Bagian pemeliharaan melaksanakan pemeliharaan secara periodik, pemeliharaan preventif dan meningkatkan kemampuan pemeliharaan. Diantara kegiatan-kegiatan tersebut, meningkatkan kemampuan pemeliharaan sering kali terlupakan sekalipun kegiatan tersebut sengatlah penting. Tugas dari maintenance staff adalah membantu dan membina serta berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada para operator produksi dalam melaksanakan autonomous maintenance. Kemajuan perkembangan pelaksanaan outonomous maintenance menjadi tanggung jawab bagian pemeliharaan. Kegiatan lain yang dilakukan oleh bagian pemeliharaan meliputi :

1. Penelitian dan pengembangan teknik pemeliharaan 2. Menyusun standar pemeliharaan

3. Menyimpan data pemeliharaan

2.7.2 Perkembangan kemampuan operator

Kemampuan operator untuk melaksanakan autonomous maintenance memerlukan waktu yang cukup. Perkembangan kemampuan terdari tujuh tahap, yaitu :

1. Pembersihan awal

2. Menghilangkan sumber bau asing

3. Menyusun standar kebersihan dan pelumasan 4. Melaksanakan inspeksi total

5. Inspeksi mandiri

6. Melaksanakan koordinasi di lingkungan kerja

7. Menerapkan program pemeliharaan mandiri sepenuhnya

Semua tahap tersebut harus dilaksanakan untuk pencapaian total productive maintenance dengan sukses.

1. Pembersihan awal

Pada tahap perkembangan ini operator diperkenalkan pengertian “pembersihan sama dengan inspeksi”. Selama ini mereka memiliki pengertian bahwa kegiatan pembersihan adalah menyingkirkan kotoran dari tempatnya sehingga pelaksanaan tidak memerlukan pengetahuan apa-apa. Dalam total productive maintenance kegiatan pembersihan memiliki pengertian yang berbeda sebab operator membersihkan mesin sekaligus melakukan pemeriksaan terjadinya kondisi abnormal. Pembersihan awal memanfaatkan panca indera yang ada pada manusia untuk mengetahui dan mendeteksi kondisi kendur, masalah pada vibrasi,

keausan, defleksi, suara abnormal, terlalu panas dan kebocoran pelumasan. Dengan melakukan pembersihan sesuatu yang tadinya tersembunyi (mis: keretakan) bisa dapat diketahui. Selain inspeksi, kesempatan ini juga digunakan untuk mengamati dan membedakan antara ondisi normal dan kondisi abnormal, serta melihat penyebabnya. Dalam tahap perkembangan ini sedapat mungkin operator bisa menanggulangi kondisi-kondisi abnormal yang ditemukan sesuai dengan batasan prosedurnya.

2. Menghilangkan sumber bau asing

Dalam tahap ini dikembangkan cara-cara untuk menghilangkan sumber-sumber penyebab kontaminasi dan kebocoran-kebocoran yang ditemukan untuk dicoba dihilangkan. Bila tidak bisa dihilangkan, diusahakan untuk dikurangi dan bila pengurangan juga tidak tidak memungkinkan, maka lindungi lingkungan kerja terhadap kondisi tersebut. Umumnya akan ditemui adanya mesin yang memilki lokasi yang sulit untuk dibersihkan sehingga pembersihan memakan waktu lama atau malah tidak dapat dijangkau sama sekali. Untuk ini diupayakan agar lokasi menjadi mudah dicapai, pelaksanaan pembersihan dipersingkat (mis: membuat alat pembersih yang dibuat khusus), namun demikian tidak semua kondisi bisa ditingkatkan.

Peningkatan kondisi yang bisa dilakukan adalah : 1. Memudahkan pembersihan alat

3. Menghentikan sumber debu dan kotoran 4. Mengurangi dan mencegah ceceran pelumas

5. Melancarkan aliran pelumas agar tidak terjadi gumpalan dan penyumbatan 6. Membuat kemudahan dalam inspeksi alat

7. Menghilangkan kotoran pada bak pelumasan 8. Mengencangkan pengikat yang kendur

9. Memasang lebih banyak pengukur pelumasan 10. Meringkaskan tata letak kabel

11. Meringkaskan tata letak pipa

12. Memudahkan penggantian komponen mesin 3. Menyusun standar kebersihan dan pelumasan

Berdasarkan pengalaman yang diperoleh pada dua tahap sebelumnya, operator mencoba untuk menetapkan kondisi minimal kebersihan dan pelumasan yang dibutuhkan oleh mesin. Standar yang disusun meliputi :

 Apa yang dikerjakan  Mengapa dikerjakan  Dimana dikerjakan

 Bagaimana mengerjakannya  Kapan waktu pengerjaannya

Pada awalnya menyusun suatu standar merupak suatu hal yang tidak mudah bagi operator, karena ia sendiri belum terbiasa dengan penyusunan suatu standar.

Namun demikian hal ini akhirnya akan menjadi suatu kebiasaan. Adapun kriteria penyusunan standar adalah sebagai berikut :

 Pelaksana harus mengetahui seberapa penting pembersihan dan pelumasan yang dilakukan.

 Pembersihan dan pelumasan yang dilakukan harus senantiasa dilakukan improvement.

 Waktu yang diperlukan untuk pembersihan dan pelumasan diupayakan merupakan bagian dari jadwal harian.

4. Melaksanakan inspeksi total

Pada tahap ini operator menerima instruksi dasar dalam bidang pelumasan, komponen alat, pneumatik, hidrolik, sistem penggerak dan teknologi dasar lain seperti pencegahan bahaya kebakaran. Semua ini dimaksudkan untuk dipakai pada saat melakukan inspeksi ataupun mencari kondisi abnormal. Adapun pelaksanaan untuk kegiatan dasar ini berupa :

 Pelatihan dasar

 Penyeragaman pengetahuan  Menerapkan pengetahuan  Promosi dan kontrol visual

Inspeksi yang sifatnya menyeluruh dilakukan untuk mendeteksi kemunduran kondisi mesin secara dini. Suatu kegiatan inspeksi tidak selamanya berhasil dalam srti memenuhi sasarannya.

Terdapat beberapa kendala yang mempengaruhi hasil inspeksi, yaitu :  Kurangnya motivasi dan pengarahan pada operator

 Salah mengalokasikan waktu  Ketidakmampuan operator

Hal penting lain adalah interval inspeksi. Interval inspeksi bisa dalam harian, mingguan atau bulanan. Penentuan inspeksi ini tidak mudah karena banyak variasi perubahan kegiatan dilapangan yang menyangkut dengan load produksi. Cara yang paling tepat adalah berdasarkan pada pengalaman sebelumnya, karena kegiatan inspeksi ini melibatkan dua pihak, yaitu bagian produksi dan maintenance, maka dalam menentukan kapan saat inspeksi dilakukan harus melalui koordinasi yang baik diantara kedua belah pihak.

Penentuan waktu yang diperlukan untuk pekerjaan inspeksi tergantung pada jenis mesin dan kondisi lingkungan kerjanya. Beberapa faktor yang harus di pertimbangkan adalah :

 Kontinuitas kerja operator

 Fungsi mesin dalam proses produksi

 Kemungkinan pelaksanaan tanpa menghentikan mesin

Segi lain yang membetasi adalah alokasi waktu yang tersedia, sebab kegiatan operasi bukan hanya terdiri dari kegiatan pemeliharaan saja.

5. Inspeksi mandiri

Disini disusun standar dasar yang merupakan gabungan antara standar yang telah disusun pada tahap tiga dengan ditambah inspeksi total harian. Hasilnya dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu :

 Inspeksi yang bisa dilakukan secara mandiri

 Inspeksi yang pelaksanaannya memerlukan spesialis

Dengan demikian bila terjadi breakdown yang bersifat sporadis, operator bersama dengan staff maintenance menyusun sistem inspeksi dengan maksud agar breakdown seperti ini tidak terulang lagi. Adapun pelaksanaannya dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Telaah kembali pembersihan, inspeksi dan pelumasan

2. Titik inspeksi dikonsultasikan dengan bagian pemeliharaan untuk mendapatkan urutan kerja yang spesifik namun jelas

3. Periksa kembali kemungkinan menghemat waktu pada tugas inspeksi 4. Periksa kemungkinan peringkat keterampilan inspeksi yang bisa

ditingkatkan

5. Pastikan inspeksi bisa dilaksanakan oleh operator dengan benar

6. Melaksanakan perbaikan tempat kerja

Bagaimanapun juga ketertiban kerja dimulai dari tempat kerja masing-masing. Organisasi dan ketertiban kerja merupakan prinsip dasar perbaikan tempat kerja. Keduanya memiliki arah yang sama yaitu standardisasi. Organisasi meliputi

identifikasi tujuan yang diatur dan set standar yang terkait. Ketertiban berhubungan dengan set standar dan berhubungan dengan operator. Tugas dari kelompok maintenance untuk menaikan sekaligus menyederhanakan standar-standar tersebut. Dengan organisasi dan ketertiban akan meningkatkan penyederhanaan standar yang meliputi apa yang harus diorganisir dan apa yang harus dikontrol.

Concern Unsur

Tanggung jawab op. Menyusun standar tanggung jawab op. Pekerjaan Menampilkan operasi yg tertib dan terorganisir

(seperti kotrol produk, aliran bahan, waste, dst) Dies, Jig dan piranti Menjaga agar terorganisir dan mudah dalam pencarian secara visual, menyusun standar dan

Alat perkakas dan alat pencegah cacat

Inventori alat perkakas dan alat pencegah cacat, menyusun standar inspeksi dan perbaikan Peralatan presisi

operasi dan perbaikan

Pemeriksaan terhadap presisi alat, memastikan dan memonitor operasi, set-up dan penyetelan,

proses, cek standar kualitas,peningkatan kemampuan penanggulangan masalah

7. Menerapkan program outonomous maintenance

Bila semua tahapan sebelumnya sudah dilalui dengan sukses maka tahap terakhir adalah mengandalkan kelancaran program autonomous maintenance sepenuhnya kepada operator dan pekerja lain yang terkait. Namun demikian harus dilakukan eavaluasi secara periodik pada waktu tertentu.

2.7.3 Kondisi dasar mesin

Kondisi mesin harus dipertahankan agar tidak mengalami penurunan performa. Penurunan performa ini bisa diketahui dengan berkurangnya kinerja mesin dibandingkan dengan spesifikasi awalnya. Bila hal ini dibiarkan maka, kondisi mesin akan semakin menurun dan penurunan ini umumnya tidak dirasakan oleh operator hingga tiba saatnya mesin terpaksa diganti sebelum waktunya ataupun pergantian komponen mesin tersebut. Hal ini justru merugikan dari sisi perusahaan, baik kerugian maintenance cost juga kerugian lost opportunity (berkurangnya produksi). Tiga hal utama yang mampu mempertahankan kondisi mesin agar tetap pada kondisi awalnya adalah sebagai berikut :

1. Kebersihan

Kebersihan berarti menyingkirkan bendaasing (mis: debu, kotoran,serpihan,dll) dari mesin maupun benda kerja. Benda asing akan menimbulkan kerugian pada beberapa peralatan atau komponen seperti sistem elektrik, sistem hidrolik, sistem otomatis dan tingkat kepresisian mesin. Ditekankan disini bahwa kebersihan tidak hanya menyingkirkan

benda asing saja melainkan juga pemeriksaan yang meliputi keterlibatan panca indera (mis: getaran abnormal mesin bisa dirasakan melalui sentuhan dan dislokasi komponen yang dapat diketahui melalui visualisasi). Agar kegiatan bisa dilakukan secara menyeluruh diperlukan suatu titik-titik (area) periksa atau biasa disebut checkpoint disekujur mesin.

Kegiatan pembersihan mesin meliputi tiga kegiatan utama, yaitu :  Melaksanakan pembersihan awal

 Menghilangkan sumber benda asing dan mengusahakan agar pembersihan bisa dilaksanakan denga cara termudah

 Senantiasa meningkatkan standar kebersihan dan pelumasan Adapun pemeriksaan kebersihan meliputi batasan batasan dibawah ini :

 Kebersihan bagian utama mesin  Kebersihan alat bantu

 Pelumasan

 Kebersihan disekitar mesin  Penyebab datangnya benda asing

 Meningkatkan cara mencapai lokasi yang akan dibersihkan  Standar kebersihan

2. Pelumasan

Pelumasan merupaka persyaratan kedua dalam menjaga kondisi standar mesin. Pelumasan secara tidak langsung akan mencegah penurunan

performa msin dan mencegah terjadinya defect. Tapi terkadang karena pengaruhnya tidak langsung pada mesin, pelumasan ini sering luput dari perhatian yang intensive.

3. Pengikatan (kondisi kekencangan mur atau baut)

Kondisi mur-baut merupakan persyaratan ketiga dalam menjaga kondisi dasar mesin. Banyak kerugian yang ditimbulkan oleh kondisi mur-baut yang tidak benar seperti misalnya: dies dan piranti pecah dan tombol alat bantu salah fungsi. Dalam hal ini kelompok kecil maintenace bisa berperan aktif menaggulangi permasalahan yang terjadi, terutama untuk perbaikan yang tidak memerlukan mesin perkakas dan alat bantu.

2.8 Maintenance Prevention

Pada mesin yang baru dipakai sering kali timbul masalah terutama pada saat uji jalan sehingga sulit untuk menetapkan standar operasi normalnya. Mungkin saja pada saat itu mesin dapat beroperasi dengan normal tetapi bagian pemeliharaan akan dibuat repot dengan banyaknya perbaikan ringan, inspeksi, penyetelan, pelumasan dan pembersihan yang diluar kebiasaan. Oleh karena itu jika ingin membeli mesin perlu diteliti dahulu apakah mesin yang akan dibeli tersebut sudah dilengkapi dengan sistem pencegahan pemeliharaannya, sebab apabila tidak dilengkapi dengan sistem pemeliharaan pencegahan bagian pemeliharaan akan dibuat repot sepeti hal yang

dijelaskan diatas. Pelaksanaan maintenance prevention harus dilakukan pada waktu proses pendesainan dan pembuatan, jadi dilakukan oleh pabrik pembuatnya.

Dengan menerapkan maintenance prevention pada mesin atau peralatan diharapkan masalah-masalah tersebut dapat bisa dihilangkan atau ditekan seminim mungkin. Maintenance prevention dilaksanakan pada mesin yang akan memasuki lini produksi dengan lingkup :

 Memperkecil biaya pemeliharaan dan kemunduran kondisi mesin yang baru dengan cara mempertimbangkan pengalaman yang lalu dikombinasikan dengan teknologi mutakhir yang ada, untuk memperoleh keandalan, kemampu-peliharaan, dan keselamatan.

 Kolaborasi antara departemen production engineering dengan maintenance.

Sukses daripada maintenance prevention sangat ditentukan oleh pekerja yang mengerjakan dan dengan kondisi yang dihadapi. Dengan demikian kualitas maintenance prevention sangat tergantung pada :

1. Keterampilan teknis dan desain dari production engineering maunpun maker mesinnya sendiri.

2. Jumlah dan kualitas data yang tersedia.

3. Kemudahan untuk memilih data yang diperlukan.

Data yang dikumpulkan oleh departemen maintenance tidak bisa dipakai begitu saja oleh pihak production engineering untuk kepentingan desain keperluan maintenace prevention. Sebaliknya production engineering tidak bisa membuat

standar data teknis dan pemeliharaan yang tidak bisa dipakai oleh departemen pemeliharaan. Untuk mengatasi kondisi demikian, yang terpenting adalah komunikasi yang baik antara departemen pemeliharaan dan production engineering. Maintenance staff membantu pihak production engineering untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk maintenance prevention. Sebagai timbal bailk, production engineering bertanggung jawab pada waktu fabrikasi dan instalasi. Data pemeliharaan meliputi catatan peningkatan alat, catatan breakdown, catatan pemeliharaanperiodik, catatan inspeksi dan sebagainya. Data-data ini tidak seluruhnya bisa dimengerti oleh staff dari departemen production engineering dan untuk keperluan ini data harus disesuaikan kedalam bentuk yang mudah dimengerti oleh staff departemen production engineering.

Dokumen terkait