• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efikasi Diri

Dalam dokumen T1 802011099 Full text (Halaman 26-34)

Partisipan riset I mengungkapkan bahwa tidak perlu berpikiran yang teralu negatif dengan lingkungan sekitar dan pengaruh buruk dari lingkungan sekitar terhadap keluarga yang terpenting adalah bagaimana partisipan bisa menjaga keluarganya dan tetap berdoa agar keluarganya dapat hidup aman dan tenteram. Keluarga partisipan sempat goyah beberapa tahun yang lalu dan partisipan merasa hal tersebut telah dilalui dengan cara berdoa dan berusaha untuk menyelesaikannya dengan baik sehingga keutuhan keluarganya bisa bertahan hingga sekarang. Partisipan berusaha untuk bertahan di lingkungan lokalisasi tersebut, meskipun partisipan terus berharap agar bisa pinda ke tempat yang lain. Sama halnya dengan Partisipan riset II tidak merasa takut pada saat tinggal di lingkungan lokalisasi dan menyerahkan semua ke tangan Tuhan. Dalam menyelesaikan masalah partisipan menyelesaikan masalahnya dengan mencari solusi bersama keluarganya dan berusaha menggunakan cara yang baik-baik dibandingkan menggunakan cara yang kasar selain itu juga partisipan menyelesaikan masalahnya dengan terus berdoa kepada Yang Maha Kuasa dan bersikap pasrah serta percaya semua akan baik-baik saja. Partisipan memiliki cara sendiri dalam mendidik anak-anak partisipan dan tau bagaimana cara menempatkan dirinya sebagai seorang ibu dalam keluarga. Seperti kedua partisipan Partisipan riset III juga merasa baik-baik saja saat bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi dan berusaha untuk tidak berpikiran negatif terhadap lingkungan sekitar, partisipan merasa semua baik adanya. Partisipan menyadari dengan bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi akan ada banyak masalah yang akan datang, tetapi partisipan beranggapan bahwa itu semua dapat diatasi

18

dengan baik. partisipan memiliki cara sendiri dalam membina keluarganya dan menjaga anak-anak partisipan dari pengaruh buruk lingkungan dengan membuat batasan-batasan tertentu bagi anak partisipan. Dengan adanya motivasi dari keluarga partisipan, partisipan lebih bersemangat dan ingin menjadi individu yang lebih baik lagi bagi keluarganya.

Partisipan I Partisipan II Partisipan III

Kalau anak-anak bisa

dikasih nasihat, kalau bapa ya mau karmana, taulah bapa sebagai seorang pak RT jadi banyak yang datang urus segala sesuatu disini jadi

katong harus jangan

terlalu fanatik, harus

terima kecuali su agak-agak melenceng baru kita cut sekalian, jadi jangan terlalu fanatik karena mengingat dari tahun ke tahun kita akan terus tinggal disini dan

harus santai saja.

Berdoa sa, juga nasehat

suami. Sebenarnya

banyak protes dalam diri juga. Rumah tangga juga

sempat goyang, tapi

lama-lama juga sudah, sudah biasa dengan itu smua dan su lewati itu semua seuluh tahun yang lalu.”

Yah.. harus bertahan

sudah, tempat tinggal su disini, tambah lagi bapa RT di sini lae, katong ju su hidup begini lama taon, ada ternak, jadi mau karmana lae, yah kalau ada dapat tempat tinggal dilaen tampat yah kita ju pengen pindah, habis mau karmana lagi,

Tidak juga tidak ada, karena percaya

bahwa Tuhan itu pasti lindungi umatnya. Jadi tidak rasa takut, tidak rasa apa-apa. Memang banyak orang

banyak mabuk, kadang orang

berkelahi tapi kayaknya tidak ada masalah dengan itu.”

Kasi duduk mereka, cari posisi yang

enak dulu waktu yang enak yang tepat

baru sama-sama bahas dengan

mereka. Tapi mereka juga terima dengan baik. paling sakit hati itu tahun 2008 bagaimana anak masih kecil bapa tua lari kasi tinggal kita semua, tapi keluarga bilang kakak tenang berdoa saja pasti ada cara

penyelesaiannya. Allhamdulilah

selesai semuanya.”

Punya anak ya berarti bagi waktu

buat mereka. Karena kita jualan kalau pagi kita urus mereka berangkat sekolah dulu tinggal jualan dulu. Waktunya mereka pulang tutup kios temani mereka tidur siang, trus sore-sore mereka brangkat mengaji, baru

mama lanjut kerja.”

Pasrah, pasrah sama Gusti Allah,

berdoa, pasrah, ikhlas akan lega rasanya, alhamdulilah akan baik-baik saja dan tenang. Habis kalau kita

tidak berdoa kita mau mau

menghadap di siapa lagi. Satu-satunya jalan untuk kita minta pertolongan supaya bisa kuat untuk cobaan apapun. Kalau berdoa semua

akan baik-baik saja.”

“Dampaknya baik,

motivasi itu buat saya lebih maju lagi menjadi

seorang ibu, seorang

istri yang baik bagi keluarga dan sebagai

seorang anak bagi

keluarga.”

“Saya rasa tidak ada ada

gangguan apa-apa to

jadi buat apa kita

langsung merasa tinggal disini begini-begitu. Ya

kan kita su tinggal

selama tujuh taun disini to berarti kita sudah bisa

hidup sudah bisa

mengenal ini lingkungan dengan baik saya rasa santai saja.”

“Pasti ada, ada saja

pasti ada banyak

masalah kayak biasa

kalau ada orang mabuk trus nyasar, orang dari dalam sana keluar itu bikin rese begitu, tapi percaya saja itu bisa

diatasi.”

“Yang saya lakukan

tidak memanjakan anak,

biasa dampak dari

memanjakan anak itu pasti anak akan lari

kehal-hal yang negatif.”

lebih senang ju kalau di tempat laen, mungkin kasi habis masa tua di tempat yang lebih apa ee, lebih sunyi begitu dari pada tempat yang rame

kayak begini, rame

bukan dalam arti rame

apa. Hiruk pikuk

manusia yang

terlalu..karmana e itu pokoknya berpikir suatu saat nanti bisa pindah

dari ini tempat.”

Berdoa, kumpul sama keluarga

saudara-saudara jadi bisa tukar pikiran sama adik-adik, kalau sudah cape saya pergi kumpul dengan mereka atau tidak saya yang telpon mereka untuk datang kesini jadi rame-rame kumpul jadi stres agak hilang. Dan mereka juga kasi dukungan banyak untuk saya meskipun saya sudah beda agama dengan mereka, tapi mereka tetap peduli dengan saya.”

Oo itu obat paling mujarab, kalau

sudah kumpul makan siri pinang sudah rame sudah masalah jadi sedikit berkurang. Karena sudah setiap minggu sudah pasti kumpul. Jadi kalau hari minggu pasti jarang di rumah sudah punya jadwal pasti

kumpul dengan keluarga.”

... kita kasi nasehat, kasi pendapat,

boleh mereka main tapi ada waktunya kecuali kalau malam minggu baru mereka boleh bermain hari-hari biasa itu di dalam rumah saja belajar. Jadi mereka suda tau waktu mereka untuk bermain hanya malam minggu saja. ....”

mungkin kendalanya

kalau anak-anak

melawan yah marah.

Tapi mo sampe bilang ada kendala yang lebih banyak lagi sonde ada.” “Jaga, jaga mereka saja trus batasi pergaulan kalau sekarang tu banyak anak-anak yang baru puber atau baru nae-nae badan tu kan sering

bergaul, trus

mabuk-mabuk, jadi batasi waktu

anak-anak tu dengan

bergaul di luar.”

“Ya sudah mau bilang

apa lagi. Mau bikin karmana, mau pukul mati kita masuk penjara, mau didiam kan saja kita rasanya kek malu, tapi biasa saja namanya juga begitu mau bilang apa lagi.”

7. Pencapaian

Partisipan riset I merencanakan untuk menghabiskan masa tua partisipan bersama suami di luar lingkungan lokalisasi. Partisipan riset beranggapan lebih baik lokalisasi tersebut dapat ditutup dengan alasan partisipan merasa kasihan dengan beberapa PSK yang sudah lanjut usia tetapi masih aktif bekerja di lokalisasi tersebut dan juga berharap lingkungan tersebut tidak terlalu ribut dan cara berpakaian para Purel, meskipun partisipan tau itu konsekuensi dari tinggal di lingkungan lokalisasi partisipan terus berharap yang terbaik dalam diri partisipan. Sedangkan Partisipan riset II lebih memilih untukmelakukan aktivitas tertentu, mempunyai jadwal tetap untuk berkumpul dengan keluarga besar agar dapat

20

menghilangkan rasa stres pada partisipan sehingga partisipan dapat bertahan lebih lama lagi di lingkungan lokalisasi. Partisipan tidak memperdulikan pengaruh buruk apa yang terjadi di lingkungan lokalisasi dan berusaha untuk berpikiran positif. Alasan lain partisipan memilih bertahan di lingkungan lokalisasi tersebut karena sudah memiliki kios untuk berjualan dan partisipan beranggapan dengan bertempat tinggal di lingkungan tersebut partisipan lebih mudah mempunyai akses lebih dekat dengan pelabuhan jika dibutuhkan. Sama halnya denganPartisipan riset III yang mempunyai cara sendiri dalam menyelesaikan masalah di dalam keluarganya partisipan lebih memilih untuk menyelesaikan masalah partisipan dengan cara mencari solusi bersama keluarganya dan menyelesaikan masalahnya dengan menggunakan cara halus dengan cara demikian partisipan dapat menjalankan keberfungsian keluarganya dengan baik.

Partisipan I Partisipan II Partisipan III

Tapi mama lebih berpikir suatu saat

dengan bapa katong cari tanah dima ko pindah sa, biar ini rumah kita kasih untuk anak anak sa maunya habiskan

hari tua ditempat yang yah

pemandangan agak bagus sedikit lihat pohon sedikit soalnya lihat manusia terlalu banyak yang aneh-aneh ha. itu kan angan-angan kalau terwujud. Yah

kalau ada berkat.”

Memang kawatir, pengenya itu KD

juga tutup hahahahaha, iya pengennya ditutup sudah, dong su nenek-nenek begitu biar suruh pulang sudah, karena kasian ju to kita sama-sama perempuan baru sudah tua lagi mana jadi WTS, apalagi banyak yang mati tu, hem kena bunuh, jadi katong perihatin juga dengan dong, sebenarnya begitu, baru lingkungan su kumuh begitu lae,

mendingan pemerintah tutup sa.”

Yah supaya mereka bisa lebih tertib

saja, walaupun ini daerah PUB, tapi bisa tertib seperti yang di dalam kota

Karena kalau disini

kita bisa jualan, trus

dekat dengan

pelabuhan jadi klau ada saudara dari jawa yang datang lebih dekat

dari sini, pokoknya

keluarga dari mana saja mau berangkat ke jawa jadi mampir disini dlu baru rame-rame naik kapal.”

Oo itu obat paling

mujarab, kalau sudah

kumpul makan siri

pinang sudah rame

sudah masalah jadi

sedikit berkurang. Ini tadi saja mereka telpon mau minta ikut kumpul tapi karena sudah ada janji dengan nona jadi

tidak jadi sudah.

Karena sudah setiap

minggu sudah pasti

“Caranya, saya rasa biasa

saja. Yah sabar kalau trus ada masalah antara suami

dan istri tidak perlu

tetangga dengar jangan dengar, caranya ya kita

diam-diam saja, trus

jangan dengar omongan

orang lain,

hasutan-hasutan.”

“Menyelesaikannya

dengan bersikap sabar, diam-diam trus tenang, trus kumpul anak semua baru berbicara dengan

baik-baik, memberi

nasehat-nasehat yah

sudah. Ya rasa kalau ada jalan keluar jadi tidak

perlu dibesar-besarkan.”

“Kayaknya karena

pekerjaan suami dan

memang ini pekerjaan

situ, bisa pake peredam, purel-purelnya (sebutan untuk perempuan-perempuan PUB) itu bisa duduk di dalam sato jangan di luar pamer badan, jalan kesana kemari dengan pakian yang mini...

kumpul. Jadi kalau hari minggu pasti jarang di rumah sudah punya jadwal pasti kumpul dengan keluarga

lebih..gampang atau

bagaimana ee..tergantung

dari suami, kalau

suaminya bekerja di sini lebih baik ya sudah tetap tinggal saja disini.” PEMBAHASAN

Ketiga partisipan dalam penelitian ini adalah tiga orang ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi Karang Dempel, Alak, Kupang, NTT. Ketiga partisipan ini telah tinggal bersama keluarganya di lingkungan lokalisasi lebih dari 7 tahun. Ketiga partisipan memperlihatkan bagaimana cara mereka bertahan di lingkungan yang beresiko tinggi bersama dengan keluarga mereka masing-masing. Tinggal di lingkungan lokalisasi tidak membuat ketiga partisipan ini menyerah dan berhenti untuk bertahan bersama keluarga mereka di lingkungan lokalisasi. Meskipun banyak kendala yang harus mereka hadapi dalam lingkungan tersebut mereka berhasil keluar dari berbagai masalah yang mereka hadapi dan sanggup melanjutkan hidup mereka di dalam lingkungan lokalisasi tersebut dan tetap optimis bahwa hidup mereka yang akan datang dapat lebih baik dari kehidupan yang sekarang. Hal ini sesuai yang dinyatakan oleh Reivich, Shatte dan Norman (dalam Helton dan Smith 2004), resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit dan menyesuaikan dengan kondisi yang sulit.

Tinggal di lingkungan lokalisasi membuat ketiga partisipan ini memiliki kemiripan dalam aspek pengaturan emosi dimana ketiga partisipan ini tidak mempunyai penyesalan karena memilih dan memutuskan untuk bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi. Meskipun ketiga partisipan selalu mendapatkan pandangan negatif karena berempat tinggal di lingkungan lokalisasi para partisipan lebih merasa bersyukur karena sudah mendapatkan tempat untuk mereka tinggal dan suami partisipan bisa mendapatkan pekerjaan tetap di

22

sekitar daerah tersebut yang bisa membuat mereka dapat menjalani hdup mereka hingga saat ini.

Dalam aspek kontrol terhadap impuls, baik partisipan riset I, partisipan riset II maupun partisipan riset III, awalnya ketiga partisipan merasa takut dengan pengaruh buruk dari lingkungan lokalisasi dan beberapa kali menghadapi masalah yang datang dari lingkungan sekitar namun dengan berjalannya waktu ketiga partisipan dapat menghilangkan rasa takut dan menghilangkan rasa stres mereka dengan masalah yang pernah mereka hadapi . Hal ini sesuai dengan ungkapan Holaday (1997) bahwa individu yang memiliki resiliensi mampu secara cepat kembali kepada kondisi sebelum trauma, terlihat kebal dari berbagai peristiwa-perisiwa kehidupan yang negatif, serta mampu beradaptasi terhadap stres yang ekstrim dan kesengsaraan.

Mengenai aspek optimisme, ketiga partisipan memiliki keyakinan diri yang kuat baik terhadap diri mereka sendiri maupun terhadap keluarga mereka. Seperti yang diungkapkan oleh partisipan riset I bahwa partisipan sangat yakin anak-anak partisipan akan baik-baik saja dan juga yakin bahwa anak-anak partisipan tidak akan terpengaruh dengan pengaruh buruk dari lingkungan lokalisasi. Seperti halnya yang diungkapkan oleh partisipan riset II dan partisipan riset III yang tetap optimis dalam menjalankan kehidupannya partisipan menyadari dengan bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi akan ada banyak masalah yang akan datang, tetapi partisipan opitimis bahwa itu semua bisa diatasi dengan baik. Ketiga partisipan juga memiliki keyakinan bahwa kehidupan keluarganya akan lebih baik dari sekarang. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Garmezy (dalam Damon, 1998) resiliensi bukan dilihat sebagai sifat yang menetap pada diri individu, namun sebagai hail transaksi yang dinamis antara kekuatan dari luar dengan kekuatan dari dalam individu. Dari dorongan serta dukungan dari orang-orang terdekat ketiga partisipan dapat bertahan di dalam keadaan yang terburuk sekalipun. Hal ini setidaknya sama dengan apa yang

diungkapkan oleh Grotberg (1995), bahwa faktor pembentukkan resiliensi di butuhkan adanya sumber dari luar (I Have) yaitu mempunyai hubungan yang berarti orang-orang terdekat dari individu seperti suami, anak, orang tua merupakan orang yang mencintai dan menerima individu tersebut.

Di dalam aspek kemampuan menganailis masalah ketiga partisipan sudah mempersiapkan diri mereka bahwa dengan bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi mereka harus berhadapan dengan berbagai masalah datang dengan berbagai macam tingkat kesulitan yang harus dihadapi dan juga berbagai pandangan negatif orang mengenai diri mereka dan keluarga mereka serta berbagai permasalahan yang harus mereka tanggung. Namun bagi ketiga partisipan respon-respon negatif yang diberikan oleh orang-orang sekitar dan masalah yang datang silih berganti dianggap sebagai suatu hal yang biasa diatasi dan ditangani dengan baik. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Grotberg (1995), bahwa faktor pembentukkan resiliensi dibutuhkan adanya kemampuan interpersonal (I Can) yaitu pengaturan berbagai perasaan dan rangsangan artinya individu dapat mengenali perasaan mereka, mengenali berbagai jenis emosi dan mengekspresikannya dalam kata-kata dan tingkah laku namun tidak menggunakan kekerasan terhadap perasaan dan hak orang lain maupun diri sendiri. Individu

juga dapat mengatur rangsangan untuk memukul, “kabur”, merusak barang atau melakukan

berbagai tindakan yang tidak menyenangkan. Individu tidak akan membiarkan orang lain meremehkan atau merendahkan mereka. Ketika individu mempunyai masalah dalam hidup, kepercayaan diri dan self esteem membantu mereka untuk dapat bertahan dan mengatasi masalah tersebut.

Pada aspek empati walaupun tinggal di lingkungan yang beresiko tinggi tidak membuat para partisipan berhenti untuk menghargai orang lain dan memberi dukungan kepada orang-orang di sekitar lingkungan lokalisasi maupun orang yang berasal dari luar lingkungan tersebut, seperti yang dilakukan oleh ketiga partisipan yang berusaha agar orang

24

lain tidak terjerumus ke dalam dunia prostitusi. Ketiga partisipan juga tetap menjaga hubungan sosial mereka dengan orang lain dan tetap menjaga sikap toleransi dengan orang-orang disekitar mereka. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Grotberg (1995), bahwa faktor pembentuk resiliensi dari dalam diri sndiri (I Am) yaitu mencintai, empati, alturuistik artinya ketika seseorang mencintai orang lain dan mengekspresikan cinta itu dengan berbagai macam cara. Individu peduli terhadap apa yang terjadi pada orang lain dan mengekspresikan melalui berbagai kata-kata. Individu merasakan ketidaknyamanan penderitaan orang lain dan ingin melakukan sesuatu untuk menghentikan atau berbagai penderitaan atau memberikan kenyamanan. Sama halnya dengan pendapat Reivich & Shatte (2005) empati adalah salah satu aspek yang dimiliki oleh individu yang resilien, karena empati sangat erat kaitannya dengan kemampuan individu untuk membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain.

Untuk aspek efikasi diri dengan bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi ketiga partisipan Ketiga partisipan mampu menempatkan diri mereka di dalam keluarganya masing-masing. Ketiga partisipan mengetahui dengan benar bagaimana cara menyelesaikan masalah dengan keuarganya masing-masing. Para partisipan memberikan batasan-batasan tertentu kepada keluarganya agar secara perlahan dapat menghindakan keluarga mereka dari pengaruh buruk lokalisasi. Meskipung sering kendala-kendala yang datang dari lingkungan terus menghampiri para partisipan, para partisipan tetap berjuang untuk mencari jalan keluar dari masalah yang ada dan menjalani kehidupan mereka agar dapat bertahan di dalam lingkungan tersebut bersama dengan keluarga. Hal ini sama dengan apa yang diungkapkan oleh Wolff (dalam Banaag, 2002), memandang resiliensi sebagai trait. Menurutnya trait ini merupakan kapasitas tersembunyi yang muncul untuk melawan kehancuran individu dan melindungi individu dari segala rintangan kehidupan. Individu mempunyai inteligensi yang baik, mudah beradaptasi, social temperament dan berkepribadian yang menarik pada akhirnya

memberikan kontribusi secara konsisten pada penghargaan diri sendiri, kompetensi dan perasaan bahwa ia beruntung. Individu tersebut adalah individu yang resilien.

Sedangkan dalam aspek pencapaian Ketiga partisipan berusaha untuk bertahan di lingkungan lokalisasi tersebut dengan berbagai alasan yang dipegang teguh oleh masing-masing dari mereka. Para partisipan tetap bersyukur dengan apa yang telah mereka dapatkan hingga saat ini dan terus berusaha untuk bisa memberikan yang terbaik dari apa yang telah miliki. Partisipan I dan partisipan III memilih bertahan di lingkungan tersebut karena suami mereka mendapat pekerjaan yang dekat dengan lingkungan tersebut sedangkan partisipan II memilih bertahan karena partisipan II telah memiliki lapak jualan di lingkungan tersebut. hal inilah yang membuat para partisipan terus berjuang untuk bisa bertahan di dalam lingkunganyang beresiko.

Dalam dokumen T1 802011099 Full text (Halaman 26-34)

Dokumen terkait