KUALITAS HUBUNGAN PADA INDIVIDU DEWASA AWAL
YANG MENJALANI
COMMUTER MARRIAGE
OLEH
ASTRI SARI RAHMAWATI 802008126
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Astri Sari Rahmawati
NIM : 802008126
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi UKSW Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak bebas non-royalti (non-exclusive royalty free right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
KUALITAS HUBUNGAN PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE
Beserta perangkat yang ada (jika perlu).
Dengan Hak Bebas Royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalihmedia atau mengaliformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Jusuf Tj. Purnomo. MA., Psi. Ratriana Y.E. Kusumiati, M. Si., Psi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Astri Sari Rahmawati
NIM : 802008126
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, UKSW
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :
KUALITAS HUBUNGAN PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG MENJALANI COMMUTER MARRIGE
Yang dibimbing oleh :
1. Jusuf Tj. Purnomo, MA., Psi.
2. Ratriana Y.E. Kusumiati, M. Si., Psi
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta symbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.
Yang memberi pernyataan,
Astri Sari Rahmawati
LEMBAR PENGESAHAN
KUALITAS HUBUNGAN PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE
Oleh
Astri Sari Rahmawati
802008126
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui Pada Tanggal : 29 September 2015
Oleh:
KUALITAS HUBUNGAN PADA INDIVIDU DEWASA AWAL
YANG MENJALANI
COMMUTER MARRIAGE
Astri Sari Rahmawati Jusuf Tj. Purnomo Ratriana Y.E. Kusumiati
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
i
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan rata-rata nilai pada
aspek-aspek dalam kualitas hubungan pada individu dewasa awal yang menjalani
commuter marriage. Penelitian ini dilakukan pada 31 individu dewasa awal yang
menjalani commuter marriage melalui incidental sampling. Peneliti menggunakan
The Perceived Relationship Quality Components (PRQC) untuk mengetahui tingkat
kualitas hubungan. Hasil yang ditemukan terdapat perbedaan rata-rata nilai pada
aspek-aspek dalam kualitas hubungan, namun nilai rata-rata tertinggi terdapat pada
aspek cinta, yakni 88,5.
ii
ABSTRACT
The purpose of the study is to find the average value of each aspect in quality of
relationship in early adult individuals having commuter marriage. This study is done
using incidental sampling to 31 early adult individuals having commuter marriage.
The researcher used The Perceived Relationship Quality Components (PRQC) to find
out the quality level of relationship in each individual. The result is there is average
value in the aspects of quality of relationship. However, the highest average value is
in love aspects, which is 88,5.
1
KUALITAS HUBUNGAN PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE
Latar Belakang
Seorang yang memasuki usia dewasa awal memiliki peran, tanggung jawab
serta kebutuhan yang lebih dibandingkan dengan sebelumnya. Secara umum, mereka
yang tergolong dewasa awal ialah mereka yang berusia 18–40 tahun. Pada masa
dewasa awal ini, individu diharapkan lebih matang dan mandiri dalam menghadapi
hidupnya, karena terdapat tugas-tugas perkembangan yang khas bagi orang dewasa,
antara lain mendapatkan suatu pekerjaan dan memilih seorang teman hidup
(Havighurst, 1995). Santrock (2003) menambahkan bahwa membina hubungan intim
dengan lawan jenis merupakan tugas perkembangan spesifik bagi individu dewasa
awal.
Pada masa ini, individu mulai mengkristalisasi hubungan dengan pasangan
yang paling dicintai, dipercayai, atau dibina sebelumnya. Mengkristalisasi lebih
kepada keputusan seorang individu untuk terikat dengan pasangannya, seperti
menikah. Ketika menginjak masa dewasa awal, ia akan segera membentuk hubungan
yang lebih erat, intim atau akrab. Hubungan yang berlangsung lama biasanya ditandai
dengan derajat keeratan yang semakin kuat. Menurut Kelly (dalam Sears, dkk, 1988),
suatu hubungan dapat disebut hubungan yang erat bila di dalamnya terdapat
interdependensi yang kuat pula, yakni adanya kecenderungan seseorang untuk saling
bergantung sama lain. Pada masa ini pula, seseorang mulai berpikir untuk
membangun rumah tangga dengan pasangannya. Ketika diantara laki-laki dan wanita
terdapat suatu ketertarikan yang mengarah pada percintaan, guna memenuhi
kebutuhan yang lainnya, maka mereka kemudian masuk pada tahap perkawinan
2
pasangan dari seorang laki-laki dan seorang wanita yang telah menginjak usia
dewasa. Perkawinan dianggap sebagai ikatan kudus karena hubungan pasangan antara
seorang laki-laki dan seorang wanita telah diakui secara sah dalam hukum agama
(Dariyo, 2003).
Dewasa ini, dengan terus meningkatnya kebutuhan hidup membuat suami atau
istri memilih untuk meniti karir di luar kota atau bahkan di luar negeri dan harus
meninggalkan pasangan dan anak-anaknya. Keadaan perkawinan yang mengharuskan
pasangan suami istri tinggal terpisah ini biasa disebut dengan commuter marriage
(Rhodes, 2002). Sedangkan menurut Gerstel & Gross; Orton & Croosman (2009)
tentang commuter marriage adalah sebuah pilihan sukarela, dimana sepasang suami
istri tinggal pada dua tempat dengan lokasi geografis yang berbeda, dan mereka
berpisah paling sedikit tiga malam dalam seminggu untuk minimal tiga bulan
lamanya. Torsina (2007) mengemukakan bahwa long distance relationship atau LDR
(dalam perkawinan), merupakan perkawinan dimana karena alasan khusus,
menyebabkan pasangan suami istri tidak dapat tinggal serumah. Rohlfing (1995)
mengkategorikan partisipan untuk long distance relationship sebagai berikut; dari
faktor geografis atau jarak, frekuensi pertemuan, serta alasan untuk berjarak dengan
pasangan.
Penelitian yang dilakukan oleh majalah Time (2007), menyatakan bahwa
commuter marriage terlah banyak terjadi. Pada tahun 2005, jumlahnya meningkat
30% menjadi 3,6 juta pasangan, namun di tahun 2000 jumlahnya masih 2,7 juta.
Dalam Marriage and Family Encyclopedia (2009), diperkirakan bahwa 700.000
sampai 1 juta pasangan di Amerika menjalani gaya hidup commuter marriage.
Para peneliti dari The Family Institute di Northwestern University telah
menemukan bahwa pasangan yang tinggal berjauhan mengalami perasaan cemas dan
depresi yang lebih rendah daripada pasangan yang tinggal di bawah satu atap.
Berdasarkan data Center for the Study of Long Distance Relationship, sebanyak 23
3
Du, seorang peneliti, mengatakan bahwa hidup terpisah dengan pasangan membuat
individu menjadi lebih mandiri, bebas dalam mengejar ambisi pribadi, dan tidur lebih
teratur. Di saat yang sama, individu tersebut juga memperoleh manfaat yakni
perasaan didukung dalam hubungan. Survei yang dilakukan Steve Du kepada 296
orang yang sudah menikah, sekitar sepertiga diantaranya sedang menjalani LDR, dan
sisanya tidak. Dari dua kelompok tersebut memiliki kepuasan yang sama dalam
hubungan mereka, namun ada beberapa hal yang mencolok. Pasangan LDR
dilaporkan memiliki kecemasan, depresi, dan kelelahan yang lebih rendah, sedangkan
pasangan yang hidup bersama lebih unggul dari segi intensitas seks.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Communication
mengungkapkan bahwa hubungan jarak jauh dapat membuat pasangan saling
terkoneksi dan hubungan menjadi lebih erat. Dalam penelitian tersebut dijelaskan,
hubungan dapat semakin harmonis karena komunikasi yang terjaga. Psikolog dan
konsultan cinta di Wolipop, Ratih Ibrahim juga menjelaskan tentang pentingnya
komunikasi dalam hubungan jarak jauh. Menurut Ratih Ibrahim, ada tiga kunci utama
yang harus dijaga dalam hubungan jarak jauh yakni trust, love, dan caring.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh L. Crystal Jiang dan rekan-rekannya
dari University of Hongkong dan Cornell University, interaksi yang jarang karena
kerterpisahan jarak ini justru lebih bermakna. Penelitian ini dilakukan terhadap 63
pasangan heteroseksual, setengahnya tinggal seatap, setengahnya lagi menjalani
hubungan jarak jauh. Pasangan jarak jauh yang terlibat dalam penelitian ini minimal
terpisah selama 17 bulan. Para responden diminta mencatat interaksi yang mereka
lakukan bersama pasangannya selama seminggu. Dari catatan ini terlihat, pasangan
yang menjalani hubungan jarak jauh cenderung terbuka dengan kekasihnya serta
sangat menunggu respons apa pun dari pasangannya. Setiap waktu yang bisa mereka
habiskan untuk berinteraksi, biasanya berlangsung lama. Kondisi ini merupakan
fondasi penting untuk membangun keintiman. Pasangan yang terpisah jarak
4
ketimbang pasangan yang sering bertemu. Pasangan yang sering bertemu cenderung
bersikap realistis dengan respons kekasihnya, tidak terlalu menunggu-nunggu.
Penelitian ini mencatat bahwa jarak jauh antara pasangan kekasih berefek pada
keinginan untuk memahami pasangan serta percaya. Sementara pasangan yang sering
bertemu cenderung menilai hubungan dari kehadiran pasangannya (semakin sering si
dia ada dekat saya, berarti dia makin sayang).
Hubungan jarak jauh adalah hubungan dimana pasangan dipisahkan oleh jarak
fisik dan tidak memungkinkan adanya kedekatan fisik untuk periode waktu tertentu
(Hampton, 2004). Beberapa penelitian menggunakan batas jarak jauh sekitar 60 mil
(Shumway, 2004) sampai 200 mil (Knox, Zusman, Daniels, & Brantley, 2002),
namun ada pula beberapa penelitian yang menggunakan batas jarak jauh tergantung
dari persepsi subjek akan hubungan jarak jauh yang dialaminya (Dellman-Jenkins
dalam Skinner 2005). Mayoritas penelitian menggunakan kriteria “pisah jarak”,
bagaimanapun jarak yang digunakan berbeda-beda. Schwebel dkk (1992),
menggunakan 50 mil atau lebih dalam penelitiannya. Penelitian lainnya
menggunakan definisi berdasarkan persepsi partisipan terhadap hubungan tersebut
(Dellman-Jenkins dkk, 1994). Definisi yang berbeda-beda ini menandakan bahwa
banyak faktor yang berperan dalam menentukan apakah suatu hubungan termasuk
hubungan jarak jauh atau bukan dan ada lebih dari satu jenis hubungan jarak jauh
(dalam Skinner, 2005).
Dari penelitian-penelitian yang dipaparkan di atas, peneliti bertujuan untuk
fokus meneliti tentang kualitas hubungan pada individu dewasa awal yang menjalani
5
TINJAUAN PUSTAKA
Kualitas Hubungan
Manfred Hassebrauck dan Beverly Fehr (2002), menemukan bahwa kualitas
hubungan memiliki dimensi yang mendasar. Terdapat 4 dimensi dalam kualitas
hubungan, yakni: intimacy, agreement, independence, dan sexuality. Sedangkan
menurut Garth J.O. Fletcher, Jeffry A. Simpson & Geoff Thomas (2000), terdapat 6
komponen dalam menilai kualitas hubungan meneliti tentang penilaian kualitas
hubungan. Beberapa komponen tersebut ialah relationship satisfaction, commitment,
intimacy, trust, passion, dan love. Komponen-komponen tersebut sudah tersusun dan
secara teori sudah representatif untuk dijadikan sebuah penilaian yang berkaitan
dengan kualitas hubungan dengan pasangan. yakni:
1. Kepuasan Hubungan (Relationship Satisfaction)
Merupakan keadaan di mana pasangan merasa hubungannya berjalan sesuai
dengan harapan. Menurut Walgito (2004: 21) mengungkapkan bahwa kepuasan
pernikahan merupakan keadaan individu yang ingin mendapat perlindungan, kasih
sayang, rasa aman dan dihargai sehingga individu akan merasa tenang, dapat
melindungi dan dilindungi serta dapat mencurahkan segala isi hatinya kepada
pasangan.
2. Komitmen (Commitment)
Merupakan elemen kognitif yang berupa tekad mempertahankan keutuhan
hubungan cinta dengan orang lain yang dicintainya. Komitmen akan terlihat dengan
adanya tindakan cinta (love behavior) yang cenderung meningkatkan rasa percaya,
rasa diterima, rasa dihargai, dan rasa dicintai oleh pasangan hidupnya (Sternberg
dalam Dariyo, 2003, h. 237)
3. Keintiman (Intimacy)
Merupakan elemen afeksi yang mendorong individu untuk selalu melakukan
6
individu untuk bergaul lebih akrab, hangat, menghargai, menghormati, dan
mempercayai pasangan yang dicintai (Sternberg dalam Dariyo, 2003, h. 137)
4. Kepercayaan (Trust)
Merupakan kemauan untuk berpegang pada ketulusan dan keandalan orang
lain, dengan adanya kepercayaan maka akan timbul perasaan aman karena merasa
bahwa yang lain dapat diandalkan dan diharapkan.
5. Hasrat (Passion)
Merupakan elemen fisiologis yaitu berupa dorongan nafsu, biologis atau
seksual. Dorongan-dorongan tersebut menyebabkan orang merasa selalu ingin dekat
secara fisik ataupun melakukan hubungan seksual. Passion ini meliputi fisik,
membelai rambut, berpegangan tangan, merangkul, mencium, dan hubungan seksual
(Sternberg dalam Dariyo, 2003, h. 137).
6. Cinta (Love)
Merupakan suatu sikap yang diarahkan seseorang terhadap orang lain yang
dianggap istimewa, yang mempengaruhi cara berpikir, merasa dan bertingkah laku
(Rubin, dalam Luqman el-Hakim, h. 206)
Dewasa Awal
Menurut Havighurst (dalam Dariyo, 2003), tugas-tugas perkembangan dewasa
awal: mencari dan menemukan calon pasangan hidup; membina kehidupan rumah
tangga; meniti karir dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi rumah tangga;
menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Sedangkan Santrock (2003)
menambahkan bahwa membina hubungan intim dengan lawan jenis merupakan tugas
perkembangan spesifik bagi individu dewasa awal. Individu akan berupaya mencari
calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan dalam perkawinan ataupun
7
Commuter Marriage
Gerstel & Gross; Orton & Crossman (2009) menyatakan bahwa commuter
marriage merupakan keadaan perkawinan yang terbentuk secara sukarela dimana
pasangan yang sama-sama bekerja mempertahankan dua tempat tinggal yang
berbeda lokasi geografisnya dan pasangan tersebut terpisah paling tidak tiga
malam per minggu selama minimal tiga bulan. Torsina (2007) menyatakan bahwa
commuter marriage merupakan perkawinan dimana karena alasan khusus,
menyebabkan pasangan suami istri tidak dapat tinggal serumah. Rhodes (2002)
juga menambahkan bahwa pasangan yang tinggal di rumah yang berbeda juga
disebut commuter marriage. Lebih lanjut dijelaskan bahwa commuter marriage
merupakan kondisi yang mengharuskan suami-istri tinggal terpisah karena
berbagai alasan khusus. Selain karena tuntutan pekerjaan juga dapat disebabkan
oleh tuntutan pendidikan, atau keadaan ekonomi keluarga.
METODE
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Populasi dalam
penelitian ini adalah individu dewasa awal yang menjalani commuter marriage.
Pengambilan sampel menggunakan teknik incidental sampling, yaitu dengan cara
menentukan subjek dimana saja ketika subjek ditemui dengan cirri-ciri atau sifat
8
Partisipan
Partisipan berjumlah 31 orang. Karakteristik sampel dalam penelitian ini, yaitu:
- Subjek penelitian ini adalah individu dewasa awal (20-40 tahun)
- Usia pernikahan minimal 1 tahun.
- Menjalani commuter marriage
Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan angket
(Questionnaire). Dalam penelitian ini analisis angket diukur dengan skala Likert yang
telah dimodifikasi menjadi empat kategori, yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak
setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Hal ini menghindari kecenderungan subjek
untuk jawaban ragu-ragu atau netral, sehingga subjek akan memilih jawaban yang
lebih pasti. Penyusunan angket ini berdasarkan 1 jenis item yaitu item favorable
(pernyataan yang mendukung pada obyek yang diukur).
Pernyataan mendukung (favorable) dalam penelitian ini diberi urutan penilaian
yaitu Sangat Setuju (SS) diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Tidak Sesuai (TS)
diberi skor 2, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 1. Untuk memperoleh data
dari penelitian ini, peneliti menggunakan skala penilaian guna mengukur kualitas
hubungan.
Pengukuran
Kuesioner yang digunakan dipenelitian ini merupakan hasil adaptasi yang
sudah dikembangkan dari The Perceived Relationship Quality Component (PRQC)
yang disusun oleh Garth J.O. Fletcher, Jeffry A. Simpson & Geoff Thomas (2000).
The Perceived Relationship Quality Component terdiri dari 18 item yang
9
item untuk masing-masing komponen, yaitu: relationship satisfaction, commitment,
intimacy, trust, passion,dan love.
HASIL
Hasil Analisa Deskriptif
Variabel kualitas hubungan terhadap subjek yang menjalani commuter
marriage memiliki 30 aitem valid dengan jenjang skor antara 1 sampai dengan 4,
pembagian skor tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut:
Skor tertinggi : 4 x 30 = 120
Skor terendah : 1 x 30 = 30
Hasil angket yang dibagikan dipilah menjadi tiga kategori, dimana subjek yang
memberikan penilaian pada angket dengan jawaban 1, 2 diberikan kategori rendah, 3
sedang dan 4 tinggi. Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor
tertinggi dengan jumlah skor terendah dan membaginya dengan jumlah kategori.
i =
i =
i = 30
Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditentukan interval dan kategori kualitas
hubungan pada individu dewasa awal yang menjalani commuter marriage sebagai
berikut:
Tinggi : 90 < x ≤ 120
Sedang : 60 < x ≤ 90
10
Dari hasil penghitungan pada masing-masing aspek, diketahui sebagai berikut:
Tabel
Kriteria Skor Kualitas Hubungan
11
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil diketahui bahwa kualitas hubungan commuter marriage
berada pada tingkat kategori sedang untuk tiap-tiap aspek. Pada hasil tabel di atas,
ditemukan bahwa sebagian besar tingkat kepuasan hubungan subjek yang menjalani
commuter marriage masuk dalam kategori sedang dengan nilai rata-rata 87,83. Hal
ini menunjukkan bahwa subjek merasa cukup bahagia dengan perkawinan yang
dijalani, dengan melihat perkembangan hubungan perkawinan subjek dan pasangan
yang berjalan cukup baik. Peran pasangan membuat subjek cukup merasa bermakna
dalam menjalani hubungan ini.
Pada aspek komitmen, sebagian besar subjek yang menjalani commuter
marriage masuk dalam kategori sedang dengan nilai rata-rata 87,83. Menunjukkan
bahwa subjek tetap memiliki hubungan yang cukup erat dengan pasangannya dan
berusaha sepenuhnya untuk menjalani perkawinannya dengan cukup baik.
Pada aspek keintiman, sebagian besar subjek yang menjalani commuter
marriage masuk dalam kategori sedang dengan nilai rata-rata 85,33. Hal ini terjadi
karena adanya pengaruh jarak antara subjek dengan pasangannya. Namun, subjek
tetap menjaga kedekatan dengan pasangan, terlihat dari adanya keterbukaan pada
persoalan-persoalan pribadi subjek terhadap pasangannya atau sebaliknya.
Pada aspek kepercayaan, sebagian besar subjek yang menjalani commuter
marriage masuk dalam kategori sedang dengan nilai rata-rata 81,16. Hal ini
menunjukkan bahwa subjek cukup mempercayai pasangannya, walaupun adanya
jarak dan pertemuan yang kurang intens. Subjek cukup percaya bahwa pasangannya
akan meluangkan waktu ketika dibutuhkan, namun tidak selalu bergantung pada
pasangannya. Subjek cukup percaya bahwa mereka dan pasangan benar-benar paham
dengan tujuan dari membangun hubungan perkawinan ini.
Pada aspek gairah/ hasrat, sebagian besar subjek yang menjalani commuter
marriage masuk dalam kategori sedang dengan nilai rata-rata 80,83. Subjek cukup
12
perkawinannya penuh dengan gairah seksual. Subjek menggunakan berbagai cara
untuk intens melakukan kontak seksual dengan pasangannya, karena menurut subjek,
pasangannya sangat menarik secara seksual.
Aspek terakhir yakni cinta, sebagian besar subjek yang menjalani commuter
marriage masuk dalam kategori sedang dengan nilai rata-rata 88, 5. Subjek cukup
mencintai dan mengagumi pasangannya. Subjek dengan sukarela bersedia
meluangkan waktu untuk bersama pasangannya dan cukup mendukung setiap
keputusan yang diambil baik bersama ataupun tidak. Pembahasan dari keseluruhan
hasil perhitungan diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Garth J.O.
Fletcher, Jeffry A. Simpson & Geoff Thomas (2000), yang menemukan bahwa setiap
aspek dari kualitas hubungan konsisten masuk dalam kategori sedang, dan jarak
sendiri tidak terlalu memengaruhi kualitas hubungan individu dengan pasangan.
Commuter marriage sesungguhnya terjadi pada pasangan yang telah menikah,
namun terpisah jarak karena adanya tuntutan karir, jenjang pendidikan atau karena
kondisi ekonomi (Gerstel & Gross; Orton & Crossman, 2009; Torsina, 2007; Rhodes,
2002). Artinya, commuter marriage terjadi bukan karena faktor ketidak harmonisan
dalam rumah tangga yang mengakibatkan seseorang terpisah jarak dengan
pasangannya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka
dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Aspek kepuasan hubungan, komitmen, keintiman, kepercayaan, gairah/
hasrat, serta cinta pada individu yang menjalani commuter marriage
13
2. Secara umum, kualitas hubungan pada commuter marriage berada pada
kategori sedang, dengan rata-rata keseluruhan 85,25.
SARAN
Adapun saran yang diberikan peneliti sesuai dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan, antara lain:
1. Saran bagi individu dewasa awal yang menjalani commuter marriage
Bagi tiap individu yang menjalani commuter marriage diharapakan
untuk tetap memperhatikan tiap aspek dalam peningkatan kualitas
hubungan, dengan menciptakan suasana yang harmonis, keakraban,
keintiman, kepercayaan terhadap pasangan.
2. Saran bagi peneliti selanjutnya
2.1 Diharapkan adanya penelitian yang lebih mendalam, dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, agar penelitian dengan topik
kualitas hubungan dapat dipaparkan secara mendetail.
2.2 Penentuan subjek atau responden diharapkan lebih fokus pada
pasangan, kaitannya dengan commuter marriage dan kualitas
hubungan.
2.3 Adanya pengembangan penelitian tentang kualitas hubungan
14
DAFTAR PUSTAKA
Amanah, M. . Gambaran Trust Pada Pasangan Suami-Istri yang Menjalani Commuter Marriage Tipe Adjusting dengan Usia Pernikahan 0-5 Tahun.
Asri, Ariesta, (Juni 10, 2015). Fakta Pasangan LDR Bahagia dengan Pernikahan.
Dariyo, A. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Penerbit: PT Grasindo. Jakarta.
Dayakisni, Tri dan Hudaniah. (2003). Psikologi Sosial. Penerbit: Universitas Muhammadiyah Malang. Edisi Revisi ke 2. Malang.
Fincham, Frank D. & Rogge R. (2010). Understanding Relationship Quality: Theoretical Challenges and New Tools for Assessment. Journal of Family & Review 2, 227-242.
Desmayanti, Shintya. (2009). Hubungan antara Gaya Resolusi Konflik dengan Kepuasan Pernikahan pada Pasangan Suami Istri Bekerja pada Masa Awal Pernikahan.
El, Luqman, H. (2014). Fenomena Pacaran Dunia Remaja. Penerbit: Zanafa Publishing. Riau.
Fletcher, G.J.O., Simpson, J.A., & Thomas, G. (2000). Measurement of Perceived Relationship Quality Components: A Confirmatory Factor Analytic Approach. Personality and Social Buletin.
Hassebrauck, Manfred & Fehr B. (2002). Dimensions of Relationship Quality. Personal Relationship 253-270.
Jayanti, Indah S. (2014). Studi Deskriptif Mengenai Cinta (Intimacy, Passion, dan Commitment) Pada Pasangan Suami-Istri Yang Menjalani Commuter Marriage Tipe Adjusting Couple.
15
Kusuma, Cita T. (2014). Hubungan Antara Perilaku Asertif Dengan Penyesuaian Perkawinan Pada Istri Yang Menjalani Commuter Marriage.
Oktaviani, Kiki. (Juni 27, 2014). Tips Pernikahan Tetap Awet Meski Menjalani
Hubungan Jarak Jauh. Retrieved from