• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802011017 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802011017 Full text"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN CELEBRITY WORHIP PADA IDOLA K-POP (KOREAN

POP) DENGAN BODY IMAGE DI KOMUNITAS K-POP UCEE

OLEH

HILDA MONICA NOKY 802011017

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program StudiPsikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

HUBUNGAN CELEBRITY WORSHIP PADA IDOLA K-POP (KOREAN POP)

DENGAN BODY IMAGE DI KOMUNITAS K-POP UCEE

Hilda Monica Noky Heru Astikasari S. Murti

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

i Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan celebrity worship pada idola

K-pop (Korean Pop) dengan body image di komunitas Kpop Ucee Solo. Subjek penelitian ini adalah 43 anggota komunitas pecinta K-pop Solo yang berusia 15-21 tahun. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan skala celebrity worship dan skala body image.

Korelasi Pearson Product Moment digunakan untuk melakukan analisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara dimensi

entertainment social (r = -.408, p < 0,05) dan dimensi intense personal feeling (r = -.322, p < 0,05) dengan body image pada anggota komunitas Kpop Ucee di Solo. Dimensi entertainment social intese dan personal feeling memberikan sumbangan pada

body image sebesar 16,6 % dan 10,37% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Sementara itu, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara dimensi borderline pathological

dengan body image pada anggota komunitas K-pop Ucee di Solo.

(9)

ii

Abstract

This research is try to find out the correlation of parasocial interaction to K-pop idol

with body image of Kpop Ucee community in Solo. The subjects are 43 members of

K-pop Ucee community in Solo whom around 15 - 21 years old. The sampling technique

is purposive sampling. Data were collected by celebrity worship to K-pop idol scale and

body image scale

Pearson Product Moment Correlation is used to perform the analysis. The analysis showed that there is a negative and significant relationship between dimension

entertainment social (r = .408, p < 0,05) and dimension intense personal feeling (r =

-.322, p < 0,05) with body image members of Kpop Ucee solo. The dimensions of

entertainment social and intense personal feeling contribute to body image of 16,6 %

and 10,37% influenced by other factors. Meanwhile, there was no significant

association between dimensions borderline pathological with body image of members

Kpop Ucee Solo.

(10)

PENDAHULUAN

Salah satu budaya yang sedang berkembang di era globalisasi ini adalah budaya

pop Korea atau yang sering kita dengar dengan istilah Korean wave. Fenomena Korean wave ini berawal muncul di Indonesia pada tahun 2002 dengan booming- nya drama seri Korea seperti Endless Love. Drama televisi juga menjadi bagian dari produk kebudayaan Korea Selatan yang mendapat perhatian dan pencapaian popularitas

pertama dibandingkan konten-konten budaya lainnya. Oleh karena itu, drama televisi

merupakan salah satu konten kebudayaan yang paling diminati dan dianggap sebagai

produk yang memimpin penyebaran Hallyu (sari, 2009).

Penyebaran Korean wave di Indonesia tidak lepas dari peranan media massa. Di era globalisasi seperti saat ini, teknologi informasi mudah diakses kapan dan dimana

saja (Nuryanitha, 2014). Peran media yang memberikan pengaruh cukup besar dalam

kaitannya menghubungkan antara penggemar dan tokoh idolanya. Hal tersebut

menimbulkan hubungan parasosial dengan tokoh yang ditampilkan media. Bentuk

hubungan parasosial yang saat ini terjadi pada kalangan remaja adalah celebrity worship

(Maltby dkk, 2005). Celebrity worship adalah perilaku obsesi individu untuk terlalu terlibat di setiap kehidupan selebriti sehingga terbawa dalam kehidupan sehari-hari

individu tersebut (Maltby dkk,2003).

Penggemar K-Pop yang kebanyakan didominasi oleh para remaja ini tidak terlepas dari masalah perkembangan pada masa remaja. Masa remaja adalah masa

transisi perkembangan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang pada

umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan

tahun atau awal dua puluhan tahun (Papalia, Old, & Feldman, 2008). Menurut Santrock

(11)

masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan

sosio-emosional. Masa remaja adalah masa dimana seseorang mencari jati dirinya. Masa-masa

ini bukanlah masa yang mudah untuk dilalui. Banyak hal yang perlu dipelajari dari

lingkungan dan teman sebayanya (Santrock, 2003). Dalam proses ini, remaja

membutuhkan figure teladan agar mereka bisa mencontoh figur tersebut. Hal yang terjadi saat ini adalah idola yang kurang baik sering menjadi panutan bagi mereka. Idola

menjadi latar belakang perubahan tingkah laku remaja agar sesuai dengan tuntutan

lingkungan teman sebaya yang memiliki idola yang sama (Ninggalih, 2011).

Dengan kepopularitas fenomena Korean wave yang semakin meluas, membuat para remaja yang ada di Indonesia membuat beberapa fanbase, fansclub maupun komunitas pencinta korea lainnya dengan berbagai isi konten kebudayaan korea yang

mereka sukai, salah satunya adalah komunitas Kpop yang ada di kota Solo.

Berdasarkan hasil wawancara pribadi yang dilakukan pada tanggal 7 Mei 2015

komunitas ini membentuk organisasi berstruktur yang memiliki banyak anggota yang

memiliki nama United Cover Entry Ease dan sering disebut dengan singkatan komunitas U-Cee. Komunitas ini dibentuk pada bulan November tahun 2011 berawal dari beberapa kumpulan para remaja yang hanya berkumpul bersama menonton drama

korea yang mereka sukai, hingga berbagi informasi mengenai konten kebudayaan korea

yang saat itu sedang popular dikalangan para penggemar seperti cara berpakaian, alat

kosmetik, serial drama Korea, boyband dan girlband, makanan maupun bahasa Korea, menyatukan aspirasi beberapa kumpulan para remaja ini untuk membuat komunitas ini

menjadi lebih aktif lagi hingga akhirnya mereka berhasil membuat komunitas ini

berkembang dan memiliki respon yang baik dan diterima oleh masyarakat yang ada di

(12)

video para boyband maupun girlband yang mereka idolakan, bahkan mengadakan kegiatan seperti memperkenalkan makanan maupun pakaian yang berhubungan dengan

fenomena Korean wave saat ini.

Gaya hidup remaja ini kemudian perlahan - lahan mengalami perubahan seperti

berusaha mengikuti gaya hidup sang idola, seperti model pakaian, model rambut,

sepatu, dan lain sebagainya (Ninggalih, 2011). Bahkan beberapa dari mereka mengganti

nama di jejaring sosial seperti facebook, twitter sesuai dengan nama Korea lengkap

dengan ejaan tulisan Korea. Beberapa remaja mengutarakan salah satu alasan mereka menggunakan produk yang berasal dari korea dikarenakan produk tersebut digunakan oleh salah satu tokoh idolanya dan para remaja ini juga saling bersaing untuk bisa meniru gaya idolanya serta rela melakukan apa saja demi bertemu idolanya (Wuryanta, 2011).

Pada masa remaja tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pengetahuan tentang

siapa dirinya dan bagaimana dirinya, sikap yang dimiliki remaja juga dipengaruhi oleh

penilaian dan evaluasi terhadap tubuhnya, baik secara positif maupun secara negatif.

Penilaian atau evaluasi secara positif dan negatif bisa dikatakan merupakan bagian

utama dari evaluasi seseorang terhadap diri yang disebut gambaran tubuh atau body image (Cash dan Pruzinky, 2002).

Persuasi dari significant person (keluarga dan teman sebaya) menjadi faktor lain perhatian perempuan terhadap bentuk tubuhnya (Moreno & Thelen; Pike & Rodin,

dalam Vincent & McCabe, 1999). Salah satu contoh fenomena Celebrity Worship pada remaja adalah keinginan remaja, khususnya remaja perempuan untuk mengidentikan

dirinya dengan selebriti yang memiliki tubuh yang bagus. Sehingga keinginan untuk

memiliki tubuh tersebut semakin meningkat pada saat usia remaja berada pada usia 15

(13)

sangat tinggi tentang daya tarik pada tubuh yang mereka miliki dan berusaha untuk

mengikuti perkembangan model tubuh yang sedang tren saat ini (Dittmar dkk, 2000).

Remaja tersebut melakukan berbagai cara agar memiliki tubuh seperti idolanya tersebut,

tak jarang yang hingga mengalami anorexia (Maltby dkk, 2005).

Soetjiningsih, (2004) mengatakan bahwa remaja cenderung akan menganut dan

menginternalisasikan nilai-nilai yang ada pada idolanya tersebut kedalam dirinya.

Sehingga remaja sering berperilaku seperti tokoh idealnya dengan meniru sikap maupun

perilakunya dan bahkan merasa seolah-olah menjadi seperti mereka Remaja memiliki

kriteria dalam memilih tokoh idealnya seperti idealisme, romantisme dan absolutisme

(Cheung, 2000). Maltby dkk (2005) menyebutkan ada tiga dimensi keterlibatan dengan

idola yaitu entertainment social, intense-personal feeling, borderline - pathological.

Penelitian yang dilakukan di Malaysia menunjukan bahwa perempuan

cenderung memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi Entertaiment Social daripada laki - laki, Swami dkk (2010). Hal ini bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya

yang mengatakan bahwa tidak ada bias jenis kelamin pada tiap dimensi celebrity worship, meskipun begitu penelitian yang dilakukan oleh McCutcheon dkk, (2002) bahwa laki-laki memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi Borderline-pathological

dibanding para wanita. Meskipun hasilnya tidak sama dengan penelitian sebelumnya,

namun dalam penelitian dilakukan oleh Swami dkk (2010) terdapat hubungan antara

jenis kelamin subjek dengan dimensi Entertaiment Social dengan hasil yang rendah. McCutcheon dkk, (2002) juga menemukan relasi yang positif antara dimensi

(14)

neuroticism dan pada dimensi borderline-pathological memiliki relasi dengan tipe kepribadian prychoticism.

Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma dan Yuliawati (2013) menyatakan

bahwa terdapat korelasi negatif antara harga diri dan celebrity worship ( borderline-pathological) yaitu jika harga diri rendah maka celebrity worship akan tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Leary (dalam Myers, 2012) menyatakan bahwa

penolakan sosial akan memperendah harga diri remaja dan membuat remaja semakin

berusaha untuk mendapatkan persetujuan.

Berdasarkan penelitian diatas, peneliti menarik suatu rumusan masalah yaitu,

apakah terdapat hubungan antara celebrity worship terhadap idola K-pop (Korean Pop) dengan body image pada remaja. Maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara celebrity worship terhadap idola K-pop (Korean Pop) dengan body image pada remaja.

Body Image

Pengertian body image menurut Arthur (2010) adalah merupakan imajinasi subyektif yang dimiliki seseorang tentang tubuhnya, khususnya yang terkait dengan

penilaian orang lain, dan seberapa baik tubuhnya harus disesuaikan dengan

persepsi-persepsi ini. Beberapa peneliti atau pemikir menggunakan istilah ini hanya terkait

tampilan fisik, sementara yang lain mencakup pula penilaian tentang fungsi tubuh,

gerakan tubuh, koordinasi tubuh, dan sebagainya.

Menurut Thompson (2000) tingkat Body image individu digambarkan oleh beberapa jauh individu merasa puas terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan fisik

secara keseluruhan serta menambahkan tingkat penerimaan citra raga sebagian besar

(15)

lain, perbandingan dengan orang lain, peranan individu dan identifikasi terhadap orang

lain.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Body Image

Faktor - faktor yang mempengaruhi body image menurut Blyth (1985) adalah :

a Reaksi dari orang lain, individu berusaha menjalin interaksi dengan orang lain

agar dapat diterima oleh orang lain, sehingga individu akan memperhatikan

pendapat atau reaksi yang dikemukakan oleh lingkungan termasuk pendapat

mengenai fisik atau tubuh.

b Perbandingan dengan orang lain atau perbandingan dengan cultural idea, remaja cenderung lebih peka terhadap penampilan fisik dan seringkali membandingkan

diri sendiri dengan orang lain, teman sebaya ataupun lingkungan sekitar.

c Identifikasi terhadap orang lain, beberapa individu merasa perlu mengubah

penampilan agar serupa atau mendekati idola yang dianut untuk mendapatkan

pengakuan dan penerimaan lingkungan.sehingga hal inilah yang memicu

timbulnya perilaku Celebrity Worship pada remaja. Dimensi - dimensi Body Image

Body image menurut Cash dan Pruzinsky (2002) adalah : a Evaluasi penampilan (Appearance Evaluation)

Penilaian terhadap perasaan menarik atau tidak menarik. Kenyamanan dan

ketidaknyamanan terhadap penampilan secara keseluruhan.

b Kepuasan terhadap bagian tubuh (body area satisfaction)

Kepuasaan atau ketidakpuasaan individu terhadap bagian tubuh tertentu, seperti

wajah, rambut, paha, pinggul, kaki, pinggang, perut, tampilan otot, berat ataupun

(16)

c Kecemasan menjadi gemuk (overweight preoccupation)

Menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan dan kewaspadaan akan berat

badan yang ditampilkan melalui perilaku nyata dalam aktivitas sehari - hari,

seperti kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan, serta

membatasi pola makan.

d Pengkategorian ukuran tubuh (self - classified weight)

Bagaimana seseorang memandang, mempersepsi, dan melihat berat badan

mereka.

Celebrity Worship

Celebrity worship adalah perilaku obsesi individu untuk terlalu terlibat di setiap kehidupan selebriti, sehingga terbawa dalam kehidupan sehari-hari individu tersebut.

Celebrity worship menunjukan perilaku seseorang yang memberikan bentuk kekaguman dengan intensitas yang tidak biasa dan penghormatan terhadap idola (Jurnal Psikologi

Kepribadian dan Sosial, 20012). Celebrity worship dipengaruhi oleh kebiasaaan seperti melihat, mendengar, membaca dan mempelajari tentang kehidupan selebriti secara

berlebihan hingga menimbulkan sifat empati, identifikasi, obsesi, dan asosiasi yang

menimbulkan konformitas (Maltby dkk , 2003).

Dimensi - Dimensi Celebrity Worship

Terdapat tiga dimensi yang menggambarkan tingkatan dari celebrity worship

menurut McCutcheon (Maltby dkk, 2003), yakni :

a Sosial dan hiburan (Entertainment - social)

Dimensi ini terdiri dari sikap fans yang tertarik pada selebriti favorit mereka

(17)

ini biasanya dikaitkan dengan penggunaan media sosial sebagai sarana untuk

mencari informasi tentang tokoh idola yang sedang disukai.

b Intense personal feeling

Dimensi ini mencerminkan perasaan intensif dan kompulsif tentang selebriti,

mirip dengan kecenderungan obsesif penggemar. Hal ini menyebabkan fans

kemudian menjadi memiliki kebutuhan untuk mengetahui apapun tentang

selebriti idolanya tersebut, seiring dengan meningkatnya intensitas keterlibatan

dengan selebriti, fabs mulai menganggap tokoh idolanya memiliki hubungan

yang dekatnya sehingga mengembangkan parasosial dengan selebriti tersebut.

c Borderline pathological

Dimensi ini ditandai oleh perilaku yang tidak terkendali dan fantasi tentang

skenario yang melibatkan selebriti mereka. Hal ini dimanifestasikan dalam sikap

seperti bersedia melakukan apapun demi selebriti yang diidolakan meskipun hal

ini melanggar hukum. Tingkatan tersebut menunjukkan bahwa semakin

seseorang memuja dan terlibat dengan sosok selebriti tertentu maka hubungan

parasosial yang terjalin antara fans dengan idola semakin kuat.

Hubungan Celebrity Worship dengan Body Image pada Remaja

Permasalahan yang sering dihadapi oleh para remaja adalah mereka sering

merasa tidak puas terhadap tubuh yang dimilikinya sehingga menimbulkan

perbandingan diri dengan orang - orang sekitar maupun dengan melalui proses

identifikasi dengan orang lain seperti tokoh idola yang ia sukai. Esther (2002)

menemukan beberapa fakta, yaitu 62% subjek penelitian ingin menurunkan berat badan

setelah menonton acara peragaan busana dan penampilan para artis di televisi dan 75%

(18)

melalui sarana media lainnya sehingga menimbulkan rasa tidak puas dengan citra tubuh

mereka.

Sayangnya tidak semua nilai yang diberikan oleh tokoh idola bernilai positif,

salah satunya adalah bentuk tubuh ideal yang sulit dicapai, sehingga para remaja yang

sedang dalam masa peralihan berusaha melakukan apapun untuk meniru penampilan

tokoh idolanya walaupun hal tersebut tidak mudah. Sheridan et al (2007) menyimpulkan

seseorang yang memuja selebriti cenderung mencari identitas diri dan mengidentifikasi

diri dengan selebriti tersebut. Maka dengan adanya perilaku celebrity worship tersebut bisa mempengaruhi berbagai hal dalam kehidupan seseorang seperti halnya mengenai

gambaran tubuh.

Hipotesis penelitian ini adalah (H1) Entertaiment Social berhubungan positif dengan body image, (H2) Intense Personal berhubungan positif dengan body image, (H3) Borderline pathological berhubungan negatif dengan body image.

METODE

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah anggota komunitas pecinta K-pop Ucee

Solo. Sampel dalam penelitian ini adalah 65 orang anggota komunitas pecinta K-pop

Ucee Solo, yang terdiri dari 6 laki - laki dan 59 perempuan. Pengambilan sampel

menggunakan teknik nonprobability sampling, sedangkan metodenya menggunakan

purposive sampling. Sampel penelitian dipilih dengan kriteria tertentu yakni menjadi

anggota komunitas pecinta K-pop Ucee Solo, memiliki idola K-pop, berjenis kelamin

(19)

Pengukuran

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

kuesioner. Dalam skala ini subjek diminta untuk merespon sejumlah pertanyaan yang

sesuai dengan keadaan dirinya. Tujuannya adalah untuk mengungkap hal - hal yang

sedang diteliti.

Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Celebrity Worship dan skala Body Image.

1. Skala Celebrity Worship

Skala Celebrity Worship yang digunakan oleh peneliti dimodifikasi dari skala

penelitian yang disusun berdasarkan Celebrity Attitude Scale (CAS; McCutcheon, Lange, & Houran, 2001). Ada tiga aspek yang menggambarkan tingkatan dari

entertainment social dimana seseorang memiliki motivasi untuk melakukan pencarian aktif terhadap selebriti, intense personal feeling dimana seseorang memiliki perasaan intensif dan memiliki kebutuhan untuk mengetahui apapun tentang selebriti, dan

borderline pathological dimana seseorang memiliki pemikiran yang tidak terkontrol dan menjadi irrasional terhadap selebriti. Skala ini menggunakan skala likert dengan 4

pilihan jawaban untuk setiap pernyataan. Skor skala Celebrity Worship ini bergerak dari 1 hingga 4 dengan rincian : 1 (Sangat Tidak Sesuai), 2 (Tidak Sesuai), 3 (Sesuai)

dan 4 (Sangat Sesuai). Uji validitas dilakukan pada 43 subjek dan hasil yang diperoleh

bahwa validitas kuesioner CAS bergerak dari 0,310 - 0,664 dan terdapat 5 aitem yang

tidak memenuhi persyaratan lebih besar dari 0,30. Semua aitem yang mencapai nilai p >

0,30 dianggap valid (azwar, 2012). Sementara itu uji reliabiltas terhadap variabel yang

(20)

2. Skala Body Image

Skala Body Image dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek - aspek body image yang dikemukan oleh Cash dan Pruzinsky (2002) yaitu aspek evaluasi penampilan, kepuasan terhadap bagian

tubuh, kecemasan menjadi gemuk dan pengkategorian tubuh. Jumlah aitem total

skala body image ini sebanyak 51 aitem yang terdiri dari 25 item favourable

dan 26 aitem unfavourable.

Skala body image ini menggunakan skala likert dengan menggunakan empat

alternatif jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak

setuju (STS). Hasil validitas kuesioner Body Image yang diperoleh bergerak dari 0,363 - 0,797 dan terdapat 20 aitem yang tidak memenuhi persyaratan lebih besar dari 0,30.

Sementara itu uji reliabiltas terhadap variabel yang digunakan dalam penelitian ini

memberikan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,945 yang lebih besar dari 0,6 sehingga kuesioner dapat dinyatakan reliable.

Prosedur Pengambilan Data

Prosedur pengambilan data penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yakni

persiapan, pelaksanaan, dan tahap akhir. Pada tahap persiapan peneliti menentukan

variabel yang akan dijadikan penelitian, lalu menentukan desain penelitian dan,

membuat alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian. Pada tahap pelaksanaan

penelitian dilakukan dengan pengambilan data pada subjek penelitian pada tanggal 30

Juli 2015 di Solo, yaitu 65 anggota komunitas pecinta K-pop Ucee di Solo, namun data

yang berhasil dikumpulkan sebanyak 43 dikarenakan ada beberapa anggota yang tidak

dapat berkumpul pada saat itu dan setelah data sudah berhasil didapat, peneliti masuk

(21)

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian

yang bersifat korelasional, maka data yang diperoleh dilakukan uji syarat yaitu uji

normalitas dan uji liniearitas selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan teknik

korelasi product moment . Analisis Deskriptif

Tabel 1

Hasil Analisa Deskriptif CAS

Butir Mean SD Skor

Dimensi Rentang Min Max

Entertaiment Social 4 12.84 1.926 8 8 16

Intense Personal 8 21.91 3.975 18 12 30

Bordeline Pathological 5 13.58 2.657 12 8 20

Berdasarkan tabel di atas perolehan rerata hasil pengisian CAS yang diisi subjek

sesuai urutan rerata skor tertinggi sampai dengan yang terendah yaitu sebagai berikut :

1) Intense Personal rerata 21.91. 2) Bordeline Pathological rerata 13.58 dan 3)

Entertaiment Social rerata 12.84. Dengan demikian, Intense Personal menduduki rerata skor Celebrity Worship yang tertinggi dan Entertaiment Social berada pada rerata terendah.

Kategorisasi Skor Dimensi Celebrity Worship

Untuk menentukan tinggi rendahnya variabel digunakan 5 kategori yaitu sangat

tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah, maka skor tertinggi dan terendah

dapat dihitung dengan menggunakan rumus rentangan berdasarkan standar deviasi dan

mean empiris dilihat dari kurva normal (Azwar, 2008) sebagai berikut :

Butir skala pada dimensi Entertaiment Social memiliki pilihan 4 jawaban yaitu

(22)

4 dikalikan dengan jumlah item soal yaitu 4 x 4 diperoleh skor 16 dan skor terendah

adalah 1 dikalikan dengan jumlah item yaitu 1 x 4 diperoleh skor 4. Untuk menentukan

tinggi rendahnya dimensi Entertaiment Social digunakan 5 kategori yaitu Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, Sangat Rendah. Maka dapat dihitung lebar interval

dengan rumus sebagai berikut :

i –

i

= 2,4

Interval yang sudah diperoleh tersebut maka tinggi rendahnya hasil pengukuran

pada dimensi Entertaiment Social dapat dikategorikan sebagai berikut : Tabel 2

Pada kategorisasi skor CAS “Entertaiment Social” subjek penelitian sebanyak

39,5 % berada pada kategori sangat tinggi yang artinya sebagian besar subjek memiliki

respon atau sikap fans yang sangat tinggi dalam menarik perhatian mereka terhadap

idola Kpop yang mereka sukai dan persentase terkecil sebesar 0% berada pada kategori

sangat rendah.

Kategorisasi Skor CAS “Intense Personal”

(23)

4 dikalikan dengan jumlah item soal yaitu 4 x 8 diperoleh skor 32 dan skor terendah

adalah 1 dikalikan dengan jumlah item yaitu 1 x 8 diperoleh skor 8. Untuk menentukan

tinggi rendahnya dimensi Intense Personal digunakan 5 kategori yaitu Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, Sangat Rendah. Maka dapat dihitung lebar interval dengan

rumus sebagai berikut :

i –

i

= 4,8

Interval yang sudah diperoleh tersebut maka tinggi rendahnya hasil pengukuran

pada dimensi Intense Personal dapat dikategorikan sebagai berikut : Tabel 3

Dari kategorisasi skor CAS “Intense Personal” yang dilakukan peneliti,

persentase paling besar terdapat pada kategori sedang sebanyak 51,2 % yang artinya

subjek memang memiliki kecenderungan obsesif pengemar atau perasaan intensif

kepada idola Kpop yang mereka sukai tapi berada pada kategori yang sedang atau

wajar, kemudian diikuti 27,9 % pada kategori tinggi dimana hal ini menunjukan bahwa

ada sebagian dari subjek memiliki respon perasaan intensif atau kecenderungan obsesif

pengemar yang tinggi terhadap idola Kpop yang mereka sukai. Sedangkan persentase

(24)

Kategorisasi Skor CAS “Bordeline Pathological”

Butir skala pada dimensi Bordeline Pathological memiliki pilihan 4 jawaban yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju, maka skor tertingginya

adalah 4 dikalikan dengan jumlah item soal yaitu 4 x 5 diperoleh skor 20 dan skor

terendah adalah 1 dikalikan dengan jumlah item yaitu 1 x 5 diperoleh skor 5. Untuk

menentukan tinggi rendahnya dimensi Bordeline Pathological digunakan 5 kategori yaitu Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, Sangat Rendah. Maka dapat dihitung

lebar interval dengan rumus sebagai berikut :

i –

i

= 3

Interval yang sudah diperoleh tersebut maka tinggi rendahnya hasil pengukuran

pada dimensi Bordeline Pathological dapat dikategorikan sebagai berikut : Tabel 4

Dari kategorisasi skor CAS“Bordeline Pathological” subjek penelitian sebanyak

41,9 % berada pada kategori sedang yang menunjukan bahwa subjek memiliki respon

yang sedang pada tahap berperilaku tidak terkendali dan fantasi tentang skenario yang

melibatkan idola yang mereka sukai, dan skor sebesar 1% berada pada kategori sangat

(25)

pada perilaku terlalu berlebihan dalam melibatkan fantasi tentang skenario tentang idola

yang disukai.

Tabel 5

Hasil Analisa Deskriptif Body Image

N Range Minimum Maximum Mean

Std.

Deviation Variance

BI 43 76 40 116 76.74 16.128 260.100

Berdasarkan hasil analisa dari skala Body Image diatas menunjukan nilai

terendah 40 dan nilai tertinggi mencapai 116 dengan mean sebesar 76,74 dari 43

anggota komunitas Kpop Ucee yang menjadi subjek penelitian.

Kategorisasi Skor Body Image

Butir skala pada Body Image memiliki pilihan 4 jawaban yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju, maka skor tertingginya adalah 4 dikalikan

dengan jumlah item soal yaitu 4 x 31 diperoleh skor 124 dan skor terendah adalah 1

dikalikan dengan jumlah item yaitu 1 x 31 diperoleh skor 31. Untuk menentukan tinggi

rendahnya Body Image digunakan 5 kategori yaitu Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, Sangat Rendah. Maka dapat dihitung lebar interval dengan rumus sebagai

berikut :

i –

i

= 18,6

Interval yang sudah diperoleh tersebut maka tinggi rendahnya hasil pengukuran

(26)

Tabel 6

Dari kategorisasi skor Body Image yang dilakukan peneliti, persentase paling besar terdapat pada kategori skor sedang, sebanyak 53,5 % yang berarti sebagian besar

subjek memiliki body image yang sedang atau cukup, sedangkan persentase paling kecil 2,3 % ditemukan pada kategori skor sangat tinggi.

Uji Normalitas

Uji normalitas dihitung dengan SPSS 16.0 for windows dan dilakukan dengan

menggunakan uji one sample-Kolmogrov Smirnov. Nilai Ks-z untuk Entertaiment Social sebesar 0,873 dengan nilai Sig 0,431 (p > 0,05), Intense Personal sebesar 0,821 dengan nilai Sig. 0,511 (p > 0,05), Bordeline Pathological sebesar 0,936 dengan nilai Sig. 0,345 (p > 0,05) dan Body Image sebesar 0,898 dengan nilai Sig. 0,395 (p > 0,05). Persebaran data dikatakan normal bila nilai signifikasi lebih besar dari 0,05 (Priyatno,

2010), maka dapat disimpulkan bahwa kedua data variabel berdistribusi normal,

sehingga analisis korelasi dapat dilanjutkan.

Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat data linear atau tidak. Pada dimensi

(27)

Uji Korelasi

Tabel 7

Korelasi Entertaiment Social dengan Body Image

Body Image

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Dari hasil normalitas dan linearitas didapatkan bahwa berdistribusi normal.

Berdasarkan pada perhitungan Uji korelasi product moment pearson dari output SPSS, data yang diperoleh pada dimensi Entertaiment Social koefisien korelasi (r) sebesar -0,408 dengan nilai signifikan (p) sebesar 0,007 < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa ada

hubungan negatif yang signifikan antara dimensi Entertaiment Social dengan Body Image. Artinya semakin rendah dimensi Entertaiment Social, maka akan semakin tinggi

Body Image pada anggota komunitas Kpop Solo. Sebaliknya, jika semakin tinggi dimensi Entertaiment Social, maka akan semakin rendah Body Image pada komunitas Kpop Solo. Dari hasil penelitian diperoleh juga koefisien determinasi variabel ( )

sebesar 16,6 % dan sisanya sebesar 83,4 % ditentukan oleh faktor lain.

Tabel 8

Korelasi Intense Personal Feeling dengan Body Image

Body Image

(28)

Pada level Intese Personal Feeling memiliki koefisien korelasi sebesar -0,322 dan signifikansi (p) sebesar 0,035 < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan

negatif yang signifikan antara dimensi Intese Personal Feeling dengan Body Image. Artinya semakin rendah dimensi Intese Personal Feeling, maka akan semakin tinggi

Body Image pada anggota komunitas Kpop Solo. Sebaliknya, jika semakin tinggi dimensi Intese Personal Feeling, maka akan semakin rendah Body Image pada komunitas Kpop Solo. Dari hasil penelitian diperoleh juga koefisien determinasi

variabel ( ) sebesar 10,37 % dan sisanya sebesar 89,63 % ditentukan oleh faktor lain.

Tabel 9

Korelasi Bordeline Pathological dengan Body Image

Body Image

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Pada level Bordeline Pathological memiliki koefisien korelasi sebesar -0,271 dan signifikansi (p) sebesar 0,079 > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara dimensi Bordeline Pathological dengan Body Image. PEMBAHASAN

Hasil analisa data yang diperoleh menunjukan bahwa ada hubungan negatif yang

signifikan pada dimensi entertaiment social dengan body image pada anggota komunitas Kpop Ucee Solo. Maltby et al, (2006) mengatakan bahwa celebrity worship

pada tahap entertaiment social, digambarkan dengan mencari informasi mengenai tokoh idola dan senang membicarakan tokoh idolanya dengan orang banyak dan juga senang

(29)

ini juga dapat mempengaruhi gambaran tubuh yang dimiliki oleh para anggota

dikarenakan intensitas mereka dalam mencari tahu informasi mengenai sosok seperti

apa tokoh idolanya, sehingga apabila pada tahap dimensi entertaiment social ini tinggi maka dapat diperoleh body image yang dimiliki rendah atau sebaliknya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perilaku celebrity worship pada tahap entertaiment social

dapat berhubungan negatif dengan body image dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dimensi intese personal feeling memiliki nilai korelasi yang juga menunjukan hasil negatif yaitu terbalik atau tidak searah, yang berarti tingginya nilai dimensi intese personal seseorang maka nilai body image yang dimilikinya rendah dan sebaliknya. Cash & Pruzinsky, (2002), yang mengatakan bahwa individu dengan body image yang tinggi menunjukkan penyesuaian psikologis yang lebih baik dan mereka juga akan

memiliki rasa percaya diri dan harga diri yang baik. Menurut Thompson (2004)

ketidakpuasaan penampilan pada individu memilki keterkaitan dengan media, dalam hal

ini body image yang rendah menunjukkan rasa ketidakpuasaan dengan keadaan fisiknya, merasa bahwa dirinya tidak memiliki tubuh “ideal” seperti yang media

ciptakan yang melekat pada tokoh idola yang mereka sukai, maka alasan tersebut

individu lalu ingin memperbaiki penampilan fisiknya dengan melalui diet ketat seperti

rajin berpuasa, mempunyai pola makan yang terbatas dan sangat kaku hingga

melakukan olahraga dengan intensitas yang berat.

Penelitian Maltby et al, (2004), menunjukan bahwa dalam hal kesehatan mental

(30)

Maltby et al, (2004), responden yang menunjukkan nilai intense personal yang tinggi, menunjukkan resiko dari cara mereka membuat pertimbangan dan bagaimana fokus

mereka terhadap tokoh idola mereka. Jika individu memiliki nilai intense personal

tinggi maka menurut Maltby et al, (2004) akan menunjukan kepribadian neurotisisme, perilaku dan sikap melarikan diri dari kenyataan atau denial, stres, sangat emosional,

tegang dan cenderung menarik diri dari dunia. Individu yang berada dalam tahap intense personal dalam celebrity worship tidak menjalani kehidupan sehari - harinya dengan efektif. Oleh karena itu, Maltby et al, (2001) dalam penelitiannya, menyimpulkan

bahwa individu yang berada pada tahap intense personal menghabiskan waktu untuk memuja tokoh idolanya cenderung dapat melupakan tanggung jawabnya dalam

kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dimensi intense personal dengan body image

dapat memiliki hubungan secara signifikan.

Pada dimensi borderline pathological terhadap idola K-pop, McCutcheon, (2004) menyebutkan bahwa dimensi borderline pathological adalah dimana individu memiliki pemikiran yang tidak terkontrol dan menjadi irrasional terhadap selebriti

seperti kesediaan untuk melakukan apapun demi selebriti meskipun hal tersebut

melanggar hukum, individu yang memiliki skor borderline pathological yang tinggi cenderung rentan mengalami depresi atau kecemasan dan juga merasa tidak aman

terhadap lingkungan sekitar. Maltby (2006) mengatakan bahwa individu yang berada

pada dimensi borderline pathological cenderung memiliki pengalaman disosiatif sehingga tidak dapat menyelaraskan pengalaman, pikiran dan perasaan dalam kehidupan

(31)

berarti tinggi rendahnya body image tidak menentukan tinggi rendahnya borderline pathological.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

1. Adanya hubungan negatif yang signifikan pada dimensi Entertaiment Social dan dimensi Intense Personal Feeling dengan body image, sedangkan pada dimensi

Bordeline Pathological tidak ada hubungan yang signifikan dengan body image. 2. Body Image memiliki nilai rata-rata sebesar 76,74 sehingga dapat dikatakan

bahwa body image pada anggota komunitas Kpop Ucee di Solo, masuk pada

kategori sedang (53,5%).

3. Pada dimensi Entertaiment Social memiliki rata-rata 12,83 yang menunjukkan bahwa anggota komunitas Kpop Ucee di Solo berada dalam kategori tinggi

(32,6%) dan pada dimensi Intense Personal dengan rata-rata 21,90 yang sebagian besar anggota komunitas Kpop Ucee di Solo berada pada kategori sedang

(32)

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapat beberapa saran yang

diajukan oleh peneliti yaitu:

1.

Bagi Subjek, yang menjadi penggemar Korean Wave diharapkan untuk tidak berperilaku fanatik yang negatif seperti berperilaku ekstrim kepada

idola atau melakukan tindakan kriminal dan jadikanlah perilaku fanatik

kalian kepada hal yang positif seperti menambah pengetahuan tentang

Bahasa Asing, lebih menghormati dan menghargai orang asing dan berbagai

macam konten kebudayaan yang tidak ada di Indonesia, Dengan demikian

subjek dapat mengembangkan dirinya kearah yang lebih positif.

2.

Bagi peneliti selanjutnya diharapakan untuk menggunakan subjek penelitian

yang lebih luas atau komunitas pencinta Kpop lainnya, untuk

membandingkan hasilnya.

3.

Faktor - faktor lain yang tidak dikontrol oleh peneliti, seperti lamanya subjek

mengidolakan idola tersebut, perbedaan pandangan atau motivasi tiap

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Arthur S. R. & Emily S. R. 2010. Kamus Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. (2009). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

_______ (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Blyth, D.A., Roberta, G.S, & David F.Z. (1985). Satisfaction with Body Image for Early Adolescent Females: The Impact of Pubertal Timing within Diferent School Enviroments. Journal of Youth and Adolescence.

Dittmar, H., Lloyd, B., Dugan, S., Halliwell, E., Jacobs, N., & Cramer, H. (2000).

The ‘body beautiful’English adolescents’ images of ideal bodies. Sex Roles,

42, 887–913.

Esther. 2002. Hubungan antara sikap terhadap persuasi untuk bertubuh ideal menurut media dan harga diri dengan body dissatisfaction. Skripsi, tidak diterbitkan, Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, Surabaya.

Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta : Andi.

Macbeth, H. C., & MacClancy, J. (2004). Researching food habits : methods and problems. London : Berghahn Books.

McCutcheon, L. E., Lange, R., & Houran, J. (2002). Conceptualization and Measurement of Celebrity Worship. British Journal of Psychology, 93, 67– 87.

Maltby, J., Giles, D.C., Barber, L., dan McCutcheon, L.E. (2005). Intense Personal Celebrity Worship and Body Image: Evidence of A Link Among Female Adolescents.British Journal of Healt Psychology vol 10, hal. 17-32.

Maltby, J., L.E. McCutcheon and R.J. Lowinger. (2011). Brief Report: Celebrity Worshipers and the Five-Factor Model of Personality. North American Journal of Psychology 13(2): 343–348.

Maltby, J., Day, L., McCutcheon, L.E., Gillett, R., Houran, J., & Ashe, D. (2004). Personality and coping: A context for axamining celebrity worship and mental health. British Journal of Psychology. 95, 411-428

(34)

Raviv, A., Bar-Tal, D., Raviv, A.,& Ben-Horin, A. (1996). Adolescent Idolization of Pop Singers: Causes, Expressions, and Reliance. Journal of Youth and Adolescence, 25, 631-650.

Santrock, J. W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Sarlito Wirawan Sarwono, (2006). Psikologi Remaja. Jakarta : Raja Grafindo

Persada

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta

Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Thompson, J.K. 2000. Body Image, Eating Disorders, and Obesity. American Psychological Association Washington, DC

Till, B. D., & Shimp, T. A (1998). Endorses in advertising; The case of negative celebrity information. Journal of Adversiting, 27, 67 - 82.

Wuryanta, W. E. AG., (2011). Diantara Pusaran Gelombang Korea (Menyimak Fenomena K-Pop di Indonesia. Volume III, No 2.

Gambar

Tabel 1 Hasil Analisa Deskriptif CAS
Kategorisasi Skor CAS “Tabel 2  Entertaiment Social”
Kategorisasi Skor CAS “Tabel 3 Intense Personal”
Kategorisasi Skor CAS “Tabel 4 Bordeline Pathological”
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penyebaran (Metastase) sering dan cepat mengenai tulang, otak, hati, serta jaringan lain karena paru memiliki akses langsung ke sirkulasi besar/ Sistemik.. Paru Vena Pulmonalis

Penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu satu atap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan cara memadukan beberapa jenis pelayanan

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui adanya kandungan formalin pada ikan asin Katamba ( Lethrinus lentjan ) yang beredar di

Penyiangan gulma yang dilakukan umur 2 mst dan 4 mst berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering, jumlah polong dan jumlah biji kacang tanah

Dalam rencana pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat ibM yang berjudul “IBM UKM Souvenir Eco Green Terrarium Khas Sidoarjo” tujuan yang ditetapkan adalah

- Campuran direkasikan dengan cara mengocok dengan shaker pada suhu kamar selama 30 menit dalam gelap. - Absorbansi campuran reaksi diukur pada spektrofotometri 517

3.4.2 Informasi Peta yang Menampilkan Produk, Karakteristik Produk dan Assessor Matriks cross-product (S [t] pada persamaan (4)), eigenvectors pertama yang dinormalisasi

Pemilik industri batik memiliki alasan membuang limbah industri batik di sungai karena mahalnya alat yang digunakan untuk mengolah limbah batik yang dihasilkan