Partisipan riset I mengungkapkan bahwa tidak perlu berpikiran yang teralu negatif dengan lingkungan sekitar dan pengaruh buruk dari lingkungan sekitar terhadap keluarga yang terpenting adalah bagaimana partisipan bisa menjaga keluarganya dan tetap berdoa agar keluarganya dapat hidup aman dan tenteram. Keluarga partisipan sempat goyah beberapa tahun yang lalu dan partisipan merasa hal tersebut telah dilalui dengan cara berdoa dan berusaha untuk menyelesaikannya dengan baik sehingga keutuhan keluarganya bisa bertahan hingga sekarang. Partisipan berusaha untuk bertahan di lingkungan lokalisasi tersebut, meskipun partisipan terus berharap agar bisa pinda ke tempat yang lain. Sama halnya dengan Partisipan riset II tidak merasa takut pada saat tinggal di lingkungan lokalisasi dan menyerahkan semua ke tangan Tuhan. Dalam menyelesaikan masalah partisipan menyelesaikan masalahnya dengan mencari solusi bersama keluarganya dan berusaha menggunakan cara yang baik-baik dibandingkan menggunakan cara yang kasar selain itu juga partisipan menyelesaikan masalahnya dengan terus berdoa kepada Yang Maha Kuasa dan bersikap pasrah serta percaya semua akan baik-baik saja. Partisipan memiliki cara sendiri dalam mendidik anak-anak partisipan dan tau bagaimana cara menempatkan dirinya sebagai seorang ibu dalam keluarga. Seperti kedua partisipan Partisipan riset III juga merasa baik-baik saja saat bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi dan berusaha untuk tidak berpikiran negatif terhadap lingkungan sekitar, partisipan merasa semua baik adanya. Partisipan menyadari dengan bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi akan ada banyak masalah yang akan datang, tetapi partisipan beranggapan bahwa itu semua dapat diatasi
18
dengan baik. partisipan memiliki cara sendiri dalam membina keluarganya dan menjaga anak-anak partisipan dari pengaruh buruk lingkungan dengan membuat batasan-batasan tertentu bagi anak partisipan. Dengan adanya motivasi dari keluarga partisipan, partisipan lebih bersemangat dan ingin menjadi individu yang lebih baik lagi bagi keluarganya.
Partisipan I Partisipan II Partisipan III
“Kalau anak-anak bisa
dikasih nasihat, kalau bapa ya mau karmana, taulah bapa sebagai seorang pak RT jadi banyak yang datang urus segala sesuatu disini jadi
katong harus jangan
terlalu fanatik, harus
terima kecuali su agak-agak melenceng baru kita cut sekalian, jadi jangan terlalu fanatik karena mengingat dari tahun ke tahun kita akan terus tinggal disini dan
harus santai saja.”
“Berdoa sa, juga nasehat
suami. Sebenarnya
banyak protes dalam diri juga. Rumah tangga juga
sempat goyang, tapi
lama-lama juga sudah, sudah biasa dengan itu smua dan su lewati itu semua seuluh tahun yang lalu.”
“Yah.. harus bertahan
sudah, tempat tinggal su disini, tambah lagi bapa RT di sini lae, katong ju su hidup begini lama taon, ada ternak, jadi mau karmana lae, yah kalau ada dapat tempat tinggal dilaen tampat yah kita ju pengen pindah, habis mau karmana lagi,
“Tidak juga tidak ada, karena percaya
bahwa Tuhan itu pasti lindungi umatnya. Jadi tidak rasa takut, tidak rasa apa-apa. Memang banyak orang
banyak mabuk, kadang orang
berkelahi tapi kayaknya tidak ada masalah dengan itu.”
“Kasi duduk mereka, cari posisi yang
enak dulu waktu yang enak yang tepat
baru sama-sama bahas dengan
mereka. Tapi mereka juga terima dengan baik. paling sakit hati itu tahun 2008 bagaimana anak masih kecil bapa tua lari kasi tinggal kita semua, tapi keluarga bilang kakak tenang berdoa saja pasti ada cara
penyelesaiannya. Allhamdulilah
selesai semuanya.”
“Punya anak ya berarti bagi waktu
buat mereka. Karena kita jualan kalau pagi kita urus mereka berangkat sekolah dulu tinggal jualan dulu. Waktunya mereka pulang tutup kios temani mereka tidur siang, trus sore-sore mereka brangkat mengaji, baru
mama lanjut kerja.”
“Pasrah, pasrah sama Gusti Allah,
berdoa, pasrah, ikhlas akan lega rasanya, alhamdulilah akan baik-baik saja dan tenang. Habis kalau kita
tidak berdoa kita mau mau
menghadap di siapa lagi. Satu-satunya jalan untuk kita minta pertolongan supaya bisa kuat untuk cobaan apapun. Kalau berdoa semua
akan baik-baik saja.”
“Dampaknya baik,
motivasi itu buat saya lebih maju lagi menjadi
seorang ibu, seorang
istri yang baik bagi keluarga dan sebagai
seorang anak bagi
keluarga.”
“Saya rasa tidak ada ada
gangguan apa-apa to
jadi buat apa kita
langsung merasa tinggal disini begini-begitu. Ya
kan kita su tinggal
selama tujuh taun disini to berarti kita sudah bisa
hidup sudah bisa
mengenal ini lingkungan dengan baik saya rasa santai saja.”
“Pasti ada, ada saja
pasti ada banyak
masalah kayak biasa
kalau ada orang mabuk trus nyasar, orang dari dalam sana keluar itu bikin rese begitu, tapi percaya saja itu bisa
diatasi.”
“Yang saya lakukan
tidak memanjakan anak,
biasa dampak dari
memanjakan anak itu pasti anak akan lari
kehal-hal yang negatif.”
lebih senang ju kalau di tempat laen, mungkin kasi habis masa tua di tempat yang lebih apa ee, lebih sunyi begitu dari pada tempat yang rame
kayak begini, rame
bukan dalam arti rame
apa. Hiruk pikuk
manusia yang
terlalu..karmana e itu pokoknya berpikir suatu saat nanti bisa pindah
dari ini tempat.”
“Berdoa, kumpul sama keluarga
saudara-saudara jadi bisa tukar pikiran sama adik-adik, kalau sudah cape saya pergi kumpul dengan mereka atau tidak saya yang telpon mereka untuk datang kesini jadi rame-rame kumpul jadi stres agak hilang. Dan mereka juga kasi dukungan banyak untuk saya meskipun saya sudah beda agama dengan mereka, tapi mereka tetap peduli dengan saya.”
“Oo itu obat paling mujarab, kalau
sudah kumpul makan siri pinang sudah rame sudah masalah jadi sedikit berkurang. Karena sudah setiap minggu sudah pasti kumpul. Jadi kalau hari minggu pasti jarang di rumah sudah punya jadwal pasti
kumpul dengan keluarga.”
“... kita kasi nasehat, kasi pendapat,
boleh mereka main tapi ada waktunya kecuali kalau malam minggu baru mereka boleh bermain hari-hari biasa itu di dalam rumah saja belajar. Jadi mereka suda tau waktu mereka untuk bermain hanya malam minggu saja. ....”
mungkin kendalanya
kalau anak-anak
melawan yah marah.
Tapi mo sampe bilang ada kendala yang lebih banyak lagi sonde ada.” “Jaga, jaga mereka saja trus batasi pergaulan kalau sekarang tu banyak anak-anak yang baru puber atau baru nae-nae badan tu kan sering
bergaul, trus
mabuk-mabuk, jadi batasi waktu
anak-anak tu dengan
bergaul di luar.”
“Ya sudah mau bilang
apa lagi. Mau bikin karmana, mau pukul mati kita masuk penjara, mau didiam kan saja kita rasanya kek malu, tapi biasa saja namanya juga begitu mau bilang apa lagi.”
7. Pencapaian
Partisipan riset I merencanakan untuk menghabiskan masa tua partisipan bersama suami di luar lingkungan lokalisasi. Partisipan riset beranggapan lebih baik lokalisasi tersebut dapat ditutup dengan alasan partisipan merasa kasihan dengan beberapa PSK yang sudah lanjut usia tetapi masih aktif bekerja di lokalisasi tersebut dan juga berharap lingkungan tersebut tidak terlalu ribut dan cara berpakaian para Purel, meskipun partisipan tau itu konsekuensi dari tinggal di lingkungan lokalisasi partisipan terus berharap yang terbaik dalam diri partisipan. Sedangkan Partisipan riset II lebih memilih untukmelakukan aktivitas tertentu, mempunyai jadwal tetap untuk berkumpul dengan keluarga besar agar dapat
20
menghilangkan rasa stres pada partisipan sehingga partisipan dapat bertahan lebih lama lagi di lingkungan lokalisasi. Partisipan tidak memperdulikan pengaruh buruk apa yang terjadi di lingkungan lokalisasi dan berusaha untuk berpikiran positif. Alasan lain partisipan memilih bertahan di lingkungan lokalisasi tersebut karena sudah memiliki kios untuk berjualan dan partisipan beranggapan dengan bertempat tinggal di lingkungan tersebut partisipan lebih mudah mempunyai akses lebih dekat dengan pelabuhan jika dibutuhkan. Sama halnya denganPartisipan riset III yang mempunyai cara sendiri dalam menyelesaikan masalah di dalam keluarganya partisipan lebih memilih untuk menyelesaikan masalah partisipan dengan cara mencari solusi bersama keluarganya dan menyelesaikan masalahnya dengan menggunakan cara halus dengan cara demikian partisipan dapat menjalankan keberfungsian keluarganya dengan baik.
Partisipan I Partisipan II Partisipan III
“Tapi mama lebih berpikir suatu saat
dengan bapa katong cari tanah dima ko pindah sa, biar ini rumah kita kasih untuk anak anak sa maunya habiskan
hari tua ditempat yang yah
pemandangan agak bagus sedikit lihat pohon sedikit soalnya lihat manusia terlalu banyak yang aneh-aneh ha. itu kan angan-angan kalau terwujud. Yah
kalau ada berkat.”
“Memang kawatir, pengenya itu KD
juga tutup hahahahaha, iya pengennya ditutup sudah, dong su nenek-nenek begitu biar suruh pulang sudah, karena kasian ju to kita sama-sama perempuan baru sudah tua lagi mana jadi WTS, apalagi banyak yang mati tu, hem kena bunuh, jadi katong perihatin juga dengan dong, sebenarnya begitu, baru lingkungan su kumuh begitu lae,
mendingan pemerintah tutup sa.”
“Yah supaya mereka bisa lebih tertib
saja, walaupun ini daerah PUB, tapi bisa tertib seperti yang di dalam kota
“Karena kalau disini
kita bisa jualan, trus
dekat dengan
pelabuhan jadi klau ada saudara dari jawa yang datang lebih dekat
dari sini, pokoknya
keluarga dari mana saja mau berangkat ke jawa jadi mampir disini dlu baru rame-rame naik kapal.”
“Oo itu obat paling
mujarab, kalau sudah
kumpul makan siri
pinang sudah rame
sudah masalah jadi
sedikit berkurang. Ini tadi saja mereka telpon mau minta ikut kumpul tapi karena sudah ada janji dengan nona jadi
tidak jadi sudah.
Karena sudah setiap
minggu sudah pasti
“Caranya, saya rasa biasa
saja. Yah sabar kalau trus ada masalah antara suami
dan istri tidak perlu
tetangga dengar jangan dengar, caranya ya kita
diam-diam saja, trus
jangan dengar omongan
orang lain,
hasutan-hasutan.”
“Menyelesaikannya
dengan bersikap sabar, diam-diam trus tenang, trus kumpul anak semua baru berbicara dengan
baik-baik, memberi
nasehat-nasehat yah
sudah. Ya rasa kalau ada jalan keluar jadi tidak
perlu dibesar-besarkan.”
“Kayaknya karena
pekerjaan suami dan
memang ini pekerjaan
situ, bisa pake peredam, purel-purelnya (sebutan untuk perempuan-perempuan PUB) itu bisa duduk di dalam sato jangan di luar pamer badan, jalan kesana kemari dengan pakian yang mini...
kumpul. Jadi kalau hari minggu pasti jarang di rumah sudah punya jadwal pasti kumpul dengan keluarga
lebih..gampang atau
bagaimana ee..tergantung
dari suami, kalau
suaminya bekerja di sini lebih baik ya sudah tetap tinggal saja disini.” PEMBAHASAN
Ketiga partisipan dalam penelitian ini adalah tiga orang ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi Karang Dempel, Alak, Kupang, NTT. Ketiga partisipan ini telah tinggal bersama keluarganya di lingkungan lokalisasi lebih dari 7 tahun. Ketiga partisipan memperlihatkan bagaimana cara mereka bertahan di lingkungan yang beresiko tinggi bersama dengan keluarga mereka masing-masing. Tinggal di lingkungan lokalisasi tidak membuat ketiga partisipan ini menyerah dan berhenti untuk bertahan bersama keluarga mereka di lingkungan lokalisasi. Meskipun banyak kendala yang harus mereka hadapi dalam lingkungan tersebut mereka berhasil keluar dari berbagai masalah yang mereka hadapi dan sanggup melanjutkan hidup mereka di dalam lingkungan lokalisasi tersebut dan tetap optimis bahwa hidup mereka yang akan datang dapat lebih baik dari kehidupan yang sekarang. Hal ini sesuai yang dinyatakan oleh Reivich, Shatte dan Norman (dalam Helton dan Smith 2004), resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit dan menyesuaikan dengan kondisi yang sulit.
Tinggal di lingkungan lokalisasi membuat ketiga partisipan ini memiliki kemiripan dalam aspek pengaturan emosi dimana ketiga partisipan ini tidak mempunyai penyesalan karena memilih dan memutuskan untuk bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi. Meskipun ketiga partisipan selalu mendapatkan pandangan negatif karena berempat tinggal di lingkungan lokalisasi para partisipan lebih merasa bersyukur karena sudah mendapatkan tempat untuk mereka tinggal dan suami partisipan bisa mendapatkan pekerjaan tetap di
22
sekitar daerah tersebut yang bisa membuat mereka dapat menjalani hdup mereka hingga saat ini.
Dalam aspek kontrol terhadap impuls, baik partisipan riset I, partisipan riset II maupun partisipan riset III, awalnya ketiga partisipan merasa takut dengan pengaruh buruk dari lingkungan lokalisasi dan beberapa kali menghadapi masalah yang datang dari lingkungan sekitar namun dengan berjalannya waktu ketiga partisipan dapat menghilangkan rasa takut dan menghilangkan rasa stres mereka dengan masalah yang pernah mereka hadapi . Hal ini sesuai dengan ungkapan Holaday (1997) bahwa individu yang memiliki resiliensi mampu secara cepat kembali kepada kondisi sebelum trauma, terlihat kebal dari berbagai peristiwa-perisiwa kehidupan yang negatif, serta mampu beradaptasi terhadap stres yang ekstrim dan kesengsaraan.
Mengenai aspek optimisme, ketiga partisipan memiliki keyakinan diri yang kuat baik terhadap diri mereka sendiri maupun terhadap keluarga mereka. Seperti yang diungkapkan oleh partisipan riset I bahwa partisipan sangat yakin anak-anak partisipan akan baik-baik saja dan juga yakin bahwa anak-anak partisipan tidak akan terpengaruh dengan pengaruh buruk dari lingkungan lokalisasi. Seperti halnya yang diungkapkan oleh partisipan riset II dan partisipan riset III yang tetap optimis dalam menjalankan kehidupannya partisipan menyadari dengan bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi akan ada banyak masalah yang akan datang, tetapi partisipan opitimis bahwa itu semua bisa diatasi dengan baik. Ketiga partisipan juga memiliki keyakinan bahwa kehidupan keluarganya akan lebih baik dari sekarang. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Garmezy (dalam Damon, 1998) resiliensi bukan dilihat sebagai sifat yang menetap pada diri individu, namun sebagai hail transaksi yang dinamis antara kekuatan dari luar dengan kekuatan dari dalam individu. Dari dorongan serta dukungan dari orang-orang terdekat ketiga partisipan dapat bertahan di dalam keadaan yang terburuk sekalipun. Hal ini setidaknya sama dengan apa yang
diungkapkan oleh Grotberg (1995), bahwa faktor pembentukkan resiliensi di butuhkan adanya sumber dari luar (I Have) yaitu mempunyai hubungan yang berarti orang-orang terdekat dari individu seperti suami, anak, orang tua merupakan orang yang mencintai dan menerima individu tersebut.
Di dalam aspek kemampuan menganailis masalah ketiga partisipan sudah mempersiapkan diri mereka bahwa dengan bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi mereka harus berhadapan dengan berbagai masalah datang dengan berbagai macam tingkat kesulitan yang harus dihadapi dan juga berbagai pandangan negatif orang mengenai diri mereka dan keluarga mereka serta berbagai permasalahan yang harus mereka tanggung. Namun bagi ketiga partisipan respon-respon negatif yang diberikan oleh orang-orang sekitar dan masalah yang datang silih berganti dianggap sebagai suatu hal yang biasa diatasi dan ditangani dengan baik. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Grotberg (1995), bahwa faktor pembentukkan resiliensi dibutuhkan adanya kemampuan interpersonal (I Can) yaitu pengaturan berbagai perasaan dan rangsangan artinya individu dapat mengenali perasaan mereka, mengenali berbagai jenis emosi dan mengekspresikannya dalam kata-kata dan tingkah laku namun tidak menggunakan kekerasan terhadap perasaan dan hak orang lain maupun diri sendiri. Individu
juga dapat mengatur rangsangan untuk memukul, “kabur”, merusak barang atau melakukan
berbagai tindakan yang tidak menyenangkan. Individu tidak akan membiarkan orang lain meremehkan atau merendahkan mereka. Ketika individu mempunyai masalah dalam hidup, kepercayaan diri dan self esteem membantu mereka untuk dapat bertahan dan mengatasi masalah tersebut.
Pada aspek empati walaupun tinggal di lingkungan yang beresiko tinggi tidak membuat para partisipan berhenti untuk menghargai orang lain dan memberi dukungan kepada orang-orang di sekitar lingkungan lokalisasi maupun orang yang berasal dari luar lingkungan tersebut, seperti yang dilakukan oleh ketiga partisipan yang berusaha agar orang
24
lain tidak terjerumus ke dalam dunia prostitusi. Ketiga partisipan juga tetap menjaga hubungan sosial mereka dengan orang lain dan tetap menjaga sikap toleransi dengan orang-orang disekitar mereka. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Grotberg (1995), bahwa faktor pembentuk resiliensi dari dalam diri sndiri (I Am) yaitu mencintai, empati, alturuistik artinya ketika seseorang mencintai orang lain dan mengekspresikan cinta itu dengan berbagai macam cara. Individu peduli terhadap apa yang terjadi pada orang lain dan mengekspresikan melalui berbagai kata-kata. Individu merasakan ketidaknyamanan penderitaan orang lain dan ingin melakukan sesuatu untuk menghentikan atau berbagai penderitaan atau memberikan kenyamanan. Sama halnya dengan pendapat Reivich & Shatte (2005) empati adalah salah satu aspek yang dimiliki oleh individu yang resilien, karena empati sangat erat kaitannya dengan kemampuan individu untuk membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain.
Untuk aspek efikasi diri dengan bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi ketiga partisipan Ketiga partisipan mampu menempatkan diri mereka di dalam keluarganya masing-masing. Ketiga partisipan mengetahui dengan benar bagaimana cara menyelesaikan masalah dengan keuarganya masing-masing. Para partisipan memberikan batasan-batasan tertentu kepada keluarganya agar secara perlahan dapat menghindakan keluarga mereka dari pengaruh buruk lokalisasi. Meskipung sering kendala-kendala yang datang dari lingkungan terus menghampiri para partisipan, para partisipan tetap berjuang untuk mencari jalan keluar dari masalah yang ada dan menjalani kehidupan mereka agar dapat bertahan di dalam lingkungan tersebut bersama dengan keluarga. Hal ini sama dengan apa yang diungkapkan oleh Wolff (dalam Banaag, 2002), memandang resiliensi sebagai trait. Menurutnya trait ini merupakan kapasitas tersembunyi yang muncul untuk melawan kehancuran individu dan melindungi individu dari segala rintangan kehidupan. Individu mempunyai inteligensi yang baik, mudah beradaptasi, social temperament dan berkepribadian yang menarik pada akhirnya
memberikan kontribusi secara konsisten pada penghargaan diri sendiri, kompetensi dan perasaan bahwa ia beruntung. Individu tersebut adalah individu yang resilien.
Sedangkan dalam aspek pencapaian Ketiga partisipan berusaha untuk bertahan di lingkungan lokalisasi tersebut dengan berbagai alasan yang dipegang teguh oleh masing-masing dari mereka. Para partisipan tetap bersyukur dengan apa yang telah mereka dapatkan hingga saat ini dan terus berusaha untuk bisa memberikan yang terbaik dari apa yang telah miliki. Partisipan I dan partisipan III memilih bertahan di lingkungan tersebut karena suami mereka mendapat pekerjaan yang dekat dengan lingkungan tersebut sedangkan partisipan II memilih bertahan karena partisipan II telah memiliki lapak jualan di lingkungan tersebut. hal inilah yang membuat para partisipan terus berjuang untuk bisa bertahan di dalam lingkunganyang beresiko.