HUBUNGAN KETERLIBATAN AYAH (FATHERS INVOLVEMENT) DALAM PENGASUHAN DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA SISWA SMKN 2 DI
KUPANG
OLEH
CHRISTIN NATALIA RATU 802009098
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
i
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan perilaku agresif siswa SMKN 2 di Kupang. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Subjek penelitian berjumlah 298 siswa yang tersebar dalam 7 jurusan yang ada. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik pengambilan sampling berdasarkan petimbangan tertentu. Data penelitian ini diambil menggunakan skala perilaku agresif dan skala keterlibatan ayah. Skala perilaku agresif terdiri dari 29 item dan 16 item dinyatakan lolos seleksi daya diskriminasi item dengan koefisien alpha cronbachnya 0,880. Skala keterlibatan ayah terdiri dari 60 item dan 37 item yang dinyatakan lolos seleksi daya diskriminasi item dengan koefisien alpha cronbachnya 0,899. Berdasarkan uji korelasi menggunakan Pearson Product Moment diperoleh hasil korelasi negatif sebesar -0,136 (p < 0,05).. Hasil tersebut menunjukan bahwa ada hubungan yang negatif signifikan antara keterlibatan ayah dan perilaku agresif. Berdasarkan hasil uji analisis menunjukan bahwa keterlibatan ayah berada pada kategori tinggi dan perilaku agresif berada pada kategori sedang.
ii
This study aims to determine the relationship between fathers' involvement in parenting with the
aggressive behavior of students SMKN 2 in Kupang. This research is quantitative. Subjects
samples are 298 students spread over 7 courses available. The sampling technique used
purposive sampling. The sampling technique based on certain considerations. The data was
taken using aggressive behavior scale and the fathers involvement scale. Aggressive behavior
scale consists of 29 items and 16 items passed the selection item discrimination power with
cronbachnya alpha coefficient 0,880. Fathers' involvement scale consists of 60 items and 37
items that passed the selection item discrimination power with cronbachnya alpha coefficient
0.899. Based on correlation test using Pearson Product Moment Correlation negative result of
-0.136 ( p < 0,05). The results showed that there was a significant negative correlation between fathers' involvement and aggressive behavior. Based on the test results of the analysis showed
that fathers' involvement in high category and aggressive behavior in middle category.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tawuran remaja merupakan berita yang sangat sering kita dengar dan kita baca di berbagai media di Indonesia. Seorang siswa di Makassar bahkan ditembak mati oleh seorang polisi karena diduga terlibat tawuran (kompas.com, 23 Januari 2014). Tidak hanya Makassar, tawuran juga terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Salah satu contohnya adalah kasus tawuran siswa yang terjadi di SMAN 3 Kupang pada awal tahun 2013 (kompas.com, 2 Februari 2013). Rabu 12 November 2008, sejumlah siswa SMAN 1 terlibat tawuran dengan SMKN 2 dan di halaman depan SMAN 1 (HarianTimorExpress, 14 Februari 2013). Sabtu, 2 februari 2013 kepolisian sektor oebobo mengamankan 18 orang siswa SMA yang terlibat tawuran diantaranya siswa SMAN 3, SMAN 5 dan SMKN 2 (dalam Liputan6). Data dari polres kota Kupang (dalam nttterkini) sekolah yang paling tinggi tingkat tawuran adalah SMKN 2 Kupang.
Polres Kota Kupang, Rabu 27 Ferbruari 2013 lalu mengadakan sosialisasi anti tawuran ke SMA maupun SMK untuk meminimalisir tawuran tingkat pelajar. Selama ini tawuran yang terjadi antar siswa SMA maupun SMK sering mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti korban jiwa. Sosialisasi gerakan anti tawuran oleh kepolisian Kota Kupang diantaranya, SMKN 2 Kupang, SMAN 3 Kupang dan SMAN 1 Kupang. Sekolah-sekolah yang telah dilakukan sosialisasi tersebut merupakan Sekolah-sekolah yang menjadi target awal karena sekolah-sekolah tersebut terindikasi sering terlibat tawuran.
yang menghina, berteriak, mengutuk, dan mengejek. Pada dasarnya agresivitas di kalangan remaja menurut Saad (2003) cenderung meningkat dan meresahkan warga masyarakat sekitar. Dalam penelitian Longitudinal terhadap remaja, Elliott (dalam Tremblay & Cairns, 2000) menemukan bahwa terdapat peningkatan tindakan kekerasan pada anak laki – laki maupun perempuan pada usia 12 tahun sampai 17 tahun. Hal ini menunjukan bahwa pada tahap perkembangannya, remaja tergolong rentan berperilaku agresif, terutama jika terdapat faktor resiko yang menyertainya.
Perilaku agresif sendiri muncul oleh karena berbagai faktor, baik itu faktor internal dari diri si remaja maupun faktor eksternal dari lingkungan di luar si remaja. Salah satu faktor eksternal yang berperan penting dalam munculnya perilaku ini adalah keluarga (Kartono, 1995). Salah satu faktor keluarga yang diduga berhubungan dengan perilaku agresif remaja adalah keterlibatan ayah (father’s involvement). Keterlibatan ayah pun mempunyai andil yang besar dalam mengembangkan kemampuan anak untuk berempati, bersikap penuh kasih sayang dan penuh perhatian, serta hubungan sosial yang lebih baik. Menurut Bloir (2002) peran ayah penting dalam perkembangan anak. Hal ini sejalan dengan Andayani & Koentjoro (2004:96) yang menyatakan bahwa keterlibatan ayah sangat mempengaruhi proses perkembangan individu, dimana ayah yang memberikan perhatian dan dukungan pada anaknya akan memberikan perasaan diterima, diperhatikan dan memiliki rasa percaya diri, sehingga proses perkembangan anak tersebut dapat berjalan dengan baik.
kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri, memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan, mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga, dan membentuk nilai moralitas falsafah hidup.
Keluarga merupakan primary Reference group, dimana keluarga berperan aktif dalam membentuk dan mengembangkan tingkah laku anak. Keterlibatan orang tua dalam kehidupan anaknya akan memiliki dampak yang panjang terhadap kesejahteraan anak (Hango dalam Simasari, 2005). Bagaimana orang tua terlibat dengan anaknya akan mempengaruhi perilaku pada perkembangan anak. Padahal dalam satu keluarga tidak hanya ibu yang berperan dan berpengaruh dalam perkembangan anak, ayah juga turut andil didalamnya. Anak yang tidak mendapatkan asuhan dan perhatian dari ayah menyebabkan perkembangannya menjadi „pincang‟, dimana anak cenderung menurun kemampuan akademisnya, terhambar aktivitas sosialnya, dan terbatas interaksi sosialnya (Dagun, 1990 dalam Simasari).
Tahun-tahun terakhir ini, tokoh ayah mulai mendapat perhatian dalam kaitannya dengan pendidikan anak. Figur ayah menjadi terlihat penting dan dibutuhkan bukan sekedar karena alasan pada saat ini perempuan lebih memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya dengan bekerja di luar rumah, sehingga waktunya untuk mengurus anak semakin menipis. Akan tetapi, terlepas dari hal tersebut, peran ayah memang dirasakan benar-benar penting, dan tidak kalah pentingnya dibandingkan peran ibu (Lamb, 1992; Dagun, 1990).
mengenali perannya bagi anak, sebagian besar ayah menganggap bahwa peran mereka terutama dalam hal memenuhi kebutuhan fisik berupa materi atau fasilitas yang dibutuhkan anak ataupun anggota keluarga yang lain. Tidak banyak ayah yang mengenali perannya bagi anak, sebagian besar ayah menganggap bahwa peran mereka terutama dalam hal memenuhi kebutuhan fisik berupa materi atau fasilitas yang dibutuhkan anak ataupun anggota keluarga yang lain (Yuwanto, 2015).
rumah, termasuk dengan pekerjaannya, dan sedikit sekali bersinggungan dengan anak-anaknya. Dengan kata lain, ayah menjadi figur yang asing bagi anak-anaknya sehingga anak tidak berani atau enggan berurusan dengan ayah merekan dan hal ini terutama biasa ditemukan pada anak-anak yang bermasalah.
Ahli-ahli psikologi telah lama berpendapat bahwa keterlibatan ayah dalam mengasuh anak itu penting. Ayah akan mempengaruhi anak dengan cara yang berbeda dengan para ibu, terutama di bidang-bidang seperti hubungan anak dengan teman sebaya dan prestasi akademis. Penelitian selanjutnya menunjukan bahwa anak yang memiliki ayah yang mau terlibat secara emosional dalam kehidupan anak akan menunjukan keterampilan bergaul dan nilai akademik yang baik, sebaliknya sosok ayah yang suka menghina, meremehkan dan memarahi, anak cenderung akan menimbulkan perilaku agresif (Subiyanto, 2004). Ayah yang kasar secara fisik dan verbal akan memberikan bahaya yang serius. Poutler, 2004 mengungkapkan bahwa beberapa laki-laki yang melakukan tindakan, dampak negatif yang timbul dari perilaku agresif ini menjadi daya tarik bagi peneliti untuk mengeksplorasi dan mencari tahu lebih jauh penyebab dari perilaku ini sehingga perilaku agresif yang ditunjukan oleh remaja diperkecil. Pleck & Hofferth;dkk, 2008) hasil penelitian tingkat keterlibatan ayah memiliki pengaruh pada remaja dalam memecahkan masalah dipengaruhi oleh kemampuan coping atau kemampuan diri untuk mengatasi stress, emosi dan memiliki resiliensi, termasuk dalam kegiatan positif, kedekatan dan responsif, serta pemantauan dan pengambilan keputusan.
TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Agresif
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kusmawati, 2007) menjelaskan agresif sebagai perasaan marah atau tindakan kasar akibat kekecewaan, kegagalan dalam mencapai pemuas atau tujuan yang dapat diarahkan kepada orang atau benda. Selain itu, Atkinson (1999) menyatakan bahwa perilaku agresif adalah perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain secara fisik atau verbal atau merusak harta benda. Pengertian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa agresivitas adalah tingkah laku manusia yang dilakukan secara sengaja dengan tujuan untuk menyakiti manusia ataupun objek benda, baik itu secara fisik maupun non fisik.
Buss dan Perry (1992) mendefinisikan perilaku agresif adalah keinginan menyakiti orang lain untuk mengeskpresikan perasaan-perasaan negatif, seperti agresi permusuhan, atau mencapai tujuan yang diinginkan melalui tindakan agresif.
Aspek – aspek agresivitas
Menurut Buss dan Perry (1992), ada empat aspek dalam perilaku agresif yaitu : 1. Kemarahan (anger)
Anger merupakan suatu bentuk indirect aggresion atau agresi tidak langsung berupa perasaan benci kepada orang lain maupun suatu hal atau karena seseorang tidak mencapai tujuannya.
2. Permusuhan (hostility)
3. Agresi fisik (psysical aggresion)
Merupakan bentuk perilaku yang dilakukan dengan menyerang secara fisik. 4. Agresi verbal (verbal aggresion)
Agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain secara verbal. Perilaku ini bertujuan untuk menyerang, melukai dan melanggar hak orang lain berupak perkataan dan ucapan yang kasar.
Perbedaan dimensi fisik-verbal terletak pada perbedaan antara menyakiti fisik (tubuh) orang lain dan menyerang dengan kata-kata. Perbedaan dimensi aktif-pasif adalah pada perbedaan antara tindakan nyata dan kegagalan untuk bertindak. Sementara agresi langsung berarti kontak face-to-face dengan orang yang diserang, dan agresi tidak langsung terjadi tanpa kontak dengan orang yang diserang.
Kombinasi dari ketiga dimensi ini mengkategorikan berbagai bentuk perilaku agresi (Buss, dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003) antara lain:
a. Agresi fisik aktif langsung : Tindakan agresi fisik yang dilakukan individu atau kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung seperti memukul, mendorong, menembak, dan sebagainya.
b. Agresi fisik aktif tidak langsung : Tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya seperti merusak harta korban, membakar rumah, menyewa tukang pukul, dan sebagainya.
d. Agresi fisik pasif tidak langsung : Tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung, seperti tidak peduli, apatis, masa bodoh, dan sebagainya.
e. Agresi verbal aktif langsung : Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti menghina, memaki, marah, mengumpat.
f. Agresi verbal aktif tidak langsung : Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti menyebar fitnah, mengadu domba, dan sebagainya.
g. Agresi verbal pasif langsung : Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara berhadapan dengan individu atau kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti menolak berbicara, bungkam dan sebagainya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku agresif menurut Buss (1961), antara lain :
a. Faktor Biologis
Emosi perilaku dapat dipengaruhi faktor genetik, neurologist, atau faktor biokimia, juga kombinasi dari ketiga faktor. Yang jelas, ada hubungan antara tubuh dan perilaku.
b. Faktor Keluarga
Faktor keluarga yang dapat menyebabkan anak berperilaku agresif dapat diidentifikasikan seperti pola asuh orang tua menerapkan disiplin yang tidak konsisten, sikap permisif orang tua, sikap keras dan tuntutan penuh, gagal memberikan hubungan yang tepat. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi remaja, sehingga keluarga juga merupakan sumber timbulnya perilaku agresif (Tarmudji,2001). Keterlibatan ayah termasuk didalam faktor keluarga karena, dalam suatu keluarga utuh tentunya ada ayah dan ibu yang mengasuh dan membesarkan anak. Ayah juga mempunyai andil yang besar dalam mengasuh anak. Semakin baik dan sering seorang ayah terlibat dalam pengasuhan anaknya maka semakin kecil kemungkinan si anak untuk menunjukan perilaku agresif. Salah satu bukti bahwa keterlibatan ayah berpengaruh terhadap perilaku agresif dikemukakan (dalam kompas, 2013) bahwa anak yang memiliki ayah gila kerja cenderung menunjukan perilaku yang lebih agresif. Kehangatan yang ditunjukan oleh ayah akan berpengaruh besar bagi kesehatanm dan kesejahteraan psikologis anak dan meminimalkan masalah perilaku ynag terjadi pada anak (Rohner & Veneziano,2001). c. Faktor Sekolah
Keterlibatan Ayah (Fathers Involvement)
Keterlibatan ayah dalam mengasuh anak itu penting. Ayah akan mempengaruhi anak dengan cara yang berbeda dengan para ibu, terutama dibidang bidang seperti hubungan anak dengan teman sebaya dan prestasi akademis. Keterlibatan yang tinggi dan meningkatnya kedekatan antara ayah dan remaja melindungi remaja untuk terlibat dari kenakalan dan tekanan emosi ( Harris, Furstenberg, & Marmer, 1998, hal.214).
Rogers (1985) berpendapat bahwa lingkungan keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial remaja. Keluarga merupakan tempat pertama kalinya remaja bersosialisasi dan mengembangkan dirinya sebelum terjun ke dalam masyarakat. Nilai - nilai yang diinternalisasikan akan berpengaruh pada kepribadian anak, contohnya keluarga yang tertutup, tidak banyak mengadakan kontak dengan orang lain, mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan dalam melakukan kontak dan tidak mudah percaya kepada orang lain. Apabila seorang anak tidak memiliki hubungan yang erat dengan anggota keluarganya, terutama orangtua, maka di dalam lingkungan masyarakat ia tidak mampu untuk menjadi anggota masyarakat yang baik dan tidak dapat melakukan penyesuaian dengan selayaknya.
perkembangan anak. Beberapa hal dapat menjadi perhatian dari pengasuhan ayah dapat berupa peran ayah dalam perkembangan kognitif, emosional, sosial dan moral anak (Lamb, 2010). Lamb, dkk (dalam Palkovits, 2002) membagi aspek keterlibatan ayah dalam tiga komponen yaitu :
1. Patternal engagement : pengasuhan yang melibatkan interaksi langsung antara ayah dan anaknya, misalnya lewat lewat bermain, mengajari sesuatu, ataupun aktivitas santai.
2. Aksesibilitas atau ketersediaan berinteraksi dengan anak pada saat dibutuhkan saja. Hal ini bersifat temporal.
3. Tanggung jawab dan peran dalam hal menyusun rencana pengsuhan bagi anak. Pada komponen ini ayah terlibat dalam pengasuhan (interaksi) dengan anaknya. Berdasar pada beberapa hasil penelitian, Lamb (1981) membuat rangkuman tentang dampak pengasuhan ayah pada perkembangan anak, yaitu :
a. Perkembangan peran jenis kelamin
b. Perkembangan moral
Ayah berpandangan positif tentang pengasuhan mempunyai anak laki- laki yang mengidentifikasi ayah mereka dan menunjukkan morali tas yang terinternalisasi. Penelitian yang lain menunjukkan bahwa ayah yang nurturant dan ayah-ayah yang secara aktif terlibat dalam pengasuhan membantu perkembangan altruisme dan kedermawanan. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak laki-laki yang nakal seringkali berasal dari keluarga yang ayahnyaantisosial, tidak empati dan bermusuhan.
c. Motivasi Berprestasi dan Perkembangan Intelektual
Terdapat kaitan antara kehangatan hubungan ayah-anak dan performansi akademik. Hubungan ayah-anak yang harmonis akan dapat membang kitkan motivasi anak untuk berprestasi.
d. Kompetensi sosial dan Penyesuaian Psikologis
Orang dewasa yang penyesuaian dirinya sangat bagus, ketika masa kanak-kanak mempunyai hubungan yang hangat dengan ayah-ibunya dalam konteks hubungan pernikahan yang bahagia.
memenuhi kebutuhan kasih sayang anak. Keempat, orang tua bertindak sebagai penghubung antara anak dengan masyarakat yang lebih luas, dalam cara : (1) membawa tuntutan dan harapan masyarakat kedalam rumah dan melaksanakannya pada anak, (2) berdasar pada posisi ayah dan ibu di masyarakat, mereka memberikan status tertentu pada anak yang khususnya menjadi penting ketika anak mulai memahami dunia luar dimana ia berpijak.
Hipotesis
METODE PENELITIAN
Partisipan
Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 2 Kupang. Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMK Negeri 2 Kupang.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMK Negeri 2 Kupang, yang berjumlah 1161 siswa dan tersebar pada 7 program pengajaran. Sampel dalam penelitian ini adalah 298 siswa (menggunakan rumus slovin dengan signifikansi 0,05).
Teknik pengambilam sampel dalam penelitian ini menggunakan Purposive Sampling. Teknik pengambilan sampel ini berdasarkan pertimbangan tertentu berdasarkan karakteristik subjek.
Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik subyek berarti ciri-ciri khusus yang terdapat pada subyek yang dijadikan sasaran. Adapun karakteristik subyek dalam penelitian ini mencakup :
1. Siswa/Siswi SMKN 2 Kupang. 2. Terlibat dalam tawuran.
5. Memiliki ayah ( memiliki ayah yang terlibat maupun tidak terlibat dalam pengasuhan).
Prosedur Sampling
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Purposive Sampling. Teknik pengambilan sampel ini berdasarkan pertimbangan tertentu. Dalam penelitian ini jumlah populasi siswa-siswi SMKN 2 Kupang sebesar 1161 yang ditetapkan menjadi sampel adalah 298 siswa, dengan satu subjek gugur karena secara face validity tidak memenuhi standar. Oleh karena itu, jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah 297 siswa.
Alat Ukur Penelitian
Dalam penelitian ini, metode pengukuran yang digunakan untuk memperoleh data informasi adalah angket. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan try out terpakai, yaitu subjek yang digunakan dalam try out sekaligus digunakan untuk penelitian, guna menghemat waktu, tenaga dan biaya.
Angket dalam penelitian ini berdasarkan skala yang telah disusun oleh peneliti sebagai berikut :
1. Skala Keterlibatan Ayah
pengasuhan / interaksi dengan anaknya) terdiri dari 16 item dengan skala angka 1-4 diganti dengan pilihan respon dari subjek yaitu, sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju, yang memiliki daya diskriminasi dengan koefisien korelasi item total bergerak dari antara 0,314 – 0,505 dan didapat nilai Alpha cronbach sebesar 0,899 yang artinya skala tersebut reliabel.
2. Skala Perilaku Agresif
Dalam skala perilaku agresif ini menggunakan skala adaptasi dari Agression Questionnaire. Dimana alat ukur ini merupakan behavioural self report yang diperkenalkan pertama kali oleh Buss dan Perry. Alat ukur ini terdiri dari 29 item yang keseluruhan itemnya mengukur agresi secara universal, bukan hanya spesifik pada satu jenis agresi saja, dengan item gugur sebanyak 13 item. Dimensi yang digunakan pada alat ukur ini meliputi empat aspek agresi yaitu Physical Agression (PA) yang teridiri dari 9 item, Verbal Aggression (VA) terdiri atas 5 item, Anger (A) teridiri dari 7 item, dan Hostility (H) terdiri dari 8 item. Skala yang digunakan dalam alat ukur ini adalah skala Likert dengan range 1-4 (skala interval) yang memiliki daya diskriminasi dengan koefisien korelasi item total bergerak dari antara 0,371 – 0,682 dan didapat nilai Alpha cronbach sebesar 0,881 yang artinya skala tersebut reliabel.
Teknik Analisa Data
HASIL PENELITIAN
Uji Reliabilitas
Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas, skala keterlibatan ayah terdiri dari 60 item, diperoleh item gugur sebanyak Teknik pengukuran reliabilitas untuk menguji reliabilitas menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada Skala keterlibatan ayah sebesar 0.897. Hal ini berarti skala Keterlibatan ayah reliabel. Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas untuk menguji reliabilitas menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada Skala Perilaku Agresif sebesar 0.881. Hal ini berarti skala Perilaku agresif reliabel.
Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas, kedua variabel memiliki signifikansi p>0,05. Variabel Keterlibatan Ayah yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,986 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,285 (p>0,05). Sedangkan variabel Perilaku Agresif memiliki nilai K-S-Z sebesar 1.085 dengan probabilitas 0,190 (p>0,05). Oleh karena nilai signifikansi p>0,05, maka distribusi data Keterlibatan Ayah dan Perilaku Agresif normal.
Uji Deskriptif
Uji deskriptif yang dilakukan terdiri dari kategori pengukuran skala Keterlibatan Ayah dan kategori pengukuran skala Perilaku Agresif. Uji kategori pengukuran skala Keterlibatan Ayah dan kategori pengukuran skala Perilaku Agresif Siswa dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
[image:25.595.65.533.213.618.2]a. Keterlibatan Ayah
Tabel 1.
Kategorisasi Pengukuran Skala Keterlibatan Ayah
No Interval Kategori Mean N Presentasi
1. 125,8 x 148 Sangat Tinggi 9 3,03 %
2. 103,6 x < 125,8 Tinggi 104,4377 159 53,53 %
3. 81,4 x < 103,6 Sedang 122 41,08 %
4. 59,2 x < 81,4 Rendah 7 2,36 %
5. 37 x < 59,2 Sangat Rendah 0 0 %
Jumlah 297 100 %
SD = 11.93730 Min = 65 Max = 134
Keterangan : x = Skor Keterlibatan Ayah ; N = Jumlah Subjek
kategori tinggi. Skor ketelibatan ayah yang diperoleh dari siswa bergerak dari skor minimum 65 sampai dengan skor maximum 134 dengan standar deviasi 11,93730.
[image:26.595.67.531.192.619.2]b. Perilaku Agresif
Tabel 2.
Kategorisasi Pengukuran Skala Perilaku Agresif
No Interval Kategori Mean N Presentasi
1. 54,4 x 64 Sangat Tinggi 4 1,35 %
2. 44,8 x < 54,4 Tinggi 22 7,41%
3. 35,2 x < 44,8 Sedang 35.8316 149 50,17%
4. 25,6 x 35,2 Rendah 109 36,70%
5. 16 x < 25,6 Sangat Rendah 13 4,37%
Jumlah 297 100 %
SD = 7.01870 Min = 17 Max = 55
Keterangan : x = Skor Perilaku Agresif ; N = Jumlah Subjek
Hasil Uji Korelasi
[image:27.595.96.512.214.615.2]Dalam penelitian ini uji korelasi antara variabel keterlibatan ayah dan variabel perilaku agresif siswa SMKN 2 di Kupang dilakukan dengan bantuan SPSS 16.0. Hasil uji korelasi antara variabel keterlibatan ayah dan variabel perilaku agresif pada penelitian ini dilihat pada tabel 3.
Tabel 3.
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson Product Moment pada tabel 3 diperoleh korelasi negatif sebesar -0,136 dengan signifikansi sebesar 0.019 (p < 0.05). Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang negatif signifikan antara keterlibatan ayah dan perilaku agresif siswa SMKN 2 di Kupang.
Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment
Father Involvement Agresif VAR00001 Pearson Correlation 1 -.136*
Sig. (2-tailed) .019
N 297 297
VAR00002 Pearson Correlation -.136* 1 Sig. (2-tailed) .019
N 297 297
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian tentang hubungan keterlibatan ayah dengan perilaku agresif siswa SMKN 2 di Kupang, diperoleh hasil perhitungan koefisien korelasi (r) sebesar -0,136 dengan signifikansi sebesar 0.019 ( p < 0.05) yang artinya Ho ditolak dan H1 diterima karena terdapat hubungan negatif yang signifikan antara keterlibatan ayah dan perilaku agresif siswa di SMKN 2 Kupang. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang negatif signifikan antara keterlibatan ayah dengan perilaku agresif siswa SMKN 2 di Kupang, atau dapat dikatakan, semakin tinggi skor keterlibatan ayah maka semakin rendah skor perilaku agresif siswa. Sebaliknya semakin rendah skor keterlibatan ayah maka semakin tinggi skor perilaku agresif siswa.
Secara umum hasil pengukuran ini mengungkapkan bahwa keterlibatan ayah dan perilaku agresif siswa memiliki hubungan yang negatif dan signifikan. Hasil penelitian tersebut dimungkinkan karena, pertama ayah lain yang lebih terlibat dalam pengasuhan merasakan bahwa adanya peran ayah yang sangat kuat didalam keluarga sehingga memberikan pengaruh terhadap anak (siswa) untuk tidak berperilaku agresif. Kedua, setiap ayah yang tidak terlibat dalam pengasuhan menyadari bahwa perilaku agresif siswa merupakan suatu variabel yang perlu dibenahi oleh mereka untuk menghadapi tantangan – tantangan yang terjadi pada saat proses pertumbuhan.
terbatas dalam interaksi sosialnya. Sependapat dengan enelitian yang dilakukan oleh Strom (Strom, 2002) tentang peran ayah dalam kehidupan remaja menunjukkan bahwa ayah yang terlibat dalam kehidupan remaja, terutama dalam pendidikan dan pergaulannya akan meningkatkan kemampuan remaja dalam pendidikan dan social skill.
Penelitian yang dilakukan oleh Hetherington dkk. (Lamb,1992) menjelaskan bahwa keberadaan ayah dalam kehidupan anak akan memudahkan dalam pemantapan hubungan dengan orang lain, penyesuaian perilaku, dan sukses dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis. Penelitian tersebut senada dengan hasil penelitian ini bahwa keberadaan ayah dalam kehidupan anak dapat memudahkan anak dalam menjalin hubungan baik dengan lingkungan sosial anak. Semakin terlibat ayah berada dalam pengasuhan dan semakin tinggi keterlibatannya maka semakin rendah perilaku agresif anak dan sebaliknya.
Inayati (1995) juga mengemukakan bahwa orang kurang menyadari bahwa ayah selain mencari nafkah masih ada peran yang lebih besar berkaitan dengan proses pengasuhan anak. Hal ini terjadi juga di Kupang dimana para ayah sibuk mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari dan menyerahkan seluruh tanggung jawab mereka kepada ibu untuk lebih berperan aktif dalam keterlibatan dengan anak dalam pengasuhan. Budaya yang ada di Kupang juga membuat ayah yang harus mencari nafkah, sedangkan para ibu harus menyelesaikan pekerjaan rumah dan mengurus anak.
Keterlibatan ayah sangat mempengaruhi proses perkembangan individu, dimana ayah yang memberikan perhatian dan dukungan pada anak akan memberikan perasaan diterima, diperhatikan dan memiliki rasa percaya diri, sehingga proses perkembangan anak tersebut dapat berjalan dengan baik. Calhoun dan Acocella (dalam Maharani & Andayani, 2003) juga menyatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan interaksi yang berkesinambungan dengan orang lain dan lingkungannya, sehingga faktor lingkungan sosial yang dalam hal ini adalah dukungan yang diberikan ayah, turut memberikan andil dalam keberhasilan penyesuaian sosial remaja.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang negatif signifikan antara keterlibatan ayah dengan perilaku agresif siswa SMKN 2 di Kupang. Artinya semakin tinggi keterlibatan ayah maka semakin rendah perilaku agresif siswa. Begitu juga sebaliknya.
Saran
Setelah penulis melakukan penelitian dan pengamatan langsung dilapangan serta melihat hasil penelitian yang ada, maka berikut ini beberapa saran yang penulis ajukan :
1. Bagi Para Ayah di Kota Kupang
2. Kepada Siswa SMKN 2 di Kupang
Siswa yang berperilaku agresif seharusnya lebih sadar akan pentingnya keharmonisan dalam hubungan sosialnya. Siswa juga kiranya dapat lebih patuh dalam mendengarkan dan melakukan apa yag dinasehatkan oleh orang tua, sehingga dapat mengendalikan perilakunya untuk tidak melakukan agresif dan menyelesaikan masalah dengan kepala dingin bukan dengan tindak agresif.
3. Bagi peneliti selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
Anna, K. L. (2013, 29 Agustus). Ayah gila kerja anak cenderung berulah. Kompas. Diunduh pada 30 Agustus 2013, dari
http://m.kompas.com/health/read/2013/08/29/1053208/Ayah.Gila.Kerja.Anak.berulah.
Arikunto, S. (1998). Prosedur penelitian kuantitatif fan kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian psikologi. Pustaka pelajar : Yogyakarta.
Benneti, S. P.dC & Roopnarine, J. L. 2006. Paternal Involvement with School-Aged Children in Brazilian Families : Assocition with Childhood Competence. Sex Roles : A Journal of Research. Vol.55, pp.669+
Bonney, J. F., Kelley, M. L., & Levant, R. F. (1999). A model of fathers‟behavioral
involvement in child care in dual-earner families. Journal of Family Psychology, 13, 401-415
Buss, A. H., & Perry, M. (1992). The aggression questionnaire. Journal of personality and social psychology, 63, 452-459
Buss, A. H. (1961). The psychology of aggression. New York : Wiley.
Dayakisni T dan Hudaniah. 2003. Psikologi Sosial edisi Revisi. Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu. Malang: UMM Press.
Deaux, K., Dane, F.C., & Wrightsman. (1993). Social psychology in the ‘90s. Edisi 6. Pacific Grove, Brooks : Cole Publishing Company, CA.
Flouri, E. (2005). Fathering and child outcomes. West Sussex, England: John Wiley & Sons Ltd.
Gromang, Y. (2013, 27 Februari). Polres Kupang kota sosialisasi gerakan anti tawuran ke sekolah – sekolah. RSK Kupang.
Gunarsa, S. D. & Gunarsa, Y. S. D. 1991. Psikologi Perkembangan Anak dan remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hidayati, H., Dkk. (2011). Peran ayah dalam pengasuhan anak. Jurnal psikologi, vol 9, no 1. Diunduh 11 maret 2015, dari
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/view/2841/2525
Inayati, A. 1995. Peran Ganda Seorang Ayah. Kartini no. 548, 5-14 Juni. Jakarta
Jahang, B. (2013, 02 Februari). Tawuran terjadi lagi di SMAN 3 Kupang. Pos Kupang. Diunduh pada 13 Februari 2014, dari
Januar. (2009). Perbedaan tingkat perilaku agresif ditinjau dari jenis kelamin pada masa remaja awal. Skripsi. Salatiga : UKSW (tidak diterbitkan).
Kartono, K. (1995). Psikologi anak: Psikologi perkembangan. Bandung : Mandar Maju. Kharisma, D. (2015). Populasi dan sampel dalam penelitian kuantitatif. Diklat LPM – PNL.
Universitas Negeri Makassar. Diunduh pada 07 April 2015, dari
http://www.penalaran-unm.org/artikel/penelitian/342-populasi-dan-sampel-dalam-penelitian-kuantitatif.html
Lamb, M. E. (1981). The Role of Father in Child Development 2nd ed. New York : Macmillan Publishing Co., Inc
Lamb, M. E. 1992. The Role of The Father in Child Development. New York : John Wiley and Sons, Inc.
Maharani & Andayani. 2003. Hubungan Antara Dukungan Sosial Ayah Dengan Penyesuaian Sosial pada Remaja Laki – Laki. Jurnal Psikologi, 1, 23 - 35
McBride, B.A. & Mills, G. (1993). A comparison of mother’s and father’s involvement with their children. Early Childhood Research Quarterly, 8, 457-477.
Palkovitz, R. (2002). Involved fathering and child development: Advancing our understanding of good fathering. In C. S. Tamis-LeMonda & N. Cabrera (Eds.), Handbook of father involvement: Multidisicplinary perspectives(pp. 119 –140). Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R.D. (2001). Human development. Edisi 6. Mc Graw-Hill, New York.
Pleck, J., & Hofferth, S. (2008). Coresidential father involvement with early adolescents. Journal of Marriage and the Family, 63, 309-321.
Putri, R. (2014, 23 Januari). Tawuran, polisi tembak mati pelajar di Makassar. Kompas. Diunduh pada 13 Februari 2014, dari
http://regional.kompas.com/read/2014/01/23/1604305/Tawuran.Polisi.Tembak.Mati.Pel ajar.di.Makassar
Roopnarine, J. L 1999. Paternal Involvement in Child Care as a Function of Maternal Employment in Nuclear and Extended Families in India. Sex Roles : A Journal of Research, pp.731+
Santrock, J.W. (2007). Remaja. Edisi 11. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Sarwono, S.W. (1997). Psikologi sosial : Individu dan teori – teori psikologi sosial. Jakarta : Balai Pustaka.
Seko, S. (2008, 17 November). Menyikapi tawuran antar pelajar. Wordpress. Diunduh pada tanggal 13 Februari 2014, dari
keterampilan sosial remaja awal. Diunduh tanggal 26 Maret 2015, dari http://psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi-03320184.pdf
Simasari, R. G. (2015). Studi deskriptif mengenai keterlibatan ayah dalam pemenuhan tugas perkembangan anak pada keluarga di tahap family with preschool children. Universitas padjajaran (diterbitkan) diunduh pada tanggal 26 Maret 2015, dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/Ghea.pdf
Syarifah, H., Widodo, B. P., & Kristina, F. I. (2012). Hubungan antara Persepsi terhadap keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan kematangan emosi pada remaja di SMA Negeri “X”. Jurnal psikologi, 230 – 238.
Subiyanto, P. (2004). Pentingnya Peran Ayah dalam Keluarga. Diunduh pada 21 Februari 2014, dari
http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2004/8/1/kell.html
Taganing, Ni Made. 2008. Hubungan Pola Asuh Otoriter dengan Perilaku Agresif Pada Remaja. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
Tarmudji, T. (2001). Hubungan Pola Asuh Otoriter Dengan Perilaku Agresivitas Remaja. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.
Terlibat tawuran 18 pelajar diamankan. (2013, 2 Februari). Ntt Terkini.
Tremblay, R.E., & Cairns, R.B. (2000). The development of aggressive behavior during childhood: What have we learned in the past century? International Journal of Behavior Development, 24 (2), 129-141.
Turner, J. S., & Helms, D. B. (1995). Lifespan Development. (5th d.). Harcourt race College Publishers : New York.
Yuwanto, L. (2015). Pahami peran ayah bagi anak mencegah kekerasan terhadap anak.
Diunduh pada 11 maret 2015 dari