• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802008069 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802008069 Full text"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KECENDERUNGAN

PERILAKU

BULLYING

PADA SISWA SMP KRISTEN I MAGELANG

OLEH

SERAFIKA RIZKA AMI VINTYANA 802008069

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMP KRISTEN I MAGELANG

Serafika Rizka Ami Vintyana

Prof. Dr. Sutriyono, M.Sc. Dr. Ch. Hari S., MS.

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(8)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara harga diri dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara harga diri dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa. Subyek penelitian ini adalah siswa dengan rentang usia 11-14 tahun yang berjumlah 101 orang. Skala dalam penelitian ini adalah skala kecenderungan perilaku bullying yang mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Olweus (Solberg & Olweus, 2003) sedangkan skala harga diri mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967). Corrected item total correlation skala kecenderungan perilaku bullying bergerak dari 0.308 – 0.477 dengan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0.833 sedangkan corrected item total correlation skala harga diri bergerak dari 0.300 - 0.571 dengan Alpha Cronbach sebesar 0.859. Analisis data menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment. Koefisien korelasi dari Pearson sebesar - 0.349 dengan signifikansi p = 0.000 (p < 0.05) yang artinya ada hubungan negatif antara harga diri dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa. Semakin tinggi harga diri maka semakin rendah kecenderungan perilaku bullying pada siswa, dan jika semakin rendah harga diri maka semakin tinggi kecenderungan perilaku bullying pada siswa.

(9)

ii

ABSTRACT

This study aims to determine the significance of the relationship between self-esteem with a tendency to bullying behavior in students. Initial hypothesis put forward in this study is that there is a negative correlation between self-esteem with a tendency to bullying behavior in students. The subjects of this study were 101 students aged 11-14 years. The scale of this research is the tendency of bullying behavior which refers to aspects proposed by Olweus (Solberg & Olweus, 2003) while the self-esteem scale refers to the aspects raised by Coopersmith (1967). Corrected item total correlation scale bullying behavior tendency range between 0.308 to 0.477 with alpha reliability coefficient 0.833 while Corrected item total correlation self-esteem scale range between 0.300 to 0.571 with alpha reliability coefficient 0.859. Data were analyzed using Pearson correlation coefficient of 0.349 with a significance p = 0.000 (p <0.05), which means there is a negative relationship between self-esteem with a tendency to bullying behavior in students. The higher self-esteem score, the lower the tendency of bullying on students, or lower the self-esteem score, the higher the tendency of bullying behavior in students.

(10)

PENDAHULUAN

Sekolah merupakan suatu lembaga tempat menuntut ilmu sehingga erat kaitannya

dengan pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Namun

tanpa kita sadari dunia pendidikan sering kali diwarnai dengan kekerasan atau perilaku

bullying. Di dalam instansi pendidikan seperti sekolah, sering kali kita mendengar kasus

bahwa siswa melakukan ancaman atau pemalakan seperti minta uang dan dibuatkan tugas,

saling mengejek dengan memberi nama julukan yang tidak disenangi, menyebarkan rumor,

menghasut, mengucilkan, menakut-nakuti (intimidasi), menindas, mengata-ngatai, mencubit,

memukul, meneror dengan sms serta membentak-bentak antar siswa.

Masih banyak siswa yang sampai saat ini belum mengerti mengenai apakah itu perilaku

bullying. Selain itu masih banyak siswa yang cenderung melakukan perilaku bullying, akan

tetapi mereka tidak tahu atau tidak mengerti bahwa perilaku yang dilakukan termasuk

perilaku bullying. Hal ini karena para siswa masih jarang diberikan pemahaman tentang

perilaku bullying dan dampaknya. Kasus bullying dalam kenyataannya tidak lepas dari

pengaruh pewarisan ideologi dari para lulusan. Selain itu media massa juga memberikan

edukasi antisosial, khususnya dalam sejumlah sinetron dan film. Walaupun sinetron atau film

hanyalah fiksi, namun secara tidak langsung memberikan model bagi siswa untuk

berperilaku.

Kecenderungan perilaku bullying sering dijumpai diberbagai sekolah mulai dari TK

hingga Perguruan Tinggi. Lingkungan pendidikan seharusnya merupakan tempat yang sehat

dan aman di mana para siswa dapat mengembangkan diri. Akan tetapi pada saat ini

lingkungan pendidikan telah banyak terjadi berbagai perilaku dan aksi kekerasan yang

(11)

2

mengkhawatirkan. Sampai saat ini perilaku bullying kurang mendapat perhatian dari

masyarakat kita, terutama para pendidik dan orang tua. Umumnya para pendidik, orang tua

dan masyarakat menganggap fenomena perilaku bullying di sekolah merupakan hal yang

biasa dan baru merespon jika hal itu sudah membuat korban terluka hingga membutuhkan

bantuan medis dalam hal perilaku bullying fisik. Sementara itu perilaku bullying sosial,

verbal dan elektronik masih belum mendapat tanggapan baik. Mereka tidak mengetahui

bahwa perilaku bullying bisa membawa dampak psikologis dan fisik bagi pelaku maupun

korban bullying.

Salah satu contoh yaitu di SMP Kristen I Magelang sering terdengar bahwa ada kasus

siswa yang berkelahi, memalak bahkan tawuran. Pernah ada kasus beberapa siswa

dikeluarkan dari sekolah lantaran melakukan pelanggaran yaitu melakukan bullying terhadap

juniornya ataupun berkelahi. Sedangkan untuk aksi memalak biasanya dilakukan di

lingkungan sekolah, dan yang menjadi korban biasanya adik kelas atau teman yang lebih

lemah. Sedangkan untuk tindakan saling mengejek di sekolah ini juga cukup tinggi dan

biasanya berakhir dengan perkelahian. Berdasarkan hasil observasi peneliti di bulan Agustus

2014 di SMP Kristen I Magelang, perilaku bullying terjadi ketika istirahat dan jam pulang

sekolah. Perilaku bullying terlihat ketika ada seorang siswa yang meminta uang kepada adik

kelasnya pada saat jam istirahat, kemudian pada saat pulang sekolah ada beberapa siswa yang

menyerang siswa lainnya karena tidak terima dipanggil dengan nama orang tuanya.

Harga diri merupakan istilah yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

sehingga kita sudah tidak asing apabila mendengar istilah ini. Seseorang yang melakukan

hal-hal memalukan bagi masyarakat sekitarnya akan dinilai tidak mempunyai harga diri dan yang

melanggar aturan hukum dalam suatu masyarakat akan dianggap harga dirinya turun. Harga

diri seseorang terbentuk sejak masih anak-anak. Harga diri adalah sebuah nilai perbandingan

(12)

tumbuh biasanya ia akan memiliki figur otoritas dalam pandangannya seperti ayah, ibu,

paman, bibi, kakek atau nenek atau siapapun juga. Selain itu lingkungan juga ikut

membentuk cara kita memandang diri kita. Labeling yang kita berikan akan memperkuat cara

pandang seorang terhadap dirinya sendiri. Akan tetapi ada pendapat yang menyebutkan

bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap

dirinya sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan dan menggambarkan sejauh

mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan,

keberartian, berharga, dan kompeten, dan merupakan pemimpin bagi semua dorongan.

Hasil penelitian dari Yayasan Sejiwa menunjukkan bahwa tidak ada satupun sekolah di

Indonesia yang bebas dari tindakan kekerasan. Kejadian yang menunjukan bahwa di dunia

pendidikan Indonesia telah terjadi perilaku bullying terhadap siswanya yaitu seorang taruna

di sebuah akademi militer di Semarang yang dihajar oleh seniornya. Kisah yang sama terjadi

beberapa tahun sebelumnya di sebuah sekolah tinggi di Bandung, di mana calon pejabat

pemerintahan dipersiapkan hingga berakibat kematian salah satu siswanya yang dilakukan

oleh beberapa senior.

Hasil penelitian Dr. Amy Huneck (dalam Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008)

mengungkapkan bahwa 10-60% siswa Indonesia melaporkan mendapat ejekan, cemoohan,

pengucilan, pemukulan, tendangan sedikitnya sekali dalam seminggu. Penelitian Yayasan

Sejiwa 2008 tentang kekerasan bullying di tiga kota besar di Indonesia yaitu Yogyakarta,

Surabaya dan Jakarta mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebesar 67,9% di tingkat sekolah

menengah atas (SMU) dan 66,1% di tingkat sekolah lanjutan pertama (SMP). Kekerasan

yang dilakukan sesama siswa, tercatat sebesar 41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk

tingkat SMA dengan kategori tertinggi kekerasan psikologis berupa mengucilkan.

Hasil penelitian dari Christhoporus, Stefanus, Praharesti (2008) menunjukkan ada

(13)

4

hubungan negatif antara harga diri dengan perilaku bullying, yaitu semakin tinggi harga diri

maka semakin rendah perilaku bullying pada siswa, demikian juga sebaliknya semakin

rendah harga diri maka semakin tinggi pula kecenderungan perilaku bullying pada siswa.

Sementara hasil penelitian dari Joceyln (2011) menunjukkan tidak ada hubungan antara

bullying dengan harga diri pada remaja siswa sekolah yang menjadi korban. Dengan

demikian semakin tinggi harga diri maka tidak akan berpengaruh terhadap kecenderungan

perilaku bullying. Hal ini disebabkan oleh karena subyek penelitian yang dilakukan Joceyln

memiliki harga diri dalam kategori tinggi dan kecenderungan perilaku bullying yang rendah.

Melihat fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan antara

harga diri dan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP Kristen I Magelang.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan suatu

masalah yaitu: “Apakah ada hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dan

kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP Kristen I Magelang?”

TINJAUAN PUSTAKA

Kecenderungan Perilaku Bullying

Bullying adalah sebuah situasi di mana terjadinya penyalahgunaan kekuatan atau

kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok. Perilaku bullying adalah perilaku

yang disengaja yang menyebabkan orang lain terganggu baik melalui kekerasan verbal,

serangan secara fisik, maupun pemaksaan dengan cara-cara halus seperti manipulasi.

Menurut Sejiwa (2008) perilaku bullying diartikan sebagai situasi di mana seseorang

yang kuat (bisa secara fisik maupun mental) menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti

seseorang yang lemah dengan sengaja dan berulang-ulang untuk menunjukkan kekuasaannya

(14)

Olweus (1993) menyatakan bahwa siswa yang melakukan bullying adalah ketika siswa

secara berulang-ulang dan setiap saat berperilaku negatif yang mengakibatkan seseorang

dalam keadaan tidak nyaman atau terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang.

Jadi kecenderungan perilaku bullying merujuk pada kecenderungan melakukan tindakan

yang bertujuan menyakiti dan dilakukan secara berulang, korban biasanya anak yang lebih

lemah dibandingkan dengan pelaku.

Bentuk Perilaku Bullying

Menurut Olweus (1993) perilaku bullying dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu:

a. Bullying Fisik

Seperti menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar

dengan barang, menghukum, dan menolak.

b. Bullying Verbal

Misalnya memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum,

menuduh, menyoraki, menebar gosip, dan memfitnah.

c. Bullying Mental atau Psikologis

Misalnya memandang sinis, memandang penuh ancaman, mendiamkan, menampilkan

ekspresi muka yang merendahkan, mengucilkan, mempermalukan, meneror lewat sms

atau email, memandang yang merendahkan, memeloti, dan mencibir.

Karakteristik Pengalaman Bullying a. Pernah Mengalami Perilaku Bullying

Menurut Sejiwa (2008) yaitu memiliki gangguan psikologis seperti merasakan

cemas yang berlebihan dan merasakan kesepian, memiliki konsep diri yang negatif karena

dirinya berpikir bahwa dia ditolak oleh teman-temannya, cenderung menjadi penganiaya

ketika dewasa, berperilaku agresif dan kadang melakukan tindakan kriminal, merasakan

(15)

6

b. Tidak Pernah Mengalami Perilaku Bullying

Menurut Sejiwa (2008) yaitu seseorang yang tidak mengalami perilaku bullying, itu

berarti bahwa seseorang yang tidak pernah mengalami tekanan, maupun penindasan

secara berulang-ulang, dari seseorang atau kelompok orang yang lebih kuat. Sehingga

dirinya terbebas dari rasa terancam, terbebas dari rasa tidak berdaya, terbebas dari trauma,

dan terbebas dari perasaan tidak percaya pada orang lain.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying a. Faktor Keluarga

Seorang anak akan meniru berbagai perilaku anggota keluarga yang ia lihat

sehari-hari sehingga menjadi perilaku yang ia anut. Sehubungan dengan perilaku imitasi anak,

jika anak dibesarkan dalam keluarga yang mentoleransi kekerasan atau bullying, maka ia

mempelajari bahwa perilaku bullying adalah suatu perilaku yang bisa diterima dalam

membina suatu hubungan atau dalam mencapai apa yang diinginkannya, sehingga

kemudian ia meniru perilaku bullying tersebut.

b. Faktor Sekolah

Pihak sekolah terkadang mengabaikan keberadaan perilaku bullying sehingga anak

pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan

intimidasi anak-anak yang lainnya. Perilaku Bullying berkembang dengan pesat dalam

lingkungan sekolah yang di dalamnya terdapat perilaku diskriminatif, kurangnya

pengawasan dan bimbingan etika, adanya kesenjangan besar antara siswa, dan pola

kedislipinan yang sangat kaku ataupun terlalu lemah, bimbingan yang tidak layak dan

peraturan yang tidak konsisten. Perilaku Bullying berkembang dalam lingkungan sekolah

yang sering memberikan masukan negatif kepada siswanya seperti hukuman tidak

membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar

(16)

c. Faktor Kelompok Sebaya

Seorang anak memiliki keinginan untuk tidak lagi terlalu bergantung pada

keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya.

Perilaku bullying disebabkan oleh adanya teman sebaya yang memberikan pengaruh

negatif dengan cara menyebarkan ide bahwa perilaku bullying bukanlah suatu masalah

besar dan merupakan suatu hal yang wajar dilakukan. Selain itu seorang anak terkadang

melakukan bullying pada anak lainnya untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk

dalam kelompok tertentu (Sejiwa, 2008).

Harga Diri

Menurut Coopersmith (1967) mengartikan harga diri sebagai hasil evaluasi individu

terhadap diri sendiri yang diekspresikan dalam sikap terhadap diri sendiri. Evaluasi ini

menyatakan suatu sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa besar

individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, berharga menurut standar dan nilai

pribadinya.

Menurut Santrock (1999), harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya

sendiri secara positif atau negatif. Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai

dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian

individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif maupun negatif.

Karakteristik Harga Diri

Coopersmith membagi tingkat harga diri menjadi 2 yaitu :

a. Individu dengan harga diri yang tinggi

Individu dengan harga diri yang tinggi memiliki perasaan yang berasal dari

penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan dan

(17)

8

akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan

diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dunia ini.

b. Individu dengan harga diri yang rendah

Individu dengan harga diri yang negatif akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak

mampu dan tidak berharga. Pada remaja yang memiliki harga diri negatif inilah sering

muncul perilaku negatif. Berawal dari perasaan tidak mampu dan berharga, mereka

mengkompensasikannya dengan tindakan lain yang, seolah-olah, membuat dia lebih

berharga. Misalnya dengan mencari pengakuan dan perhatian dari teman-temannya. Dari

sinilah kemudian muncul penyalahgunaan obat atau berkelahi, misalnya, yang dilakukan

demi mendapatkan pengakuan dari lingkungannya.

Aspek-aspek Harga Diri

Coopersmith (1967) membagi harga diri ke dalam 4 aspek yaitu:

a. Kekuasaan (power)

Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain. Kemampuan ini

ditandai adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang lain.

b. Keberatian (significance)

Adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari orang lain.

c. Kebajikan (virtue)

Ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi

tingkah laku yang tidak diperbolehkan.

d. Kemampuan (competence)

(18)

Hubungan antara Harga Diri dan Perilaku Bullying

Seseorang yang memiliki harga diri yang positif memiliki penerimaan diri dan

penghormatan diri yang cukup. Adanya penerimaan dan penghormatan diri menjadikan anak

merasa mampu pada beberapa tugas di sekolahnya, dapat merasa nyaman dengan

teman-temannya serta memiliki rasa bangga diri, merasa dapat diterima keluarganya dan dapat

menerima keadaan fisik apa adanya. Penerimaan dan penghormatan diri mengakibatkan anak

merasa senang dan bangga dengan keadaan diri sehingga secara emosinal dirinya tidak

mudah marah dan pada akhirnya anak mampu membina hubungan baik dengan teman dan

menjaga hubungan pertemanan tersebut agar tidak melukai perasaan maupun fisik temannya,

sehingga anak tersebut terhindar dari hal-hal yang mencerminkan perilaku bullying.

Berbeda dengan anak yang memiliki harga diri negatif, anak tersebut akan memandang

dirinya sebagai orang yang tidak berharga. Rasa tidak berharga tersebut dapat tercermin pada

rasa tidak berguna dan tidak memiliki kemampuan baik dari segi akademik, interaksi sosial,

keluarga dan keaan fisiknya. Harga diri yang negatif ini dapat membuat anak merasa tidak

mampu menjalin hubungan dengan temannya sehingga dirinya menjadi mudah tersinggung

dan marah. Akibatnya anak tersebut akan melakukan perbuatan yang dapat menyakiti

temannya atau dengan kata lain anak tersebut melakukan perilaku bullying.

Hipotesa Penelitian

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai

berikut: Ada hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dan kecenderungan perilaku

(19)

10

METODE PENELITIAN Definisi Operasional

Kecenderungan Perilaku Bullying

Kecenderungan perilaku bullying adalah kecenderungan melakukan perilaku bullying

yang disengaja yang menyebabkan orang lain terganggu baik melalui kekerasan verbal,

serangan secara fisik, maupun pemaksaan dengan cara-cara halus seperti manipulasi.

Kecenderungan perilaku bullying diartikan sebagai situasi di mana seseorang yang kuat (bisa

secara fisik maupun mental) menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti seseorang yang

lemah dengan sengaja dan berulang-ulang untuk menunjukkan kekuasaannya sehingga

korban merasa tertekan dan trauma serta tak berdaya.

Kecenderungan perilaku bullying diukur berdasarkan skor yang diperoleh dari hasil

pengisian skala kecenderungan perilaku bullying yang dilakukan oleh subyek. Skala

kecenderungan perilaku bullying disusun oleh peneliti berdasarkan 3 aspek perilaku bullying

yang dikemukakan oleh Olweus (1993) yaitu bullying fisik, bullying verbal, bullying mental

atau psikologis. Dengan ketentuan, semakin tinggi skor yang diperoleh berarti semakin tinggi

pula tingkat kecenderungan perilaku bullying, dan sebaliknya semakin rendah skor yang

diperoleh berarti semakin rendah pula kecenderungan perilaku bullying.

Harga Diri

Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif atau

negatif. Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui

atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya. Harga diri mengandung arti

suatu penilaian individu terhadap diri diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersikap

negatif dan positif.

Harga diri diukur berdasarkan skor yang diperoleh dari hasil pengisian skala harga diri

(20)

diri yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967) yaitu kekuasaan, keberartian, kebajikan, dan

kemampuan. Dengan ketentuan, semakin tinggi skor yang diperoleh berarti semakin tinggi

pula tingkat harga diri, dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh berarti semakin

rendah pula harga diri.

Partisipan Penelitian

Menurut Azwar (1998), partisipan didefinisikan sebagai kelompok subyek yang hendak

dikenai generalisasi. Menurut Hadi (1992) partisipan adalah sejumlah individu yang

mempunyai ciri atau sifat yang sama. Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa SMP

Kristen I Magelang yang berusia 11-14 tahun. Jumlah partisipan siswa SMP Kristen I

Magelang adalah 101 siswa yang terdiri dari kelas X yang berjumlah 52 siswa dan kelas XI

yang berjumlah 49 siswa. Penelitian ini menggunakan teknik nonprobability sampling yaitu

teknik sampling jenuh (sensus). Teknik sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila

semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.

Analisis Aitem dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data

Azwar (2009), analisis aitem memiliki arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu

alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dalam penelitian ini analisis aitem alat ukur

menggunakan Alpha Croncbach. Azwar menambahkan suatu item dikatakan mempunyai

daya diskriminasi yang baik jika memiliki koefisien korelasi item total sebesar ≥ 0,30.

Berdasarkan uji analisis aitem untuk skala bullying, dari 30 butir item yang diujikan kepada

101 responden, diperoleh 29 butir item kuesioner dinyatakan baik, sedangkan 1 butir item

nomor 28 dinyatakan gugur, karena memiliki nilai koefisien korelasi di bawah 0.30 yaitu

0,147. Sedangkan untuk uji analisis aitem skala harga diri dari 30 butir item, diperoleh 29

butir item kuesioner dinyatakan baik, sedangkan 1 butir item nomer 22 gugur, karena

(21)

12

Suryabrata (2002) mengatakan bahwa reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana

hasil pengukuran dengan alat ukur menunjuk kepada sejauh mana perbedaan-perbedaan skor

perolehan itu mencerminkan perbedaan-perbedaan atribut sebenarnya. Menurut

Guilford-Futcher (dalam Azwar, 2008), suatu alat ukur dikatakan cukup reliabel jika berada pada

koefisien 0,7 – 0,8; reliabel jika berada pada koefisien 0,8 – 0,9; dan sangat reliabel jika

berada di atas 0,9. Untuk skala perilaku bullying memiliki nilai koefisien 0,834 dan untuk

skala harga diri memiliki nilai koefisien 0,860. Berdasarkan pengujian reliabilitas, kedua

skala dikatakan reliabel dikarenakan memiliki nilai koefisien di atas 0,8.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil analisis, diperoleh mean empirik dan mean hipotetik sebagai berikut:

Tabel 1. Gambaran Umum Skor Variabel-variabel Penelitian

Variabel Statistik Hipotetik Empirik

Kecenderungan

Pada tabel mean empirik variabel kecenderungan perilaku bullying lebih kecil daripada

mean hipotetik, hal ini berarti level kecenderungan perilaku bullying pada siswa tergolong

rendah. Secara statistik siswa SMP Kristen I Magelang cenderung tidak melakukan perilaku

(22)

dibawah nilai rata-rata dari skala yang digunakan. Sedangkan mean empirik pada variabel

harga diri lebih besar daripada mean hipotetik, hal ini berarti level harga diri pada siswa

tergolong tinggi.

Standar deviasi empirik pada variabel kecenderungan perilaku bullying lebih rendah

daripada standar deviasi hipotetik. Hal ini berarti skor kecenderungan perilaku bullying

memiliki variasi yang rendah, artinya skor cenderung mirip dan tidak jauh beda. Sedangkan

standar deviasi empirik pada variabel harga diri lebih rendah daripada standar deviasi

hipotetik, artinya skor harga diri memiliki variasi yang rendah.

Analisis Deskriptif

Hasil analisa deskriptif pada variabel kecenderungan perilaku bullying guna mengetahui

seberapa jauh tingkat perilaku bullying pada siswa kelas X dan XI di SMP Kristen I

Magelang.

Tabel 2. Kategorisasi Variabel Kecenderungan Perilaku Bullying

Kategori Jenjang Jumlah

Subjek Bobot

Sangat Rendah x < 43,5 60 59.4

Rendah 43,5 ≤ x < 58 36 35.6

Tinggi 58 ≤ x < 72,48 5 5

Sangat Tinggi 72,48 ≤ x 0 0

Total 101 100.0

Pada tabel ada 36 siswa (35,6%) yang berkategori rendah pada variabel perilaku

bullying. Selanjutnya ada 60 siswa (59,4%) berkategori sangat rendah. Berarti sebagian besar

siswa SMP Kristen I Magelang (96 siswa/95%) berada pada kategori rendah sampai dengan

sangat rendah pada variabel perilaku bullying, artinya siswa memiliki kecenderungan untuk

(23)

14

Selanjutnya ada 48 siswa (47,5%) berkategori sangat tinggi. Berarti ada sebagian siswa SMP

Kristen I Magelang (83 siswa/82,2%) berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat

tinggi. Temuan ini menyimpulkan bahwa ada sebagian siswa SMP Kristen I Magelang yang

mampu menerima keberadaan dirinya dan mengakui akan kemampuan yang dimilikinya,

dikarenakan memiliki harga diri yang tinggi. Siswa menjadi mampu membedakan mana

perbuatan yang baik maupun buruk dan menjaga perilaku agar tidak melukai dan bertindak

(24)

Dalam Pengujian hipotesis statistik digunakan analisis korelasi pearson diperoleh

koefisien nilai sebesar -0,349 dengan signifikansi 0,000 (P < 0,05) yang berarti ada hubungan

negatif yang signifikan antara harga diri dengan kecenderungan perilaku bullying. Dengan

demikian dapat dikatakan, jika harga diri tinggi maka siswa cenderung berperilaku bullying

kepada siswa lain begitu juga sebaliknya, jika harga diri rendah maka siswa cenderung tidak

berperilaku bullying pada siswa lain.

PEMBAHASAN

Dalam hasil penelitian pada pengujian korelasi Pearson dengan jumlah sampel 101

siswa SMP diperoleh koefisien nilai sebesar -0,349 dengan signifikansi 0,000. Koefisien nilai

sebesar -0,349 menunjukkan adanya korelasi yang negatif dikarenakan ada tanda - di depan

0,349. Sedangkan nilai signifikasi 0,000 jauh di bawah 0,05 mempunyai arti memiliki nilai

yang sangat signifikan. Dengan demikian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang

signifikan antara harga diri dan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP Kristen I

Magelang. Semakin tinggi harga diri maka semakin rendah kecenderungan perilaku bullying

pada siswa, semakin rendah harga diri maka semakin tinggi pula kecenderungan perilaku

bullying pada siswa.

Bullying merupakan suatu bentuk ekspresi, aksi bahkan perilaku kekerasan. Bullying

sebagai kekerasan fisik dan psikologis yang berjangka panjang dimana korban akan

mengalami perilaku bullying oleh pelaku selama kurun waktu tertentu. Pelaku dapat

dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok terhadap korban yang tidak mampu untuk

mempertahankan diri dalam situasi di mana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang

atau membuat orang tertekan, trauma atau depresi dan tidak berdaya. Bullying dilakukan

secara berulang kali sebagai suatu ancaman, atau paksaan dari seseorang atau kelompok

(25)

16

pada pihak yang setara, namun sering terjadi pada pihak yang tidak berimbang secara

kekuatan maupun kekuasaan. Kecenderungan perilaku Bullying terjadi dengan tujuan untuk

menyakiti orang lain atau dengan tujuan tertentu, misalnya mencari perhatian, menginginkan

kekuasaan di sekolah, ingin dibilang jagoan, pamer atau menunjukan kekayaan seperti motor

baru.

Penelitian Dr. Amy Huneck (dalam Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008) mengungkapkan

bahwa 10-60% siswa Indonesia melaporkan mendapat ejekan, cemohan, pengucilan,

pemukulan dan tendangan sedikitnya sekali dalam seminggu. Penelitian di 3 kota besar yaitu

Yogyakarta, Surabaya dan Jakarta mencatat tingkat kekerasan terjadi 67,9% di tingkat SMA

dan 55,1% di tingkat SMP.

Penulis juga mendapatkan temuan yang sama di tingkat SMP di kota Magelang.

Tercatat ada sekitar 57,4% sampel siswa di SMP Kristen I Magelang yang memiliki

kecenderungan untuk melakukan tindakan melukai atau menyakiti siswa lain di dalam

sekolah. Perilaku bullying tersebut dapat berupa memalak siswa lain, berkelahi antar siswa di

dalam sekolah ataupun tawuran antar sekolah. Kecenderungan perilaku bullying seperti

memalak biasanya terjadi antara senior terhadap junior atau teman sekelas yang terlihat

lemah. Tindakan saling mengejek di dalam sekolah juga seringkali terjadi biasanya akan

berakhir dengan perkelahian.

Santrock (1999) menjelaskan bahwa harga diri merupakan evaluasi individu terhadap

dirinya sendiri secara positif maupun negatif. Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana

individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang

diperolehnya. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan terhadap keberadaan dan

keberartian dirinya, individu yang memiliki harga diri yang positif akan menerima dan

(26)

Menurut Christhoporus, Stefanus & Praharesti (2008) anak yang memiliki harga diri

yang positif, dirinya akan menerima keberadaan dirinya dan mengakui akan kemampuan

yang dimilikinya. Dengan adanya harga diri yang positif maka anak akan memiliki

pemahaman moral yang tinggi, dimana dirinya akan mampu menilai suatu perbuatan apakah

bernilai baik atau buruk. Anak akan menjaga perilakunya agar tidak melukai temannya dan

tidak bertindak menyakiti orang lain dikarenakan anak mengerti itu adalah perbuatan yang

buruk.

Berbeda dengan anak yang memiliki harga diri yang negatif, dirinya kurang menerima

keberadaan dirinya dan tidak menghargai dirinya. Dengan memiliki harga diri yang negatif

maka anak akan memiliki pemahaman moral yang rendah, dimana setiap tindakannya tidak

dipikirkan apakah memiliki nilai baik atau buruk sehingga memiliki kecenderungan untuk

melakukan bullying.

Temuan Joceyln (2011) berbeda dengan temuan penulis yang mengutarakan tidak ada

hubungan antara bullying dengan harga diri pada remaja siswa sekolah yang menjadi korban.

Dengan demikian semakin tinggi harga diri maka tidak akan berpengaruh terhadap

kecenderungan perilaku bullying. Hal ini disebabkan oleh karena subjek penelitian yang

dilakukan Joceyln memiliki harga diri dalam kategori tinggi dan kecenderungan perilaku

bullying yang rendah.

Sedangkan hasil penelitian Christhoporus, Stefanus & Praharesti selaras dengan temuan

peneliti yang menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dan

perilaku bullying. Dengan demikian semakin tinggi harga diri maka akan semakin rendah

kecenderungan perilaku bullying pada siswa lain, demikian sebaliknya semakin rendah harga

diri maka akan semakin tinggi kecenderungan perilaku bullying pada siswa lain. Hasil

penelitian ini sejalan dengan temuan penulis yang menunjukkan hasil yang sama, ada

(27)

18

Temuan penulis menjelaskan bahwa anak yang memiliki harga diri yang rendah,

menjadikan siswa menjadi kurang menerima keberadaan dirinya dan tidak menghargai

dirinya. Hal ini berakibat dengan munculnya kecenderungan perilaku bullying terhadap siswa

lain. Dengan harga diri yang rendah maka perilaku anak akan cenderung melukai dan

menyakiti temannya. Perilaku anak ini cenderung muncul dimaksudkan untuk mencari

perhatian seperti ingin dibilang jagoan, menginginkan kekuasaan di sekolah atau memang

memiliki hasrat untuk menyakiti orang lain.

Sedangkan anak yang memiliki harga diri yang tinggi, menjadikan siswa mampu

menerima keberadaan dirinya dan mengakui akan kemampuan yang dimilikinya. Hal ini

membuat siswa mampu memilah mana perbuatan yang baik maupun buruk. Anak dapat

menjaga perilaku agar tidak melukai dan bertindak menyakiti orang lain, dikarenakan anak

memahami itu adalah perbuatan yang buruk.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka diambil kesimpulan bahwa ada hubungan negatif

yang signifikan antara harga diri dan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP

Kristen I Magelang. Semakin tinggi harga diri maka semakin rendah kecenderungan perilaku

bullying pada siswa, semakin rendah harga diri maka semakin tinggi pula kecenderungan

perilaku bullying pada siswa.

Lebih lanjut varians bullying memberikan sumbangan yang signifikan sebesar 12,18%

terhadap varians harga diri pada siswa SMP Kristen I Magelang, sedangkan 87,82% varians

harga diri diprediksi oleh variabel-variabel yang lain seperti faktor keluarga, faktor sekolah,

(28)

Saran Dari Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan ada hubungan negatif pada antara

Harga Diri dan Kecenderungan Perilaku Bullying pada siswa SMP Kristen I Magelang, maka

saran yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Pada Siswa SMP Kristen I Magelang

Siswa perlu meningkatkan taraf harga diri yang tergolong rendah dengan menerima

keberadaan dirinya dan menghargai kemampuan diri yang dimiliki. Dengan penerimaan

keberadaan diri dan kemampuan diri, maka akan memunculkan perilaku positif dan

menjauhkan diri dari tindakan melukai atau menyakiti siswa lain.

2. Pada Guru dan Kepala Sekolah

Guru dan Kepala Sekolah diharapkan perlu memberikan bimbingan diri kepada para

siswa untuk menghargai dirinya sebagaimana mestinya dan memberikan pengertian yang

menyeluruh terhadap perilaku bullying dan akibat dari berperilaku tersebut.

Para Guru maupun Kepala Sekolah perlu memantau secara periodik segala aktivitas

kegiatan siswa selama di sekolah. Hal ini untuk mengurangi perilaku-perilaku siswa yang

cenderung mengarah pada perilaku bulying.

3. Bagi Orangtua

Orangtua diharapkan memberikan pemahaman kepada anak dalam menghargai

dirinya sendiri. Anak diajarkan untuk menerima diri dengan seutuhnya serta kemampuan

diri yang dimiliki. Selain itu Orangtua perlu memberikan contoh perilaku mana yang

boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh anak, sehingga saat di sekolah anak

(29)

20

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, D. (1987). Teknik penyusunan skala pengukuran. Yogyakarta: Pusat Penelitian Pendidikan Universitas Gajah Mada.

Azwar, S. (1998). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

---. (2009). Reliabilitas dan validitas (edisi ketiga). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Coloroso, B. (2007). Stop bullying. Jakarta: Penerbit Serambi Ilmu Semesta.

Coopersmith, S. (1967). The antecedents of self-esteem. San Francisco: W.H Freeman and Company.

Gerda, A. (2013). Mental imagery mengenai lingkungan sosial yang baru pada korban bullying. eJournal Psikologi. 1, 23-37.

Hadi, S. (1992). Metodologi research jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.

---. (1994). Statistik. Yogyakarta : Andi Offset.

Jocelyn, C. (2011). Hubungan bullying dengan harga diri pada remaja siswa sekolah yang menjadi korban bullying. Jurnal Psikologi. I, 1-11. Diunduh dari http://www.academia.edu.

Olweus, D. (1993). Bullying at school: What we know and what we can do. Cambridge.Blackwell.

Riauskina, Intan Indira., Djuwita, Ratna., Soesetio, Sri Rochani. 2005. ”Gencet-gencetan” di mata siswa/siswi kelas I SMA : Naskah kognitif tentang arti skenario, dan dampak ”gencet-gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial. 12, No. 1, September 2005.

Rini, A. P., Robiansyah, N. (2012) Hubungan harga diri dengan kecenderungan melakukan bullying ditinjau dari jenis kelamin pada remaja. Jurnal Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. VII, No. 2, November 2012.

Santrock, J. W. (1999). Life span development. 7th edition. Boston. Mc Graw.

Sejiwa. (2006). Bullying: Masalah tersembunyi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Diunduh dari http://www.sejiwa.org/en/index.phpI.

Sejiwa. (2008). Bullying : Mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan sekitar anak. Jakarta : Grasindo.

Suryabrata, S. (2002). Metodologi penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perada.

Tambunan, R. (2001). Harga Diri Remaja. Jurnal Psikologi. II, 1-14. Diunduh dari http://www.epsikologi.com/remaja.com/remaja/240901.

Widiharto, C. A., Sandjaja, S. S., Eriany, P. (2008). Perilaku bullying ditinjau dari harga diri dan pemahaman moral anak. Jurnal Psikologi. IV. 1-16. Diunduh dari http://www.scribd.com/

Gambar

Tabel 1. Gambaran Umum Skor Variabel-variabel Penelitian
Tabel 2. Kategorisasi Variabel Kecenderungan Perilaku Bullying
Tabel 3. Kategorisasi Variabel Harga Diri

Referensi

Dokumen terkait

4.6.1. Kurang Pendengaran Sensorineural. Adalah ketidakmampuan seseorang secara parsial maupun total untuk mendengarkan suara pada satu atau kedua telinga akibat

Berada pada object FORM, dan klik create form by using wizard, klik design, pilih dan klik table2, klik symbol &gt;&gt;, pilih dan klik table3, dan pindah field, D/K ( klik &gt;),

Ekstrak etanol kangkung (Ipomoea aquatica FORSK.) memiliki efek hipnotik dengan mempercepat mula tidur pada mencit Swiss Webster jantan yang diinduksi fenobarbital. Ekstrak

Zachman Framework merupakan sebuah framework yang digunakan untuk memodelkan Enterprise Architecture, memodelkan secara detail dan menyeluruh hal – hal penting

Each Contracting Party shall allow the use of means of transport registered in other Contracting Parties to provide transit transport services on its territory in accordance

Berdasarkan dari fenomena dan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada konsumen khususnya remaja dikota Semarang, dimana informan dalam penelitian ini sebanyak 12 (dua belas)

Digital Repository Universitas Jember Digital Repository Universitas Jember... Digital Repository Universitas Jember Digital Repository

[r]