• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas 1A dalam penyelesaian Sengketa Perdata

HASIL WAWANCARA

1. Efektivitas pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas 1A dalam penyelesaian Sengketa Perdata

Berikut hasil wawancara perihal Efektivitas pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas 1A dalam penyelesaian Sengketa Perdata oleh informan TD selaku Hakim Majelis Pengadilan Negeri Kota Makassar (wawancara, 22 Juni 2021) di Pengadilan Negeri Makassar, yang menyatakan bahwa :

“Berdasarkan peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016 setiap perkara Perdata yang masuk di Pengadilan Negeri seluruh Indonesia, sebelum hakim memeriksa atau meresume pokok-pokok perkara wajib untuk di mediasikan terebih dahulu oleh hakim mediator. Tujuan penyerahan resume adalah agar masing-masing pihak termasuk mediator memahami sengketa tersebut yang dimediasikan. Hal ini dapat dipahami mengingat penyerahan resume akan membantu memperlancarnya proses mediasi”.

Kemudian hasil wawancara perihal perihal Efektivitas pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas 1A dalam penyelesaian Sengketa Perdata oleh informan MN selaku Pengacara/Advokat (wawancara, 23 Juni 2021) di Warkop Mozaik, yang menyatakan bahwa:

“Tahap penyerahan resume perkara, dilanjutkan dengan pelaksanaan mediasi, dimana ketentuan Pasal 13 ayat (3) menentukan bahwa jangka waktu yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan seluruh proses mediasi adalah paling lama empat puluh hari kerja. Penentuan jangka waktu empat puluh hari kerja dihitung sejak terpilihnya mediator oleh para pihak atau penunjukan mediator oleh Ketua Majelis Hakim pemeriksa perkara tersebut, sebagaimana dimaksud oleh pasal 11 ayat (5)”.

Pendapat lain yang di uraikan di hasil wawancara perihal Efektivitas pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas 1A dalam

penyelesaian Sengketa Perdata oleh informan MB selaku Pengacara/Advokat (wawancara, 23 Juni 2021) di Warkop Mozaik:

“Berkaitan dengan pelaksanaan mediasi, terdapat tugas mediator sebagaimana dimaksud oleh Pasal 15 diantaranya: mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati; mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi;

apabila perlu mediator dapat melakukan kaukus (adalah pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya); mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak”.

Hasil wawancara perihal Efektivitas pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas 1A dalam penyelesaian Sengketa Perdata oleh informan TD selaku Hakim Majelis Pengadilan Negeri Kota Makassar (wawancara, 22 Juni 2021) di Pengadilan Negeri Makassar, yang menyatakan bahwa:

“Satu hal yang menggembirakan dari proses mediasi adalah tercapainya kesepakatan kedua belah pihak. Perihal tercapainya kesepakatan para pihak diatur dalam Pasal 17. Maka apabila tercapai kesepakatan perdamaian para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Perlu diketahui bahwa kesepakatan perdamaian para pihak tidak boleh bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat itikad tidak baik. Materi kesepakatan perdamaian ini diperiksa terlebih dahulu oleh mediator sebelum ditandatangani oleh para pihak”.

Hasil wawancara perihal Efektivitas pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas 1A dalam penyelesaian Sengketa Perdata oleh informan RL selaku Hakim Mediator Pengadilan Negeri Kota Makassar (wawancara, 27 Juli 2021) di Pengadilan Negeri Makassar, yang menyatakan bahwa:

“Pada prinsipnya setiap proses mediasi itu harus didasari keinginan para pihak terlebih dahulu baik pihak penggugat ataupun tergugat.

Peran mediator menangkap keinginan para pihak. Katakanlah mereka ingin berdamai tapi mereka tidak tahu mau berdamainya itu seperti apa. Maka mediator berperan dalam menggali bagaimana keinginan dari penggugat dan tergugat kemudian menawarkan. Jadi yang menjadi tolak ukur efektif, kalau misalkan mediasi itu berhasil berarti mediasi efektif pada akhirnya. Tapi persoalan efektif atau tidaknya tetap dikembalikan pada niat para pihak itu sendiri. Kalau memang mereka berkeinginan untuk berdamai maka tentu akan diungkapkan karena ada orang yang dari awal sudah tidak mau berdamai. Walaupun mediator berusaha membujuk pada saat mediasi pasti tidak akan berhasil. Jadi intinya proses mediasi tidak akan berhasil kalau tidak ada keinginan dari para pihak untuk membangun khasanah untuk berdamai”.

2. Kendala dalam tercapainya kesepakatan perdamaian dalam proses Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA.

Hasil wawancara oleh informan MB selaku Pengacara/Advokat terkait kendala dalam tercapainya kesepakatan perdamaian dalam proses Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA (wawancara, 23 Juni 2021), menyatakan bahwa :

“Pengadilan Negeri Makassar melaksanakan mediasi terkesan buru-buru yaitu di hari persidangan pertama dan langsung melakukan mediasi di Pengadilan tersebut pada hari itu juga.

Butuh waktu yang matang dalam memanajemen perkara sehingga upaya yang ditempuh dalam mendudukkan persoalan lebih berkenaan pada inti, tidak sekadar mengejar kewajiban memediasi pihak yang berperkara. Tentu dalam kondisi baru selesai persidangan pertama, tidak akan efisien memediasi pihak-pihak tersebut. Belum lagi jika dikaitkan dengan kurangnya kemampuan Hakim dalam memediasi perkara-perkara tersebut”.

Namun berbeda dengan pendapat TD selaku Hakim Majelis terkait kendala dalam tercapainya kesepakatan perdamaian dalam proses Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA (wawancara, 22 Juni 2021), berpendapat bahwa :

“Bila para pihak tidak mencapai kesepakatan dalam masa 40 (empat puluh) hari sejak para pihak memilih mediator, maka mediator wajib menyampaikan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal, dan memberitahukan kegagalan mediasi kepada hakim. Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, maka melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum yang secara berlaku. Kami sebagai hakim pengadilan hanya menjalankan amanah undang-undang”.

Berdasarkan hasil wawancara oleh RL Hakim Mediator terkait kendala dalam tercapainya kesepakatan perdamaian dalam proses Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA (wawancara, 27 Juli 2021), berpendapat bahwa :

“Menerangkan untuk ruang mediasi dengan pendekatan psikologis dan dari hati ke hati, mediator mencoba mendamaikan para pihak yang bersengketa. Oleh karena itu, jangan sepelekan peran ruang mediasi. Selain ditentukan hasil akhirnya oleh hakim sebagai mediator dan kedua pihak, ruang mediasi memiliki peran yang tak kalah pentingnya”.

Berdasarkan hasil wawancara dengan TD selaku Hakim Mediator terkait kendala dalam tercapainya kesepakatan perdamaian dalam proses Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA (wawancara, 22 Juni 2021), yaitu :

“Tidak tercapainya kesepakatan berdamai dalam mediasi di karenakan pertama masing-masing pihak merasa benar, kedua tidak ada yang mau mengalah sehingga untuk kesepakatan antara dua pihak bisa berdamai tidak tercapai”

Hasil wawancara dengan RL selaku Hakim Mediator terkait kendala dalam tercapainya kesepakatan perdamaian dalam proses Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA (wawancara, 27 Juli 2021), yaitu :

“Menerangkan yang dapat menjadi mediator adalah seseorang yang memiliki Sertifikat Mediator yang diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikasi Mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.

Dan juga bisa Berdasarkan surat keputusan ketua Pengadilan,

Hakim tidak bersertifikat dapat menjalankan fungsi Mediator dalam hal tidak ada atau terdapat keterbatasan jumlah Mediator bersertifikat”.

Hal yang sama juga diterang oleh MB selaku Pengacara/Advokat terkait kendala dalam tercapainya kesepakatan perdamaian dalam proses Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA (wawancara, 23 Juni 2021), menyatakan bahwa :

“Sesuai pengalaman saya sebagai pengacara dalam sengketa di pengadilan negeri Makassar mediator yang dipilih para pihak untuk menbantu para pihak untuk melaksanakan mediasi semua dari mediator hakim, selama ini belum pernah para pihak memilih mediator swasta karena faktor biaya yang mahal sedangkan mediator hakim dari pengadilan tanpa biaya atau gratis”.

Jumlah Mediator dan Jumlah Hakim yang terbatas hal ini mempengaruhi pula terhadap pelaksana mediasi di Pengadilan Negeri Makassar. Dari hasil wawancara oleh RL hakim mediator terkait kendala dalam tercapainya kesepakatan perdamaian dalam proses Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA (wawancara, 27 Juli 2021), berpendapat yaitu:

“Jumlah Mediator dan jumlah Hakim yang terbatas, merupakan suatu hambatan dan hal ini mempengaruhi pula terhadap pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Makassar. padahal jumlah perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan terbilang banyak dari rekapitulasi tahun 2016 sampai 2018 rata-rata diatas tiga ratusan perkara dan memerlukan mediator. Sampai saat ini jumlah mediator yang terdaftar di Pengadilan masih sangat sedikit, dan tidak sesuai dengan jumlah perkara yang masuk. Oleh karena itu, guna pemberdayaan PERMA tersebut, maka jumlah tenaga mediator harus ditingkatkan yang didukung pula oleh mediator swasta akan tetapi mediator swasta sangat jarang sekali dipilih oleh para yang bersengketa untuk menjadi mediator”.

Menurut hasil wawancara Bapak MN selaku Pengacara/Advokat terkait kendala dalam tercapainya kesepakatan perdamaian dalam proses

Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA (wawancara, 23 Juni 2021), menyatakan bahwa :

“Dapat menyelesaikan masalah tanpa masalah, dilakukan dengan waktu yang singkat, azas manfaat yang dimiliki para pihak (inti dari perdamaian dapat langsung dijalankan), dapat mempererat hubungan silaturahmi yang semula tidak baik, dan menghasilkan win-win solution”.

Kemudian hasil wawancara MN selaku Pengacara/Advokat perihal kendala dalam tercapainya kesepakatan perdamaian dalam proses Mediasi di Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA (wawancara, 23 Juni 2021), yang menyatakan bahwa:

“Tidak ada iktikad baik untuk melaksanakan mediasi merupakan suatu hambatan seperti hal yang ditemukan dalam praktek ada pihak yang dalam proses mediasi tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan Mediasi tanpa alasan sah, dan juga ada menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya dan mediator harus memanggil kembali yang mengakibatkan jadwal pertemuan terganggu dan ada juga menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak mengajukan usulan ataupun tawaran untuk perdamaian dan juga tidak menanggapi tawaran atau usulan pihak lawan”.

DOKUMENTASI OBSERVASI 1. Nama : Timotius Djency SH.MH Alias TD

Umur : 55 Tahun

Pekerjaan : Hakim Majelis/Mediator Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA

Alamat : Jl. Perintis Kemeredekaan

(Wawancara dilakukan 22 Juni 2021 di Pengadilan Negeri Makassar).

2. Nama : Muuhammad Bakri SH Alias MB Umur : 29 Tahun

Pekerjaan : Advokat Perkumpulan Advokat Indonesia (PERADIN) Alamat : Jl. Malino Kabupaten Gowa

3. Nama : Muhammad Nur AR S.H alias MN Umur : 26

Pekerjaan : Advokat Perkumpulan Advokat Indonesia (PERADIN) Alamat : Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa

(Wawancara dilakukan 23 Juni 2021 di Warkop Titik Kumpul Mozaik)

4. Nama : Rusdianto Loleh SH.MH Alias RL Umur : 54 Tahun

Pekerjaan : Hakim Majelis/Mediator Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA

Alamat : Jl. Monumen Emisaelan Raya

(Wawancara dilakukan 29 Juli 2021 di Pengadilan Negeri Makassar)