• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802008040 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802008040 Full text"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara regulasi diri dengan kecenderungan adiksi terhadap game online pada remaja awal. Kriteria sampel yang digunakan adalah remaja awal (12-15 tahun) dan sudah bermain game online selama minimal 6 bulan. Teknik sampling yang digunakan purposive sampling.Jumlah sampel yang diambil ada 80 orang, yang diambil di empat lokasi di daerah Salatiga dan Karanggede.

Metode pengumpulan data pada variable adiksi game online berupa Game Addiction Scaleyang diadopsi dari teori Griffiths & Davies(2004) yang menggambarkan adanya ketergantungan terhadap game online pada remaja berdasarkan kriteria DSM IV dengan mengembangkan tujuh aspek diantaranya : Sailience, Tolerance, Mood Modification, Relapse, Withdrawal symptoms, Conflict, dan Problems.Pada variable regulasi diri menggunakan Self Regulation Quesionaire (SRQ) dari Brown, Miller, &Lawendowski (1999). Hasil penelitian ini diperoleh nilai korelasi product moment rxy = - 0,323 ; p = 0,003 (p < 0,05) yang berarti terdapat hubungan negatif dan signifikan antara regulasi diri terhadap kecenderungan adiksi game online pada remaja.

(7)

ABSTRACT

This study aims to investigate the relationship between self-regulation with a

tendency to addiction to online games in early adolescence . Criteria sample is early

adolescence ( 12-15 years ) and has been playing games online for at least 6 months .

The sampling technique used purposive sampling . The number of samples were 80

people, who were taken at four locations in the area and Karanggede Salatiga .

Methods of data collection in the form of online gaming addiction variables Game

Addiction Scale, which was adopted from the theory of Griffiths and Davies (2004) which

describes the dependence on online games on adolescents based on DSM-IV criteria by

developing seven aspects including : Sailence , Tolerance , Mood modification , Relapse

, Withdrawal symptoms , Conflict , and Problems . In the variable self-regulation using

Self Regulation Quesionaire (SRQ) from Brown , Miller , & Lawendowski (1999) . The

results of this study showed the value of the product moment correlation r xy = - 0.323 ;

p = 0.003 (p<0.05) , which means there is a negative and significant relationship between

self-regulation on the trend of online gaming addiction in adolescents .

(8)

Pendahuluan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini semakin pesat

menghasilkan produk-produk teknologi yang memberikan manfaat dan

kemudahan bagi manusia, mulai dari manfaat ilmu pengetahuan, pendidikan dan

hiburan. Salah satu produk teknologi yang memberikan manfaat hiburan yaitu

game online (Ameliya, 2008).Game online adalah game yang berbasis elektronik dan visual (Rini, 2011). Game online mempunyai perbedaan yang sangat besar dengan game lainya yaitu pemain game tidak hanya dapat bermain dengan orang yang berada disebelahnya namun juga dapat bermain lain di lokasi lain, bahkan

hingga pemain dibelahan bumi lain (Young, 2007). Game online merupakan situs

yang menyediakan berbagai jenis permainan yang dapat melibatkan beberapa

pengguna internet di berbagai tempat yang berbeda untuk saling terhubung

diwaktu yang sama dengan melalui jaringan komunikasi online (Young, 2009). Hal ini memungkinkan para pemain mendapat kesempatan sama-sama bermain,

berinteraksi dan berpetualang serta membentuk komunitasnya sendiri dalam dunia

maya.

Game online tidak hanya memberikan hiburan tetapi juga memberikan tantangan yang menarik untuk diselesaikan sehingga individu bermain game online tanpa memperhitungkan waktu demi mencapai kepuasan. Hal ini menjadikan gamer tidak hanya menjadi penikmat game online tetapi juga dapat menjadi pecandu game online (Pratiwi,2012). Istilah kecanduan (addiction) awalnya digunakan terutama mengacu kepada penggunaan alkohol dan

(9)

suatu perilaku atau zat. Kecanduan game online ditandai oleh sejauh mana seseorang bermain game secara berlebihan yang dapat berpengaruh negatif bagi pemain game tersebut (Weinstein, 2010).

Menurut Lemmens (2009) seseorang yang mengalami kecanduan game online akan mengalami beberapa gejala seperti salience (berpikir tentang bermain game online sepanjang hari), tolerance (waktu bermain game online yang semakin meningkat), mood modification (bermain game online untuk melarikan diri dari masalah), relapse (kecendrungan untuk bermain game online kembali setelah lama tidakbermain), withdrawal (merasa buruk jika tidak dapat bermain

game online),conflict (bertengkar dengan orang lainkarena bermain game online secara berlebihan), dan problems (mengabaikan kegiatan lainnya sehingga menyebabkan permasalahan). Tujuh kriteria kecanduan game online ini merupakan pengukuran untuk mengetahui kecanduan atau tidaknya seorang

pemain game online yang ditetapkan. Pemain yang memenuhi empat dari tujuh criteria di atas, menunjukan indikasi mengalami kecanduan game online. Kecanduan bermain game secara berlebihan dikenal dengan istilah Game Addiction (Grant & Kim, 2003). Artinya seseorang seakan-akan tidak ada hal yang ingin dikerjakan selain bermain game, dan seolah-olah game ini adalah hidupnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Kusumadewi (2009) mengenai hubungan

kecanduan game online terhadap keterampilan sosial remaja membuktikan bahwa

(10)

expresivity (EE). Disimpulkan bahwa semakin kecanduan seorang remaja terhadap game online maka semakin rendah keterampilan sosialnya dan berdampak pada prilaku masing-masing individu, yang sampai pada taraf tertentu

dapat dikategorikan sebagai adiksi. Orang yang kecanduan game online akhirnya

dapat mengarah pada munculnya prilaku kompulsif, tak acuh pada kegiatan yang

lain, dan gejala aneh, seperti rasa tak tenang pada saat keinginan tersebut tidak

terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa kecanduan bermain game online memberikan dampak negatif bagi kehidupan emosional remaja.

Menurut Papalia dkk (2004) Masa remaja merupakan periode transisi dari

perkembangan masa kanak kanak menuju ke masa dewasa, batasan usia remaja

menurut World Health Organization yaitu 10-20 tahun. Masa remaja adalah masa

transisi perkembangan yang melibatkan perubahan fisik, kognitif dan psikososial

dari masa anak – anak (childhood) ke masa dewasa (adulthood). Saat ini peneliti

Sarwono (2001) batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah menjadi definisi

remaja Indonesia.

Menurut Hurlock (1973) Remaja yang paling rentan akan

perkembangannya adalah masa remaja pada tahap remaja awal karena Masa

remaja awal merupakan masa transisi, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya

baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial Pada masa transisi tersebut

kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan

kecenderungan munculnya perilaku menyimpang, Pada kondisi tertentu perilaku

menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu, Melihat kondisi

(11)

keperibadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai

penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan

dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan

remaja (Ekowarni, 1993).

Remaja yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain game online akan menghambat proses interaksi dengan teman sebaya, termasuk kematangan identitas dirinya. Hal ini dapat membatasi kesempatan remaja untuk

dapat belajar dari lingkungan sosialnya dan belajar peran dari teman sebayanya.

Remaja yang bermain game online dapat menginternalisasikan elemen-elemen yang didapatkan dari game online, seperti aksi tokoh game yang dimainkannya (Mazalin & Moore, 2004). Penelitian yang dilakukan Anderson dan Bushman

(2001) menyatakan bahwa perilaku pemain game online dapat menjadi kasar dan

agresif karena terpengaruh dari yang dilihat dan yang dimainkan dalam permainan

game online tersebut.

American Medical Association menyatakan bahwa pada tahun 2007 terdapat 90% remaja Amerika bermain game online dan 15% atau lebih dari 5 juta

remaja mengalami kecanduan game online, sedangkan di Cina pada tahun2007 terdapat 10% atau 30 juta remaja yang mengalami kecanduan game online (Young, 2009). Situs resmi game online Indonesia yaitu detik net menyatakan bahwa pada tahun 2010 terdapat 50% jumlah pengguna game online diIndonesia adalah pelajar dan mahasiswa (Hariyanto, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa

rata-rata pengguna game online baik di luar negeri maupun dalam negeri adalah

(12)

& Dwiastuti, 2007) menunjukan bahwa pengguna game online terbanyak dari

kalangan remaja. Hal ini juga didukung oleh penelitian Djunaidi & Dwiastuti

(2007) yang mengatakan bahwa pengunjung rental game online didominasi oleh remaja SMA dan mahasiswa. Hasil penelitian Danforth (2003) menunjukan hal

yang menyerupai dimana remaja rata-rata bermain game online selama 10 jam dan ada juga yang sampai 24 jam. Bermain game online yang dilakukan secara berlebihan dapat menyebabkan adiksi atau kecanduan.

Riset di Amerika Serikat menemukan bahwa beberapa organisasi

mengalami dampak negatif sebagai akibat dari kecanduan akan games off-line (seperti Solitaire dan Tetris yang populer di dekade 1980-an lalu), yang memang rata-rata banyak di-install dalam komputer. Untuk saat ini ada pula games online

seperti ayo dance, poker, the sims dan lain-lain yang sangat disukai banyak orang.

Menurut survei terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti Kementerian Kesehatan,

Tenaga Kerja dan Kesejahteraan di Singapura, sekitar 520.000 pelajar SMP dan

SMA mengalami kecanduan internet, terutama untuk game online dan e-mail. Survei menunjukkan bahwa 9 persen dari pelajar SMP dan 14 persen dari pelajar

SMA mengakses internet lebih dari lima jam setiap hari kerja. Adiksi terhadap

game online adalah kesenangan bermain game karena memberi rasa kepuasan tersendiri bagi individu tersebut. Contoh kasus “Seperti anak laki-laki yang tidak

lulus sekolah atau mendapatkan nilai yang kurang karena di pengaruhi oleh dunia

internet, ia selalu kecanduan untuk bermain internet atau di warnet bahkan sampai

lupa waktu. Seketika berangkat sekolah pamit pada orang tua tetapi ia ternyata

(13)

penting daripada pendidikan sangat di sayangkan waktu terbuang hanya untuk

bermain game online” (Amarildo Rizkia,2009)

Hawadi (2007) mengemukakan bahwa pada prinsipnya game memiliki sifat seduktif, yaitu membuat orang menjadi kecanduan untuk terpaku di depan

monitor selama berjam jam. Apalagi game online di rancang untuk suatu reinforcement atau penguatan yang bersifat segera begitu permainan berhasil melampaui target tertentu. game online menyebabkan remaja terasa tertantang sehingga terus-menerus memainkanya, dan menyebabkan remaja tidak memiliki

skala prioritas dalam menjalani aktivitas sehari-hari, sikap kurang memiliki self control yang baik terhadap ketertarikanya pada game online dan pada saat itulah seseorang yang kecanduan atau bermain game harus bisa mengatur diri mereka sendiri. Hal ini membutuhkan pengaturan diri pada pecandu game online tersebut

atau dengan kata lain regulasi diri pada perilaku adiksi game online.

Regulasi diri (self regulation) merupakan dasar dari proses sosialisasi karena berhubungan dengan seluruh domain yang ada dalam perkembangan fisik,

kognitif, social, dan emosional (Papalia & Olds, 2001). Selain itu regulasi diri

(self regulation) juga merupakan kemampuan mental serta pengendalian emosi (Papalia & Olds, 2001). Seluruh perkembangan kognitif, fisik, serta pengendalian

emosi dan kemampuan sosialisasi yang baik, membawa seseorang untuk dapat

mengatur dirinya dengan baik (Papalia & Olds, 2001). Regulasi diri dapat

dipahami sebagai penggunaan suatu proses yang mengaktivasi pemikiran,

(14)

hal.65). Regulasi diri meliputi self – generation dan pemantauan secara kognitif terhadap pikiran, perasaan dan perilaku dalam rangka mencapai suatu tujuan tanpa

mengandalkan orang lain (Santrock, 2007).

Zimmerman (dalam Ormrod. 2003), juga menjelaskan jika seseorang

disebut memiliki regulasi diri jika pikiran dan perilakunya berada dibawah

kendalinya sendiri, tidak dikendalikan oleh orang lain dan lingkungan. Menurut

Carver & Scheier, (1998); Vohs & Baumeister, (2004), bahwa istilah regulasi diri

(Self-regulation) sering digunakan secara luas yang mengacu pada upaya-upaya

individu untuk mengubah pikiran (thoughts), perasaan (feelings), keinginan (desires) , dan tindakan (actions) dalam mencapai tujuan hidup tertentu. (de Ridder, & de Wit, …), terutama jika berhadapan dengan masalah dan rintangan,

baik masalah pribadi maupun sosial.

Peneliti telah melakukan studi awal melalui metode observasi kepada 8

remaja di dua warung internet (warnet) penyedia game online di desa Togaten , Pasar Sapi dan di desa Nanggulan didapatkan data bahwa pengunjung warnet

lebih banyak adalah remaja usia 10-16 tahun dan didominasi oleh remaja laki-laki.

Hal yang paling banyak dilakukan oleh remaja tersebut adalah bermain game online. Remaja tersebut mengatakan lebih suka bermain game online di warnet daripada berkumpul dengan teman-temannya dengan alasan bermain game online

lebih menyenangkan, dapat menghilangkan rasa bosan dan dapat melampiaskan

kekesalan mereka di kehidupan nyata, Dengan bermain game online meraka seakan melupakan semua (keluarga, Teman bermain , dan tanggung jawabnya

(15)

remaja tersebut menghabiskan waktu bermain game online lebih dari 3 jam/hari dan biasanya meningkat setiap harinya. Dari 7 dari 8 remaja mengatakan

merasakan ada sesuatu yang hilang atau bosan jika tidak bermain game online dalam sehari dan akan timbul perasaan senang saat memulai bermain game online

kembali. Mereka bermain game online dan menjadi kecanduan itu dikarenakan

Kurangnya pengawasan , kontrol diri , pengendalian dan self-regulation pada diri

mereka sendiri sehingga mereka terus-menerus bermain game online.

Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “hubungan antara regulasi diri dengan kecenderungan adiksi

game online pada remaja ”Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melanjutkan penelitian tersebut dengan merumuskan permasalahan

sebagai berikut: Apakah ada hubungan negative yang signifikan antararegulasi

diri dengan kecenderungan adiksi game online pada remaja ?

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan rumusan malasah :

(16)

Tinjauan Pustaka Adiksi Game online

Pengertian Adiksi Game online

Game online adalah permainan dimana banyak orang yang dapat bermain pada waktu yang sama dengan melalui jaringan komunikasi online (Internet). Game online dapat juga menghasilkan uang tambahan yaitu dengan menukarkan mata uang di game online dengan bentuk rupiah atau bisa juga dengan menjual karakter game online kepada orang lain (Ayu Rini, 2011: 89). Dengan demikian kecanduan game online merupakan salah satu jenis kecanduan yang disebabkan oleh teknologi internet atau yang lebih dikenal dengan internet addictive disorder

(IAD). Internet dapat menyebabkan kecanduan, salah satunya adalah Computer game Addiction (berlebihan dalam bermain game). Game online merupakan bagian dari internet yang sering dikunjungi dan sangat digemari dan bisa

menyebabkan kecanduan yang memiliki intensitas yang sangat tinggi.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan pengertian adiksi game online adalah

suatu keadaan seseorang terikat pada kebiasaan yang sangat kuat dan tidak bisa

lepas untuk bermain game online. Memiliki kesenangan bermain game karena memberi rasa kepuasan tersendiri, sehingga ada perasaan untuk mengulangi lagi

kegiatan yang menyenangkan ketika bermain game online. Seor ang pecandu

(17)

Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Adiksi Game Online

Faktor – faktor yang memengaruhi perilaku adiksi game online dalam studi kualitatif Wan dan Choiu (2006) diantaranya kontrol diri, motivasi dan

kebutuhan psikologis seperti keinginan berkuasa, keinginan berprestasi, kesepian.

Frekuensi bermain game online juga menjadi penyebab seseorang semakin terikat

dan menjadi pecandu (Griffiths, davies& Chappell, 2004). Depresi juga

merupakan faktor atau determinan yang cukup kuat pada munculnya kecanduan

terhadap game online (Haagsma, 2008).

Sedangkan menurut hasil penelitian dari Kim et al (2009) bahwa seseorang

yang memiliki ketrampilan sosial rendah dapat membentuk perilaku kompulsif

terhadap penggunaan internet. Remaja yang sedikit memiliki teman terpaksa

memusatkan perhatiannya pada bentuk kegiatan rekreasi yang dapat dilakukan

sendiri seperti bermain game online (Soedjarwo & Istiwidayanti, 2001).

Bersadarkan peneliti Yee (2002) dua faktor yang menyebabkan seseorang

kecanduan terhadap permainan game online :

a) Attraction factor

(18)

b) Motivation factor

Yaitu suatu kondisi didunia nyata yang menekan sehingga menjadi

sarana yang mendorong untuk bermain game. Individu yang memiliki sel

esteem rendah dalam kehidupanya, game online bisa menjadi tempat pelarian karena dalam permainan individu dapat menutupi sifat lemah dan

ketidakmampuanya

Berdasarkan beberapa penjelasan dari teori di atas maka dapat

disimpulkan faktor – faktor yang memengaruhi perilaku adiksi game online

diantaranya faktor atraksi, faktor motivasi, kontrol diri, depresi, frekuensi bermain

games, keinginan berkuasa, keinginan berprestasi, kesepian, ketrampilan sosial

yang rendah, ketersediaan jaringan PC, kurangnya perhatian orangtua, pengaruh

teman.

Aspek - Aspek Adiksi Game Online Pada Remaja

Griffiths & Davies (dalam Lemmens, 2009) mengembangkan dua puluh

satu aitem yang menggambarkan adanya ketergantungan terhadap game online pada remaja berdasarkan kriteria DSM IV dengan mengembangkan tujuh aspek

diantaranya :

a. Salience( berfikir tentang bermain game online sepanjang hari ): sebuah aktivitas tertentu yang menjadikan sebuah peristiwa yang paling penting

dalam hidup seseorang dan mendominasi pemikiran mereka (keasyikan

(19)

b.Tolerance( waktu bermain game online yang semakin meningkat ) : ini adalah proses dimana meningkatnya jumlah aktivitas tertentu yang

diperlukan untuk mecapai suatu efek tertentu.

c. Mood modification( bermain game online untuk melarikan diri dari masalah ) : hal ini mengacu pada pengalaman subjektif seseorang, ini merupakan

konsekuensi dari terlibatnya dalam kegiatan tertentu dan dapat dilihat

sebagai coping (yaitumelarikan diri dari perasaan)

d.Relapse( kecenderungan untuk bermain game online kembali setelah lama tidak bermain ): ini cenderung pada kegiatan yang terulang yang telah

diobati selama bertahun-tahun dan muncul kembali

e. Withdrawal symptoms( merasa buruk jika tidak dapat bermain game online): suatu perasaan yang tidak menyenangkan atau efek fisik yang terjadi ketika

aktivitas tertentu dihentikan atau tiba-tiba dikurangi, misalnya , marah.

f. Conflict( bertengkar dengan oranglain karena bermain game online secara berlebihan ): konflik ini mengacu pada konflik antara pecandu dan orang

disekitar mereka (konflik antar pribadi), konflik dengan kegiatan lain

(pekerjaan, kehidupan sosial, hobi dan minat) atau dari dalam diri individu

sendiri (konflik intrapsikis) terkait dengan kegiatan tertentu.

g.Problem ( mengabaikan kegiatan lainnya sehingga menyebabkan permasalahan ) : mengacu pada masalah yang disebabkan oleh bermain

(20)

Masalah lainnya mungkin juga terjadi didalam diri subjek seperti konflik

psikis dan perasaan terhadap hilangnya kontrol diri)

Tujuh kriteria kecanduangame online ini merupakan pengukuran untuk

mengetahui kecanduan atau tidaknya seorang pemain game online, apabila pemain yang menunjukkan gejala empat dari tujuh aspek di atas maka dirinya

memiliki indikasi sebagai remaja yangmengalami kecanduan game online(Lemmens, 2009).

Regulasi Diri (Self Regulation)

Pengertian Regulasi Diri (Self Regulation)

Baumeister dan Vohs ( dalam McCullough & Willoughby, 2009) dalam

buletin psikologi yang diterbitkan APA (American Psychology Association) mendefinisikan regulasi diri dengan aktivitas bagaimana seseorang mengontrol

dirinya atau tanggapannya untuk mengejar tujuan dan memenuhi standar.

Bandura (dalam Boekaerts, Pintrich, dan Zeidner, 2003) mengatakan

bahwa dalam perspektif kognisi sosial, regulasi-diri dipandang sebagai proses

interaksi triadik antara personal, behavioral, dan environmental (lingkungan). Hal itu tidak hanya memerlukan keterampilan perilaku dalam mengelola-diri

(21)

oleh diri-sendiri, perasaan, dan tindakan yang direncanakan untuk pencapaian

tujuan-tujuan pribadi.

Selanjutnya terdapat definisi lain yang diungkapkan oleh Miller & Brown

(dalam Papalia & Olds, 2001) bahwa self regulation atau regulasi diri sebagai kapasitas untuk merencanakan, mengarahkan, dan memonitor prilaku fleksibel

untuk mengubah keadaan. Self regulation adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilaku mereka agar sesuai dengan apa yang mereka ketahui

sehingga dapat diterima oleh lingkungan sosialnya.

Berdasarkan dari beberapa pengertian yang sudah di uraikan, dapat

disimpulkan bahwa regulasi diri (self regulation) adalah kemampuan dalam

mengontrol, mengatur, merencanakan, mengarahkan, dan memonitor perilaku

untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan menggunakan strategi tertentu dan

melibatkan unsur fisik, kognitif, motivasi, emosional, dan social.

Tahapan Regulasi Diri (Self Regulation)

Proses self regulation dilakukan agar seseorang atau individu dapat mencapai tujuan yang diharapkannya.Dalam mencapai suatu tujuan yang

diharapkan seseorang perlu mengetahui kemampuan fisik, kognitif, sosial,

pengendalian emosi yang baik sehimgga membawa seseorang kepada self regulation yang baik. Miller & Brown (dalam Neal & Carey, 2005) memformulasikan self regulation sebanyak tujuh tahap yaitu:

(22)

Yaitu langkah awal individu dalam menerima informasi dari berbagai

sumber.Dengan informasi-informasi tersebut, individu dapat mengetahui

karakter yang lebih khusus dari suatu masalah.Seperti kemungkinan adanya

hubungan dengan aspek lainnya.

b. Evaluating atau mengevaluasi.

Setelah kita mendapatkan informasi, langkhan berikutnya adalah menyadari

seberapa besar masalah tersebut. Dalam proses evaluasi diri, individu

menganalisis informasi dengan membandingkan suatu masalah yang terdeteksi

di luar diri (eksternal) dengan pendapat pribadi (internal) yang tercipta dari pengalaman yang sebelumnya yang serupa. Pendapat itu didasari oleh harapan

yang ideal yang diperoleh dari pengembangan individu sepanjang hidupnya

yang termasuk dalam proses pembelajaran.

c. Triggering atau membuat suatu perubahan.

Sebagai akibat dari suatu proses perbandingan dari hasil evaluasi sebelumnya,

timbul perasaan positif atau negative. Individu menghindari sikap-sikap atau

pemikiran-pemikiran yang tidak sesuai dengan informasi yang didapat dengan

norma-norma yang ada. Semua reaksi yang ada pada tahap ini yaitu disebut

juga kecenderungan ke arah perubahan.

d. Searching atau mencari solusi.

Pada tahap sebelumnya proses evaluasi menyebabkan reaksi-reaksi emosional

dan sikap. Pada akhir proses evaluasi tersebut menunjukkan pertentangan

(23)

membuat individu akhirnya menyadari beberapa jenis tindakan atau aksi untuk

mengurangi perbedaan yang terjadi. Kebutuhan untuk mengurangi

pertentangan dimulai dengan mencari jalan keluar dari permasalahan yang

dihadapi.

e. Formulating atau merancang suatu rencana.

yaitu perencanaan aspek-aspek pokok untuk meneruskan target atau tujuan

seperti soal waktu, aktivitas untuk pengembangan, tempat-tempat dan aspek

lainnya yang mampu mendukung efesien dan efektif.

f. Implementing atau menerapkan rencana

yaitu setelah semua perencanaan telah teralisasi, baerikutnya adalah secepatnya

megarah pada aksi-aksi atau melakukan tindakan-tindakan yang tepat yang

mengarah ke tujuan dan memodifikasi sikap sesuai dengan yang diinginkan

dalam proses.

g. Assessing atau mengukur efektivitas dari rencana yang telah dibuat.

Pengukuran ini dilakukan pada tahap akhir.Pengukuran tersebut dapat

membantu dalam menentukan dan menyadari apakah perencanaan yang tidak

direalisasikan itu sesuai dengan yang diharapkan atau tidak serta apakah hasil

yang didapat sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan hasil uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya

(24)

searching atau mencari solusi, formulating atau merancang suatu rencana, implementing atau menerapkan rencana, assessing atau mengukur efektivitas dari rencana yang telah dibuat.

Remaja awal

Masa remaja adalah masa transisi perkembangan yang melibatkan

perubahan fisik, kognitif, dan psikososial dari masa anak-anak (childhood) ke masa dewasa (adulthood) (Papalia, et,al., 2004). Sarwono (2001) menggunakan batasan umur 11-24 tahun dan belum menikah menjadi definisi remaja indonesia.

Sedangkan Monks dkk. (2001) membedakan masa remaja awal dengan batasan

usia 12-24 tahun, remaja awal 11-24 tahun, remaja tengah untuk usia 15-18 tahun

dan remaja akhir 19-24 tahun.

Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel pada remaja awal (11-24

tahun) karena remaja yang paling rentan akan perkembanganya adalah masa

remaja pada tahap remaja awal karena masa remaja awal merupakan masa

transisi, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,

psikis,maupun secara sosial (hurlock,1973).

Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis,

yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang, Pada

kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang

mengganggu, Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang

kurang kondusif dan sifat keperibadian yang kurang baik akan menjadi pemicu

(25)

melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut

dengan kenakalan remaja. (Ekowarni, 1993)

Hubungan Antara Regulasi Diri Pada Remaja Dengan Kecenderungan Adiksi Terhadap Game Online

Seseorang yang mengalami kecanduan game online akan mengalami beberapa gejala seperti salience (berpikir tentang bermain game online sepanjang hari), tolerance (waktu bermain game online yang semakin meningkat), mood modification (bermain game online untuk melarikan diri dari masalah), relapse (kecendrungan untuk bermain game online kembali setelah lama tidak bermain),

withdrawal (merasa buruk jika tidak dapat bermain game online),conflict (bertengkar dengan orang lain karena bermain game online secara berlebihan), dan problems (mengabaikan kegiatan lainnya sehingga menyebabkan permasalahan). Tujuh kriteria kecanduan game online ini merupakan pengukuran

untuk mengetahui kecanduan atau tidaknya seorang pemain game online yang ditetapkan pemain yangmendapatkan empat dari tujuh kriteria merupakan indikasi

pemain yang mengalami kecanduan game online (Lemmens, 2009).

Santrock (2010) mengemukakan bahwa salah satu ketrampilan yang

penting dimiliki remaja adalah kemampuan meregulasi dan mengontrol emosi dan

perilaku. Laki – laki biasanya memperlihatkan regulasi diri yang lebih rendah

dibandingan perempuan (Eisenberg, Spinrad & Smith, 2004).

Rendahnya regulasi diri pada diri individu menyebabkan banyak

(26)

permasalahan yang ditimbulkan dari kecanduan game online secara kognitif adalah menurunnya prestasi akademik (Yee, 2002). Permasalahan lainnya yang

ditimbulkan akibat ketergantungan terhadap game online adalah masalah relasi sosial pada remaja. Menurut Hurlock (1999) remaja juga memiliki tugas untuk

membentuk dan mempertahankan relasi sosial yang bertanggung jawab.

Pemenuhan tugas perkembangan remaja tersebut memerlukan ketrampilan

sosial.Young (1996) menemukan bahwa 53% individu yang mengalami

kecanduan internet mempunyai permasalahan dalam relasi sosialnya.

Penelitian Amstrong, Philips dan Salling (2000) menyimpulkan individu

dengan ketrampilan sosial yang kurang atau kepercayaan diri yang rendah lebih

mungkin untuk kecanduan terhadap internet sebagai bentuk kompensasi dari

ketidakmampuannya tersebut. Kim et al (2009) dalam penelitiannya menyatakan

seseorang yang kesepian atau memiliki ketrampilan sosial yang rendah dapat

membentuk perilaku kompulsif terhadap penggunaan internet dan menghasilkan

dampak buruk bagi kehidupannya.

Metode Penelitian

Populasi adalah suatu wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau

subjek yang mempunyai kualitas dan karateristtik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2009).

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Suharsimi Arikunta, 1995).Yang

menjadi populasi dalam penelitian ini adalah remaja awal yang berusia 12-15

(27)

Sampel Dan Teknik Sampling Penelitian

Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik yang

dimiliki oleh karateristik tersebut (Sugiyono, 2009).Sampel adalah kelompok

kecil yang diamati dan merupakan bagian dari populasi sehingga sifat dan

karakteristik populasi juga di miliki oleh sampel. Adapun kriteria sampel dalam

penelitian ini diantaranya :

a) Remaja awal yang berusia 12 – 15 tahun

b) Telah bermain game online selama minimal 6 bulan. Asumsinya remaja yang memiliki ketergantungan terhadap game online baru

dapat terlihat bila minimal 6 bulan bermain menurut ketentuan dari

DSM IV (Young, 1998)

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditentukan (Sugiyono, 2009)

Metode pengumpulan data

Metode yang akan digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian

adalah metode kuantitatif dengan skala sebagai alat pengumpulan data. Skala

adalah usaha untuk mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah

pertanyaan atau pernyataan tertulis untuk dijawab secara tertulis untuk dijawab

secara tertulis oleh responden penelitian.Setiap subjek yang termasuk dalam

sampel penelitian ini diharapkan mengisi masing –masing alat ukur tersebut

secara lengkap. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala

(28)

Skala Kecenderungan Adiksi Game Online

Skala Kecenderungan Adiksi Game Online adalah skala yang dibuat untuk

mengetahui apakah responden memiliki kecenderungan adiksi pada game online atau tidak. Kecenderungan adiksi game online diukur dengan menggunakan skala

yang dikembangkan oleh Griffiths & Davies (dalam Lemmens, 2009) yaitu Game

Addiction Scale yang memiliki 21 aitem yang menggambarkan adanya ketergantungan terhadap game online pada remaja berdasarkan kriteria DSM IV dengan mengembangkan tujuh aspek diantaranya : Sailience, Tolerance, Mood Modification, Relapse, Withdrawal symptoms, Conflict, dan Problems.

Adapun skoringnya berkisar dari 1 = tidak pernah; 2 = jarang; 3 =

kadang-kadang; 4 = sering; 5 = sangat sering. Nilai reliabilitas pada skala adiksi game online sudah diuji cobakan oleh Griffiths & Davies (2004)dan menemukan alpha cronbach berkisar 0,92 – 0,94 yang dilakukan pada 352 sampel di penelitian

pertama dan 369 pada sampel penelitian kedua.

Dalam penelitian ini skala kecenderungan adiksi game online dalam uji

coba ini tidak ada aitem yang gugur, Adapun daya diskriminasi aitem diuji

cobakan kembali dengan menggunakan try out terpakai pada skala

Kecenderungan Adiksi Game Online pada variabel ini berkisar antara 0,324-0,708. Koefisien reliabilitas skala dengan formulasi Alpha’s Cronbach ditemukan

(29)

Skala Regulasi Diri

Skala ini dibuat untuk mengukur regulasi diri yang didasarkan pada tujuh

tahapan dalam penilaian regulasi diri dari Brown, Miller, & Lawendowski (1999)

diantaranya Receiving atau menerima informasi yang relevan, Evaluating atau mengevaluasi, Triggering atau membuat suatu perubahan, Searching atau mencari

solusi, Formulating atau merancang suatu rencana, Implementing atau menerapkan rencana, Assessing atau mengukur efektivitas dari rencana yang telah

dibuat. Adapun nilai reliabilitas test retest pada SRQ adalah 0.94.

Skala regulasi diri ini diukur dengan menggunakan skala Likert yang

diadopsi dari teori Brown, Miller, & Lawendowski (1999). Skala regulasi diri

memiliki 63 aitem yang di skor mulai dari nilai 1 hingga 5, yaitu : SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N (Netral), TS (Tidak Setuju) , STS (Sangat Tidak Setuju) . Pemberian skor bergerak dari rentang nilai lima (SS) sampai dengan satu (STS)

untuk aitem – aitem favourable, sedangkan untuk aitem – aitem unfavourable pemberian skor bergerak dari nilai satu (SS) sampai dengan empat (STS).

Dalam penelitian ini , Skala Regulasi Diri dalam uji coba ini tidak ada

aitem yang gugur Adapun daya diskriminasi aitem diuji cobakan kembali dengan

menggunakan try out terpakai pada Skala Segulasi Diri pada variabel ini berkisar

antara 0,318-0,764. Koefisien reliabilitas skala dengan formulasi alpha’s

cronbachditemukan sebesar 0,925. Adapun jumlah aitem gugur adalah 25 aitem,

(30)

Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data ini dilaksanakan pada tanggal 28 November 2014

didaerah salatiga dan sekitarnya. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Skala Regulasi Diri sebanyak 63 aitem dan Skala Adiksi Game Online terdiri dari 21 item. Selama pelaksanaan uji coba dan penelitian ini, peneliti

dibantu oleh penjaga warnet dengan peneliti memberi satu persatu angket kepada

subyek dan dalam pengisian peneliti menunggu subyek menyelesaikannya .

Sebelum peneliti memberikan skala tersebut ke subjek yang bersangkutan, peneliti

memastikan terlebih dahulu apakah subjek sudah sesuai dengan karakteristik

populasi dalam penelitian ini dan menanyakan apakah sudah pernah diminta untuk

mengisi skala sebelumnya. Bila sudah sesuai barulah peneliti memberikan skala

tersebut. Sebelum meminta subjek untuk mengisi skala, peneliti sebelumnya

memberitahukan mengenai petunjuk pengisian skala tersebut. Selama pengisian,

peneliti menunggu subjek sampai selesai mengisi skala. Jika subjek sudah selesai

mengisi skala, peneliti memeriksa secara langsung skala untuk mengetahui dan

memastikan ada nomor yang terlewatkan atau tidak.

Deskripsi Statistik Penelitian

Analisis data deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai

subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok

subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.Berdasarkan

skor yang didapat, maka diperoleh gambaran umum mengenai hubungan antara

(31)

Gambaran umum Skor Variabel-variabel penelitian Descriptive StatisticsRegulasi Diri

Mean Std.

Deviation

N

Regulasi Diri 116.8875 27.74655 80

Berdasarkan kategorisasi regulasi diri dapat dilihat bahwa N = 80, Mean =

116,89 , Std. Deviation = 27.74655 ,

Kategorisasi variabel Regulasi Diri

Kategori Jenjang

Jumlah subjek

Bobot

Sangat Rendah ≤ 63,34 0 0%

Rendah 63,34< x ≤ 88,67 0 0%

Sedang 88,67< x ≤139,3 75 93,75%

Tinggi 139,3< x ≤164,63 5 6,25%

Sangat Tinggi x >164,63 0 0%

Total 100%

(32)
[image:32.595.101.513.194.737.2]

Tabel diatas artinya regulasi diri dalam kategori sedang dan yang lainnya

tersebar dalam level rendah sebanyak 93,75%, level tinggi sebanyak 6,25%dan

level sangat tinggi 0%.

Descriptive Statistics AdiksiGameOnline

Mean Std.

Deviation

N

Adiksi Game Online

62.9375 7.64289 80

Berdasarkan kategorisasi adiksigame online dapat dilihat bahwa N = 80,

Mean = 62.9375, Std. Deviation = 7.64289.

Kategorisasi variabel Kecenderungan Adiksi Game Online

Kategori Jenjang

Jumlah subjek

Bobot

Sangat Rendah ≤ 35 0 0%

Rendah 35< x ≤ 49 5 6,25%

Sedang 49< x ≤77 52 65%

Tinggi 77< x ≤91 17 21,25%

Sangat Tinggi x >91 6 7,5%

(33)

x = skor kecenderungan adiksi game online

Tabel diatas artinya adiksi game online dalam kategori sedang dan yang lainnya tersebar dalam level rendah sebanyak 6,25%, level tinggi sebanyak

21,25% dan level sangat tinggi 7,5%.

Hasil Uji Asumsi, Analisis Data dan Interpretasi

Analisis data yang dilakukan untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis

yang telah diajukan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode analisis

Korelasi Product Moment dari Pearson. Sebelum menguji kebenaran hipotesis dilakukan uji asumsi yang berupa uji normalitas dan uji linearitas sebagai syarat

penggunaan statistik parametric yaitu Korelasi Product Moment.

Uji Asumsi Uji Normalitas

Data setiap variabel diuji dengan menggunakan program uji normalitas

sebaran.Perhitungan normalitas sebaran dilakukan dengan menggunakan teknik

analisis Kolmogorov-Smirnov (K-SZ) dari SPSS (Statistical Packages for Social Sciences) 17.0.

Uji normalitas pada variabel regulasi diri menunjukkan hasil K-SZ sebesar

1,033dengan p = 0,236 ( p>0,05). Uji normalitas pada variabel adiksi game online

menunjukkan hasil K-SZ sebesar 1,089 dengan p = 0,189 (p>0,05). Berdasarkan

uji normalitas tersebut dapat disimpulkan bahwa distribusi dari kedua variabel

[image:33.595.99.522.202.629.2]
(34)

Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel

penelitian.Dengan memiliki nilai F = 0,842 , Sig = 0.677 , p > 0,05 pada deviation

from linearity sehingga dapat dibuktikan bahwa pada taraf kepercayaan 95% tidak

terjadi penyimpangan signifikan terhadap linearitas. Artinya korelasi antara

variabel Regulasi Diri dan Kecenderungan Adiksi Game Online bersifat linier.

Uji Linieritas

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Regulasi Diri *

Kecenderungan

Adiksi

Between

Groups

(Combined) 21793.333 27 807.160 1.075 .401

Linearity 5361.253 1 5361.253 7.143 .010

Deviation

from

Linearity

16432.080 26 632.003 .842 .677

Within Groups 39026.467 52 750.509

(35)

Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa terdapat hubungan

negatif dan signifikan antara regulasi diri terhadap kecenderungan adiksi game online pada remaja, yang ditunjukkan dengan hasil rxy = - 0,323 ; p = 0,003 ( p <0,05 ). Hal ini berarti semakin tinggi regulasi diri yang dimiliki maka semakin

rendah kecenderungan adiksi terhadap game online, sebaliknya semakin rendah regulasi diri yang dimiliki maka semakin tinggi kecenderungan adiksi terhadap

game online . Ini berarti hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya. Untuk melihat seberapa besar koefisien determinasi yang

ditunjukkan dalam Nilai koefisien determinasi yaitu 10,43% Artinya regulasi diri

memberikan sumbangan terhadap kecenderungan adiksi game online sebesar 10,43 % dan sisanya 100 % - 10,43 % = 89,57 % ditentukan oleh faktor-faktor

lain.

Pembahasan

Hasil yang diperoleh dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa

terdapat hubungan negatif antara regulasi diri terhadap kecenderungan adiksi

game online pada remaja, yang ditunjukkan dengan hasil rxy = - 0,323 ; p = 0,003 ( p < 0,05% ) yang berarti semakin tinggi regulasi diri yang dimiliki maka

semakin rendah kecenderungan adiksi terhadap game online, sebaliknya semakin rendah regulasi diri yang dimiliki maka semakin tinggi kecenderungan adiksi

terhadap game online . Ini berarti hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang

(36)

Berdasarkan tingkat signifikansi yang dimiliki dapat dilihat dari nilai p =

0,003 (p<0.05%) yang artinya hubungan antara regulasi diri terhadap

kecenderungan adiksi game online pada remaja adalah signifikan. Hal ini sesuai

dengan teori dari Hawadi (2007) yang mengemukakan bahwa pada prinsipnya

game memiliki sifat seduktif, yaitu membuat orang menjadi kecanduan untuk terpaku di depan monitor selama berjam – jam. Game online menyebabkan remaja

terasa tertantang sehingga terus-menerus memainkanya, dan menyebabkan remaja

tidak memiliki skala prioritas dalam menjalani aktivitas sehari-hari, sikap kurang

memiliki self control yang baik terhadap ketertarikanya pada game online dan pada saat itulah seseorang yang kecanduan atau bermain game harus bisa

mengatur diri mereka sendiri. Hal ini membutuhkan pengaturan diri (regulasi diri)

pada pecandu game online tersebut atau dengan kata lain regulasi diri pada perilaku adiksi game online.

Regulasi diri (self regulation) merupakan dasar dari proses sosialisasi karena berhubungan dengan seluruh domain yang ada dalam perkembangan fisik,

kognitif, social, dan emosional (Papalia & Olds, 2001). Selain itu regulasi diri

(self regulation) juga merupakan kemampuan mental serta pengendalian emosi (Papalia & Olds, 2001). Seluruh perkembangan kognitif, fisik, serta pengendalian

emosi dan kemampuan sosialisasi yang baik, membawa seseorang untuk dapat

mengatur dirinya dengan baik (Papalia & Olds, 2001). Regulasi diri dapat

dipahami sebagai penggunaan suatu proses yang mengaktivasi pemikiran,

(37)

hal.65). Regulasi diri meliputi self – generation dan pemantauan secara kognitif terhadap pikiran, perasaan dan perilaku dalam rangka mencapai suatu tujuan tanpa

mengandalkan orang lain (Santrock, 2007).

Zimmerman (dalam Ormrod. 2003), juga menjelaskan jika seseorang

disebut memiliki regulasi diri maka pikiran dan perilakunya berada dibawah

kendalinya sendiri, tidak dikendalikan oleh orang lain dan lingkungan. Tingginya

tingkat adiksi terhadap game online pada remaja ini,salah satunya disebabkan karena rendahnya regulasi diri yang mereka miliki. Regulasi diri yang rendah

pada diri individu menyebabkan banyaknya permasalahan bagi para pecandu

game online secara kognitif, fisik, emosional maupun sosial.

Mazalin dan Moore (2004), juga menyatakan aktivitas internet seperti

bermain game online yang dilakukan oleh remaja akan mengurangi dan membatasi interaksi individu dengan teman sebayanya yang seharusnya lebih

sering terjadi pada masa remaja. Kedekatan remaja secara langsung dengan teman

sebaya di dunia nyata dapat mempengaruhi remaja untuk belajar peran,

menentukan sikap dan membentuk perilaku yang juga mempengaruhi

perkembangan identitas remaja.Kurangnya kedekatan secara langsung dengan

teman sebaya merupakan salah satu hal yang dapat membatasi kesempatan remaja

untuk belajar dari lingkungan sosialnya dan belajar peran dari teman sebaya.

(38)

(kecendrungan untuk bermain game online kembali setelah lama tidak bermain),

withdrawal (merasa buruk jika tidak dapat bermain game online), conflict (bertengkar dengan orang lain karena bermain game online secara berlebihan), dan problems (mengabaikan kegiatan lainnya sehingga menyebabkan permasalahan). Tujuh kriteria kecanduan game online ini merupakan pengukuran

untuk mengetahui kecanduan atau tidaknya seorang pemain game online yang ditetapkan pemain yang mendapatkan empat dari tujuh kriteria merupakan

indikasi pemain yang mengalami kecanduan game online (Lemmens, 2009). Adapun kategori adiksi terhadap game online pada remaja di penelitian ini tergolong sedang dengan melihat nilai Mean Empiris = 62,9375; Mean Hipotetsik

= 63 dan Standar deviasi hipotetik = 14, artinya adiksi terhadap game online pada

remaja awal masih dapat dikendalikan, ini dapat terlihat dari nilai regulasi diri

yang dimiliki oleh subjek yang juga tergolong sedang dengan nilai Mean Empiris

= 116, 8875; Mean Hipotetik = 114 dan standar deviasi hipotetik = 25,33.

Dampak negatif secara psikologis bagi remaja yang kecanduan

permainan online menurut penelitian Soleman (2009) diantaranya : pikiran para pemain game online menjadi terus menerus memikirkan permainan yang sedang dimainkan. Para pemain menjadi sulit berkonsentrasi terhadap studi, pekerjaan,

sering bolos atau menghindari pekerjaan, bersikap cuek, acuh tak acuh, kurang

peduli terhadap hal-hal yang terjadi di sekelilingnya serta dalam takaran yang

lebih parah, para pemain mampu melakukan apapun demi bisa bermain permainan

online seperti berbohong, mencuri uang dan lain-lain. Selain itu terbiasa hanya

(39)

tertutup,sulit mengekspresikan diri ketika berada dilingkungan nyataDalam

penelitian ini, besarnya pengaruhi regulasi diri terhadap kecenderungan adiksi

terhadap game online dapat terlihat dari nilai koefisien determinasi yaitu sebesar

10,43% dan sisanya 89,57 % ditentukan oleh faktor-faktor lain, seperti : motivasi

diri, kesepian, depresi, ketrampilan sosial yang rendah dan sebagainya.

Regulasi diri pada remaja di penelitian ini tergolong sedang (sekitar 65%

atau 52 orang) yang ditunjukkan dengan N = 80, Mean = 116,89. Kecenderungan

adiksi game online pada remaja di penelitian ini juga tergolong sedang, hal ini dapat dilihat dengan nilai N = 80, Mean = 62.9375, Std. Deviation = 7.64289

yang lainnya tersebar dalam level tinggi sebanyak 6,25% (5 orang).

Kelemahan dalam penelitian ini diantaranya kurang adanya kontrol dari

peneliti saat pengisian skala berlangsung dimana subjek saling bertanya selama

pengisian skala tersebut, subjek banyak yang kurang memahami pernyataan yang

dibuat sehingga saat pengisian skala tersebut kondisi menjadi gaduh, kurangnya

konsentrasi saat pengisian skala karena subjek mengerjakan sambil bermain game.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat hubungan negatif dan signifikan

antara regulasidiri terhadap kecenderungan adiksi pada game online, yang berarti

semakin tinggi regulasi diri yang dimiliki maka semakin rendah kecenderungan

(40)

Saran

a) Bagi Remaja

Remaja dapat lebih dapat mengontrol dirinya agar tidak terperosok dalam

permainan game online yang terus-menerus yang akibatnya dapat mempengaruhi prestasi akademik, kehidupan sosial serta emosional

remaja itu sendiri.

b) Bagi Orangtua

Orangtua dapat memberikan pengawasan ekstra serta batasan waktu

kepada remaja yang sering bermain game agar remaja tidak kehilangan

kontrol dalam bermain game online yang nantinya dapat berdampak negatif bagi kehidupan emosional maupun sosialnya.

c) Bagi Peneliti berikutnya

Bagi peneliti berikutnya yang tertarik meneliti mengenai permasalahan

sejenis, dapat melihat dari faktor-faktor lainnya seperti motivasi diri,

Gambar

Tabel diatas artinya regulasi diri dalam kategori sedang dan yang lainnya
Tabel diatas artinya adiksi game online dalam kategori sedang dan yang

Referensi

Dokumen terkait

Kelima kebijakan prioritas tersebut adalah: (1) Pemberantasan pencurian kayu dari hutan Negara dan pedagangan kayu illegal; (2) Revitalisasi sektor kehutanan (khususnya

Kadar trigliserida dan HDL serum darah tikus yang mendapatkan perlakuan ekstrak etanol rimpang kencur (500 dan 1.000) mg/kg BB selama 30 hari tidak berbeda

maupun perawat adalah proses memberikan dan menyerahkan film beserta hasil kepada perawat dan keluarga pasien dengan mengisi data yang diminta oleh petugas loket radiologi.

dengan menggunakan media education card terhadap pemahaman siswa dikelas IX SMP Negeri 8 Banda Aceh”, Skripsi (Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala, 2015).. Pemahaman peserta didik

Menurut penelitian terdahulu, konsumsi biji labu kuning selama 8 minggu pada tikus yang mengalami aterosklerosis atau kondisi terjadinya penyempitan di dalam pembuluh darah,

Batzuetan, datibo osagarri bitxia erakusten duten hizkeretan, hala nola, Lekeitio- koan, datibo osagarri horren ordez, absolutibo osagarri kanonikoa ere aurki daiteke. Elordieta,

(pengembangan kapasitas merupakan suatu proses bukan output. Pengembangan kapasitas merupakan suatu usaha untuk memudahkan orang, organisasi dan sistem untuk

Menolong dan Bertanya jika ada yang sakit Empati 2 Anak menanyakan kebutuhan temannya Menanyakan alat permainan yang dibutuhkan temannya dan membantu mengambilnya 3