• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 712012021 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1 712012021 Full text"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

i

Imajinasi Orang Latuhalat tentang Laut:

Studi Ekoteologi tentang Laut dan Pengaruhnya terhadap Pemanfaatan Laut oleh Jemaat GPM Latuhalat

Oleh: Sandy Liwan

712012021

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Sains Teologi (S.Si-Teol)

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena kasih karuniaNya yang senantiasa dirasakan dan dialami dalam kehidupan penulis. Secara khusus, penulis mengucap syukur karena penyertaanNya yang tak pernah berhenti mengalir bagi penulis selama penulis menjalani masa pendidikan di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) sampai pada proses menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Imajinasi Orang Latuhalat tentang Laut: Studi Ekoteologi tentang Laut dan Pengaruhnya terhadap Pemanfaatan Laut oleh Jemaat GPM Latuhalat”.

Tugas Akhir ini ditulis untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi (S.Si.Teol). Penulis menyusun Tugas Akhir ini dengan harapan karya tulis ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi GPM, khususnya bagi Jemaat GPM Latuhalat dalam pengembangan pelayanan ke depan. Penulis juga berharap laporan ini dapat berguna di kemudian hari guna referensi atau sekedar menambah pengetahuan tentang laut dalam kaitannya dengan gereja dilihat dari perspektif ekoteologi.

Dalam penyusunan tugas akhir ini juga penulis banyak mendapatkan dorongan, saran, motivasi, semangat dan bimbingan dari berbagai pihak yang mempunyai hubungan khusus dengan penulis. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak, maka penulisan Tugas Akhir ini tidak dapat berjalan lancar sesuai dengan kehendak yang diinginkan penulis. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan fasilitas, membantu, membina, membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir tersebut. Oleh karena itu ucapan terima kasih penulis tujukan kepada :

1. Pdt. Izak Lattu, Ph.D selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan memberikan semangat kepada penulis dalam mengerjakan Tugas Akhir.

2. Pdt. Dr. Ebenhaizer Nuban Timo sebagai pembimbing 2 yang telah memberikan waktu untuk membimbing dan memberikan motivasi yang baik dalam penulisan Tugas Akhir Tersebut.

(7)

vii

4. Orangtua terkasih, yakni Ayah (Frangky) dan Ibu (Elizabeth) yang senantiasa mendoakan, memberi semangat, memberi motivasi dan membiayai penulis dalam proses pendidikan yang penulis lalui selama kurang lebih 4 tahun.

5. Bapak Pdt. Amus Papasoka selaku Ketua Majelis Jemaat GPM Latuhalat yang telah memberikan waktu dan kesempatan juga membantu saya dalam proses penelitian di jemaat tersebut.

6. Bapak Yohanes Soparue selaku kepala koordinator sektor yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk mendampingi saya selama proses penelitian dan wawancara di Jemaat GPM Latuhalat. 7. Seluruh Jemaat GPM Latuhalat yang telah bersedia menjadi

narasumber dalam penulisan tugas akhir ini.

8. Keluarga besar Teologi angkatan 2012 Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana yang selalu mememberikan semangat dan perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir dan telah menjadi keluarga selama 4 tahun di kota ini.

9. Rifan Rangga (biee) yang senantiasa mendampingi, menemani, membantu, dan memberikan semangat, dukungan dan dorongan kepada penulis selama masa perkuliahan sampai penyusunan tugas akhir ini selesai.

10.Teman-teman penulis yakni Monica (Monces), Angel, Esterlita, Fantri, Sifra, estu dan teman-teman lain yang tak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu, memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam masa-masa perkuliahan dan dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis juga menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan oleh karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan yang penulis miliki. Akhir kata semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis sendiri, gereja, keluarga, masyarakat dan institusi yang terlibat dalam penulisan Tugas Akhir ini.

Salatiga, 7 Februari 2017

(8)

viii

MOTTO

Kesulitan seringkali ada untuk mempersiapkan

orang biasa meraih hal yang luar biasa.

-C.S.Lewis-

Amsal 19:20

Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan,

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ... iv

PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi-vii MOTTO ... viii

DAFTAR ISI ... ix-x ABSTRAK ... xi

Pendahuluan ... 1-5 Metode ... 5 Ekoteologi, Imajinasi dan Laut

Ekoteologi ... 6-7 Imajinasi ... 7-8 Laut ... 8-11

Pemanfaatan Laut ... 11-13 Bencana Laut ... 13-14 Hubungan Manusia dengan Laut ... 14-16

Laut dalam Pandangan Jemaat Latuhalat

(10)

x

Imajinasi Orang Latuhalat tentang Laut Sebagai Sebuah Refleksi dalam Membangun Ekoteologi

(11)

xi ABSTRAK

Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan imajinasi orang Latuhalat tentang laut serta pengaruhnya terhadap pemanfaatan laut oleh Jemaat GPM Latuhalat untuk menopang kehidupan dilihat dari perspektif ekoteologi. Tujuan tersebut dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah yaitu apa imajinasi Jemaat GPM Latuhalat tentang laut serta pengaruhnya terhadap pemanfaatan laut oleh Jemaat GPM Latuhalat dilihat dari perspektif ekoteologi? Imajinasi yang dimaksudkan oleh penulis ialah imajinasi yang lahir dari pengalaman orang Latuhalat bersama laut, khususnya bagi para nelayan. Imajinasi-imajinasi tersebut kemudian dipakai oleh penulis sebagai cara pandang baru bagi ekoteologi untuk melihat dan merefleksikan hubungan antara Allah, manusia, dan alam.

Metode yang dipakai dalam melakukan penelitian ini ialah metode kualitatif. Penulis menggunakan metode kualitatif, agar dapat memperoleh informasi mendalam lewat wawancara yang dilakukan kepada orang-orang Latuhalat, khususnya para nelayan. Setelah melakukan wawancara, penulis menemukan bahwa ada begitu banyak imajinasi yang lahir dari pengalaman para nelayan dengan laut. Sayangnya, GPM masih kurang menaruh perhatian pada laut yang dianggap penting dan juga sebagai anugerah Tuhan. Dengan demikian, refleksi ekoteologi terhadap laut belum nampak dalam bentuk-bentuk pelayanan gereja terhadap jemaatnya.

(12)

1 Pendahuluan

Laut diciptakan dengan fungsi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dengan menyadari akan pentingnya laut, maka dapat dipahami pula maknanya di dalam ciptaan. Artinya bahwa laut diciptakan dengan makna serta fungsi yang jelas. Menurut para ahli, gelombang laut, arus laut, gerakan pasang surut merupakan sumber energi yang bisa dikelola menjadi energi mekanik, energi listrik dan seterusnya. Kita juga dapat melihat pada kenyataan di mana laut mengandung berbagai jenis hewan laut, misalnya ikan, udang, keong, kerang, cumi-cumi, teripang, dan lain-lain. Semuanya menyediakan protein (tinggi) bagi manusia.1 Selain itu, Minyak bumi pun terdapat di laut serta gas alam di lepas pantai. Bahan-bahan mineral tersedia dengan limpahnya antara lain, timah, pasir, besi, garam, batu karang, dan lain-lain. 2

Secara khusus di masa depan manusia harus meningkatkan produksi perikanan karena bermanfaat untuk pemecahan masalah pangan. Di saat yang bersamaan pula sumber produksi yang begitu berharga harus dipelihara dan dipertahankan secara terus-menerus, khususnya di Indonesia, sebab secara umum sebagian besar wilayah Indonesia adalah laut dan memiliki kekayaan hayati yang perlu dijaga dan dikelola dengan baik.3 Namun hal ini tentu membutuhkan keseimbangan antara kebijaksanaan dan penjagaan yang ketat untuk mencegah eksploitasi yang berlebih-lebihan4, seperti yang terjadi di Maluku.

Maluku merupakan salah satu kawasan yang penuh dengan kekayaan laut, terutama di Lautan Banda. Lautan Banda diperkirakan mengandung cadangan ikan cakalang (Tuna) yang terbesar di seluruh kawasan Asia Pasifik. Selain itu, diperkirakan juga bahwa dasar laut di kawasan Lautan Banda dan Maluku

1H. Sapulette, “Laut sebagai Bagian dari Masyarakat Kepulauan: Suatu Tinjauan Etis

, dalam Setia:Jurnal Teologi Persetia, diedit oleh Stephen Suleeman, Bendalina Souk, dan H. Ongirwalu (Jakarta: 1997), 5.

2Sapulette, “Laut”, 5.

3 Petrarca Karetji, “Menghubungkan Ketahanan Hayati dengan Pembangungan

Masyarakat di Indonesia: Menuju Strategi Komunikasi yang lebih afektif dalam pembangunan”, dalam Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin: Journal interdisciplinary development studies”, diedit oleh Agus Kristyanto, Dkk (Salatiga: Program pascasarjana UKSW), 231.

4

(13)

2

mengandung bahan mineral.5 Namun, dewasa ini ternyata banyak sekali terjadi pencemaran.6 Selain itu, perkembangan saat ini menunjukkan bahwa adanya perhatian terhadap lingkungan, termasuk laut karena terjadi kerusakan yang parah.

Berdasarkan penelitian LIPI, kualitas air di Teluk Ambon buruk dengan jumlah kepadatan 3.300 sel bakteri Escherichia coli (E coli) dan 27.100 sel bakteri Coliform total pada setiap 100 mililiter air yang menjadi sampel. Sampel penelitian itu diambil di delapan lokasi, di antaranya Pasar Batumerah, Air Salobar, pertengahan Teluk Ambon bagian luar, dan Hatiwe Besar.7

Oleh karena itu, peran masyarakat Indonesia sangat penting dalam merawat dan menjaga kebersihan laut, terutama warga masyarakat di Maluku yang juga menggantungkan hidupnya pada laut.

Terlepas dari permasalahan tersebut, di dalam ilmu teologi, kita mengenal makhluk yang bernama manusia sebagai makhluk yang mendapatkan mandat dari Tuhan. Mandat itu merupakan mandat ganda, yakni mandat untuk menjalankan ibadah dan mandat untuk menguasai alam semesta. Kedua mandat tersebut dapat kita sebut sebagai mandat ilahi dan mandat kultural. Mandat ilahi adalah mandat yang pada pokoknya meminta manusia untuk melakukan ibadah kepada Tuhan di dalam dan melalui kehidupannya. Sedangkan mandat kultural ialah mandat yang berisi tugas penyuruhan agar manusia berbuat dan berusaha menguasai alam dan segala isinya. Suatu tugas untuk mengolah bumi dan mengatur alam semesta ini agar tercipta tertib alam sebaik-baiknya.8

Tanggung jawab tersebut pada dasarnya memberikan gambaran secara langsung kepada masyarakat Maluku, termasuk Gereja untuk turut terlibat berkontribusi dalam menangani kerusakan lingkungan, terutama laut sebagai bagian dari misi gereja untuk menjaga alam ciptaan Allah. Raymundus Sudhiarsa,

5

Zen, Menuju Kelestarian, 91.

6 bandingkan Rizky W. Santoso, “Dampak Pencemaran Lingkungan Laut oleh

Perusahaan Pertambangan terhadap Nelayan Tradisional”, Lex Administratum 1, no.2 (Apr-Jun 2013).

7 Ita ibnu, Pencemaran Perairan Teluk Ambon Tinggi, dipublikasi Kamis 19/02/2014,

diakses minggu 18 Oktober 2015, http://www.batukarinfo.com/news/pencemaran-perairan-teluk-ambon-tinggi.

8

(14)

3

menegaskan bahwa ada dua hal yang perlu dijadikan sebagai agenda misi Gereja: Membangun kesadaran Moral dan Religius yang baru yang cinta akan lingkungan hidup serta menerapkannya dalam upaya-upaya tindakan pastoral yang real dan konkret.9

Biasanya dalam berbicara tentang lingkungan atau kepedulian terhadap lingkungan melalui iman Kristen, gereja selalu berpatokan pada apa yang dikatakan oleh Alkitab tentang lingkungan.10 Contohnya, dalam Alkitab sendiri telah dikemukakan bahwa laut menyumbangkan yang baik bagi manusia (band. Kej. 49:25), sebab memang dengan tujuan itulah laut itu diciptakan oleh Tuhan (Ul. 33:13).11

Meskipun Alkitab mengungkapkan bahwa laut menyumbangkan yang baik bagi manusia, namun tidak selamanya pandangan manusia terhadap laut itu positif. Misalnya, pandangan orang Alor-NTT terhadap laut. Bagi mereka laut bukan sekedar alam, tetapi kekuatan yang dapat membawa bencana. Demikian juga cara berpikir orang Yahudi tentang laut. Laut adalah wakil roh-roh jahat yang amat berbahaya.12 Perhatikan bagaimana murid-murid menganggap Yesus yang berjalan di atas air sebagai hantu laut.13 Selain itu, dalam kitab-kitab Injil tidak jarang kita membaca bahwa Yesus menganggap unsur-unsur alam adalah wahana roh-roh jahat. Sebaliknya, Ia menunjuk kepada unsur-unsur alam, sebagaimana adanya dalam rangka mengiaskan, mengumpamakan, mengibaratkan, atau mempersamakan sesuatu yang hendak Ia sampaikan (Mrk. 4:8 dst, 26dst; 13:28 dst; Mat 6:19-20; 26 dst; 10:29; 13:26 dst; 24:27, 28; Luk. 12:25; 16:21).14

Sekalipun menurut pandangan masyarakat Yahudi laut adalah sesuatu yang berbahaya, namun Yesus tidak memandangnya demikian. Bagi Yesus, alam

9

A. Sunarko dan A. Eddy Kristiyanto, Menyapa Bumi Menyembah Yang Ilahi

(Yogyakarta: Kanisius, 2008), 11.

10

Fred Van Dyke, Between Heaven and Earth: Christian Perspectives on environmental Protection (California: Santa Barbara, 1954), vii.

11

Dyke, Between Heaven, 7.

12B. Fobia, “Yesus dan Badai Laut”, dalam

Setia:Jurnal Teologi Persetia, diedit oleh Stephen Suleeman, Bendalina Souk, dan H. Ongirwalu (Jakarta: 1997), 39.

13Fobia, “Yesus dan Badai”, 39.

(15)

4

dan khususnya laut harus dipandang dari perspektif pemerintahan Allah yang telah berlaku.15 Dalam terang pemerintahan Allah yang telah berlaku, alam bukanlah kekuatan jahat yang membinasakan, melainkan pemberian Allah yang sangat kaya. Roh-roh jahat mungkin berdiam dalam laut, namun roh-roh jahat tersebut tidak berdaya. Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk memandang laut sebagai sumber ancaman, sehingga kehidupan bahari dapat dikembangkan tanpa rasa takut.16 Inilah yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat yang tinggal di Latuhalat. Mereka yang tinggal di sana menggantungkan kehidupan mereka pada laut. Mereka mengembangkan kehidupan mereka dari laut yang berada di sekitar tempat tinggal mereka. Mereka memanfaatkan hasil-hasil laut dengan menekuni pekerjaan sebagai nelayan dan juga membuka berbagai tempat-tempat wisata pantai di sana. Selain itu, warga gereja sendiri pun terkadang membuat acara-acara gereja, seperti ibadah padang di daerah sekitar pantai, bahkan melakukan retreat dan menginap di pantai.

Berbeda dengan orang Alor dan orang Yahudi, orang Maluku tidak menganggap laut sebagai ancaman dan bahaya. Sebaliknya, orang Maluku menggantungkan hidup mereka sepenuhnya pada laut. Oleh karena itu, jika laut itu merupakan ancaman dan bahaya yang juga dikatakan di dalam Alkitab, maka tentu tidak sesuai dan bertentangan dengan orang Maluku yang menganggap laut sebagai sumber kehidupan mereka. Dengan demikian, penelitian ini akan dilakukan untuk mengetahui imajinasi orang Maluku terutama di Jemaat Latuhalat tentang laut. Imajinasi yang dimaksudkan di sini ialah gambaran melalui konsep-konsep yang didapatkan melalui pengindraan.17 Kemudian imajinasi tersebut memprakondisikan pengalaman kita di dunia melalui tindakan kita.18 Dari imajinasi itulah, kita dapat memahami pandangan mereka serta tindakan mereka terhadap laut. Kemudian, kita dapat membangun refleksi secara teologis terhadap laut.

15Fobia, “Yesus dan Badai”, 40.

16Fobia, “Yesus dan Badai”, 40.

17

Hudjolly, Imagologi: Strategi Rekayasa Teks (Jogjakarta: AR-RUZZ, 2011), 104.

18

(16)

5

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan diteliti adalah apa imajinasi warga Jemaat GPM Latuhalat tentang laut serta pengaruhnya terhadap pemanfaatan laut dilihat dari perspektif Ekoteologi? Adapun tujuan dari penelitian ini ialah: mendeskripsikan imajinasi warga jemaat Latuhalat tentang laut serta pengaruhnya terhadap pemanfaatan laut oleh warga Jemaat GPM Latuhalat untuk menopang kehidupan dilihat dari perspektif ekoteologi.

Metode

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskiptif. Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral. Untuk mengerti gejala tersebut peneliti mewawancarai peserta penelitian atau partisipan dengan mengajukan pertanyaan yang umum dan agak luas.19 Pendekatan ini tidak menggunakan pertanyaan yang rinci seperti halnya pendekatan kuantitatif. Pertanyaan biasa dimulai dengan yang umum, tetapi kemudian meruncing dan mendetail. Bersifat umum karena peneliti memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada partisipan mengungkapkan pikiran dan pendapatnya tanpa pembatasan oleh peneliti. Informasi partisipan tersebut kemudian diperuncing oleh peneliti sehingga terpusat. Hal ini disebabkan oleh penekanan pada pentingnya informasi dari partisipan yang adalah sumber.20

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian kualitatif-deskriptif adalah wawancara dan dokumentasi:Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Wawancara berguna utuk mendapatkan data dari tangan pertama (primer) sebagai pelengkap teknik pengumpulan lainnya untuk menguji hasil pengumpulan data lainnya.21 Penelitian akan dilakukan di Sinode Gereja Protestan Maluku Jemaat Latuhalat. Dalam penelitian ini, informan yang akan penulis wawancarai adalah Pendeta jemaat, tokoh masyarakat, dan nelayan.

19

John W. Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatf, Kuantitatif, dan Mixed

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010), 9.

20

Creswell, Research Design, 10.

21

(17)

6 Ekoteologi, Imajinasi dan Laut

Ekoteologi

Pada dasarnya, Ekoteologi adalah upaya mengembangkan teologi yang berbasis pada pemahaman ekologi.22 Dengan kata lain, ekoteologi merupakan sebuah refleksi pada aspek yang berbeda dari teologi yang membahas tentang lingkungan dan hubungan manusia dengan alam.23 Ekoteologi berusaha untuk mengungkap dasar teologis bagi sebuah hubungan yang tepat antara Allah, manusia dan alam semesta.24 Pada tingkat sekuler berbagai bentuk ekoteologi harus dilihat sebagai kontribusi penting untuk membuat mitos dan simbol, di

mana 'mitos' tidak dimaksudkan untuk menyiratkan kurangnya kebenaran,

melainkan menunjukkan kapasitasnya untuk mencapai diluar rasional termasuk

dimensi lain dari pengetahuan. Hal ini menguraikan akar mitos tersebut dan

dampaknya, negatif dan positif, yang membentuk dasar dari banyak refleksi

ekoteologis. Dengan kata lain, pemikiran dan praktik keagamaan adalah sebagai

akar masalah karena agama berpotensi untuk meneruskan pemahaman ekoteologi

ke depan.25 Ekoteologi dapat memberikan rangsangan secara religio-filosofis

terhadap perhatian-perhatian agama atas isu-isu lingkungan hidup.

Ekoteologi sendiri bukanlah sebuah konsep baru lagi. Konsep ini sudah dikembangkan sejak tahun 1970-an sebagai wujud kepedulian gereja terhadap krisis ekologi yang belakangan ini semakin parah. Berawal dari kritik Lynn White, seorang ahli sejarah dari Universitas California, Los Angeles, dalam artikelnya berjudul “The Historical Roots of our Ecological Crisis”, White berpendapat bahwa Kekristenan mengajarkan doktrin-doktrin yang menjadikan manusia sebagai pusat segala sesuatu (anthropocentric) dengan menggunakan teori tentang kekuasaan manusia atas bumi (Kej. 1:26-28) dan pada akhirnya membawa dampak buruk terhadap lingkungan hidup. Kritik White tersebut tentu menjadi pukulan bagi Gereja. Ditambah lagi munculnya sejumlah tokoh yang turut mencambuk Gereja dengan teorinya yang anthropocentric. Dari kritik inilah,

22

K.A.M. Jusuf Roni, Langit Memerah Bumi Membara (Jakarta: Jusuf Roni Center, 2014), 11.

23

Celia Deane-Drummond, Eco-Theology (London: Saint Mary’s Press, 2008), 7.

24

Drummond, “Eco-Theology”, 9. 25

(18)

7

Paus Yohanes Paulus II kemudian mengarahkan perhatian gereja secara lebih besar terhadap faktor ekologi.26

Dengan demikian, maka teologi gereja masa kini sudah seharusnya difokuskan pada kesadaran akan lingkungan,sehingga agama lebih membumi dan tidak lagi terhipnotis oleh perdebatan-perdebatan doktrinal atau urusan-urusan aqidah.27 Banyak pendekatan untuk ekoteologi adalah mereka yang berusaha untuk memulihkan kesadaran kita terhadap bumi, sebuah pengingat bahwa bumi adalah tempat kita bersama, dan bahwa bumi dan manusia adalah satu.28 Dari sinilah berkembang sejumlah proyek yang disebut religious-environmental projects di seluruh dunia.29 Ekoteologi mulai digagas oleh sejumlah teolog seperti de Chardin, Whitehead, Cobb, Moltmann, Ruether, dan McFague. Ekotetologi juga tidak lahir hanya di kalangan Kristen saja ekoteologi berkembang, tetapi juga di kalangan agama-agama lain, seperti Heschel dan Buber di Yahudi, Shiva di Hindu dan Nasr di Islam.30

Imajinasi

Imajinasi telah diterima dalam dunia ilmiah, meskipun hanya diberi tempat pada bagian paling belakang dari sebuah pencarian, penelitian, dan eksperimen. Eksperimen dilandasi oleh sikap Imajinatif (pengandaian) yang dikenal dengan asumsi, hipotesis, dugaan, posibilitas, atau hal-hal yang memang belum secara nyata terjadi, tetapi dibayangkan akan terjadi jika semua syarat yang diperlukan disediakan.31 Tujuan metode adalah menghadirkan segala syarat yang diperlukan untuk suatu hipotesis, asumsi, dugaan, dan posibilitas. Oleh sebab itu, imajinasi merupakan sumber inspirasi yang mendorong seseorang untuk mengaktualisasikan imajinasinya.32

Menurut Edwards, imajinasi adalah daya untuk membentuk gambaran melalui konsep-konsep mental yang tidak secara langsung didapatkan dari proses

(19)

8

pengindraan.33 Namun, perlu dipahami bahwa imajinasi tidak sama dengan fantasi. Fantasi merupakan kemampuan membayangkan suatu objek dan produk fantasi bernama khayalan atau ilusi.34 Giordano Bruno berusaha memasukkan imajinasi ke dalam keagamaan. Ia memandang imajinasi sebagau suatu daya spiritual di dalam diri manusia. Dengan kata lain, imajinasi adalah kendaraan bagi Roh Kudus. Sedangkan Immanuel Kant memasukkan imajinasi dalam sistem transendental, yaitu sebuah kondisi tersembunyi dari segala pengetahuan yang mendasari objektivitas objek dalam subjektivitas subjek. Imajinasi itulah yang akan memprakondisikan pengalaman manusia dengan dunia.35

Imajinasi merupakan kata kerja yang yang lebih luas dan tidak hanya sekadar membayangkan, melainkan menuntut adanya kompleksitas dan kesadaran mental yang tinggi untuk dapat berimajinasi. Pemakaian kata imajinasi dalam kalimat sehari-hari mencampuradukkan pemakaian imajinasi dengan membayangkan antara imagery (penggambaran), dan imagine (membayangkan).36 Dalam realitas modern, keberadaan imagologi menggantikan peran imajinasi sebagai prakondisi pengetahuan. Imajinasi memprakondisikan pengetahuan individu, sedangkan imagologi memprakondisikan pengetahuan massal. Gejala-gejala pengetahuan mengenai agama berada dalam produksi massal. Dengan kata lain, pengetahuan agama sudah dibentuk dalam ruang-ruang publik.37

Laut

Sebagai mahluk yang hidup di darat, pengetahuan kita pada Laut, secara umum, harus kita akui masih sangat terbatas. Seorang ahli dan praktisi bidang kelautan, Roberts Callum, memperkirakan bahwa kita baru memahami rahasia laut sekitar 2% dari pengetahuan sesungguhnya.38 Misalnya saja bangsa Yunani yang membayangkan laut sebagai sebuah sungai besar yang mengelilingi bumi. Definisi ini tentu saja masih belum lengkap, dari pandangan manusia modern saat

(20)

9

ini. Meskipun demikian, bangsa Yunani telah memperkenalkan istilah Okeanos, yang selanjutnya secara global disebut Ocean. Kata Ocean, pada beberapa teks di Indonesia, umumnya diartikan sebagai Laut. Dengan demikian, munculnya istilah Okeanos, harus diakui sebagai kemajuan besar untuk mulai melihat, mempelajari dan memahami peranan Laut pada kehidupan manusia.39

Laut merupakan tubuh perairan yang berisi air asin, menempati permukaan bumi seluas 70,8% dengan kedalaman rata-rata 3.800 m.40 Lautan yang dangkal di dekat benua yang sering disebut laut pinggir dan dangkalan serta laut pedalaman bukanlah laut sesungguhnya, melainkan bagian benua yang kebetulan tenggelam ke bawah air laut pada waktu permukaan air laut naik sehabis zaman es. Laut sesungguhnya menempati cekungan-cekungan dalam yang biasa disebut lautan atau samudera.41 Laut terdiri dari cekungan-cekungan bebatuan yang berisi air asin. Tidak semua dasar laut bersifat datar, kadang-kadang berbentuk jurang atau tebing. Pegunungan di dalam laut dapat membentuk jajaran pegunungan di dasar laut di zona-zona lautan yang luas.42

Berdasarkan letaknya, Laut dibedakan menjadi tiga, yaitu Laut Tepi, Laut Pertengahan, dan Laut Pedalaman. a) Laut Tepi. Laut Tepi adalah laut yang terletak di tepi benua (kontinen) dan seolah-olah terpisah dari samudera luas oleh daratan pulau-pulau atau jazirah. b) Laut Pertengahan. Laut Pertengahan adalah laut yang terletak diantara benua-benua. Lautnya dalam dan mempunyai gugusan pulau-pulau. c) Laut Pedalaman. Laut pedalaman adalah laut-laut yang hampir seluruhnya dikelilingi oleh daratan.

Menurut Kedalamannya laut dibedakan berdasarkan 4 wilayah (zona), yaitu: a) Zona Litoral. Zona ini adalah wilayah pantai atau pesisir. Di wilayah ini pada saat air pasang akan tergenang air, dan pada saat air surut berubah menjadi daratan. Oleh karena itu wilayah ini sering juga disebut Wilayah Pasang-Surut. b)

39

Laut dan Fungsinya,” dalam Wiadnya_DGR Blog.

40

Ruslan H. Prawiro, Ekologi, Lingkungan, Pencemaran: memperkenalkan seluk-beluk lingkungan dengan masalahnya dan cara mengatasi, Cetakan keempat (Semarang: Satya Wacana, 1988), 115.

41

Prawiro, Ekologi, Lingkungan, 115.

42

Friedhelm Goltenboth, Kris H. Timotius, Paciencia Po Milan, dan Josef Margraf,

(21)

10

Zona Neritik. Zona Neritik adalah baris batas wilayah pasang surut hingga kedalaman 150 m. Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari sehingga pada wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jeni kehidupan baik hewan maupun tumbuhan. c) Zona Batial. Zona Batial adalah wilayah laut yang memiliki kedalaman antara 150 hingga 1800 m. Wilayah ini tidak dapat tertembus sinar matahari, oleh karena itu kehidupan organismenya tidak sebanyak yang terdapat di Wilayah Neritik. d) Zona Abisal. Zona Abisal adalah wilayah laut yang memiliki kedalaman lebih dari 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat dingin dan tidak ada tumbuh-tumbuhan. Jenis hewan yang dapat hidup di wilayah ini sangat terbatas (softilmu, 2013).43

Laut juga sangat kaya dengan organisme, baik jumlah maupun jenisnya. Air dengan mineral-mineral dan sinar matahari sebagai sumber daya hidup tercukupi. Organisme besar-kecil, tumbuhan dan hewan yang terdapat dalam lingkungan laut, dari ganggangan-ganggangan yang sangat halus sampai mamalia sangat besar.44 Laut dengan organisme yang sangat banyak itu merupakan sumber daya berpotensi bagi kehidupan manusia. Sebagian telah dimanfaatkan, tetapi sebagian besar masih merupakan cadangan untuk masa-masa yang akan datang. Penghuni laut terdiri dari tumbuhan dan hewan yang dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu plankton, nekton, bentos. Plankton berasal dari kata Yunani “plagktos”, yang berarti mengembara. Kelompok ini terapung atau melayang di air dan terbawa kemana-mana oleh arus air. Nekton berasal dari kata nektos yang berarti berenang, dapat bergerak secara aktif hingga terdapat dimana-mana. Selain itu, terdiri dari berbagai macam jenis ikan dan bukan ikan seperti lumba-lumba, ikan paus, dan lain-lain yang termasuk binatang menyusui bernapas dengan paru-paru. Sedangkan bentos merupakan golongan yang hidup dengan dasar. Jenis ini hidup dari bahan organik dari kehidupan di lingkungan di atasnyayang berupa bahan buang dan sisa-sisa bangkai yang mengendap di dasar laut. Ada yang merangkak, melata, dan terikat lebih nyata dengan dasar. Beberapa jenis hidup

43

Hermansyah, “Potensi dan Mitigasi Bencana Laut,” Blog Hermansyah Education, Maret 03, 2016, diakses September 01, 2016, http://blokjasa.blogspot.co.id/2016/03/potensi-dan-mitigasi-bencana-laut.html?view=timeslide.

44

(22)

11

sebagai predator dengan menangkap jenis-jenis lain yang lewat di dekat mereka.

45

Jika kita melihat ekosistem pantai, kebanyakan ekosistem pesisir pantai yang merupakan zona pasang surut adalah pertemuan daerah laut dengan pantai mempunyai salinitas diantara laut dan air tawar dan air pasang surut tersebut merupakan pengatur yang penting bagi ekosistem itu. Meskipun kondisi temperatur dan kadar garam sangat bervariasi di sini, kondisi makanan yang tersedia sangat penting pada area ini untuk makhluk hidup. Berbeda dengan laut, organisme-organisme yang berdiam pada ekosistem ini merupakan habitat yang terbuka terhadap sinar matahari, udara, dan juga mudah dimangsa oleh predator tanah, seperti burung-burung pantai pada waktu pasang rendah dan dari pemangsa hewan laut pada saat pasang naik. Pada keadaan lain, organisme tersebut harus tetap hidup terhadap hempasan ombak berbuih sepanjang hari.46

Pantai yang berbatuan banyak ditutupi oleh tumbuhan laut seperti Fucus dan Laminaria; dan hewan-hewannya seperti siput laut, jenis udang kecil, lintah laut, kerang yang menempel dengan kuat pada batuan.47 Pada pelekuan batuan sering merupakan habitat yang berisi air laut yang banyak dihuni oleh jenis insekta. Zona pantai dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona alga merah, zona alga coklat dan zona kerang. 48 Pantai berpasir ditandai oleh organisme seperti jenis tiram , cacing, siput, dan kepiting yang dapat bersembunyi pada lubang yang dibuatnya di pasir. Tumbuhan dan hewan yang mirip dengan hewan-hewan tersebut juga terdapat pada habitat pantai yang berlumpur pada saat pasang surut terjadi.49

Goltenboth et al., Ekologi Asia Tenggara, 119-120.

46

(23)

12

dimanfaatkan oleh manusia sejak berabad-abad lamanya. Laut mengandung sumber mineral yang penting bagi manusia – sebanyak 73 jenis dari 93 mineral alam yang ada di laut sudah diketahui pada konsentrasi yang bisa diukur. Natrium chlorida, magnesium dan bromine ialah tiga komponen mineral yang umum diekstraksi dari laut. Laut mengandung iodium (iodine) dan merupakan komponen esensial bagi kehidupan manusia. Iodium, tersedia atau terakumulasi pada tumbuhan rumput laut (seaweed), selanjutnya secara mudah bisa diekstraksi oleh manusia. Kebutuhan kita akan iodium juga bisa didapat dari garam alami laut.50

Selain itu, Nodule Mangan ialah sumber mineral mangan, cobalt dan elemen lain dari laut yang hampir tidak pernah habis. Emas, mutiara dan logam berat lainnya terkonsentrasi di wilayah neritik melalui bantuan gelombang pantai. Besi sulfida terkumpul pada wilayah antara paparan benua dan dasar laut yang lebih dalam. Bijih dan pasir besi terkumpul pada wilayah dekat pantai (neritik). Penambangan pasir besi sudah sangat terbiasa kita lihat, dilakukan oleh berbagai perusahaan swasta maupun pemerintah. Di bawah dasar laut, terdapat deposit minyak dan gas yang persediaannya dipercaya lebih banyak daripada yang tersedia di darat. Sebagian besar minyak dan gas alam cair yang kita gunakan sehari-hari berasal dari pengeboran lepas pantai – Laut ialah satu satunya tempat pada planet bumi untuk mencari hampir semua kebutuhan manusia. Bahkan pasir pun kita tambang dari laut – kita telah mengambil faeces atau kotoran dari ikan kakatua (famili: Scaridae) untuk dijadikan salah satu sumber bahan dan sumber mata pencaharian masyarakat, bahkan sumber pendanaan pemerintah.51 Selain itu, penangkapan ikan atau perikanan laut merupakan bentuk paling tradisional dari usaha untuk memanfaatkan laut sebagai sumber daya, bagi kehidupan manusia.52

Laut juga mempunyai manfaat lain. Setiap hari, air laut akan naik ke arah darat, selama beberapa lama dan kembali ke laut. Seperti sudah kita ketahui, proses ini disebut pasang surut. Laut mempunyai pasang surut secara periodis. Oleh sebab itu, ditempat-tempat tertentu perbedaan tinggi permukaan laut antara pasang dan surut yang cukup tinggi dapat digunakan sebagai pembangkit listrik.

50

Laut dan Fungsinya,” dalam Wiadnya_DGR Blog.

51

Laut dan Fungsinya,” dalam Wiadnya_DGR Blog.

52

(24)

13

Di dalam gelombang dan arus laut juga terdapat energi yang dapat dimanfaatkan.53 Energi lain dalam laut ialah panas matahari yang tersimpan di dalam air laut. Di laut dalam, di bawah kondisi oseanologi tertentu terdapat perbedaan suhu antara lapisan bawah dan atas air laut. Perbedaan suhu tersebut dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan tenaga listrik.54

Bencana Laut

Laut tentu memiliki manfaat dan fungsi yang sangat banyak yang dapat digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Meskipun laut memiliki manfaat seperti yang telah dibahas di atas tadi, laut juga dapat mendatangkan bencana bagi manusia sendiri.

Bencana laut adalah bencana alam yang berasal dari laut, lingkungan normal atau perubahan drastis alam laut, sehingga di zona pesisir terjadi di laut atau serius membahayakan masyarakat, ekonomi dan peristiwa-peristiwa kehidupan serta properti.

Ada berbagai jenis bencana yang diakibatkan oleh laut. Jenis-jenis bencana tersebut diantaranya ialah: a) Tsunami. Tsunami adalah serangkaian gelombang panjang yang timbul karena adanya perubahan dasar laut atau perubahan badan air yang terjadi secara tiba-tiba dan impulsif, akibat gempa bumi, erupsi gunung api bawah laut, longsoran bawah laut, ekstrusi gas dari volcanic mud, runtuhan gunung es, ledakan nuklir, bahkan akibat terjangan benda-benda angkasa luar ke permukaan laut. b) Gelombang Badai. Gelombang badai Yaitu Gelombang yang terbentuk oleh angin yang sangat kuat Dengan Kecepatan angin lebih dari 91 Km/jam, Tinggi gelombang 7 meter – 30 meter, Berbahaya bagi pelayaran dan pemukiman /bangunan di pantai serta Dapat menyebabkan abrasi pantai. Contoh : Badai, typhoon / hurricane, La Nina, El nina. c) Kenaikan Permukaan Laut. Kenaikan permukaan laut adalah suatu peristiwa yang menimbulkan naiknya permukaan air laut ke pesisir pantai kerena beberapa faktor. d) El nina dan La nina. Nino adalah fenomena dimana terjadi

53

Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan (Jakarta: Djambatan, 1985), 348.

54

(25)

14

peningkatan suhu permukaan laut yang biasanya dingin yang menyebabkan upwelling55 dan biasaya kita indikasikasikan dengan kekeringan pada daerah tersebut dan La-Nina adalah fenomena dimana terjadi pendingginan suhu permukaan laut akibat menguatnya upwelling dan biasanya kita indikasikan dengan banjir pada daerah tersebut.

e) Banjir. Banjir adalah debit aliran air sungai yang secara relatif lebih besar dari biasanya/normalnya akibat hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu secara terus menerus, sehingga tidak dapat ditampung oleh alur sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya. Selain air sungai, banjir juga dapat terjadi karena aliran air yang berasal dari laut karena adanya bencana badai atau tsunami. f) Abrasi Pantai. Abrasi pantai yaitu Pengikisan (erosi) pantai oleh pukulan gelombang laut yang terus menerus terhadap dinding pantai. Hingga saat ini luas areal yang hilang dari Brebes hingga Rembang mencapai lebih 4.000 (ha). Rata-rata daratan yang terseret arus laut 5-30 meter per tahun. Abrasi itu mengakibatkan rusak dan hilangnya hutan bakau (mangrove), perkebunan rakyat, areal pertambakan, dan permukiman penduduk yang berada di bibir pantai.56

Hubungan Manusia dengan Laut

Dengan melihat manfaat dan bencana laut, maka secara tidak langsung laut memiliki hubungan dengan makhluk lain, termasuk manusia. Laut sejak dulu sudah menjadi sumber daya alam yang memberikan banyak manfaat penting bagi manusia. Penangkapan ikan atau perikanan laut, ialah bentuk paling tradisional dari usaha untuk memanfaatkan laut sebagai sumber daya, bagi kehidupan manusia di darat.57 Penangkapan ikan tersebut kemudian dikembangkan dan dijadikan sebagai mata pencaharian dibidang perekonomian.

Selain itu, hal yang tidak kalah menariknya antara hubungan manusia dengan laut ialah tradisi atau kepercayaan. Pada umumnya, manusia memang

55

Upwelling merupakan sebuah fenomena di mana air laut yang lebih dingin dan bermassa jenis lebih besar dari dasar laut bergerak ke permukaan akibat pergerakan angin di atasnya.

56Hermansyah et al., “

Potensi dan Mitigasi Bencana Laut”. 57

(26)

15

memanfaatkan laut untuk kepentingan dan kebutuhannya. Namun di sisi lain, manusia juga ternyata membangun hubungan yang lebih dari itu. Manusia mulai membuat mitos-mitos tentang laut. Dari gambaran mitos-mitos tersebut ada yang memandang laut sebagai ancaman atau bencana, tetapi ada juga yang memandang laut sebagai anugerah dan berkat.

Kebanyakan dari bangsa-bangsa lain sering menggambarkan laut sebagai sesuatu yang berbahaya, mengerikan, dan mengancam karena tidak selalu aman.58 Kisah-kisah tentang para petualang maupun para pelaut tentang serangan dari makhluk-makhluk mistis dengan kekuatan gaib, maupun keanehan-keanehan laut telah kita dengar. Misalnya saja, mitos Flying Dutchman (Belanda), mitos Odysseus dan Serena (Yunani), legenda kapal Mary Celeste (Amerika Serikat), misteri tentang Segi Tiga Bermuda (Samudra Atlantik), serta Sosok Leviathan sebagai monster laut yang digambarkan dalam Perjanjian Lama oleh bangsa yahudi dan juga dalam kebudayaan populer Barat lainnya. Mitos-mitos tersebut menunjukkan bahwa laut sangat berbahaya dan mnyeramkan karena dihuni makhluk-makhluk misterius yang mengerikan dan tentu saja menakutkan, sehingga dalam kebudayaan Barat, hampir tidak ada mitos tentang laut sebagai sebuah tempat yang penuh dengan pengharapan dan memberikan kepastian hidup.59 Pandangan yang berbeda datang dari bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa bahari. Bagaimana pun juga pandangan bangsa lain tentang laut berbeda dengan bangsa Indonesia. Bangsa Barat telah berhasil mengarungi samudera dan lautan yang bergelombang, namun mereka didasari oleh kekuatan obsesi dan rasionalitas, bukan pada spirit kebahariannya.60

Bangsa Indonesia menggambarkan laut dengan memiliki daya tarik tersendiri, melalui mitos dan cerita-ceritanya. Dalam berbagai kebudayaan yang ada di Indonesia, terdapat banyak cerita tentang adanya Dewi Laut.61 Selain, hadirnya mitos-mitos, Bangsa Indonesia juga membangun imajinasinya tentang

58Yoseph Yapi Taum, “Berbagai Mitos Tentang Laut: Mengungkap Konsep Bahari

Bangsa Indonesia,” (Makalah dipresentasikan dalam Kongres Internasional Folklore Asia III DI

Hotel Inna Garuda, Yogyakarta, 7-9 Juni, 2013).

59

Taum, “Berbagai Mitos Tentang Laut”.

60Taum, “Berbagai Mitos Tentang Laut”.

61

Diwilayah Lombok dikenal sebagai Putri Mandalika yaitu putri laut yang

(27)

16

laut. Ada berbagai macam pandangan etnis di Indonesia yang menggambarkan laut sebagai ibu. Bangsa Indonesia menggambarkan bahureks laut dalam bentuk sosok perempuan. Di pulau Buru mengenal Ina Kabuki sebagai ratu yang bertakhta di dasar Teluk kayeli. Selain itu, masyarakat nelayan Lamalera menyebut laut sebagai Ina Fae Bele. (Lamaholot: Ina Fae (dari kata: Kefae atau Kfae. Lamaholot: Kewae/Kwae: Istri) Belé artinya: Ibunda yang maharahim.

Laut juga disebut sebagai: Sedo Basa Hari Lolo: Ibundah yang maharahim, mahapengasih, bunda yang senantiasa mengandung, melahirkan, membesarkan, memelihara anak-anaknya dengan menyediakan semua yang anak-anaknya membutuhkan. Dalam nyanyian-nyanyian memanggil angin dan ungkapan-ungkapan adat ketika menangkap ikan paus, pari, hiu, dll, laut disebut dengan berbagai nama, Ina Lefa (Bunda Lautan), Ina Soro Budi: Ibu yang memberi hatinya kepada anak-anaknya.62

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bangsa Indonesia memberikan gambaran seorang perempuan bagi laut. Hal ini memiliki dua kemungkinan.

Pertama, dalam konsep masyarakat di luar Pulau Jawa, perempuan dipahami sebagai pemberi dan pelindung kehidupan. Wanita lebih dimaknai sebagai manusia yang lembut dan penuh kasih. Itulah sebabnya banyak sekali suku-suku bangsa di luar Jawa yang menjadi pelaut ulung (dengan kapal Phinisi) dan bahkan ada suku laut yang dikenal sebagai gypsi laut seperti suku Bajao di Sulawesi Selatan. Laut juga dipahami sebagai ibu yang memberi kehidupan, seperti terlihat jelas dalam legenda Bau Nyale masyarakat suku Sasak.63

Kedua, dalam konseps Jawa, perempuan dipahami sebagai çakti yang dilukiskan sebagai maha hebat dan selalu dilukiskan sebagai sesuatu yang "mengerikan". Perhatikan misalnya Sarpakenaka, Durga, dan Calon Arang (Setiawan, 1981). Jika perempuan dipahami dalam konsep ini, laut memiliki makna yang menakutkan. Orang menjadi takut untuk melaut. Akan tetapi, penting diperhatikan bahwa konsep Penguasa Laut Selatan muncul pada masa Mataram Senapati, di mana konsep gender sangat kuat, dengan perempuan dipandang sebagai kekuatan pengayom. Konsep ini berbalik linea recta di jaman rezim militer Orde Baru Suharto, ketika (tubuh) perempuan dia pakai sebagai wahana dan sarana untuk menghancurkan gerakan kiri khususnya dan gerakan rakyat umumnya.64

62Taum, “Berbagai Mitos Tentang Laut”.

63Taum, “Berbagai Mitos Tentang Laut”.

(28)

17 Laut dalam Pandangan Jemaat Latuhalat

A. Gambaran Tempat Penelitian

Jemaat GPM Latuhalat merupakan salah satu jemaat tertua dari beberapa jemaat yang ada di Klasis Pulau Ambon. Jemaat GPM Latuhalat terdiri dari dua negeri yaitu Negeri Latuhalat dan Seilale, sehingga lebih dikenal sebagai Jemaat Latuhalat-Seilale.65 Namun di kemudian hari, Negeri Seilale membentuk jemaat sendiri dan terpisah dari Jemaat GPM Latuhalat. Jemaat GPM Latuhalat terletak di bagian barat Jezirah Lei-timur Pulau Ambon. Secara geografis, wilayah pelayanan Jemaat GPM Latuhalat berbatasan sebagai berikut: di bagian Utara dengan Jemaat GPM Seilale dan Teluk Ambon; di bagian Timur dengan Jemaat GPM Erie dan Jemaat GPM Airlow; di bagian Barat dengan Jemaat GPM Waimahu; di bagian Selatan dengan Laut Banda.66

Pembangunan gedung gereja Jemaat GPM Latuhalat untuk pertama kali diresmikan pada tanggal 20 April 1926 oleh Tuan D.S W.J.J. Tennu. Gedung Gereja tersebut kemudian diberi nama PNIEL yang artinya Bertemu Tuhan Muka dengan Muka (Kej 32:30).67 Namun, dalam perjalanan waktu sampai sekarang, Jemaat GPM Latuhalat mengalami perkembangan, baik dari pertambahan jumlah umat, unit dan sektor. Secara keseluruhan, Jemaat GPM Latuhalat memiliki 6 sektor dan 51 unit. Anggota Jemaat GPM Latuhalat sendiri hingga awal 2016 berjumlah 5.240 orang dan jumlah KK sebanyak 1.276. Oleh sebab itu, dengan banyaknya jumlah anggota jemaat maka untuk menjaga agar peribadahan tetap efektif telah dibangun 5 gedung gereja di setiap sektor. Selain itu, untuk mengakomodasi para pendeta, maka telah dibangun 4 rumah pastori, sehingga saat ini jumlah rumah pastori di Jemaat GPM Latuhalat berjumlah 5 buah yang tersebar disetiap sektor. Sampai dengan tahun 2016 jumlah pendeta yang sudah bertugas di Jemaat GPM Latuhalat sebanyak 28 pendeta.68

Pekerjaan dari anggota Jemaat GPM Latuhalat sangat bervariasi mulai dari nelayan, papalele, petani, peternak, pedagang, pekerja bangunan, PNS, TNI/POLRI, swasta dan pengusaha. Berikut adalah tabel yang memperlihatkan

65

Dikutip dari Rencana Strategi Jemaat GPM Latuhalat tahun 2016-2020, 4.

(29)

18

banyaknya orang yang berpartisipasi dalam aktivitas usaha ekonomi dan jenis pekerjaan, pada tahun 2015.69

Sumber : Kantor Jemaat GPM Latuhalat, data diolah 2016

Tabel 3.1 JENIS USAHA EKONOMI DAN PEKERJAAN DARI PENDUDUK JEMAAAT GPM LATUHALAT

(30)

19

6. Industri Kecil 1

7. Warnet 2

8. Industri Rumah Tangga 52

9. Alat Transportasi Darat 102

10. Ojek 150

11 Koperasi 4

Sumber : Kantor Negeri Latuhalat, data diolah 2016

Tabel 3.2 SUMBER DAYA EKONOMI YANG TERSEDIA

Berdasarkan tabel-tabel yang disajikan di atas, saya dapat menemukan bahwa ada begitu banyak pekerjaan dan sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh jemaat GPM Latuhalat.

B. Pandangan Jemaat Latuhalat tentang Laut

Berdasarkan gambaran umum dari jemaat GPM Latuhalat yang telah dipaparkan di atas, penulis menemukan bahwa ada begitu banyak pekerjaan yang ditekuni oleh warga Jemaat GPM Latuhalat. Namun secara khusus, penulis lebih menyoroti pada pekerjaan sebagai nelayan dan papalele. Yang dimaksud dengan papalele ialah mereka yang biasanya berjualan keliling baik dari rumah ke rumah maupun dari desa ke desa.70 Pekerjaan mereka sebagai nelayan mendapat peringkat ketiga terbanyak di dalam jemaat tersebut. Salah satu faktor yang membuat mereka bekerja sebagai nelayan ialah jemaat tersebut sebagian besar tinggal di daerah pesisir pantai. Itulah sebabnya cukup banyak anggota jemaat yang menggantungkan kehidupan mereka pada laut. Hal ini tentu mempengaruhi pandangan Jemaat GPM Latuhalat tentang laut. Bagi Jemaat GPM Latuhalat, khususnya nelayan, ibu-ibu papalele, tokoh-tokoh masyarakat71, serta para pelayan gereja laut itu merupakan sesuatu yang sangat penting.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para nelayan, mereka menganggap laut sebagai sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan mereka. Alasannya ialah bahwa sebagian besar mereka telah mempunyai pengalaman sebagai seorang nelayan sejak remaja. Mereka bahkan hidup dan dibesarkan dengan hasil-hasil

70Simon Pieter Soegijono, “

Papalele: Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon,” (Disertasi Doktor., Universitas Kristen Satya Wacana, 2011), 2.

71

(31)

20

laut yang diperoleh. Dengan demikian, nelayan bukanlah profesi baru yang mereka kerjakan, melainkan pekerjaan tersebut sudah dilakukan sejak dahulu.72 Namun, ada juga yang baru menjadi nelayan beberapa tahun.73 Pendapatan yang mereka peroleh dari hasil-hasil laut telah cukup membiayai kebutuhan mereka sehari-hari, baik itu sandang, pangan, papan, dan juga pendidikan. Hal inilah yang membuat laut begitu penting bagi mereka. Mereka percaya bahwa laut telah memelihara dan membesarkan mereka. Selain menganggap laut sebagai sesuatu yang sangat penting, sebagai orang Kristen mereka juga menganggap laut itu sebagai anugerah Tuhan. Laut merupakan ciptaan Tuhan yang patut disyukuri, sebab lewat laut Tuhan memberikan berkat bagi para nelayan.74

Walaupun para nelayan telah menjalani kehidupan mereka bertahun-tahun di laut, namun tentu saja tidak mudah bagi mereka untuk menaklukkan laut. Berdasarkan hasil wawancara dengan para nelayan, mereka mengatakan bahwa walaupun hampir setiap hari mereka pergi ke laut untuk mencari ikan, hal itu tidak membuat mereka dengan serta-merta tidak takut terhadap laut. Terkadang mereka harus berhati-hati ketika hendak pergi ke laut, apalagi jika musim ombak.75 Meskipun demikian, ada juga beberapa nelayan yang merasa sudah biasa dalam menghadapi gelombang laut.76 Bagi mereka, laut itu bukanlah sesuatu yang menakutkan, laut juga mempunyai sisi yang menyenangkan. Hal yang menyenangkan bagi mereka ialah ketika mereka pergi ke laut, laut dapat memberikan sesuatu bagi mereka untuk dibawa pulang. Dengan melihat kenyataan tersebut, sebagai orang yang menggantungkan hidupnya di laut, mereka tidak dapat menghindari semua ancaman-ancaman yang bisa saja membahayakan nyawa mereka ketika pergi ke laut. Terkadang, walaupun cuaca tidak memungkinkan, ada yang tetap turun ke laut mencari ikan demi melangsungkan kehidupan mereka.

72

Wawancara dengan Bapak K.S, Bapak R.L, Bapak H.L, Bapak J.L, Bapak M.L, dan Bapak C.L pada tanggal 3 Oktober 2016 di rumah masing-masing narasumber.

73

Wawancara dengan Bapak R.S.N pada tanggal 3 Oktober 2016 di rumah narasumber.

74

Wawancara dengan Bapak K.S, Bapak R.L, Bapak H.L, Bapak J.L, Bapak M.L, dan Bapak C.L pada tanggal 3 Oktober 2016 di rumah masing-masing narasumber.

75

Wawancara dengan Bapak K.S, Bapak R.L, Bapak H.L, Bapak J.L, Bapak M.L, dan Bapak C.L pada tanggal 3 Oktober 2016 di rumah masing-masing narasumber.

76

(32)

21

Meskipun ketakutan mereka terhadap laut tidak dapat dihindari, namun ada yang lebih menarik dari hal tersebut. Oleh karena laut telah memberikan hasil bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka, maka mereka menganggap laut sebagai ibu yang telah membesarkan mereka. Laut tidak hanya dipandang sebagai ibu, tetapi juga ayah. Dengan kata lain, mereka memandang laut itu sebagai orang tua mereka. Mereka melihat bahwa laut telah cukup banyak memberikan kontribusi dalam kehidupan mereka, terkhususnya dalam bidang perekonomian. Laut telah memberikan hasilnya berupa ikan dengan berbagai jenis yang dapat mereka makan dan juga mereka jual, sehingga memperoleh uang untuk memenuhi semua kebutuhan mereka. Selain ikan dengan berbagai jenis, terkadang mereka juga mendapat cumi-cumi sebagai hasil tangkapan mereka.

Selain pendapat dari para nelayan, berdasarkan hasil wawancara dengan ibu-ibu papalele, mereka mengatakan bahwa laut juga merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan mereka. Meskipun mereka tidak turun secara langsung ke laut, namun hasil-hasil yang diperoleh oleh suami maupun anak-anak mereka juga dapat mereka nikmati. Merekalah yang membawa hasil-hasil laut itu ke pasar dan menjualnya untuk memperoleh uang.77 Selain itu, sebagai ibu rumah tangga tentulah ikan yang diperoleh itu dimasak dan disajikan oleh mereka. Dengan demikian, laut juga memainkan peranan penting bagi ibu-ibu papalele, bukan hanya bagi para nelayan saja. Bagi ibu-ibu papalele, laut bisa digambarkan sebagai dapur bagi mereka. Sebab sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa dapur merupakan tempat di mana kita menyimpan segala jenis bahan makanan dan tempat untuk mengolah bahan makanan.78 Bahan makanan yang mereka peroleh berupa ikan selalu mereka dapatkan dari laut. Oleh sebab itulah, maka mereka menggambarkan laut sebagai dapur, tempat di mana mereka menyimpan bahan makanan yang sewaktu-waktu jika mereka perlu mereka dapat mengambilnya.

Di sisi lain, ada budaya dari orang Latuhalat di mana mereka terkadang pergi ke pantai dan berbicara dengan sebuah batu yang berada di pesisir pantai. Mereka menamainya “Batu Bicara”. Orang-orang yang mempunyai peran dalam

77

Wawancara dengan Ibu Y.L, Ibu T.L, Ibu C.L, Ibu S.L, Ibu, S.N, dan Ibu E.L pada tanggal 3 Oktober 2016 di rumah masing-masing narasumber.

78

(33)

22

adat biasanya naik ke batu tersebut untuk berdialog dengan roh-roh nenek moyang. Mereka biasanya berbicara tentang kondisi musim atau keadaan darurat lainnya.79 Seharusnya dengan adanya budaya tersebut, gereja dapat membuat teologi kontekstual yang berhubungan dengan laut, sehingga orang Latuhalat bisa membangun relasi antara mereka dengan laut.

Menurut Pendeta dan Majelis, mereka mengatakan bahwa laut juga merupakan bagian yang sangat penting, sebab laut juga merupakan tempat makhluk hidup. Jika laut tidak penting maka Allah tidak akan menciptakan laut. Manusia sendiri juga menggantungkan hidup mereka di laut. Contoh konkret yang bisa dilihat dari kehidupan sehari-hari ialah para nelayan itu sendiri. Mereka hidup dan begitu menggantungkan kehidupan mereka dengan hasil-hasil laut yang mereka peroleh.80 Selain itu, laut juga merupakan anugerah yang Tuhan berikan bagi kehidupan manusia. Sebab lewat laut Tuhan memberikan berkatNya berupa hasil-hasil laut yang dinikmati oleh semua manusia, bukan hanya para nelayan saja.81 Dilihat dari perspektif Teologi, Ketua Majelis Jemaat Latuhalat menjelaskan bahwa laut merupakan ciptaan Tuhan sekaligus anugerah Tuhan. Laut merupakan bagian yang tidak terlepas dari kehidupan ini, sebab kita semua merupakan satu ekosistem yang terhubung satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, maka tentulah manusia juga membutuhkan laut, hanya saja manusia kurang memperhatikan laut, termasuk Gereja itu sendiri. Orientasi Gereja Protestan Maluku (GPM) masih banyak tertuju pada organisasi institusi dan ritual-ritual keagamaan, meskipun perlu diakui bahwa pemikiran para Teolognya sudah berkembang. Namun, perhatian pada mental spiritual, masalah sosial dan lingkungan masih perlu ditindaklanjuti lebih jauh.82

Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa meskipun para pelayan gereja menganggap bahwa laut itu penting, namun dari pihak gereja sendiri kurang membangun refleksi dan melibatkan kegiatan pelayanan jemaat dengan laut. Kegiatan peribadahan sekitar pantai mungkin pernah dilakukan oleh Jemaat GPM

79

Wawancara dengan D.P.S (Mantan majelis, Raja, Sekretaris Desa, dan Tua Adat) pada tanggal 8 Oktober 2016 di rumah pastori.

80

Wawancara dengan L.N (Majelis) pada tanggal 5 Oktober 2016 di rumah narasumber.

81

Wawancara dengan Y.S (Majelis sekaligus koordinator pelayanan sektor Nazaret) Pada tanggal 5 Oktober 2016 di rumah narasumber.

82

(34)

23

Latuhalat, seperti retreat katekisasi.83 Namun, belum ada bentuk-bentuk pemberdayaan atau program-program gereja yang berkaitan dengan laut dan kehidupan para nelayan.

Imajinasi Jemaat Latuhalat tentang Laut Sebagai Sebuah Refleksi dalam Membangun Ekoteologi

Ada beberapa imajinasi yang ditemukan oleh penulis berdasarkan hasil wawancara bersama dengan orang-orang Latuhalat. Berikut dipaparkan imajinasi-imajinasi yang lahir dari pengalaman keseharian mereka.

A. Laut Sebagai Ibu

Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang sudah dipaparkan di atas, penulis menemukan bahwa orang Latuhalat menganggap laut itu sebagai seorang ibu. Hal ini tentu berdasar pada kehidupan mereka yang bergantung pada laut. Seorang ibu biasanya menjaga, merawat dan memberikan apa yang dibutuhkan oleh anak-anaknya. Sama halnya juga dengan apa yang dialami oleh orang Latuhalat dengan laut. Laut merawat, memberikan apa yang dibutuhkan, serta membiayai kehidupan orang-orang Latuhalat, terutama para nelayan. Laut menyimpan hasil-hasilnya untuk diberikan dan dinikmati oleh mereka. Dengan demikian, mereka dapat mencukupi kebutuhan hidup berupa bahan pangan dan perekonomian mereka yang diperoleh dari hasil-hasil laut yang dijual di pasar.

Selain itu, laut juga mengelola dan menghasilkan sesuatu yang baik bagi orang-orang Latuhalat. Terkadang, manusia begitu serakah sehingga ikan-ikan kecil juga ingin diambil. Namun, laut mempunyai gelora dan gelombang besar untuk mencegah nelayan turun ke laut. Tentu inilah cara laut untuk mengelola hasil-hasilnya. Sama seperti seorang ibu yang mengelola segala sesuatu bagi anak-anaknya juga.

B. Laut Sebagai seorang Teman Dekat

Orang Latuhalat, terkhususnya para nelayan juga menganggap laut itu sebagai teman dekat atau sahabat. Oleh karena hampir setiap hari mereka turun ke laut, maka mereka sudah begitu bergaul karib dengan laut. Biasanya seorang

83

(35)

24

teman dekat atau sahabat adalah orang yang senantiasa bergaul karib dengan teman mereka. Lebih dari itu, mereka bukan hanya bergaul karib, tetapi juga mengetahui sifat baik dan buruk dari teman mereka. Sekalipun mereka mengetahui sifat buruk dari teman mereka, namun mereka tidak meninggalkan temannya. Sama halnya, hubungan antara para nelayan dengan laut. Laut merupakan teman dekat atau sahabat mereka, sebab mereka selalu bergaul dengan laut. Tidak hanya itu, mereka juga tahu sifat baik dan buruk yang dimiliki oleh laut. Mereka mengetahui bahwa laut itu tidak selamanya akan tetap tenang dan teduh. Laut juga mempunyai gelora dan gelombang yang bisa membahayakan diri mereka sendiri, ketika mereka berada di laut. Meskipun mereka mengetahui sifat buruk berupa bencana yang dapat mengancam diri mereka sendiri, namun mereka tidak meninggalkan laut. Mereka masih saja pergi ke laut.

C. Laut Sebagai Dapur

Orang Latuhalat juga menjadikan laut sebagai dapur mereka. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dapur tentu mempunyai peranan yang cukup penting dalam rumah. Dapur merupakan tempat khusus yang kita sediakan untuk melakukan segala pekerjaan yang berhubungan dengan pengolahan bahan makanan, seperti memasak. Dapur juga mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan bahan makanan. Semua bahan pangan yang dimiliki ditaruh dan disimpan di dapur. Selain itu, dapur juga menyimpan peralatan rumah tangga yang dipakai untuk memasak dan sebagainya.

Dengan gambaran dapur seperti inilah, maka orang Latuhalat menjadikan laut sebagai dapur mereka. Mereka menjadikan laut sebagai dapur, sebab bahan makanan yang mereka peroleh berupa ikan, cumi, dan hasil laut lainnya selalu mereka ambil dan dapatkan dari laut. Oleh sebab itulah, maka mereka menggambarkan laut sebagai dapur, tempat di mana mereka menyimpan bahan makanan yang sewaktu-waktu jika mereka perlu mereka dapat mengambilnya.

D. Laut Sebagai Guru Kehidupan

(36)

hasil-25

hail laut yang dapat dinikmati saja, melainkan bahaya-bahaya juga yang dapat mencelakakan mereka.

Lewat gelombang dan gelora yang dihadapi oleh nelayan, laut memberikan tantangan dan mengajarkan mereka bagaimana bertahan dan tidak pantang menyerah dalam menghadapi persoalan hidup. Sebesar apapun persoalan yang mereka hadapi, mereka harus tetap berani untuk menghadapinya. Gelombang dan gelora laut tentu membuat mereka terombang-ambing, bahkan bisa menenggelamkan mereka. Namun, mereka harus mengetahui bagaimana cara menghadapi gelombang dan gelora laut, agar mereka tidak sampai tenggelam. Begitu pun ketika mereka menghadapi persoalan hidup. Persoalan hidup yang mereka hadapi mungkin membuat mereka terombang-ambing, putus asa, bingung, dan sebagainya. Namun, mereka tidak boleh membiarkan diri mereka tenggelam dan hanyut dalam persoalan hidup yang mereka hadapi. Sebaliknya, mereka harus mencari solusi, sehingga mereka bisa melalui dan menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Di sisi lain, laut juga tidak selamanya bergelombang dan bergelora. Terkadang, ia menjadi tenang dan teduh. Dari sinilah ia mengajarkan bahwa kehidupan ini tentu tidak selamanya diperhadapkan dengan persoalan dan tantangan saja, melainkan ada waktu untuk menikmati kehidupan dan memperoleh keberhasilan, keberuntungan, kesuksesan, dan sebagainya. Itulah saat di mana mereka bebas dari persoalan hidup dan memperoleh harapan-harapan yang baru.

(37)

26

Keterlibatan Gereja dalam Membangun Refleksi dari Pengalaman Jemaat Dari hasil studi lapangan yang dilakukan oleh penulis, penulis melihat bahwa upaya Gereja, khususnya Gereja Protestan Maluku dalam membangun refleksi dari kehidupan umat masih kurang. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pelayan gereja (Pendeta dan Majelis), mereka mengatakan bahwa laut itu sangat penting dengan berbagai macam alasan yang diberikan dan dipaparkan. Mereka juga mengatakan bahwa laut itu sebagai anugerah yang Tuhan berikan bagi manusia. Namun pada kenyataannya, pelayanan yang dilakukan oleh gereja belum menunjukkan bahwa laut itu penting dan laut itu sebagai anugerah Tuhan. Apalagi cukup banyak warga jemaat yang bekerja sebagai nelayan. Tentu sangat disayangkan sekali jika dalam program-program gereja belum ada pemberdayaan-pemberdayaan terkait dengan laut dan nelayan. Gereja masih terlalu sibuk dengan urusan-urusan kelembagaan dan organisasi.

Oleh sebab itulah, benar yang dikatakan oleh John Chr. Ruhulessin tentang dua belas isu yang akan terus menjadi pergumulan GPM sepuluh tahun ke depan (2015-2025) dalam tulisannya yang berjudul “Delapan Dekade Menanam, Menyiram, bertumbuh, dan Berbuah”. Salah satu isu yang diangkat ialah peradaban maritim dan Teologi Kelautan.84 Ia menjelaskan bahwa GPM perlu memikirkan kembali sebuah teologi yang merespon konteks laut-pulau GPM dan bersinergi dengan paradigma pembangunan bangsa saat ini. Dan persoalan merumuskan teologi yang peka terhadap konteks laut-pulau haruslah bersinambungan dengan pengalaman hidup jemaat sehari-hari. Tujuannya ialah agar laut dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan disorientasi pembangunan selama ini dapat dikoreksi dan diupayakan solusi yang tepat. Dengan begitu, dapat tercipta budaya mencintai laut dan secara optimal gereja turut ambil bagian dalam pelestarian laut beserta segala isinya dan kegunaannya.85

Berdasarkan isu yang diangkat oleh John Ruhulessin inilah, penulis berpikir bahwa tulisannya sangat relevan dengan kehidupan Jemaat GPM

84

Elizabeth Marantika dkk, Kata Pengantar pada Delapan Dekade GPM

Menanam,Menyiram, Betumbuh, dan Berbuah: Teologi GPM dalam Praksis Berbangsa dan Bermasyarakat, oleh John Chr. Ruhulessin (Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2015), xxv-xxxiii.

85

(38)

27

Latuhalat. Jemaat yang bukan hanya terdiri dari masyarakat pegunungan saja, melainkan masyarakat pesisir pantai juga. Lebih dari itu, Jemaat GPM Latuhalat merupakan jemaat yang hampir sebagian warga jemaatnya berprofesi sebagai nelayan. Oleh sebab itu, sangat disayangkan sekali jika isu ini belum diperhatikan oleh gereja dalam jemaat GPM Latuhalat. Gereja belum membangun sebuah teologi yang peka terhadap konteks laut-pulau sekaligus bersinambungan dengan praktek keseharian umat.

Di sisi lain, perlu disadari bahwa kesadaran konteks GPM sebagai gereja laut-pulau sudah muncul dalam lintasan sejarah GPM. Namun, upaya lebih lanjut dalam merumuskan teologi yang peka terhadap konteks laut-pulau ini masih kurang berkoneksi dengan pengalaman sehari-hari jemaat. Padahal, Teologi yang ramah dengan konteks di mana gereja hadir itu sangat penting.86 Teologi itu penting sebab Teologi merupakan jantung gereja. Teologi menentukan masa depan gereja.87 Dan kini jemaat-jemaat yang ada dan telah terbentuk, mereka telah beriman dengan format teologi mereka sendiri. Iman yang mereka alami adalah basis dari teologi mereka. Oleh sebab itulah, yang diperlukan sekarang ialah bagaimana gereja hadir dan mengartikulasikan iman dan teologi mereka menjadi teologi gereja dalam konteks dan ruang tertentu, yang dapat menjadi acuan untuk merumuskan teologi gereja bagi GPM.88 Hal ini tidak berarti bahwa GPM tidak mempunyai teologi, melainkan suatu upaya untuk membuat pengalaman iman jemaat dapat menjadi basis dari teologi gereja.

(39)

28

membangun sebuah refleksi yang menyentuh bagi kehidupan jemaat. Jika kita melihat dari Jemaat GPM Latuhalat, cukup banyak warga jemaatnya yang berprofesi sebagai nelayan, sehingga mereka banyak menikmati hasil-hasil laut setiap harinya. Oleh sebab itu, jika Israel bersaksi tentang Tuhan yang menurunkan manna dan burung puyuh dari langit, maka Jemaat Latuhalat mengalami Tuhan yang memberikan mereka ikan, laor, dan hasil-hasil lautnya sebagai persediaan di saat musim timur. Dengan begitu teologi gereja dapat hidup di tengah-tengah dan bersama-sama dengan jemaat. Kita dapat menghasilkan teologi gereja yang mandiri dan bertumbuh dalam pengalaman imannya sendiri. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dari pengalaman hidup sehari-hari orang Latuhalat dengan laut, mereka bisa melahirkan suatu cara pandang baru bagi ekoteologi dalam melihat hubungan antara Allah, manusia dan alam. Cara pandang yang baru itu lahir dari imajinasi mereka terhadap laut. Ada begitu banyak imajinasi yang bisa dibangun terhadap laut. Penulis menemukan ada empat imajinasi berdasarkan pengalaman hidup para nelayan di Jemaat GPM Latuhat, yaitu laut itu sebagai ibu, teman dekat, dapur dan sebagai guru kehidupan. Dari imajinasi-imajinasi inilah, refleksi ekoteologi dapat dibangun berdasarkan pengalaman iman jemaat dengan laut.

Sayangnya, gereja sendiri belum memperlihatkan perhatiannya terhadap laut yang dianggap penting dan merupakan anugerah Tuhan. Gereja belum merumuskan teologi yang menyentuh kehidupan sehari-hari jemaatnya. Gereja masih terlalu sibuk dengan urusan kelembagaan dan organisasi. Padahal membangun teologi yang peka terhadap kehidupan jemaat, sama pentingnya dengan mengatur kelembagaan dan organisasi. Sebab jemaat tidak hanya membutuhkan organisasi yang teratur dan berjalan dengan baik saja, tetapi juga refleksi-refleksi teologi yang lahir dari pengalaman iman dan menyentuh kehidupan mereka setiap hari.

(40)

29

teologi antara Allah dan manusia saja, melainkan antara Allah, manusia dan alam. Pembuatan program-program pemberdayaan bagi jemaat dan aksi-aksi nyata juga perlu dilakukan oleh gereja, bukan hanya di atas mimbar saja ketika berkhotbah. Sebab gereja adalah mitra Allah, sehingga gereja juga mempunyai tanggung jawab secara nyata terhadap alam.

(41)

30 Daftar Pustaka

BUKU

Arsyad, Sitanala dan Ernan Rustiadi (editor). Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012.

Borrong, Robbert P. Etika Bumi Baru: Akses etika dalam pengelolaan lingkungan hidup. Jakarta: Gunung Mulia, 2000.

Creswell, W. J. Research Design: Pendekatan Kualitatf, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Deane-Drummond, Celia. Eco-Theology. London: Saint Mary’s Press, 2008. Deane-Drummond, Celia. Teologi dan ekologi: buku pegangan. Diterjemahkan

oleh Robert P. Borrong. Jakarta: Gunung Mulia, 2001.

Goltenboth, Friedhelm, dkk. Ekologi Asia Tenggara: Kepulauan Indonesia. Jakarta: Salemba Teknika, 2012.

Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. Jakarta: BPK GM, 1996.

Hudjolly. Imagologi: Strategi Rekayasa Teks. Jogjakarta: AR-RUZZ, 2011. Kristyanto, Agus., Sulasmono, S. B., Nuhamara, D., Suwondo, K., Wilardjo, L.

Ndoen, M. Supramono dan Budiyono, T. Diedit. Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin: Journal interdisciplinary development studies, Salatiga: Program pascasarjana UKSW, 2009.

Marantika, Elizabeth, dkk. Kata Pengantar pada Delapan Dekade GPM Menanam, Menyiram, Bertumbuh, dan Berbuah: Teologi GPM dalam Praksis Berbangsa dan Bermasyarakat, oleh John Chr. Ruhulessin, xxv-xxxiii. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2015.

Pratney, Winkie. Memulihkan Negeri: Terobosan Supernatural terhadap Masalah Ekologi. Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2003.

Prawiro, Ruslan H. Ekologi, Lingkungan, Pencemaran: Memperkenalkan Seluk-beluk Lingkungan dengan Masalahnya dan Cara Mengatasinya. Semarang: Satya Wacana, 1998.

Ramli, H. Dzaki. Ekologi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989.

Gambar

Tabel 3.1 JENIS USAHA EKONOMI DAN PEKERJAAN DARI PENDUDUK JEMAAAT GPM
Tabel 3.2 SUMBER DAYA EKONOMI YANG TERSEDIA

Referensi

Dokumen terkait

(Raise The Red Lantern, 01:01:04-01:01:18) Dari tindakan Yan'er di atas dapat terlihat bahwa Yan'er tidak menyukai kehadiran Song Lian sebagai istri baru Chen Zuoqian dengan

 Dalam welfare state, hak kepemilikan diserahkan kepada swasta sepanjang hal tersebut memberikan insentif ekonomi bagi pelakunya dan tidak merugikan secara sosial,

Proses merger, akuisisi atau konsolidasi erat kaitannya dengan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, karena merger yang merupakan penggabungan dua perusahaan menjadi

Kualitas bahan ajar menulis cerpen dengan media adobe flash untuk siswa SMP kelas IX adalah (1) bahan ajar menulis cerpen dengan media adobe flash untuk siswa SMP

Dengan di tandatangani surat persetujuan ini, maka saya menyatakan bersedia / tidak bersedia untuk berperan serta menjadi responden dalam penelitian dengan judul “Gambaran

Inkubasi tabung mikrosentrifus kedua selama 10 menit pada temperatur ruang (bolak-balikkan tabung 2-3 kali selama masa inkubasi) untuk melisis sel-sel darah

Berita yang terkait dengan garis atau area ditampilkan dalam bentuk chartlet untuk membantu pelaut mengetahui posisi suatu objek, Contoh : Peletakan kabel laut

Sistem penentuan kombinasi menu makanan ini dibuat dengan mengimplementasikan algoritma PSO, pengguna akan diminta menginputkan data diri seperti nama, tinggi badan, berat