• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802011099 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802011099 Full text"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

RESILIENSI PADA IBU RUMAH TANGGA YANG TINGGAL DI

LOKALISASI KARANG DEMPEL, KECAMATAN ALAK, KUPANG,

NUSA TENGGARA TIMUR

OLEH

VENNY DOMINICA BERELAKA 802011099

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Venny Dominica Berelaka

Nim : 802011099

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:

RESILIENSI PADA IBU RUMAH TANGGA YANG TINGGAL DI LOKALISASI KARANG DEMPEL, KECAMATAN ALAK, KUPANG, NUSA TENGGARA TIMUR

Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan mengalihkanmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada Tanggal : 12 Januari 2016 Yang menyatakan,

Venny Dominica Berelaka

Mengetahui,

Pembimbing

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Venny Dominica Berelaka

Nim : 802011099

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :

RESILIENSI PADA IBU RUMAH TANGGA YANG TINGGAL DI LOKALISASI KARANG DEMPEL, KECAMATAN ALAK, KUPANG, NUSA TENGGARA TIMUR

Yang dibimbing oleh :

Ratriana Y. E. Kusumiati, M.Si., Psi.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta symbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 12 Januari 2016

Yang memberi pernyataan

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

RESILIENSI PADA IBU RUMAH TANGGA YANG TINGGAL DI LOKALISASI KARANG DEMPEL, KECAMATAN ALAK,

KUPANG, NUSA TENGGARA TIMUR

Oleh

Venny Dominica Berelaka

802011099

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal : 12 Januari 2016

Oleh:

Pembimbing

Ratriana Y. E. Kusumiati, M.Si., Psi.

Diketahui oleh, Disahkan oleh,

Kaprogdi Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(7)

RESILIENSI PADA IBU RUMAH TANGGA YANG TINGGAL DI

LOKALISASI KARANG DEMPEL, KECAMATAN ALAK, KUPANG,

NUSA TENGGARA TIMUR

Venny Dominica Berelaka Ratriana Y. E. Kusumiati

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

i Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui resiliensi pada ibu rumah tangga yang tinggal di

lingkungan lokalisasi Karang Dempel, Kecamatan Alak, Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini dilakukan pada tiga orang ibu

rumah tangga yang tinggal di lingkungan lokalisasi Karang Dempel, Kecamatan Alak,

Kupang, Nusa Tenggara Timur. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode

wawancara. Alat pengumpulan data menggunakan alat perekam digital. Analisis data

wawancara menggunakan teknik analisis tematik setelah sebelumnya dilakukan koding

terhadap verbatim hasil wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga partisipan

memiliki resiliensi dalam hidupnya saat tinggal di lingkungan lokalisasi. Ketiga partisipan

memenuhi kriteria resiliensi yang ditandai dengan terpenuhinya setiap aspek resiliensi.

(9)

ii Abstract

This study aimed to determine the resilience of housewife who living in the neighborhood

Karang Dempel, Alak subdistrict, Kupang, Nusa Tenggara Timur. This study used qualitative

methods. Research carried out on three housewife who living in the neighborhood Karang

Dempel, Alak subdistrict, Kupang, Nusa Tenggara Timur. The study used interview to data

collection. Data collection used was a digital recorder. Interview data analysis techniques

used thematic analysis conducted after the coding of verbatim interview. The result showed

that three of participant have the resilience in their life while living in the localization. The

third of participants met the criteria of resilience that marked the fulfillment of every aspect

of resilience.

(10)

PENDAHULUAN

Pada masa sekarang ini bisnis prostitusi sudah tidak asing lagi bagi masyarakat

Indonesia. Bisnis prostitusi ini sudah ada sejak dahulu kala dan beragam kegiatan prostitusi

dengan tingkatan tertentu menyebar dengan pasti diseluruh Indonesia bahkkan hingga

beberapa pelosok daerah yang ada di Indonesia. Beberapa kompleks pelacuran yang besar,

menampung ratusan sampai ribuan pelacur, baik yang diatur oleh pemerintah daerah maupun

yang “setengah resmi” dan liar juga dapat dijumpai di beberapa kota di Indonesia (Alam,

1984). Meskipun secara norma sosial, agama dan moral segala bentuk prostitusi ditentang

namun kegiatan ini tetap marak terjadi. Wilayah yang khusus diperuntukkan bagi kegiatan

prostitusi umumnya dikenal sebagai wilayah lokalisasi. Lokalisasi menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia diartikan sebagai pembatasan pada suatu tempat atau lingkungan (Dep Dik

Nas, 2008: 838 ). Bagi masyarakat Indonesia, lokalisasi diartikan sebagai tempat yang

digunakan untuk kegiatan prostitusi atau tempat pengumpulan para WTS (Wanita Tuna

Susila). Munculnya lokalisasi ini biasanya karena inisiatif dari para WTS sendiri, maupun

disediakan oleh pemerintah kota setempat. Menurut Siregar (1985), lokalisasi merupakan

lingkungan masyarakat yang di dalamnya seringkali terjadi pelanggaran-pelanggaran

terhadap norma-norma sosial yang dianut masyarakat dan yang selama ini diajarkan oleh

keluarga. Masalah-masalah seperti seks bebas menjadi pemandangan yang biasa di

lingkungan lokalisasi, di dalamnya juga sering terjadi peristiwa-peristiwa penganiayaan,

pemerasan, penyalahgunaan obat terlarang, sampai pada pembunuhan.

Dalam kartini kartono (2003) menjelaskan salah satu tujuan dari lokalisasi itu sendiri

adalah untuk menjauhkan masyarakat umum, terutama anak-anak puber dan adolesens dari

pengaruh-pengaruh immoral dari praktek pelacuran, juga menghindarkan

gangguan-gangguan kaum pria hidung belang terhadap wanita-wanita baik. Namun dengan semakin

(11)

2

sehingga fungsi dari lokalisasi itu sendiri dijadikan sebagai lingkungan tempat tinggal bagi

beberapa keluarga. Lokalisasi tidak hanya dihuni oleh para pelaku bisnis prostitusi saja,

melainkan juga masyarakat umum yang tidak terlibat dalam kegiatan prostitusi (Sunardi,

1997). Keadaan ini tentu saja sangat kurang menguntungkan bagi penduduk biasa yang

tinggalnya berada di dalam kompleks pelacuran terebut, sehingga menimbulkan perasaan

yang risih dan malu terutama pada anak-anak dan kaum remajanya yang sangat perlu

mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya

(Ningsih,1993).

Banyak fakta yang menunjukkan bahwa lingkungan di mana tempat kita tinggal itu

akan berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup kita selanjutnya. Salah satu realita yang

ada adalah adanya keluarga yang tinggal dalam lingkungan lokalisasi. Dalam lingkungan

tersebut hampir setiap menit selalu diramaikan oleh suara musik yang saling bersahutan.

Belum lagi dengan kedatangan para pengunjung pria ke wisma-wisma sekitar dengan tujuan

pemuasan diri dan tak sedikit pula yang mewarnainya dengan minuman-minuman beralkohol

yang tak seharusnya mewarnai kehidupan keluarga yang tinggal disekitar lokalisasi, dan

seharusnya hal tersebut jauh dari pandangan keluarga terutama anak-anak. Namun realita

berkata lain, keadaan tersebut justru berada di tengah-tengah kehidupan kebanyakan keluarga

yang bertempat di lingkungan lokalisasi.

Menurut Kartini kartono (2003) beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran

adalah menimbulkan dan menyebar luaskan penyakit kelamin dan kulit. Merusak sendi

kehidupan keluarga. Suami-suami yang tergoda oleh pelacur biasanya melupakan fungsinya

sebagai kepala keluarga, sehingga keluarganya menjadi berantakan. Merusak sendi-sendi

moral, susila, hukum dan agama. Terutama sekali menggoyahkan norma perkawinan,

sehingga menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum dan agama, karena digantikan

(12)

bertanggung jawab. Bila pola pelacuran ini membudaya, maka rusaklah sendi-sendi

kehidupan yang sehat dan juga adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Seperti

halnya yang diungkapkan oleh Reekles (dalam G.W. Bawengan, 1997) yang menyatakan

bahwa adanya pelacuran akan menimbulkan dampak yang buruk bagi kehidupan manusia,

bahwa pelacuran merupakan pukulan terhadap rumah tangga dan keluarga, melemahkan

kepribadian, pelacuran dapat mengganggu kesehatan umum, menyebabkan penyebaran

penyakit, pelacuran dapat meracuni generasi muda serta mendorong kearah kriminalitas

seksual bagi remaja maupun masyarakat.

Begitu banyak penyimpangan sosial yang terjadi di dalam lingkungan lokalisasi dapat

terlihat dengan jelas beberapa fakta terjadi di lingkungan lokalisasi seperti terjadinya

keterlibatan anak-anak dalam aktivitas prostitusi saat mereka beranjak remaja atau dewasa.

Keterlibatan ini disebabkan karena kurang adanya pengawasan dari orang tua dan cara pola

asuh orang tua itu sendiri. Keterlibatan ini pada akhirnya akan memberikan dampak negatif

yang bersifat jangka panjang pada individu tersebut. Pemandangan seperti ini mau tidak mau

harus dilihat oleh para orang tua jika keberfungsian keluarganya tidak dapat dijalankan

dengan baik di dalam lingkungan beresiko ini. Orang tua sangat merasa khawatir terhadap

perkembangan anak- anaknya, terutama para ibu-ibu yang memiliki anak remaja, dan juga

merasa sangat khawatir terhadap suami-suaminya yang kemungkinan juga akan terlibat

dalam aktivitas prostitusi tersebut. Seperti yang terjadi di dalam lingkungan lokalisasi Karang

Dempel Alak, Kupang, Nusa Tenggara Timur, pemandangan berbaurnya keluarga dengan

lingkungan lokalisasi tidak dapat dielakkan lagi. Meskipun lokasi pelacuran memiliki

blok-blok sendiri untuk para PSK namun lingkungan lokalisasi tersebut satu dengan rumah rumah

warga. Terdapat empat blok terpisah dimana setiap blok terdapat 20-30 kamar, sehingga total

kamar ditempati pelacur hingga 200 orang (pos Kupang, 2014). Untuk ukuran 200 orang PSK

(13)

4

lingkungan lokalisasi ini membuat para keluarga harus ekstra untuk menjaga keberfungsian

keluarganya. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi para ibu untuk lebih menjaga semua

anggota keluarga mereka dan berusaha untuk tetap betahan dalam kondisi lingkungan

tersebut bersama keluarganya.

Kekhawatiran ibu-ibu makin meningkat pada saat gang Dolly surabaya ditutup pada

tahu 2014 silam, karena kemungkinan besar para PSK dari gangg Dolly tersebut akan

memilih untuk mencari nafkah di Lokalisasi baru, mengingat kebanyakan para PSK tersebut

merupakan pendatang dari daerah jawa dan jarak antara Surabaya dan Kupang tidak begitu

jauh. Hal inilah yang membuat para ibu rumah tangga yang tinggal di lokalisasi KD harus

ekstra untuk menjaga keluarganya dari pengaruh buruk lokalisasi dan dampak yang dibawa

oleh para PSK dari Lokalisasi lain.

Begitu banyak tuntutan pekerjaan rumah dan dengan bertempat tinggal di lingkungan

beresiko seperti lokalisasi menambah lagi tugas yang harus diperhatikan oleh para ibu. Hal

inilah yang membuat para ibu semakin tertekan dan dituntut untuk lebih memperhatikan

keluarganya diluar tugas-tugas rumah tangga yang harus ditanganinya sendiri. Para ibu rumah

tangga harus berusaha keras untuk dapat mengelola stres yang dialaminya sehingga dapat

bertahan dalam lingkungan beresiko tersebut bersama keluarganya dan dapat membina

keluarganya agar tidak ikut dalam pengaruh buruk dari lokalisasi tersebut. Dalam

menghadapi berbagai tantangan yang ada dalam hidupnya tidak sedikit individu yang gagal

bertahan dan pulih dari situasi negatif sehingga mereka tidak bisa keluar dari situasi yang

tidak menguntungkan, karena hal ini disebabkan oleh kehidupan manusia yang tidak jauh dari

tantangan, kesulitan dan cobaan hidup yang datang silih berganti dan harus mereka dihadapi.

Tantangan dan cobaan hidup tersebut dapat berupa kesulitan sehari-hari, peristiwa yang tidak

terduga hingga peristiwa traumatis. Kemampuan seseorang untuk dapat bertahan dalam

(14)

ditimpa kemalangan atau setelah mengalami tekanan yang berat dikenal dengan istilah

resilensi (Tugade & Frederikson, 2004).

Resiliensi merupakan kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian

yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Bertahan dalam keadaan tertekan, dan

bahkan berhadapan dengan kesengsaraan (adversity), atau trauma yang dialami dalam

kehidupannya (Reivich & Shatté, 2002). Resiliensi sangatlah penting untuk dimiliki oleh

setiap individu karena dapat membantu individu tersebut mengatasi segala kesulitan yang

muncul dalam kehidupan sehari-hari (Grotberg, 1999), tak terkecuali para ibu rumah tangga

yang tinggal di lingkungan lokalisasi dalam usahanya menjaga keberfungsian keluarganya

dan menghadapi kesulitan yang bisa saja muncul dari lingkungan dimana tempat mereka

tinggal.

Resiliensi dipahami sebagai kemampuan individu untuk beradaptasi, sehingga dapat

menempatkan diri dengan baik terhadap pengalaman yang tidak menyenangkan. Salah satu

contoh yaitu dalam menghadapi permasalahan (Kendall, 1999). Pengalaman-pengalaman

yang tidak menyenangkan dan lingkungan yang beresiko serta berbagai permasalahan yang

terjadi dalam lingkungan lokalisasi akan sangat mendesak para ibu rumah tangga yang

tinggal dalam lingkungan lokalisasi tersebut untuk tetap bertahan dalam kondisi yang

sebenarnya tidak mereka inginkan dan berusaha untuk menjadikan keluarganya dapat

bertumbuh dengan baik dalam lingkungan yang kurang mendukung tersebut.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa individu yang resilien mampu menunjukkan

sifat-sifat positif dalam lingkungan yang beresiko. Penelitian yang dilakukan oleh Aimi

(2008) mengenai resiliensi remaja “High Risk” ditinjau dari faktor protektif (keterampilan

sosial, keterampilan menyelesaikan masalah, autonomy, kesempatan untuk dapat

(15)

6

lingkungan) menunjukkan hasil bahwa remaja memiliki tingkat resiliensi yang tinggi dengan

sumbangan faktor protektif secara keseluruhan sebesar 29,3%. Seperti penelitian yang

dilakukan oleh Garmezy yang melibatkan anak-anak dan remaja yang mengalami

kemiskinan, tinggal di lingkungan yang mengalami kerusakan akibat peperangan, tinggal

bersama orangtua yang menderita penyakit mental, mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan

terlarang, kekerasan fisik maupun emosional, atau kriminalitas. Penemuan yang berulang dari

penelitian longitudinal tersebut adalah bahwa 50% sampai 70% dari mereka mampu untuk

mengembangkan resiliensinya karena didukung oleh faktor protektif (dalam Davis, 1999).

Beberapa penelitian tersebut mengarahkan pada suatu kesimpulan bahwa individu

yang mampu mencapai resiliensi didukung adanya faktor-faktor pelindung pada dirinya, yaitu

faktor individual, keluarga, dan masyarakat disekitarnya (Masten & Coatsworth, dalam

Davis, 1999). Setiap faktor tersebut memberikan konstribusi pada berbagai macam tindakan

yang dapat meningkatkan potensi resiliensi.

Berdasarkan pada pengamatan terhadap fenomena yang ada dan berdasarkan beberapa

referensi yang telah diuraikan di atas memberikan gagasan dalam penelitian ini untuk

mengetahui proses resiliensi yang dialami oleh ibu rumah tangga yang memiliki keluarga

yang tinggal di lingkungan lokalisasi.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah

metode penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif yang berupa kata-kata secara

(16)

2007). Penelitian kualitatif juga memungkinkan peneliti mempelajari isu-isu tertentu secara

mendalam dan mendetail, karena pengumpulan data tidak dibatasi pada kategori-kategori

tertentu saja (Patton, 1990; dalam Purwandari, 2007).

Partisipan

Teknik penentuan subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling atau teknik sampel bertujuan. Alasan dipakainya teknik sampel bertujuan

adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam konteks yang unik serta menggali

informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan teori yang muncul (Moleong, 2004).

Partisipan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu rumah tangga yang berdomisili di

sekitar lokalisasi Karang Dempel yang telah berdomisili lebih dari 5 tahun dan memiliki

keluarga yang tinggal di dalam lingkungan lokalisasi tersebut. Partisipan yang akan diambil

sebagai subyek ialah ibu-ibu rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan dalam artian hanya

tinggal di rumah saja dan bukan merupakan salah satu PSK yang ada di lokalisasi. Partisipan

juga masih mmiliki suami dan memiliki anak remaja. Penelitian ini dilakukan di lokalisasi

Karang Dempel, Alak, Kupang Nusa Tenggara Timur.

Analisa dan uji keabsahan data

Analisa kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

memanifestasikannya, mencar dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan

memutuskan apa yang diceritakan pada orang lain (Moleong, 2002).

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data deskriptif yang

berupa uraian naratif mengenai suatu proses tingkah laku partisipan riset sesuai dengan

(17)

8

dan informasi yang dikaji dan disusun ntuk menyusun teori-teori hipotesis. Lalu membuat

catatan laporan dalam bentuk verbatim wawancara, mereduksi data dengan jalan membuang

data-data yang tidak relevan dengan tujuan penelitian, mengkategorisasikan, dan

mengklarifikasi data berdasarkan aspek-aspek dan membuat penafsiran data, yaitu mencoba

mencari dan menemukan pola dan hubungan tiap-tiap kategori data yang telah didapat

(Moleong, 2004). Selain itu, hal penting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

generabilitas dan kredibilitas penelitian kualitatif adalah member check yang dilakukan

dengan mendiskusikan hasil penelitian atau hasil pengolahan data dengan subjek penelitian

untuk mengetahui apakah ada yang harus ditambahkan atau dikurangi, serta untuk

meyakinkan partisipan bahwa data diolah dengan tepat.

HASIL

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memperoleh data mengenai para partisipan dan

merangkum data-data tersebut dalam tabel berikut :

Partisipan I Partisipan II Partisipan III

Nama M. M. E S. M M. Y. E. A

Usia 46 tahun 47 tahun 28 tahun

pekerjaan Ibu Rumah Tangga Ibu Rumah Tangga Ibu Rumah Tangga

Jumlah anak 4 orang 6 orang 3 orang

Pekerjaan suami Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta

Keterangan 23 tahun tinggal di lingkungan lokalisasi bersama

keluarga

14 tahun tinggal di lingkungan lokalisasi

bersama keluarga

7 tahun tinggal di lingkungan lokalisasi

bersama keluarga

Hasil penelitian ini diperoleh tema-tema yang berhubungan dengan aspek-apek

resiliensi yaitu : pengaturan emosi, kontrol terhadap impuls, optimis, kemampuan analisis

(18)

1. Pengaturan Emosi

Partisipan riset I mengatakan bahwa ia merasa biasa saja pada saat partisipan tinggal di

lingkungan lokalisasi. Partisipan merasa bahwa berada di lingkungan lokalisasi bukanlah hal

yang harus ditakutkan dan tidak ada penyesalan saat mengambil keputusan untuk tinggal di

lingkungan lokalisasi tersebut. Partisipan I merasa sudah terbiasa dengan keadaan

lingkungan sekitar karena partisipan sudah tinggal bertahun-tahun di lingkungan tersebut. Hal

demikian juga diutarakan oleh Partisipan riset II, partisipan merasa biasa saja pada saat

tinggal di lingkungan lokalisasi dan menganggap hal ini tidak akan memperburuk situasi

kehidupan mereka. Setelah mengambil keputusan untuk tinggal di lingkungan lokalisasi

partisipan riset II mengakui tidak ada peyesalan sama sekali karena mengambil keputusan

untuk tinggal di lingkungan lokalisasi. Dalam menjalani kehidupannya Partisipan riset II

tidak banyak menanggapi sikap negatif orang terhadap dirinya dan menanggapi sikap tersebut

sebagai hal yang tidak harus dipikirkan secara serius tetapi terkadang partisipan merasa sakit

hati jika mendengar cibiran para tetangga mengenai diri partisipan dengan menggunakan

bahasa daerah lain. Sama halnya dengan partisipan riset III, dimana partisipan III ini merasa

biasa saja pada saat mengambil keputusan untuk tinggal di lingkungan lokalisasi karena

partisipan sudah tinggal di lingkungan tersebut sejak partisipan kecil. Tidak ada rasa

penyesalan dalam diri partisipan riset III setelah mengambil keputusan untuk tinggal di

lingkungan lokalisasi tersebut. Partisipan riset III beranggapan bahwa tinggal di lingkungan

lokalisasi bukanlah hal yang menakutkan dan menjadi penghalang bagi mereka. Dalam

menjalani hidupnya di lingkungan lokalisasi partisipan riset III lebih memilih untuk tidak

menanggapi pembicaraan orang mengenai dirinya yang bertempat tinggal di lingkungan

lokalisasi dan mengambil hikmah dari apa yang terjadi di lingkungan sekitar.

Partisipan I Partisipan II Partisipan III

Perasaaannya Biasa

biasa saja.”

Tidak apa-apa, masing-masing

punya kehidupan, tergantung kita

(19)

10

punya baiknya bagaimana, amal baiknya bagaimana, ya begitu sudah jadi kita di sini ya saling

pikir karena itu masing-masing punya kehidupan jadi biarkan saja.”

Habis mau bilang apa lagi masuk

kiri keluar kanan saja.

Kadang-kadang kalau mereka

bicarain saya pake bahasa jawa, rasanya saya sakit hati, rasa-rasa mau di lampiaskan ini sakit hati tapi sama sa. ....”

Allhamdulilah biasa saja, mungkin

kalau dia cape ya pasti ya dia diam sendiri.”

Tidak ada perasaan takut, Tidak

ada, ikhlas jalani saja.

“tidak ada penyesalan.”

“Kan, merekakan tinggal

disana mereka sendiri kitakan dilingkungan sekitarnya saja tinggal disini pengaruh buat suami, dampaknya nanti suami ikut masuk kedalam itu lokasi

lingkungan seperti ini. Saya rasa biasa saja.”

“Iya santai saja, ambil saja dia

pu hikmah dari

pembicaraannya orang.”

Tidak, karena sudah dari kecil

katong su tinggal disini to, jadi saya rasa biasa saja. Tidak

lingkungan lokalisasi karena takut dengan pengaruh buruk lingkungan lokalisasi kepada

anak-anak dan suami partisipan tetapi partisipan terus meyakinkan diri partisipan bahwa

(20)

partisipan terus berdoa dan memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anak

partisipan. Partisipan merasa sangat bersyukur karena keluarga partisipan bisa hidup aman di

lingkungan tersebut. Persaaan kawatir juga meliputi partisipan riset I pada saat tinggal di

lingkungan lokalisasi namun dengan berjalannya waktu partisipan mulai membiasakan diri

partisipan dengan keadaan lingkungan sekitar dan bisa mengambil hikmah dari hal tersebut.

Hal demikian juga diutarakan oleh Partisipan riset II, dimana partisipan riset II lebih memilih

untuk tidak terlalu memikirkan kendala apa yang telah dihadapi oleh partisipan. Karena bagi

partisipan kendala yang telah dihadapi bukan menjadi hal yang harus dipikirkan secara

terus-menerus dan Partisipan riset II lebih memilih untuk mengiklaskan apa yang telah terjadi dan

mengambil hikmah dari apa yang pernah terjadi.

Partisipan riset III merasa bahwa dirinya tidak mengalami rasa kawatir yang

berlebihan terhadap lingkungan sekitar namun beberapa kali partisipan merasa kawatir pada

saat orang mabuk yang berkunjung ke lokalisasi berkeliaran dan tidak sengaja masuk ke

rumah partisipan dan membahayakan keluarga partisipan hal inilah yang menjadi kendala

yang harus dihadapi oleh partisipan. Partisipan berusaha untuk menjaga keluarganya dari

pengaruh buruk lingkungan dan tetap beradapasi dengan lingkungan agar dapat

menghilangkan rasa kawatir dan takut partisipan dengan lingkungan sekitar. Dalam menjalani

kehidupannya partisipan sering mendengar pembicaraan orang mengenai dirinya yang tinggal

di lingkungan lokalisasi, jika pembicaraan mengenai dirinya dan orang lain yang tinggal di

lingkungan lokalisasi telah berlebihan partisipan memili untuk menyangga apa yang

dibicarakan orang tersebut dan menjelaskan yang sebenarnya.

Partisipan I Partisipan II Partisipan II

Memang ada perasaan takut tapi itu

“Ya kalau terlalu berlebihan

pendapat mereka tentang

(21)

12

terima apa yang Tuhan su kasih.”

..., Tapi satu hal saya bersyukur

karena sekarang, malah karena

pindah ke belakang sini takut malah Tapi hanya ada satu itu yang ada orang mabuk, orang mabuk nyasar dia loncat dari seng satu ke seng rumah yang satu ...”

3. Optimisme

Mengenai optimisme para partisipan memiliki keyakinan diri yang kuat baik terhadap

diri mereka sendiri maupun terhadap keluarga mereka. Seperti partisipan riset I

mengungkapkan bahwa partisipan sangat yakin anak-anak partisipan akan baik-baik saja dan

juga yakin bahwa anak-anak partisipan tidak akan terpengaruh dengan pengaruh buruk dari

lingkungan lokalisasi. Seperti halnya yang diungkapkan oleh partisipan riset II dan partisipan

riset III yang tetap optimis dalam menjalankan kehidupannya partisipan menyadari dengan

(22)

partisipan opitimis bahwa itu semua bisa diatasi dengan baik. kedua partisipan juga memiliki

keyakinan bahwa kehidupan keluarganya akan lebih baik dari sekarang.

Partisipan I Partisipan II Partisipan III

Mama rasa sonde, bertahan. Walaupun rumah mewah ataupun rumah jelek tapi kalau kita

tinggal baru sakit-sakitan, ...”

Percaya, tapi biar saja. Sudah biasa

tinggal di sini jadi rasanya, sekarang sudah alhamdulilah rasa lebih aman kalau dulu wuu lebih parah lagi,

Dalam kemampuan menganalisis masalah ketiga partisipan mampu melihat masalah

apa yang menghampiri ketiga partisipan ketika tinggal di lingkungan lokalisasi. Ketiga

partisipan menghadapi kendala saat berhadapan dengan kehadiran orang-orang mabuk yang

berkunjung ke lokalisasi dan membuat gaduh di lingkungan sekitar dan tidak jarang para

pengunjung yang mabuk tersebut menyerobot masuk kedalam rumah para partisipan dan

membahayakan keselamat keluarga partisipan dan juga ditambah lagi dengan suara musik

dari bar-bar terdekat yang membuat kondisi lingkungan menjadi riuh. Salah satu partisipan

berpendapat kendala lain yang harus mereka dihadapi adalah cara berpakaian para Purel

(23)

14

teriakan-teriakan dari para purel tersebut. Bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi tidak

membuat ketiga partisipan terlepas dari tanggapan negatif dari orang di luar lingkungan

lokalisasi mengenai keluarga partisipan, baik itu anggapan mengenai perselingkuhan yang

akan dilakukan oleh para suami maupun hal buruk lainnya, namun ketiga partisipan memilih

untuk menanggapinya dengan sabar dan tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Selain itu

ketiga partisipan juga sering ditertawai jika ditanya di mana rumah partisipan, hal ini sering

membuat partisipan menjadi sedikit risih namun partisipan beranggapan ini semua sudah

dilewati tetap kita jalani kehidupan ini dan terus maju.

Partisipan I Partisipan II Partisipan III

Hii itu kadang.. lokalisasi lagi,

baru bagus, terlalu berisik.

Kalau untuk para WTS mereka

sonde terlalu, dong tertib, cuma karena pengaruh bar ini yang diluar ini yang terlalu berisik, habis dia pu pelayan-pelayan bar su tasiram keluar. Kalau para WTS yang keluar ke jalan katong sonde tau kalau dong tu WTS, karena

rapih sonde menonjol kayak

wanita-wanita apa pekerja malam yang lain itu kayak di bar itu yang pake pakian minim-minim orang lihat langsung tau, kalau WTS

sonde.”

Itu sudah,orang kadang memang

(24)

sabar sudah. Dan itu memang itu memang pandangan negatif orang

ke kita begitu sudah..” ketawa, trus sa bilang bapa jangan bilang di KD nanti orang pikir katong tinggal di KD lagi, bilang tinggal di karantina sa. Jadi itu imagenya kurang bagus, langsung ketawa to, kan dong agak jauh dari

kita to orang-orang Oesapa dong,

jadi itu penjual langsung ketawa

pas dia dengar bilang KD.”

Yaa..terima su apa adanya,

memang kenyataan katong tinggal di sini, mau karmana lagi. Harus

terima kenyataan sudah to.”

Yah takut ada perselingkuhan, ada

PUB lagi to jadi ada orang-orang mabok, itu saja. Itu yang paling

banter terjadi ya itu sudah.”

habis, maret kemarin

Dalam hal menunjukkan rasa empati ketiga partisipan menunjukkan rasa empati

mereka terhadap orang-orang yang juga berada di lingkungan lokalisasi. Seperti yang

diungkapkan oleh Partisipan riset I bahwa orang-orang yang memilih untuk bertempat tinggal

di lingkungan lokalisasi sangatlah ekstrim karena bagi partisitipan hal tersebut bukanlah hal

yang mudah dan merupakan keputusan yang sangat besar karena mau bertempat tinggal di

lingkungan lokalisasi. Namun partisipan melihat bahwa beberapa tetangga yang tinggal

dilingkungan lokalisasi tersebut dapat mengambil keuntungan dengan membuka lapak agar

(25)

16

Ketiga partisipan yang sudah lama tinggal di lingkungan lokalisasi ini sangat tidak

mendukung bila salah satu anggota keluarganya masuk dalam kegiatan prostitusi meskipun

orang yang terlibat bukan merupakan keluarga kandung hanya orang-orang yang berasal dari

daerah yang sama dengan partisipan, para partisipan akan berusaha mengingatkan orang yang

ingin masuk ke dunia prostitusi tersebut, walaupun hal tersebut belum terealisasikan para

partisipan tetap berusaha semampu mereka. Ketiga partisipan tetap menjaga hubungan baik

mereka dengan orang-orang di lingkungan sekitar dan saling menjaga sikap toleransi satu

sama lain.

Partisipan I Partisipan II Partisipan III

Yah awal-awal memang ekstrim ju, tapi

su begini katong mau karmana lae. Yang sudah terbiasa malah dong bisa ambil keuntungan dari situ to, jualan ini jualan itu tapi kalau kek katong bagini, yang pemalu begini, jadi ibu rumah tangga diam-diam su dirumah, yang penting didik anak-anak saja supaya jangan terjemus, supaya jangan tergoda dengan

ini lingkungan itu sa.”

Sonde setuju ee, lagian sonde ada

keluarga yang terlibat dalam sana ? kalau dengar-dengar keluarga dari rote, bukan keluarga dekat macam saudara dari rote kan mama orang rote, katong su rasa ih kenapa mereka su disini sonde

Maksudnya ini hanya di dalam hati saja

(26)

yang prihahatin dengan mereka, dengan dong pu profesi seperti itu. Itu sa, kayak lebih iba sa kasian ee kenapa orang dong

sonde ada pekerjaan lain. ...

biasa saja namanya juga begitu mau bilang apa lagi.”

6. Efikasi Diri

Partisipan riset I mengungkapkan bahwa tidak perlu berpikiran yang teralu negatif

dengan lingkungan sekitar dan pengaruh buruk dari lingkungan sekitar terhadap keluarga

yang terpenting adalah bagaimana partisipan bisa menjaga keluarganya dan tetap berdoa agar

keluarganya dapat hidup aman dan tenteram. Keluarga partisipan sempat goyah beberapa

tahun yang lalu dan partisipan merasa hal tersebut telah dilalui dengan cara berdoa dan

berusaha untuk menyelesaikannya dengan baik sehingga keutuhan keluarganya bisa bertahan

hingga sekarang. Partisipan berusaha untuk bertahan di lingkungan lokalisasi tersebut,

meskipun partisipan terus berharap agar bisa pinda ke tempat yang lain. Sama halnya dengan

Partisipan riset II tidak merasa takut pada saat tinggal di lingkungan lokalisasi dan

menyerahkan semua ke tangan Tuhan. Dalam menyelesaikan masalah partisipan

menyelesaikan masalahnya dengan mencari solusi bersama keluarganya dan berusaha

menggunakan cara yang baik-baik dibandingkan menggunakan cara yang kasar selain itu

juga partisipan menyelesaikan masalahnya dengan terus berdoa kepada Yang Maha Kuasa

dan bersikap pasrah serta percaya semua akan baik-baik saja. Partisipan memiliki cara

sendiri dalam mendidik anak-anak partisipan dan tau bagaimana cara menempatkan dirinya

sebagai seorang ibu dalam keluarga. Seperti kedua partisipan Partisipan riset III juga merasa

baik-baik saja saat bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi dan berusaha untuk tidak

berpikiran negatif terhadap lingkungan sekitar, partisipan merasa semua baik adanya.

Partisipan menyadari dengan bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi akan ada banyak

(27)

18

dengan baik. partisipan memiliki cara sendiri dalam membina keluarganya dan menjaga

anak-anak partisipan dari pengaruh buruk lingkungan dengan membuat batasan-batasan

tertentu bagi anak partisipan. Dengan adanya motivasi dari keluarga partisipan, partisipan

lebih bersemangat dan ingin menjadi individu yang lebih baik lagi bagi keluarganya.

Partisipan I Partisipan II Partisipan III

Kalau anak-anak bisa

Tidak juga tidak ada, karena percaya

bahwa Tuhan itu pasti lindungi

enak dulu waktu yang enak yang tepat

baru sama-sama bahas dengan

buat mereka. Karena kita jualan kalau pagi kita urus mereka berangkat rasanya, alhamdulilah akan baik-baik saja dan tenang. Habis kalau kita

tidak berdoa kita mau mau

(28)

lebih senang ju kalau di

saudara-saudara jadi bisa tukar pikiran sama adik-adik, kalau sudah sedikit berkurang. Karena sudah setiap minggu sudah pasti kumpul. Jadi kalau hari minggu pasti jarang di rumah sudah punya jadwal pasti

kumpul dengan keluarga.”

... kita kasi nasehat, kasi pendapat,

boleh mereka main tapi ada waktunya kecuali kalau malam minggu baru

Partisipan riset I merencanakan untuk menghabiskan masa tua partisipan bersama

suami di luar lingkungan lokalisasi. Partisipan riset beranggapan lebih baik lokalisasi tersebut

dapat ditutup dengan alasan partisipan merasa kasihan dengan beberapa PSK yang sudah

lanjut usia tetapi masih aktif bekerja di lokalisasi tersebut dan juga berharap lingkungan

tersebut tidak terlalu ribut dan cara berpakaian para Purel, meskipun partisipan tau itu

konsekuensi dari tinggal di lingkungan lokalisasi partisipan terus berharap yang terbaik

dalam diri partisipan. Sedangkan Partisipan riset II lebih memilih untukmelakukan aktivitas

(29)

20

menghilangkan rasa stres pada partisipan sehingga partisipan dapat bertahan lebih lama lagi

di lingkungan lokalisasi. Partisipan tidak memperdulikan pengaruh buruk apa yang terjadi di

lingkungan lokalisasi dan berusaha untuk berpikiran positif. Alasan lain partisipan memilih

bertahan di lingkungan lokalisasi tersebut karena sudah memiliki kios untuk berjualan dan

partisipan beranggapan dengan bertempat tinggal di lingkungan tersebut partisipan lebih

mudah mempunyai akses lebih dekat dengan pelabuhan jika dibutuhkan. Sama halnya

denganPartisipan riset III yang mempunyai cara sendiri dalam menyelesaikan masalah di

dalam keluarganya partisipan lebih memilih untuk menyelesaikan masalah partisipan dengan

cara mencari solusi bersama keluarganya dan menyelesaikan masalahnya dengan

menggunakan cara halus dengan cara demikian partisipan dapat menjalankan keberfungsian

keluarganya dengan baik.

Partisipan I Partisipan II Partisipan III

Tapi mama lebih berpikir suatu saat

dengan bapa katong cari tanah dima ko pindah sa, biar ini rumah kita kasih untuk anak anak sa maunya habiskan

hari tua ditempat yang yah

pemandangan agak bagus sedikit lihat pohon sedikit soalnya lihat manusia terlalu banyak yang aneh-aneh ha. itu kan angan-angan kalau terwujud. Yah

kalau ada berkat.”

Memang kawatir, pengenya itu KD

(30)

situ, bisa pake peredam, purel-purelnya

bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi Karang Dempel, Alak, Kupang, NTT. Ketiga

partisipan ini telah tinggal bersama keluarganya di lingkungan lokalisasi lebih dari 7 tahun.

Ketiga partisipan memperlihatkan bagaimana cara mereka bertahan di lingkungan yang

beresiko tinggi bersama dengan keluarga mereka masing-masing. Tinggal di lingkungan

lokalisasi tidak membuat ketiga partisipan ini menyerah dan berhenti untuk bertahan bersama

keluarga mereka di lingkungan lokalisasi. Meskipun banyak kendala yang harus mereka

hadapi dalam lingkungan tersebut mereka berhasil keluar dari berbagai masalah yang mereka

hadapi dan sanggup melanjutkan hidup mereka di dalam lingkungan lokalisasi tersebut dan

tetap optimis bahwa hidup mereka yang akan datang dapat lebih baik dari kehidupan yang

sekarang. Hal ini sesuai yang dinyatakan oleh Reivich, Shatte dan Norman (dalam Helton dan

Smith 2004), resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit dan

menyesuaikan dengan kondisi yang sulit.

Tinggal di lingkungan lokalisasi membuat ketiga partisipan ini memiliki kemiripan

dalam aspek pengaturan emosi dimana ketiga partisipan ini tidak mempunyai penyesalan

karena memilih dan memutuskan untuk bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi. Meskipun

ketiga partisipan selalu mendapatkan pandangan negatif karena berempat tinggal di

lingkungan lokalisasi para partisipan lebih merasa bersyukur karena sudah mendapatkan

(31)

22

sekitar daerah tersebut yang bisa membuat mereka dapat menjalani hdup mereka hingga saat

ini.

Dalam aspek kontrol terhadap impuls, baik partisipan riset I, partisipan riset II

maupun partisipan riset III, awalnya ketiga partisipan merasa takut dengan pengaruh buruk

dari lingkungan lokalisasi dan beberapa kali menghadapi masalah yang datang dari

lingkungan sekitar namun dengan berjalannya waktu ketiga partisipan dapat menghilangkan

rasa takut dan menghilangkan rasa stres mereka dengan masalah yang pernah mereka hadapi .

Hal ini sesuai dengan ungkapan Holaday (1997) bahwa individu yang memiliki resiliensi

mampu secara cepat kembali kepada kondisi sebelum trauma, terlihat kebal dari berbagai

peristiwa-perisiwa kehidupan yang negatif, serta mampu beradaptasi terhadap stres yang

ekstrim dan kesengsaraan.

Mengenai aspek optimisme, ketiga partisipan memiliki keyakinan diri yang kuat baik

terhadap diri mereka sendiri maupun terhadap keluarga mereka. Seperti yang diungkapkan

oleh partisipan riset I bahwa partisipan sangat yakin anak-anak partisipan akan baik-baik saja

dan juga yakin bahwa anak-anak partisipan tidak akan terpengaruh dengan pengaruh buruk

dari lingkungan lokalisasi. Seperti halnya yang diungkapkan oleh partisipan riset II dan

partisipan riset III yang tetap optimis dalam menjalankan kehidupannya partisipan

menyadari dengan bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi akan ada banyak masalah yang

akan datang, tetapi partisipan opitimis bahwa itu semua bisa diatasi dengan baik. Ketiga

partisipan juga memiliki keyakinan bahwa kehidupan keluarganya akan lebih baik dari

sekarang. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Garmezy (dalam Damon,

1998) resiliensi bukan dilihat sebagai sifat yang menetap pada diri individu, namun sebagai

hail transaksi yang dinamis antara kekuatan dari luar dengan kekuatan dari dalam individu.

Dari dorongan serta dukungan dari orang-orang terdekat ketiga partisipan dapat bertahan di

(32)

diungkapkan oleh Grotberg (1995), bahwa faktor pembentukkan resiliensi di butuhkan

adanya sumber dari luar (I Have) yaitu mempunyai hubungan yang berarti orang-orang

terdekat dari individu seperti suami, anak, orang tua merupakan orang yang mencintai dan

menerima individu tersebut.

Di dalam aspek kemampuan menganailis masalah ketiga partisipan sudah

mempersiapkan diri mereka bahwa dengan bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi mereka

harus berhadapan dengan berbagai masalah datang dengan berbagai macam tingkat kesulitan

yang harus dihadapi dan juga berbagai pandangan negatif orang mengenai diri mereka dan

keluarga mereka serta berbagai permasalahan yang harus mereka tanggung. Namun bagi

ketiga partisipan respon-respon negatif yang diberikan oleh orang-orang sekitar dan masalah

yang datang silih berganti dianggap sebagai suatu hal yang biasa diatasi dan ditangani dengan

baik. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Grotberg (1995), bahwa faktor pembentukkan

resiliensi dibutuhkan adanya kemampuan interpersonal (I Can) yaitu pengaturan berbagai

perasaan dan rangsangan artinya individu dapat mengenali perasaan mereka, mengenali

berbagai jenis emosi dan mengekspresikannya dalam kata-kata dan tingkah laku namun tidak

menggunakan kekerasan terhadap perasaan dan hak orang lain maupun diri sendiri. Individu

juga dapat mengatur rangsangan untuk memukul, “kabur”, merusak barang atau melakukan

berbagai tindakan yang tidak menyenangkan. Individu tidak akan membiarkan orang lain

meremehkan atau merendahkan mereka. Ketika individu mempunyai masalah dalam hidup,

kepercayaan diri dan self esteem membantu mereka untuk dapat bertahan dan mengatasi

masalah tersebut.

Pada aspek empati walaupun tinggal di lingkungan yang beresiko tinggi tidak

membuat para partisipan berhenti untuk menghargai orang lain dan memberi dukungan

kepada orang-orang di sekitar lingkungan lokalisasi maupun orang yang berasal dari luar

(33)

24

lain tidak terjerumus ke dalam dunia prostitusi. Ketiga partisipan juga tetap menjaga

hubungan sosial mereka dengan orang lain dan tetap menjaga sikap toleransi dengan

orang-orang disekitar mereka. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Grotberg (1995), bahwa

faktor pembentuk resiliensi dari dalam diri sndiri (I Am) yaitu mencintai, empati, alturuistik

artinya ketika seseorang mencintai orang lain dan mengekspresikan cinta itu dengan berbagai

macam cara. Individu peduli terhadap apa yang terjadi pada orang lain dan mengekspresikan

melalui berbagai kata-kata. Individu merasakan ketidaknyamanan penderitaan orang lain dan

ingin melakukan sesuatu untuk menghentikan atau berbagai penderitaan atau memberikan

kenyamanan. Sama halnya dengan pendapat Reivich & Shatte (2005) empati adalah salah

satu aspek yang dimiliki oleh individu yang resilien, karena empati sangat erat kaitannya

dengan kemampuan individu untuk membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis

orang lain.

Untuk aspek efikasi diri dengan bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi ketiga

partisipan Ketiga partisipan mampu menempatkan diri mereka di dalam keluarganya

masing-masing. Ketiga partisipan mengetahui dengan benar bagaimana cara menyelesaikan masalah

dengan keuarganya masing-masing. Para partisipan memberikan batasan-batasan tertentu

kepada keluarganya agar secara perlahan dapat menghindakan keluarga mereka dari pengaruh

buruk lokalisasi. Meskipung sering kendala-kendala yang datang dari lingkungan terus

menghampiri para partisipan, para partisipan tetap berjuang untuk mencari jalan keluar dari

masalah yang ada dan menjalani kehidupan mereka agar dapat bertahan di dalam lingkungan

tersebut bersama dengan keluarga. Hal ini sama dengan apa yang diungkapkan oleh Wolff

(dalam Banaag, 2002), memandang resiliensi sebagai trait. Menurutnya trait ini merupakan

kapasitas tersembunyi yang muncul untuk melawan kehancuran individu dan melindungi

individu dari segala rintangan kehidupan. Individu mempunyai inteligensi yang baik, mudah

(34)

memberikan kontribusi secara konsisten pada penghargaan diri sendiri, kompetensi dan

perasaan bahwa ia beruntung. Individu tersebut adalah individu yang resilien.

Sedangkan dalam aspek pencapaian Ketiga partisipan berusaha untuk bertahan di

lingkungan lokalisasi tersebut dengan berbagai alasan yang dipegang teguh oleh

masing-masing dari mereka. Para partisipan tetap bersyukur dengan apa yang telah mereka dapatkan

hingga saat ini dan terus berusaha untuk bisa memberikan yang terbaik dari apa yang telah

miliki. Partisipan I dan partisipan III memilih bertahan di lingkungan tersebut karena suami

mereka mendapat pekerjaan yang dekat dengan lingkungan tersebut sedangkan partisipan II

memilih bertahan karena partisipan II telah memiliki lapak jualan di lingkungan tersebut. hal

inilah yang membuat para partisipan terus berjuang untuk bisa bertahan di dalam

lingkunganyang beresiko.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil wawancara dan analisis data yang dilakukan, peneliti memperoleh

data mengenai gambaran resiliensi dari ketiga partisipan penelitian. Secara umum ketiga

partisipan memiliki resiliensi yang ditunjukkan oleh adanya pemenuhan ketujuh aspek yaitu

pengaturan emosi, kontrol terhadap impuls, optimisme, kemampuan analisis masalah, empati,

efikasi diri serta pencapaian. Ketiga partisipan memenuhi ketujuh aspek resiliensi yang ada

dan dengan pemenuhan semua aspek tersebut maka dapat dilihat ketiga partisipan tersebut

mampu bertahan dan mengatasi masalah-masalah baik yang ditimbul karena pengaruh dari

(35)

26

partisipan. Selain itu para ibu rumah tangga ini juga dapat menjadi individu yang berguna

baik untuk dirinya maupun untuk orang lain.

Saran

a. Bagi partisipan

Bagi para partisipan yang memiliki rumah di lingkungan lokalisasi yang memutuskan

untuk tetap bertahan di lingkungan tersebut diharapkan agar mampu meningkatkan

pengendalian emosi dan rasa empati yang baik agar para ibu mampu bertahan dalam

menghadapi setiap permasalahan yang muncul. Memiliki keyakinan yang kuat, harus

terus berpikir positif sehingga bisa menjadi kekuatan bagi keluarga untuk mampu

menerima kenyataan betempat tinggal di lingkungan yang beresiko.

a. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya dengan

tema-tema lain yang berhubungan dengan ibu rumah tangga yang tinggal di

lingkungan lokalisasi seperti coping stres pada individu, dukungan sosial dan tingkat

(36)

Daftar pustaka

Alam, A.S. (1984). Pelacuran dan Pemerasan: Studi Sosiologi Tentang Eksploitasi

Manusia Oleh Manusia. Bandung: Alumni

Aprilia,W. (2013). Resiliensi Dan Dukungan Sosial Pada Orang Tua Tunggal (Studi

Kasus Pada Ibu Tunggal Di Samarinda. Jurnal psikologi, volume 1, Nomor 3,

2013:268-279

Bachtiar, R. & Purnomo, E. (2007). Bisnis Prostitusi: Profesi yang Menguntungkan. Yogyakarta: Pinus

Banaag, C.G. (2002). Resilience Street Children, and subtance abuse prevention.

Prevention Preventif, Nov. 2002, Vol 3.

B. Simanjuntak. (1982). Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. Bandung : Tarsito Bonanno, G. A. (2004). Loss, trauma, and human resilience. American psychologist. Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :

Balai Pustaka

Fibrianto, C. 2011. Resiliensi individu penyandang tuna daksa akibat kecelakaan.

Skripsi. Tidak diterbitkan. Salatiga: Fakultas Psikologi, UKSW.

Gale, M. M. and Cosden, M. A. (1997). Risk, resilience, and adjustment of indviduals

with learning disabilities. Journal psychology volume 20, No, 1, 1997.

Grotberg, E. (1995). A Guide to promoting resilience in children; strengthening the human spirit. Oakland: Bernard Van Leer Foundation.

Holaday, M. (1997). Resilience and severre burns. Journal of the counstruck of ego resilience. Jurnal of personality and social psychology, volume 70, No 5, p 67-79 Issabela, N & Wiwin, H. (2010). Resiliensi Pada Keluarga Yang Tinggal Di

Lingkungan Lokalisasi Dupak, Bangunsari. Jurnal psikologi, vol. 12, No. 03,

december 2010. Fakultas psikologi, Universitas Airlangga Surabaya.

Karina C. (2004). Resiliensi remaja yang memiliki orang tua bercerai. Jurnal online psikologi vol.02, No. 01, Tahun 2004.

Kartini Kartono. (2003). Patologi Sosial Jilid I. Jakarta : Rajawali

Klohen, E. (1996). Conceptual analysis and measurement of the construct of ego resilience. Journal Of Personality and social Psychology, Volume 70, no 5, p 1067-1079.

Moleong, L. J. (2002). Metode penelitian kualitatif. Bandung. CV. Remaja Rosdakarya Munti, B, Ratna. (1999). Perempuan Sebagai Kepala Rumah Tangga Lembaga Kajian

Agama Dan Gender. Jakarta

(37)

28

Pasudewi, C. Y. (2012). Resiliensi pada remaja binaan bapas ditinjau dari coping

stress. journal of social and industrial Psychology. Journal of social and industrial

psychology, vol. 1, No.2, november 2012.

Poerwandari, E. K. (2007). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Penelitian Psikologi Universitas Indonesia.

Revich, K & Chatte, A. (2002). The resilience factor : 7 essential skill for overcoming

life’s inevitable abstacle. New York: Random House inc.

Rochim Adamang. (1981). Pelacuran Sebagai Salah Satu Faktor Penghambat Kesejahteraan Keluarga,Penerbit Tarsito, Bandung, hal 68

Satori, D. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Santrock, J. W. (2008). Essential of life-span development. New York, NY: McGraw-Hill.

Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sofianto, Fahrudin (2012) Pemenuhan hak-hak anak di lingkungan keluarga sekitar lokalisasi: Studi di Dusun Jembel Desa Sugihwaras Kecamatan Jenu Kabupaten

Tuban. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Malang.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan dalam ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang pertanian, sehingga penelitian ini dapat menjadi sumber

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia, didalamnya terkandung pesan moral yang

Jumlah tersebut mengalami penurunan dari tahun ke tahun (Anonimous, 2005). Hal ini disebabkan karena banyaknya pemanfaatan hutan mangrove untuk berbagai keperluan

Identifikasi unsur dalam cuplikan lapisan tipis yang terdeposit pada permukaan substrat kaca dilakukan dengan menggunakan metode analisis aktivasi neutron cepat menunjukkan bahwa

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun petai cina (Leucaena glauca (L.) Benth.) memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas dengan

Dalam gambar Tuak yang digambar oleh Arkan terdapat objek: satu telor besar yang bentuknya tidak bulat, tiga telor yang besarnya sedang berada di tengah, lima telor yang kecil

Pada luka insisi operasi dilakukan infiltrasi anestesi local levobupivakain pada sekitar luka karena sekresi IL-10 akan tetap dipertahankan dibandingkan tanpa

menunjukkan, bahwa rataan denyut nadi domba yang diberi ransum K1 memiliki hasil pengukuran yang lebih tinggi dari K2, serta pemberian pakan dua kali memiliki pengukuran denyut