HUBUNGAN ANTARA
SENSATION SEEKING
DENGAN
PERSELINGKUHAN PADA MAHASISWA UKSW
YANG MENJALANI
LONG DISTANCE
RELATIONSHIP
(LDR)
OLEH ANINTA ALIJONA
802012027
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
HUBUNGAN ANTARA
SENSATION SEEKING
DENGAN
PERSELINGKUHAN PADA MAHASISWA UKSW
YANG MENJALANI
LONG DISTANCE
RELATIONSHIP
(LDR)
Aninta Alijona Chr. Hari Soetjiningsih
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
i Abstrak
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui
signifikansi hubungan antara sensation seeking dengan perselingkuhan pada mahasiswa UKSW yang menjalani long distance relationship (LDR). Sebanyak 70 orang diambil sebagai sampel yang dilakukan dengan menggunakan teknik sampel purposive sampling. Metode penelitian yang dipakai dalam pengumpulan data dengan metode skala, yaitu skala sensation seeking dan skala perselingkuhan. Teknik analisa data yang dipakai adalah teknik korelasi product moment. Dari hasil analisa data diperoleh koefisien korelasi (r) 0,769 dengan P < 0,05 yang berarti ada hubungan positif yang
signifikan antara sensation seekingdengan perselingkuhan pada mahasiswa yang menjalani long distance relationship (LDR). Hal ini bermakna bahwa sensation seeking mahasiswa yang tinggi akan diikuti pula dengan perselingkuhan.
ii Abstract
This research is a correlational study which aimed to determine the significance of the correlation between sensation seeking with infidelity on SWCU students who live a long distance relationship (LDR). There are 70 people were taken as samples using purposive sampling technique. Research methods using scales of sensation seeking and scales infidelity. Data analysis technique used was product moment of correlation technique. Analysis of data obtained from the data coefficient of correlation was (r) 0.769 with P < 0.05, which means there is a significant positive relationship between sensation seeking with infidelity in students who live a long distance relationship (LDR). This means that the higher sensation-seeking students who will be followed by infidelity.
1
PENDAHULUAN
Manusia pada dasarnya tidak dapat hidup sendiri. Menurut Myers (2012)
kehidupan setiap individu yang selalu saling bergantung, menempatkan hubungan
sebagai pusat dari eksistensi individu. Sementara menurut Miller dan Perlman
(2009), hubungan dengan orang lain adalah aspek utama dari kehidupan seorang
individu yang dapat menimbulkan kebahagiaan yang besar ketika hubungan
tersebut berjalan dengan baik tetapi juga sebaliknya, dapat menimbulkan kesedihan
yang luar biasa ketika hubungan memburuk. Myers (2012) mengatakan bahwa ada
berbagai bentuk hubungan sosial, salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis
atau hubungan romantis.
Papalia, et al. (2007) mengatakan bahwa membina hubungan dengan lawan jenis menjadi tugas psikososial pada tahap perkembangan dewasa muda. Individu
yang termasuk dalam usia dewasa muda menurut Erikson (dalam Upton, 2012)
memiliki rentang usia antara 19 sampai 40 tahun. Santrock (2002) mengatakan
bahwa seorang individu yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal
memiliki tugas perkembangan yang salah satunya adalah memilih pasangan hidup.
Hubungan romantis atau yang biasa disebut juga dengan hubungan berpacaran
merupakan salah satu cara memenuhi kebutuhan berafiliasi sebagai salah satu
tahapan penting karena hal ini berhubungan dengan proses pemilihan pasangan
hidup secara sadar. Bagi kebanyakan mahasiswa, memberikan pengalaman
akademik dan sosial sangat penting. Salah satu aspek kunci dari pengalaman sosial
2
menempatkan kepentingan tinggi pada peran hubungan romantis dalam kehidupan
mereka (Roscoe, 1987).
Berdasarkan jarak, Hampton (dalam Purba & Siregar, 2006) membagi
hubungan pacaran menjadi dua tipe yaitu, proximal relationship (PR) dan long distance relationship (LDR). Proximal relationship dikenal juga sebagai hubungan pacaran lokal dimana pasangan yang menjalin hubungan pacaran berada pada satu
lokasi atau daerah yang sama, seperti satu kota dimana para pasangan dapat dengan
lebih mudah bertemu. Sebaliknya, long distance relationship adalah hubungan pacaran yang biasa disebut dengan pacaran jarak jauh karena pasangan yang
menjalin hubungan pacaran berada pada dua lokasi atau daerah yang berbeda,
seperti berbeda kota, provinsi, pulau, atau bahkan negara. Pacaran jarak jauh dapat
dikatakan suatu bentuk yang unik, karena berbeda dari yang biasa terjadi yaitu
pasangan yang berpacaran selalu berada berdekatan setiap waktu, orang yang
menjalani long distance relationship tidak dapat berdekatan setiap waktu, Suwito (2013). Padahal dalam sebuah hubungan pacaran, seorang individu membutuhkan
suatu kebersamaan dengan pasangannya (Prager, 1995 dalam Purba & Siregar,
2006).
Ada beberapa konsekuensi atau dampak yang harus dihadapi setiap individu
yang menjalani pacaran jarak jauh, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Salah
satu penelitian yang dilakukan oleh Mietzner dan Li-Wen (dalam Nisa & Sedjo,
2010) mengenai pengaruh positif dari pacaran jarak jauh, menunjukkan bahwa
kebanyakan responden merasakan bertambah sabar, mandiri, lebih percaya, dan
komunikasinya bertambah baik. Namun di sisi lain, menjalani pacaran jarak jauh
3
yang dapat memberikan pengaruh langsung pada suatu hubungan. Hubungan
pacaran jarak jauh semakin banyak ditemukan pada para mahasiswa yang menjalani
pendidikan di luar kota asal, contohnya saja di Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga, dimana banyak mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Jawa
maupun dari luar pulau Jawa. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Knys
(dalam Purba & Siregar, 2006) bahwa pasangan yang menjalin pacaran jarak jauh
biasanya disebabkan oleh beberapa situasi yaitu karena masih melanjutkan
pendidikan dan menjadi populer khususnya pada wilayah perguruan tinggi yaitu
pada mahasiswa.
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan pada akhir bulan Juni 2015,
kepada beberapa mahasiswa yang menjalani LDR, beberapa dari mereka
menyebutkan bahwa LDR tidak menjadi masalah, karena sekarang teknologi juga
sudah mendukung. Namun jawaban yang berbeda, penulis peroleh dari beberapa
mahasiswa lain yang juga menjalani hubungan jarak jauh. Mereka menyebutkan
bahwa menjalani hubungan jarak jauh bukanlah suatu hal yang mudah. Beberapa
mahasiswa yang merasa tidak nyaman dengan hubungan jarak jauh lebih memilih
untuk berselingkuh. Hal yang mendasari perselingkuhan yaitu karena mereka
memang gemar menggonta- ganti pacar, merasa bosan jika terus menerus hanya
berkomunikasi lewat smartphone, tidak nyaman lagi karena merasa tidak mendapatkan perhatian lebih dari pacar yang berada jauh dari mereka.
Hal ini sejalan dengan penelitian Knox, et al. (dalam Knee, 2006). Mereka melaporkan data statistik dari para mahasiswa yang menjalani hubungan pacaran
jarak jauh, diantaranya yaitu, 20% mahasiswa diketahui hubungannya memburuk
4
bertumbuh lebih baik, 22% mahasiswa dilaporkan memutuskan hubungannya
ketika dipisahkan oleh jarak, hanya 9% mahasiswa yang tidak merasakan efek dari
pacaran jarak jauh dan sisanya mengalami dampak yang campur aduk. Fenomena
dan data di atas menunjukkan bahwa para mahasiswa merasa kesulitan dalam
menjalani long ditance relationship dan berujung pada perselingkuhan.
Menurut Jacson (2000) Perselingkuhan adalah hubungan antara pria dengan
wanita tanpa sepengetahuan pasangan yang sebenarnya dengan melibatkan
hubungan fisik maupun emosional antara keduanya, yang mana didalamnya
termasuk saling ketertarikan, ketergantungan dan saling memenuhi. Selain itu Glass
dan Staiheli (dalam Ginanjar, 2009) menyatakan bahwa hubungan yang intim
dengan orang ketiga dapat bermula dari pertemanan biasa, tetapi kemudian
berlanjut semakin dalam ketika masing- masing saling membuka diri dan
menceritakan masalah.
Aspek- aspek perselingkuhan menurut Jacson (2000) terdiri atas aspek fisik
yaitu perselingkuhan dalam bentuk kontak seksual terbuka (overt sexual contact)
dan kontak seksual tertutup (covert seksual affair), dan aspek emosional yaitu perselingkuhan yang tidak melibatkan hubungan seksual diantaranya memberikan
waktu, materi dan energi emosional (perhatian, pengertian, dukungan, penghargaan,
penghormatan) kepada seseorang yang bukan pasangannya merupakan
pengingkaran atas komitmen dalam menjalani hubungan. Berdasarkan tahapan
perselingkuhan, pada awalnya orang akan lebih cenderung memulai perselingkuhan
dari aspek emosional, Hawari (2004). Perselingkuhan terjadi ketika seseorang
5
dengan orang lain tanpa status berpacaran karena telah memiliki pacar sebelumnya,
Shackelford et al. (2000).
Berdasarkan survey yang dilakukan Suciptawati dan Susilawati (2005), faktor
dominan penyebab munculnya perselingkuhan adalah karena tidak bisa menguasai
diri dan ingin mencari selingan, bosan dengan pasangan, kurangnya komunikasi,
serta kurangnya perhatian pasangan terutama untuk kebutuhan batin. Tidak dapat
menguasai diri dan ingin mencari selingan membuat seseorang memiliki
kecenderungan untuk menggonta- ganti pasangan, yang jika dikaitkan dengan trait
sensation seeking, tergolong dalam dimensi disinhibition dimana individu memiliki
keinginan yang kuat untuk melakukan perilaku yang mengandung resiko sosial
(Zukerman, 1979).
Hal ini akan sangat berdampak pada pasangan yang menjalin long distance
relationship, karena pasangan juga akan rentan terhadap perasaan bosan (Boredom
Susceptibility), dan terdapat keinginan yang kuat untuk mengetahui apa rasanya jika
diperhadapkan dengan pengalaman yang berbeda (Experience Seeking), dalam hal
ini menjalin hubungan dengan orang lain yang bukan pasangannya karena dibarengi
dengan perasaan bosan terhadap hal- hal yang monoton. Dari sini terlihat bahwa
faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya perselingkuhan juga merupakan bagian
dari sensation seeking.
Menurut Haynes et al. (2000), pencarian sensasi adalah mencari pengalaman yang timbul apabila suatu stimulus merangsang atau membangkitkan suatu
reseptor. Pencarian sensasi dianggap sebagai suatu sifat (trait) yang ditandai dengan kebutuhan akan berbagai macam sensasi dan pengalaman baru, luar biasa
6
pengalaman tersebut (Zukerman, 1971). Lebih lanjut, Zuckerman (1971)
menjelaskan bahwa pencarian sensasi (sensation seeking) memiliki empat dimensi
yaitu : (a) Thrill and Adventure Seeking (Pencarian Gairah dan Petualangan),
dimensi ini mengukur sejauh mana individu tertarik untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang beresiko tinggi dan tidak biasa. (b) Experience Seeking (Pencarian Pengalaman Baru), dimensi ini mengukur sejauh mana individu mencari hal-hal
baru sebagai bagian dalam pencarian pengalaman dan gaya hidup baru. (c)
Disinhibiton (Perilaku Tanpa Ikatan), dimensi ini mengukur seberapa besar dorongan individu dalam berbagai kegiatan sampai beresiko pada kesehatan dan
kehidupan sosial individu tersebut. (d) Boredom Susceptibility (Mudah Merasa Bosan), dimensi ini mengukur ketahanan inidividu terhadap kegiatan-kegiatan dalam yang bersifat repetitif, jangka panjang serta hal-hal yang dapat diprediksi.
Menurut Zukerman (dalam Delly, 2012) Ciri-ciri orang-orang sensation
seeking tinggi antara lain tampak dari: (a) terlibat dalam aktivitas hidup beresiko tinggi dalam kegiatan olahraga, profesi, pekerjaan dan hobi, gaya hidup (b)
mempunyai keberanian ekstrim, (c) menyukai segala hal yang menantang, (f) tidak
memikirkan pandangan lingkungan, (d) terlibat dalam perilaku beresiko
kecenderungan melakukan hal berbahaya, (e) banyak melakukan spekulasi, (f)
keluar dari situasinya karena tidak mendapatkan stimulasi seperti yang dinginkan,
(g) berkurangnya kecemasan dengan adanya penilaian resiko yang sama. Seperti
disebutkan sebelumnya, mahasiswa UKSW yang menjalani hubungan jarak jauh,
tidak jarang merasa bosan, jenuh, dan berharap lebih dari hubungan yang
dijalaninya saat ini. Hal ini mendorong mereka untuk mencari sosok lain yang
7
fisik yang tidak diperoleh dari pasangan mereka sendiri karena terpisah jarak. Tidak
ada pacar yang dapat diandalkan saat kondisi genting, ada orang lain yang lebih
menarik dan kebutuhan untuk perubahan, sehingga terbesit pemikiran untuk
mengecap pengalaman berpacaran dengan orang tersebut hingga satu titik akan
terbesit pikiran bahwa pasangan yang dimiliki bukanlah yang terbaik.
Ada dorongan untuk perubahan (novelty) dan kemudian akan memutuskan
untuk berpetualang mencari sosok lain yang lebih baik, lebih menarik dan tidak
terpisah jarak. Karena pada dasarnya setiap inidividu pasti memiliki sebuah trait
(sifat) untuk memperoleh perubahan, Heydari, Mohammadi, & Rostami (2013).
Sehingga perselingkuhanpun terjadi diantara mahasiswa-mahasiswa ini. Dalam
penelitian Yeniceri dan Kokdemer (2006) terkait persepsi mahasiswa terhadap
perselingkuhan dalam pengembangan kuesioner perselingkuhan, sensation seeking
masuk dalam salah satu aspek yang diukur dan hasilnya menunjukan bahwa
sensation seeking juga memberikan kontribusi terhadap perselingkuhan.
Berdasarkan penjelasan- penjelasan dan fenomena diatas, penulis merasa
perlu untuk mengadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan antara dorongan mencari sensasi (sensation seeking) dengan
perselingkuhan pada pasangan yang menjalani long distance relationship (LDR).
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu terdapat hubungan positif yang
8
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian
Variabel Terikat : Perselingkuhan
Variabel Bebas : Sensation Seeking
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian correlational, yaitu penelitian yang bersifat menghubungkan (Sugiyono, 2012) dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif Universitas Kristen
Satya Wacana. Adapun karakteristiknya adalah: (1) mahasiswa aktif UKSW yang
berada pada semester 4, S1- mahasiswa S2, (2) sedang menjalani pacaran jarak jauh
dan berbeda pulau,dengan intensitas bertemu maksimal 3 kali dalam setahun, (3)
belum menikah, (4) pernah berselingkuh.
Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Dengan hanya memilih sampel berdasarkan kriteria- kriteria yang telah ditentukan, ini bukanlah suatu hal yang mudah. Tidak semua partisipan adalah oang
yang dekat dengan penulis sehingga sebelum diberikan skala, lebih dulu dilakukan
pendekatan, dan melakukan wawancara dari beberapa orang yang masih sungkan
untuk terbuka, diberikan pemahaman sampai bersedia untuk menjadi partisipan,
sehingga benar- benar partisipan sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan
9
partisipan untuk point dalam angket yang sifatnya sensitif. Sampel yang digunakan
berjumlah 70 partisipan berdasarkan kriteria-kriteria populasi yang telah ditentukan.
Data yang diperoleh dari sampel penelitian yang berjumlah 70 orang dengan
perbandingan 47 yaitu sampel laki- laki dan 23 yaitu sampel perempuan. Selain itu
untuk sampel yang saat ini tinggal bersama keluarga berjumlah 7 orang dan yang
saat ini kos berjumlah 63 orang.
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah Skala Sensation Seeking dari Zukerman dan Skala Perselingkuhan yang disusun dan telah dimodifikasi oleh
penulis.
1. Skala Sensation Seeking
Instrumen pertama dalam penelitian ini diadaptasi dari Sensation Seeking Scale (SSS) Form V milik Zuckerman (1996) yang dibuat dari dimensi sensation seeking yaitu Thrill and Adventure Seeking, Experience Seeking, Disinhibiton, Boredom Susceptibility. Dalam penelitian ini item telah dialih bahasakan menjadi Bahasa Indonesia dan diubah menjadi skala Likert dengan tetap mempertahankan dimensi atau indikator yang diukur. Skala sensation seeking terdiri dari 40 item soal dengan pembagian 10 item perdimensi yang ada. Dalam
pengisian alat ukur sensation seeking responden diminta untuk memilih dari lima pilihan jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak dapat
menentukan dengan pasti (TP), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai
(STS). Butir pernyataan dalam skala ini bersifat favourable. Rentang skor setiap butir pernyataan dari 1 sampai 5. Jika butir pernyataan SS diberi skor 5, jawaban
10
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan try out terpakai untuk menguji kembali alat ukur ini dimana subjek yang digunakan untuk try out digunakan sekaligus untuk penelitian. Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan
reliabilitas skala sensation seeking sebanyak dua kali putaran, yang terdiri dari 40 item, diperoleh item yang gugur sebanyak 8 item dengan koefisien korelasi
item totalnya bergerak antara 0,367-0,740 dengan penentuan-penentuan item
yang mempunyai nilai diskriminasi yang baik, menggunakan ketentuan dari
Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item skala pengukuran dapat dikatakan
baik apabila r ≥ 0,30.
Teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas menggunakan teknik
koefisien Alpha Cronbach. Hasil koefisien Alpha pada skala sensation seeking sebesar 0,925. Hal ini berarti skala sensation seeking reliabel.
Tabel 1. Reliabilitas Skala Sensation Seeking
2. Skala Perselingkuhan
Skala ini disusun oleh penulis berdasarkan aspek-aspek perselingkuhan
menurut Jacson (2000), yaitu: (a) Perselingkuhan Fisik (Physical Affairs): (1) Kontak seksual terbuka (overt sexual contact) meliputi hubungan seksual (sexual intercourse) yang berlanjut pada hubungan yang melibatkan emosional dalam waktu lama, hubungan fisik yang intim untuk merangsang dan menikmati
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
11
rangsangan seksual dengan seseorang selain pasangannya seperti necking, masturbasi atau onani dan petting. (2) Kontak seksual tertutup (covert sexual contact) meliputi pelukan erat, ciuman pipi, berpegangan tangan, pandangan mata yang mengisyaratkan perasaan lebih dari sekedar teman, atau menyentuh
dengan melibatkan perasaan. (b) Perselingkuhan Emosional (Emotional Affairs) Perselingkuhan ini tidak melibatkan hubungan seksual, tetapi memberikan
waktu, materi, dan energi emosional (perhatian, pengertian, dukungan,
penghargaan, penghormatan) kepada seseorang yang bukan pasangannya.
Skala Perselingkuhan ini terdiri dari 24 butir pernyataan dan memiliki lima
pilihan jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak dapat menentukan
dengan pasti (TP), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Butir
pernyataan dalam skala ini bersifat favourable. Rentang skor setiap butir pernyataan dari 1 sampai 5. Jawaban SS diberi skor 5, jawaban S diberi skor 4,
TP diberi 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1.
Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala
perselingkuhan sebanyak dua kali putaran, yang terdiri dari 24 item, diperoleh
item yang gugur sebanyak 6 item yaitu item 1 dengan koefisien korelasi 0,217,
item 8 koefisien korelasi 0,107, item 11 dengan koefisien korelasi 0,275, item 12
dengan koefisien korelasi 0,266, item 16, 0,263 dan item 18 dengan koefisien
korelasi 0,219. Maka terdapat 18 item yang dapat digunakan untuk dianalisa
dalam penelitian ini totalnya bergerak antara 0,343-0,605.
Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah
12
Alpha pada skala perselingkuhan sebesar 0,846. Hal ini berarti skala perselingkuhan reliabel.
Tabel 2. Reliabilitas Skala Perselingkuhan
Teknik Analisis Data
Metode analisis data adalah metode untuk mengolah data, menganalisis data, dan
menguji kebenarannya, kemudian dapat disimpulkan dari penelitian tersebut (Hadi,
2004). Dalam penelitian ini, data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan
metode statistik, karena data yang diperoleh berwujud angka-angka sehingga metode
statistik dapat memberikan hasil yang objektif. Teknik yang digunakan untuk menguji
hubungan antara kedua variabel penelitian adalah korelasi product moment dari Pearson. Dalam penelitian ini, analisis data akan dilakukan dengan bantuan program khusus komputer statistik yaitu SPSS seri 17.0 for windows.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
13
HASIL PENELITIAN
Uji Deskriptif Statistika
Berikut adalah hasil perhitungan nilai rata-rata, minimal, maksimal, dan standar
deviasi sebagai hasil pengukuran skala sensation seeking dan skala perselingkuhan. Tabel 3. Dekriptif Statistika
sensation seeking paling rendah adalah 68 dan skor paling tinggi adalah 143, rata-ratanya adalah 106,06 dengan standar deviasi 19,529. Begitu juga dengan skala
perselingkuhan paling rendah adalah 35 dan skor paling tinggi adalah 79,
rata-ratanya adalah 58,37 dengan standar deviasi 9,370.
Untuk menentukan tinggi rendahya hasil pengukuran variabel sensation seeking dan perselingkuhan digunakan 4 (empat) kategori, yaitu: Sangat Tinggi, Tinggi, Rendah dan Sangat Rendah. Jumlah pilihan pada masing-masing item
adalah 5 (lima). Maka skor maksimum yang diperoleh dengan cara mengkalikan
14
diperoleh dengan cara mengkalikan skor terendah dengan jumlah soal 1 x 32 item =
32 untuk variabel sensation seeking, dan 1 x 18 = 18 untuk variabel perselingkuhan.
Tabel 4. Kategorisasi Pengukuran Skala Sensation Seeking dan Perselingkuhan Skala No Interval Kategori N Persentase
Berdasarkan tabel 6 dapat disimpulkan sebagian besar subjek (45,72%)
mempunyai sensation seeking dalam katagori tinggi dan sebagian besar subjek (62,86%) mempunyai perselingkuhan dalam katagori tinggi. Lebih lanjut penulis
melakukan katagorisasi dari empat dimensi sensation seeking, dimensi manakah dari hasil penelitian yang masuk dalam katagori sangat tinggi sampai pada sangat
15
Tabel 5. Katagorisasi Skala Sensation Seeking.
Dimensi No Interval Katagori Jumlah Persentase
16
Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subjek memiliki
sensation seeking yang tinggi, khususya dalam dimensi boredom susceptibility yakni dengan presentase 65, 71% dan dimensi dishinsibiton dengan presentase 53%.
Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas.
a. Uji Normalitas
Uji asumsi dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah data yang telah
memenuhi asumsi analisis sebagai syarat untuk melakukan analisis dengan
teknik korelasi Pearson Product Moment. Pengujian uji normalitas dilakukan dengan melihat hasil uji Kolmogorov-Smirnov.
Uji normalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
sensation seeking
Perselingkuha
n
N 70 70
Normal Parametersa Mean 106.06 58.37
Std. Deviation 19.529 9.370
17
Differences Positive .072 .074
Negative -.082 -.074
Kolmogorov-Smirnov Z .684 .618
Asymp. Sig. (2-tailed) .738 .840
Pada skala sensation seeking diperoleh hasil skor sebesar 0,684 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,738 (p>0,05). Sedangkan pada skor
perselingkuhan memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,618 dengan probabilitas (p)
atau signifikansi sebesar 0,840. Dengan demikian kedua variabel memiliki
distribusi yang normal.
b. Uji Linearitas
Uji linieritas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu variabel
bebas dan variabel terikat. Dengan kata lain, pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah variabel bebas berhubungan dengan variabel terikat atau
tidak. Untuk perhitungannya, uji linieritas dilakukan dengan menggunakan SPSS seri 17.0 for windows yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6. Uji Linearitas
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
18
Hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 1,238 dengan signifikansi =
0,280 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara sensation seeking dengan perselingkuhan adalah linear.
c. Uji Korelasi
Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji
normalitas dan uji linieritas. Dari perhitungan uji korelasi antara variable bebas dan
terikat, dapat dilihat pada tabel berikut:
19
Perselingkuhan Pearson Correlation
.769** 1
Sig. (1-tailed) .000
N 70 70
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Berdasarkan hasil koefisien korelasi antara sensation seeking dengan perselingkuhan, sebesar 0,769 dengan signifikansi = 0,000 (p<0,05). Hal ini
20
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara sensation seeking dengan perselingkuhan pada mahasiswa UKSW yang menjalani long distance relationship (LDR), diperoleh hasil r nya sebesar sebesar 0,769 dengan signifikansi = 0,000
(p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara sensation seeking dengan perselingkuhan pada mahasiswa yang menjalani pacaran jarak jauh, yang berarti semakin tinggi sensation seeking yang dimiliki, semakin tinggi pula perselingkuhan yang dilakukan.
Dalam menjalani hubungan romantis,ada banyak hal yang menyebabkan
terjadinya perselingkuhan, salah satunya yaitu LDR, Rahma (2015). Skinner
(2005) mengungkapkan bahwa hubungan jarak jauh dianggap kurang
memungkinkan bagi pasangan untuk tetap bersama-sama dan saling setia.
Berdasarkan sumber yang dirangkum oleh Ginanjar (2009) ketidakhadiran
pasangan, baik secara fisik maupun emosional, misalnya pada pasangan yang
menjalani LDR menjadi salah satu alasan terjadinya perselingkuhan. Sama halnya
dengan mahasiswa yang menjalani long distance relationship dan berselingkuh,
dari hasil wawancara disebutkan mereka bosan, dan ada dorongan untuk
mendapatkan perubahan dengan menjalin hubungan dengan orang lain. Bosan
dengan rutinitas yang sama dalam hal ini hanya berkomunikasi lewat media
komunikasi, kebutuhan akan perubahan, tidak dapat menguasai diri dan ingin
mencari selingan, ingin berpetualang dengan kisah cinta yang dijalani. Jika
dikaitkan dengan dengan sensation seeking berarti individu rentan terhadap rasa
21
resiko sosial (disinhibition), dan dorongan untuk mengetahui apa rasanya jika
diperhadapkan dengan pengalaman yang berbeda ( Zukerman, 1997).
Dari uraian tersebut penulis dapat mengatakan bahwa semakin tinggi sensation
seeking maka semakin tinggi pula perselingkuhan. Hal ini sesuai dengan hasil
kajian penelitian diatas bahwa antara sensation seeking dengan perselingkuhan,
memiliki hubungan positif yang signifikan. Berdasarkan hasil analisis deskriptif,
sebagian besar subjek (45,72%) mempunyai sensation seeking dalam katagori tinggi dan sebagian besar subjek (62,86%) melakukan perselingkuhan dalam
katagori tinggi. Untuk sensation seeking yang dimiliki subjek, dimensi boredom susceptibility atau kerentanan terhadap rasa bosan berada pada katagori tinggi yaitu 65,71 % dan dimensi disimhibition 53%.
Hasil penelitian ini mendukung yang diutarakan oleh Suciptawati dan
Susilawati (2005) bahwa sangat beresiko untuk individu yang menyukai
perubahan, tidak dapat menguasai diri, senang bermain, berpetualangan untuk
menjalin pacaran jarak jauh, karena kemungkinan berselingkuh akan semakin
besar. Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya perselingkuhan.
Faktor lain yang menjadi penyebab perselingkuhan menurut Suciptawati dan
Susilawati (2005) adalah karena kurangnya komunikasi, kurangnya perhatian
pasangan terutama untuk kebutuhan batin, komitmen yang rendah, ketidakpuasan,
ketidakhadiran pasangan secara fisik maupun emosional, budaya. Dari hasil
penelitian juga dapat disimpulkan bahwa Sensation seeking memberikan kontribusi sebesar 59% untuk variabel perselingkuhan pada pasangan yang
22
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada hubungan positif yang signifikansi antara sensation seeking dengan perselingkuhan pada mahasiwa UKSW yang menjalani long distance relationship. Makin tinggi sensation seeking, makin besar pula perselingkuhan yang dilakukan pada pasangan yang menjalani LDR
2. Besarnya sumbangan efektif sensation seeking terhadap perselingkuhan sebesar 59 %. Hal ini menunjukkan bahwa sensation seeking merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap perselingkungan pada
pasangan yang menjalani pacaran jarak jauh (LDR)
3. Sebagian besar subjek (45,72 % ) memiliki tingkat sensation seeking berada pada kategori tinggi dan sebagian besar subjek (62.86 %) memiliki tingkat
perselingkuhan pada katagori tinggi.
4. Sebagian besar subjek memiliki sensation seeking dalam katagori tinggi
khususnya dalam dimensi kerentanan terhadap rasa bosan (65,71%) dan perilaku
23
Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian dan kesimpulan di atas maka penulis
menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa yang menjalani pacaran jarak jauh (LDR), dari penelitian ini didapatkan bahwa sensation seeking merupakan salah satu faktor terjadinya perselingkuhan, diharapkan melalui penelitian ini bagi mahasiswa yang sudah
mampu menyimpulkan bahwa dia merupakan individu dengan sensation seeking yang tinggi, dapat menghindari model long distance relationship dalam hubungan yang sedang dijalani, atau berusaha mengurangi
kebiasaan-kebiasaan yang mengindikasikan sensation seeking yang mengarah pada perilaku menyimpang.
2. Untuk penelitian selanjutnya yang ingin menelliti di UKSW dimana banyak budaya yang melatarbelakangi, maka dapat dikaitkan juga faktor budaya
sebagai salah satu variabel yang diukur dalam penelitian.
24
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Delly, R. (2012). Hubungan antara dorongan mencari sensasi (sensation seeking)
dengan kenakalan pada remaja (Juvenile Delinkuen), Jurnal Psikologi, 4 (2). Ginanjar, A. S. (2009). Proses haling pada istri yang mengalami perselingkuhan suami.
Makara. Jurnal Sosial Humaniora, 13(2) : 66-76.
Hadi, Sutrisno. (2004). Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Yogyakarta.
Hawari, D. 2004. Love affair (perselingkuhan) prevensi dan solusi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Haynes, C. A., Miles, J. N. V., Clements, K. (2000). A confirmatory factor analysis of two models of sensation seeking. Jurnal of Personality and Individual Differences. 29 : (823-839).
Heydari, H., Mohammadi, F., & Rostami, M. (2013). Analyzing the Relationship Between Sensation Seeking and Preference of Type of Music in College Students. Procedia – Social and Behavioral Sciences 84, (773-777).
Jacson, M.(2000). When a spouse is unfaitfull. USA : RBC Ministries- Grand Rapids. Dalam: http://www.gospelcom.net/rbc/ds/eb001html#intro (diakses tanggal 11 September 20015, 18:52).
Knee, C. R. & Lin, H. L. (2006). So far and yet so close: predictors of closeness in local and long distance relationships. Journal of Undergraduate Research, 11 (3) : 127-135.
Miller, R. S., & Perlman, D. (2009). Intimate relationship 5th edition. Mc-Graw Hill.
Myers, D. G. (2012). Psikologi sosial. Buku 2 : Edisi 10. Jakarta: Salemba Humanika.
Nisa, S. & Sedjo, P. (2010). Konflik pacaran jarak jauh pada individu dewasa muda. Jurnal Psikologi, 3(2) : 21-30.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2007). Human development. 10th edition. Inc New York: Mc-Graw Hill.
25
Roscoe, B. (1987). Concerns of college students: A report of self-disclosures. College Student Journal, 21(2) : 158- 167.
Santrock, J.W. (2002). Life-span development: perkembangan masa hidup. edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Satiadarma, M. P. ( 2001). Menyikapi perselingkuhan. Jakarta: Pustaka PopulerObor. Shackelford, T., LeBlance, G., & Drass. E. (2000). Emotional reactions to infidility.
Journal of Cognition and Emotion, 14 (5) : 643-659.
Skinner, B. (2005). Perceptions of college students in long distance relationship. Journal of Undergraduate Reserach, 5(2).
Suciptawati, N.& Susilawati, W. (2005). Faktor- faktor penyebab perselingkuhan serta tindak lanjut mengatasinya.E-Jurnal. 4 (1).
Sugiyono. (2012). Metodologi penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suwito, L. D. (2013). Hubungan komitmen dalam berpacaran dengan subjective well-being pada mahasiswa UKSW salatiga yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh. Skripsi. Tidak diterbitkan. Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Upton, P. (2012). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Yeniceri, Z., & Kokdemer, D. (2006). University students’ perception of, and explanations for, infidelity: the development of the infedelity questionnaire (INFQ). Journal of social behaviour and personality research, 34 (6) : 639- 650. Zuckerman, M (1971). Dimensions of sensation seeking. Journal of Consulting and
Clinical Psychology, 36(1) : 45-52.