GAMBARAN KESEPIAN PADA MAHASISWA YANG
MENJALANI PACARAN JARAK JAUH
S k r i p s i
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Disusun Oleh:
SELVIDA ARIEF
041301010
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
SKRIPSI
GAMBARAN KESEPIAN PADA MAHASISWA YANG MENJALANI PACARAN JARAK JAUH
Dipersiapkan dan disusun oleh:
SELVIDA ARIEF 041301010
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal
Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi
Prof.Dr.Irmawati, psikolog NIP.195301311980032001
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul:
GAMBARAN KESEPIAN PADA MAHASISWA YANG MENJALANI PACARAN JARAK JAUH
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari
hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Juni 2011
SELVIDA ARIEF
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Gambaran Kebahagiaan pada Biarawati” ini. Skripsi ini diajukan untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Pembuatan skripsi ini merupakan pengalaman pertama penulis, sehingga penulis
mohon maaf jika sekiranya dalam skripsi ini terdapat kejanggalan-kejanggalan
baik isi maupun cara penulisannya yang masih banyak terdapat kesalahan.
Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan
dari berbagai pihak. Bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan
terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara.
2. Papa, Mama yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi kepada
penulis. Terimakasih atas segala kasih sayang, cinta serta dukangan baik
moril dan materil yang telah diberikan. Semua ini penulis lakukan hanya
untuk membahagiakan Papa dan Mama. Penulis tidak akan mengecewakan
Papa, Mama. Penulis juga mengharapkan dukungan dari Papa, Mama untuk
kehidupan penulis kedepan. Terus doakan penulis. Buat Kakak (Kak Itha) dan
Abang (Bang Adhy dan Bang Rudy) yang terus menyemangati penulis dan
telah memberikan bantuan untuk kuliah dan skripsi penulis serta kasih sayang
yang telah diberikan. Jasa-jasa kalian takkan penulis lupakan. Buat
hidup ini takkan seindah ini. Semoga kalian juga sukses di masa depan.
Amin.
3. Ibu Aprillia Fadjar Pertiwi, M.Si selaku dosen pembimbing penulis.
Terimakasih banyak atas saran dan arahan yang telah diberikan serta
kesabaran yang tulus dalam membimbing penulis.
4. Buat Ibu Ika Sari dan Kak Lisa, terimakasih banyak atas saran, masukan dan
kesediaan untuk menjadi penguji saya.
5. Kak Juli (Kak Booss)… terimakasih peneliti ucapkan atas kesabarannya serta
peneliti memohon maaf jika ada yang tidak berkenan di hati kakak baik
ucapan atopun perilaku peneliti. Maafin yaa kak.
6. Terimakasih kepada Billy Zoel Coal yang telah rela menemani penulis hingga
proses pembuatan skripsi ini selesai. Terimakasih juga atas semangat, arahan,
ajaran yang bermanfaat dan dukungan yang telah diberikan, penulis akan
selalu mengingatnya. Do’a penulis semoga cita-cita kita tercapai amiin..”.
7. Buat teman-teman seperjuangan Qoyin, Ema, Neni, Dinda, Risda dan lainnya
yang tak bisa penulis sebutkan satu-satu. Terimakasih atas semua yang telah
kalian lakukan untuk membantu penyelesaian skripsi ini. Penulis bangga
punya teman seperti kalian. Semoga kita semua sukses.
8. Kepada semua subjek peneliti yang telah bersedia dan telah meluangkan
waktu untuk mengisi kuesioner peneliti, terimakasih banyak.
9. Kepada seluruh staff dan dosen pengajar Fakultas Psikologi USU, penulis
10. Buat pa’ As dan kak Devi, peneliti sangat berterimakasih, berkat kalianlah
dan semangat dari kalian peneliti dapat siding tepat waktu.
11. Buat seluruh keluarga besar penulis, terimakasih untuk semua dukungan dan
kasih sayang. Doakan Ayu sukses yaah.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas
segala kebaikan kita semua. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2011
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Masalah………...1B. Perumusan masalah………..……6
C. Tujuan penelitian………..7
D. Manfaat penelitian………7
E. Sistematika penulisan……….…..8
BAB II LANDASAN TEORI A.KEBAHAGIAAN 1. Definisi Kebahagiaan………9
2. Komponen-Komponen Kebahagiaan………..………...10
3.Unsur-Unsur Kebahagiaan pada Biarawati………...………12
4.Karakteristik Orang yang Bahagia………13
5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan………14
6.Pengukuran Kebahagiaan……….…17
B. BIARAWATI 1. Pengertian Biarawati………..……….21
2. Proses menjadi biarawati……….………..………..25
3. Kongregasi/ordo biarawati………..…26
C. Gambaran kebahagiaan pada biarawat………28
D. Permasalahan penelitian………..29
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi variabel penelitian………32
B. Definisi operasional variabel penelitian………..32
C. Populasi dan metode pengambilan sampel……….………33
D. Alat ukur yang digunakan……….….35
E. Validitas dan reliabilitas alat ukur………...37
F. Prosedur pelaksanaan penelitian………...……...41
G. Metode analisis data………...43
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Analisa data………..45
1. Gambaran umum subjek penelitian……….45
2. Hasil penelitian………49
Pembahasan……….56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………...66
B. Saran………...68
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel.1 Komponen Kebahagiaan oleh Diener (1985)….………11 Tabel.2 Blue Print Distribusi Aitem Satisfaction with Life Scale…………...40 Tabel.3 Hasil Analisa Deskriptif Kebahagiaan pada Biarawati………..50 Tabel.4 Gambaran Kriteria Kategorisasi Skor Kebahagiaan pada Biarawati…..51 Tabel.5 Hasil Analisa Deskiptif Kebahagiaan pada Biarawati berdasarkan Ordo/Kongregasi………..53 Tabel.6 Hasil Analisa Deskriptif Kebahagiaan pada Biarawati berdasarkan
Usia………..54 Tabel.7 Hasil Analisa Deskriptif Kebahagiaan pada Biarawati berdasarkan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Gambaran Kesepian Pada Mahasiswa Yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh Selvida Arief dan Rodiatul Hasanah
ABSTRAK
Bagi kebanyakan individu, kebahagiaan dipengaruhi oleh kepemilikan uang, pasangan dan kebebasan. Namun ada sekelompok individu yang justru hidup dengan menolak faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan tersebut, seperti biarawati. Biarawati terikat pada tiga kaul yaitu kaul kemiskinan, ketaatan dan kemurnian yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebahagiaan pada biarawati. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner kebahagiaan dengan reliabilitas (r) = 0,662 yang disusun berdasarkan satisfaction with life scale yang dikemukakan oleh Diener (1985) dan telah diadaptasi peneliti. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling. Sampel berjumlah 44 orang biarawati yang berada di Kota Medan dan sekitarnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebahagiaan pada biarawati secara umum berada dalam kategori cukup bahagia sebanyak 21 orang biarawati (47,72%), 14 orang biarawati (31,81%) dalam kategori sangat bahagia dan kurang bahagia sebanyak 9 orang biarawati (20,45%). Biarawati yang berada pada usia 28 tahun – 33 tahun secara rata-rata lebih bahagia dibandingkan dengan kelompok usia lainnya yang ada pada penelitian ini. Hal ini dijelaskan oleh Levinson (1980) individu mengalami periode transisi sehingga ia harus menghadapi persoalan penentuan tujuan yang lebih serius dalam hidupnya. Sementara berdasarkan ordo/kongregasi diperoleh gambaran bahwa ordo/kongregasi KSFL dan FSE secara rata-rata lebih bahagia dibandingkan dengan ordo yang lainnya yang ada pada penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh ordo KSFL dan FSE mempunyai bidang pelayanan dan misi spiritual dalam bidang sosial dan pelayanan pada orang sakit dimana menurut Torrent (1985) bahwa individu yang melayani dan mendampingi orang sakit bahkan sakit kronis lebih dapat menuangkan seluruh rasa sosial mereka untuk membantu orang sakit dan merasa lebih puas dengan apa yang telah mereka lakukan. Sedangkan menurut Holt Lunstad (2004) menyatakan bahwa orang-orang yang melakukan hubungan sosial dengan sukarela akan lebih merasa bahagia dibanding dengan orang yang tidak melakukan hubungan sosial.
Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman pada masyarakat secara umum dan umat Katolik secara khusus bahwa biarawati yang menjalani pola kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya juga bisa merasakan kebahagiaan.
Description of Loneliness of Long Distance Relationship to College Students Selvida Arief and Rodiatul Hasanah
ABSTRACT
For most individuals, happiness is influenced by the ownership of money, the couple and freedom. But there is a group of individuals who actually live by rejecting the factors that affect happiness, such as nuns. Nuns attached to the three vows are vows of poverty, obedience and purity that are different from society in general.
This study aims to find a description of happiness in the nuns. Measuring instruments used are questionnaires happiness with reliability (r) = 0.662 which is based on satisfaction with life scale proposed by Diener (1985) and has been adapted researchers. The method used is descriptive quantitative method. The sampling technique used is incidental sampling. The sample amounted to 44 people who were nuns in the city of Medan and surrounding areas. The results showed that the happiness of the nuns in general are in a category quite happy nuns as many as 21 people (47.72%), 14 nuns (31.81%) in the category of very happy and less happy nuns as many as 9 people (20.45% .) The nun who is in age 28 years - 33 years on average, happier than any other age group in this study. This is described by Levinson (1980) of individuals experiencing a transition period so that he must face the problem determination of a more serious purpose in his life. While based on the religious orders and congregations shows the religious orders and congregations KSFL and FSE on average happier than the other orders that exist in this study. This is caused by the order KSFL and FSE has the field of service and spiritual mission in the field of social and service to the sick where according Torrent (1985) that individuals who serve and assist the sick and even more chronic pain can pour all their social sense to help the sick and feel more satisfied with what they have done. Meanwhile, according to Holt Lunstad (2004) states that the people who make social relationships with the voluntary will be more happy than people who do not do social relations.
The results of this study may provide insight to the community in general and Catholics in particular that nun who underwent different patterns of life with the public at large could also feel the happiness.
Gambaran Kesepian Pada Mahasiswa Yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh Selvida Arief dan Rodiatul Hasanah
ABSTRAK
Bagi kebanyakan individu, kebahagiaan dipengaruhi oleh kepemilikan uang, pasangan dan kebebasan. Namun ada sekelompok individu yang justru hidup dengan menolak faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan tersebut, seperti biarawati. Biarawati terikat pada tiga kaul yaitu kaul kemiskinan, ketaatan dan kemurnian yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebahagiaan pada biarawati. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner kebahagiaan dengan reliabilitas (r) = 0,662 yang disusun berdasarkan satisfaction with life scale yang dikemukakan oleh Diener (1985) dan telah diadaptasi peneliti. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling. Sampel berjumlah 44 orang biarawati yang berada di Kota Medan dan sekitarnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebahagiaan pada biarawati secara umum berada dalam kategori cukup bahagia sebanyak 21 orang biarawati (47,72%), 14 orang biarawati (31,81%) dalam kategori sangat bahagia dan kurang bahagia sebanyak 9 orang biarawati (20,45%). Biarawati yang berada pada usia 28 tahun – 33 tahun secara rata-rata lebih bahagia dibandingkan dengan kelompok usia lainnya yang ada pada penelitian ini. Hal ini dijelaskan oleh Levinson (1980) individu mengalami periode transisi sehingga ia harus menghadapi persoalan penentuan tujuan yang lebih serius dalam hidupnya. Sementara berdasarkan ordo/kongregasi diperoleh gambaran bahwa ordo/kongregasi KSFL dan FSE secara rata-rata lebih bahagia dibandingkan dengan ordo yang lainnya yang ada pada penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh ordo KSFL dan FSE mempunyai bidang pelayanan dan misi spiritual dalam bidang sosial dan pelayanan pada orang sakit dimana menurut Torrent (1985) bahwa individu yang melayani dan mendampingi orang sakit bahkan sakit kronis lebih dapat menuangkan seluruh rasa sosial mereka untuk membantu orang sakit dan merasa lebih puas dengan apa yang telah mereka lakukan. Sedangkan menurut Holt Lunstad (2004) menyatakan bahwa orang-orang yang melakukan hubungan sosial dengan sukarela akan lebih merasa bahagia dibanding dengan orang yang tidak melakukan hubungan sosial.
Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman pada masyarakat secara umum dan umat Katolik secara khusus bahwa biarawati yang menjalani pola kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya juga bisa merasakan kebahagiaan.
Description of Loneliness of Long Distance Relationship to College Students Selvida Arief and Rodiatul Hasanah
ABSTRACT
For most individuals, happiness is influenced by the ownership of money, the couple and freedom. But there is a group of individuals who actually live by rejecting the factors that affect happiness, such as nuns. Nuns attached to the three vows are vows of poverty, obedience and purity that are different from society in general.
This study aims to find a description of happiness in the nuns. Measuring instruments used are questionnaires happiness with reliability (r) = 0.662 which is based on satisfaction with life scale proposed by Diener (1985) and has been adapted researchers. The method used is descriptive quantitative method. The sampling technique used is incidental sampling. The sample amounted to 44 people who were nuns in the city of Medan and surrounding areas. The results showed that the happiness of the nuns in general are in a category quite happy nuns as many as 21 people (47.72%), 14 nuns (31.81%) in the category of very happy and less happy nuns as many as 9 people (20.45% .) The nun who is in age 28 years - 33 years on average, happier than any other age group in this study. This is described by Levinson (1980) of individuals experiencing a transition period so that he must face the problem determination of a more serious purpose in his life. While based on the religious orders and congregations shows the religious orders and congregations KSFL and FSE on average happier than the other orders that exist in this study. This is caused by the order KSFL and FSE has the field of service and spiritual mission in the field of social and service to the sick where according Torrent (1985) that individuals who serve and assist the sick and even more chronic pain can pour all their social sense to help the sick and feel more satisfied with what they have done. Meanwhile, according to Holt Lunstad (2004) states that the people who make social relationships with the voluntary will be more happy than people who do not do social relations.
The results of this study may provide insight to the community in general and Catholics in particular that nun who underwent different patterns of life with the public at large could also feel the happiness.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam
rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja
dan akan memasuki tahap pencapaian kedewasaan dengan segala tantangan yang
lebih beragam bentuknya. Salah satu tugas perkembangan dewasa awal berkisar
pada pembinaan hubungan dengan orang lain, terutama hubungan dengan lawan
jenis, yang ditandai dengan saling mengenal pribadi seseorang baik kekurangan
ataupun kelebihan masing-masing individu. Menurut pendapat Hurlock (1980),
proses membentuk dan membangun hubungan personal dengan lawan jenis ini
dapat berlangsung melalui apa yang biasa disebut sebagai hubungan pacaran.
Umumnya pacaran sudah dimulai sejak dewasa awal yang berada pada
rentang usia 18-40 tahun dan merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola
hidup yang baru dan harapan sosial yang baru pula. Menurut Dacey dan Kenny
(1997) pacaran adalah aktivitas sosial yang membolehkan dua orang yang berbeda
jenis kelaminnya untuk terikat dalam interaksi sosial dengan pasangan yang tidak
ada hubungan keluarga. Selanjutnya, Sazton (dalam Bowman, 1978), juga
menyatakan bahwa pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan
meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh
kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis). Pacaran juga didasarkan
Perasaan-perasaan ini dapat berupa perhatian, rasa sayang dan cinta, ingin memiliki, selalu
ingin didekatnya, perasaan rindu dan lain-lain.
Berdasarkan jarak, Hampton (2004) membagi pacaran (Romantic
Relationship) dalam dua tipe yaitu Proximal Relationship (PRs) dan Long
Distance Relationship (LDRs). Proximal Relationship dikenal sebagai pacaran
lokal dimana pasangan-pasangan yang menjalin hubungan pacaran berada pada
lokasi yang sama. Long distance relationship adalah pacaran yang sering disebut
dengan pacaran jarak jauh.
Mayntz (2006) menyatakan bahwa pada umumnya, pacaran jarak jauh
terjadi pada pasangan yang telah bersama sebelumnya dan salah seorang dari
mereka harus ditempatkan ditempat lain karena adanya faktor pekerjaan, sehingga
memaksa hubungan mereka terpisah oleh jarak. Knys (1989) juga menyatakan
pacaran jarak jauh adalah suatu hubungan antara dua pihak yang saling
berkomitmen dimana individu tidak dapat selalu berada secara berdekatan satu
sama lain, dan tidak dapat bertemu ketika mereka saling membutuhkan, karena
bersekolah atau bekerja pada kota yang berbeda, pulau yang berbeda, bahkan
negara ataupun benua yang berbeda.
Menurut Ensiklopedia online wikipedia menjelaskan bahwa dalam
menjalani pacaran jarak jauh seseorang akan mengalami keterpisahan secara fisik,
keterpisahan secara geografis, tidak dapat selalu bersama, bertempat tinggal
terpisah, memiliki keinginan untuk dapat bersama tetapi tidak dapat terpenuhi,
tidak dapat berjumpa untuk waktu yang terhitung lama dan waktu untuk bersama
penelitiannya mengenai hubungan pacaran jarak jauh, menyatakan bahwa
hubungan pacaran jarak jauh memiliki sisi negatif, yaitu kedua belah pihak
memerlukan biaya yang cukup besar untuk mempertahankan hubungan dan hal ini
biasanya sangat dirasakan oleh mahasiswa yang hidup dalam anggaran yang
terbatas. Mahalnya biaya telepon dan perjalanan jarak jauh menjadi kendali
tersendiri. Selain itu, individu yang menjalani hubungan ini cenderung memiliki
pengharapan yang tinggi akan kualitas waktu yang dihabiskan bersama pasangan.
Jika waktu berkunjung tidak sesuai dengan harapan, maka dapat menimbulkan
perasaan kecewa dan bahkan merasa kesepian.
Menurut penelitian Stroube (2000), individu yang menjalani hubungan
pacaran jarak jauh akan merasakan kesepian. Apapun tipe kepribadiannya, baik
introvert maupun ekstrovert individu yang menjalani pacaran jarak jauh, perasaan
kesepian pasti akan muncul pada diri individu tersebut, hanya cara mengatasinya
saja yang berbeda. Selanjutnya, Baron & Byrne (1997) juga menyatakan bahwa
pacaran jarak jauh akan menyebabkan rasa kesepian, hal ini dikarenakan
keinginan memiliki hubungan interpersonal yang dekat, tetapi tidak bisa
mendapatkannya karena harus berpisah baik fisik maupun emosional.
Keterpisahan fisik dengan orang yang selama ini dianggap dekat sering
kali menjadi pengalaman yang menyakitkan dan dapat mempengaruhi hampir
setiap sisi dalam kehidupan. Ketika pasangan mengalami perpisahan dalam
menjalani hubungan pacaran jarak jauh, kemungkinan akan muncul kesepian
telah menghabiskan waktu bersama, saling memberi dan menerima,
mengekspresikan diri dan menjalankan komitmen bersama.
Menurut penelitian Blomqvist, Roustasalo & Pitjaka (2003), kesepian
adalah perasaan yang sangat dikhawatirkan, karena kesepian itu akan
menimbulkan dampak negative daripada dampak positifnya. Pada penelitian
mereka, perasaan kesepian dapat menimbulkan depresi, konsentrasi yang
berkurang, dan bisa mengakibatkan kefatalan dan dapat merugikan diri sendiri.
Kesepian merupakan fenomena yang universal dan hal tersebut didiagnosa
sebagai terminal illness (Rokach,2000) dan kesepian merupakan masalah yang
penting dan serius (Fisiloglu & Demir, 1999). Menurut Felman (1995) kesepian
adalah ketidakmampuan dalam menciptakan tingkat kepuasan afiliasi. Hal ini
didukung oleh Brock (1997) yang menyatakan bahwa individu yang kesepian
berhubungan dengan perilaku menyimpang sebagai seseorang yang secara umum
tidak terpuaskan.
Selain itu, Brehm (2002) mengatakan bahwa kesepian juga dapat muncul
karena terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dalam suatu
hubungan. Pada saat tertentu hubungan sosial yang dimiliki seseorang sangat
memuaskan sehingga orang tersebut tidak mengalami kesepian, tetapi pada saat
yang lain, dimana hubungan tersebut telah terpisahkan oleh jarak dan tidak lagi
saling bertemu. Kesepian diartikan oleh Peplau dan Perlman sebagai perasaan
dirugikan dan tidak terpuaskan yang dihasilkan dari kesenjangan antara hubungan
sosial yng diinginkan dan hubungan sosial yang dimiliki (dalam Brage, Meredith
merupakan reaksi dari ketiadaan jenis-jenis tertentu dari hubungan. Selanjutnya,
menurut De Jong Gierveld (1987) kesepian sebagai suatu situasi dimana jumlah
atau kuantitas dari hubungan yang ada lebih kurang dari hubungan yang
diinginkan, ataupun situasi dimana keintiman yang diharapkan tidak sesuai
dengan kenyataan (Dalam Gierveld & Havens, 2004).
Kesepian terjadi didalam diri seseorang dan tidak dapat dideteksi dengan
hanya melihat orang tersebut, sehingga kesepian lebih bersifat subjektif yang
dirasakan pada saat hubungan sosial. Kita mengalami suatu kekurangan yang bisa
bersifat kuantitatif seperti kita mungkin tidak mempunyai teman atau mempunyai
sedikit teman dimana tidak seperti yang kita inginkan; dan dapat pula bersifat
kualitatif seperti kita merasa bahwa hubungan sosial kita kurang memuaskan
dibandingkan dengan apa yang kita harapkan (Sears dkk, 1999).
Weiss (dalam Santrock, 2003) menyatakan adanya dua jenis kesepian
yaitu isolasi emosional dan isolasi sosial yang berkaitan dengan tidak tersedianya
kondisi sosial yang berbeda-beda. Isolasi emosional (emotional isolation) adalah
suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan
hubungan yang intim; orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh
pasangannya sering mengalami kesepian jenis ini. Sebaliknya, isolasi sosial
(social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang
tidak memiliki keterlibatan dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan
adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisir, peran-peran
yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa
Menurut Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm et.al, 2002)
menyatakan ada empat kategori perasaan yang dirasakan oleh seseorang ketika
mengalami kesepian, yaitu: desperation, impatient boredom, self-deprecation, dan
depression. Pertama, desperation merupakan perasaan putus asa, kehilangan
harapan, serta perasaan yang sangat menyedihkan sehingga seseorang mampu
melakukan tindakan nekat. Kedua, impatient boredom merasakan perasaan bosan
yang tidak tertahankan, jenuh, serta tidak sabar. Ketiga, self-deprecation
merupakan perasaan dimana seseorang tidak mampu menyelesaikan masalahnya,
mulai menyalahkan diri sendiri serta mengutuk diri sendiri. Keempat, depression
merupakan perasaan emosional yang tertekan secara terus menerus yang ditandai
dengan perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik ingin mengetahui gambaran
kesepian pada mahasiswa yang menjalani pacaran jarak jauh. Subyek pada
penelitian ini adalah mahasiswa karena sesuai yang dikatakan oleh
Dellmann-Jenkins, Bernard-Paolucci & Rushing (dalam Dainton & Aylor, 2001) bahwa 25
%-40% hubungan yang dijalani oleh mahasiswa dalam lingkungan universitas
merupakan pacaran jarak jauh.
B. Pertanyaan Penelitian
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian
yaitu: “Bagaimanakah gambaran kesepian pada mahasiswa yang menjalani
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kesepian pada
mahasiswa saat menjalani pacaran jarak jauh.
D. Manfaat Penelitian
Ada dua manfaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini digunakan untuk melihat gambaran kesepian
pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh. Penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan sumbangan yang akan memperkaya ilmu pengetahuan
psikologi, khususnya psikologi klinis, terutama yang berkaitan dengan tema
kesepian dan pacaran jarak jauh serta diharapkan dapat memberikan informasi
bagi peneliti-peneliti lain yang berkaitan untuk meneliti tentang pacaran jarak
jauh.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pasangan
yang sedang menjalani pacaran jarak jauh dalam menghadapi kesepian yang
BAB II
LANDASAN TEORI A. Kesepian
1. Pengertian Kesepian
Kesepian diartikan oleh De Jong Gierveld (1987) sebagai suatu situasi
dimana jumlah atau kuantitas dari hubungan yang ada lebih kurang dari hubungan
yang diinginkan, ataupun situasi dimana keintiman yang diharapkan tidak sesuai
dengan kenyataan (Dalam Gierveld & Havens, 2004).
Menurut pendapat Robert Weiss (Dalam Santrock,2003), kesepian
merupakan reaksi dari ketiadaan dari jenis-jenis tertentu dari suatu hubungan.
Sementara Archibald, Bartholomew, dan Marx (Dalam Baron & Byrne,2000)
menyatakan bahwa kesepian adalah reaksi emosi dan kognisi karena memiliki
hubungan yang sedikit dan tidak memuaskan dari yang diharapkan.
Peplau dan Perlman menyimpulkan tiga elemen dari definisi kesepian
yaitu:
a. Merupakan pengalaman subjektif, yang mana tidak bisa diukur dengan
observasi sederhana.
b. Kesepian merupakan perasaan yang tidak menyenangkan
c. Secara umum merupakan hasil dari kurangnya atau terhambatnya
hubungan sosial (Dalam Wrightsman, 1993).
Bruno (2000) menyebutkan kesepian sebagai suatu keadaan mental dan
emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan
akan disertai oleh berbagai macam emosi negatif seperti depresi, kecemasan,
ketidakbahagiaan, ketidakpuasan, serta menyalahkn diri sendiri (Anderson,1994).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
kesepian merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang disebabkan tidak
adanya hubungan sosial seperti yang diharapkan dan tidak adanya hubungan intim
karena terputusnya kontak sosial dengan orang-orang tertentu seperti anak,
pasangan, orangtua atau relasi.
2. Bentuk-Bentuk Kesepian
Weiss (Dalam Santrock, 2003) menyebutkan adanya dua bentuk kesepian
yang berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda, yaitu:
a. Isolasi Emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang
muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim,;
orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya
sering mengalami kesepian jenis ini.
b. Isolasi Sosial (social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul
ketika seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam
dirinya; tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang
melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang
terorganisir, peran-peran yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat
membuat seseorang merasa diasingkan, bosan dan cemas.
Sementara menurut Young (dalam Weiten & Lloyd,2006) membagi
a. Transient Lonelliness , yaitu perasaan kesepian yang singkat dan muncul
sesekali , hanya dialami individu ketika kehidupan sosialnya sudah cukup
layak.
b. Transitional Lonellines, yaituketika individu yang sebelumnya sudah
merasa puas dengan kehidupan sosialnya menjadi kesepian setelah
mengalami gangguan dalam hubungan sosialnya (kematian orang yang
dicintai, perceraian, pindah kelokasi baru).
c. Chronic Lonelliness , yaitu kondisi yang mempengaruhi seseorang yang
tidak mampu mengembangkan kepuasan dalam jaringan sosial yang
dimilikinya setelah jangka waktu tertentu. Chronic Lonelliness
menghabiskan waktu yang panjang dan tidak dapat dihubungkan dengan
stressor yang spesifik. Orang yang mengalami Chronic Lonelliness bisa
saja berada dalam kontak sosial namun tidak memperoleh tingkat intimasi
dengan orang lain dalam interaksi tersebut (Berg & Peplau,1982 ).
3. Penyebab Kesepian
Menurut Brehm et.al (2002) terdapat empat hal yang menyebabkan
seseorang mengalami kesepian, yaitu:
a. Ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang
Menurut Brehm et.al (2002), hubungan seseorang yang tidak adekuat akan
menyebabkan seseorang tidak puas akan hubungan yang dimilikinya. Ada banyak
Rubenstein dan Shaver (dalam Brehm,dkk,2002) menyimpulkan beberapa
alas an yang banyak dikemukakan oleh orang yang kesepian, yaitu sebagai
berikut:
a. Being Unattached; tidak memiliki pasangan, tidak memiliki patner
seksual, berpisah dengan pasangan atau kekasih.
b. Alienation (terasing); merasa berbeda,merasa tidak dimengerti, tidak
dibutuhkan dan tidak memiliki teman dekat.
c. Being Alone (hidup sendiri); pulang kerumah tanpa ada yang menyambut.
d. Force Isolation (Pengasingan); dikurung didalam rumah, dirawat inap
dirumah sakit, tidak bisa kemana-mana.
e. Dislocation (Dislokasi); jauh dari rumah (merantau), memiliki pekerjaan
atau sekolah baru, sering pindah rumah dan sering melakukan perjalanan
jauh.
Kelima kategori ini dapat dibedakan berdasarkan berdasarkan
penyebabnya. being unattached, alienation, being alone disebabkan oleh
karakteristik individu yang kesepian, sedangkan force isolation, dislocation
disebabkan oleh karakteristik orang-orang yang berada disekitar lingkungan
individu yang merasa kesepian.
b. Terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu
hubungan.
Kesepian juga dapat muncul karena terjadinya perubahan terhadap apa
dimiliki seseorang cukup memuaskan, orang tersebut tidak mengalami kesepian.
Akan tetapi ada saat dimana hubungan tersebut tidak lagi memuaskan, karena
orang itu telah merubah apa yang diinginkannya dari hubungan tersebut. Menurut
Peplau (dalam Brehm et.al,2002) perubahan itu dapat muncul dari beberapa
sumber yaitu:
1. Perubahan mood seseorang. jenis hubungan yang diinginkan
seseorang ketika sedang senang berbeda dengan jenis hubungan
ketika sedang sedih.
2. Usia. seiring dengan bertambahnya usia, perkembangan seseorang
membawa berrbagai perubahan yang akan mempengaruhi harapan
atau keinginan orang itu terhadap suatu hubungan.
3. Perubahan situasi. Banyak orang tidak mau menjalin hubungan
emosional yang dekat dengan orang lain yang sedang membina
karir. Ketika karir sudah mapan orang tersebut akan dihadapkan
pada kebutuhan yang besar akan sesuatu hubungan yang memiliki
komitmen secara emosional.
c. Self-Esteem
Kesepian berhubungan dengan self-esteem yang rendah. Orang yang
memiliki self-esteem yang rendah cenderung merasa tidak nyaman pada situasi
yang beresiko secara sosial (misalnya berbicara didepat umum dan berada
akan menghindari kontak-kontak sosial tertentu secara terus-menerus akibatnya
akan mengalami kesepian.
d. Perilaku interpersonal
Perilaku interpersonal akan menentukan keberhasilan individu dalam
membangun hubungan yang diharapkan. Dibandingkan dengan orang yang tidak
mengalami kesepian, akan menilai orang lain secara negative, tidak begitu
menyukai orang lain, tidak mempercayai orang lain, mengintepretasi tindakan
orang lain secara negative, dan cenderung berpegang pada sikap-sikap yang
bermusuhan. Orang yang mengalami kesepian juga cenderung terhambat
keterampilan sosial, cenderung pasif dibandingkan orang yang tidak mengalami
kesepian , ragu-ragu dalam mengekspresikan pendapat didepan umum, cenderung
tidak responsive, tidak sensitive secara sosial, dan lambat membangun keintiman
dalam hubungan yang dimilikinya dengan orang lain. Perilaku akan membatasi
kesempatan seseorang tersebut untuk bersama dengan orang lain dan memiliki
kontribusi terhadap pola interaksi yang tidak memuaskan (Perlman, Saks &
Krupart, dalam Brehm et.al, 2002).
e. Atribusi Penyebab
Menurut pandangan Peplau& Perlman (dalam Brehm et.al, 2002),
perasaan kesepian muncul sebagai kombinasi dari adanya kesenjangan hubungan
sosial pada individu ditambah dengan atribusi penyebab. Atribusi penyebab dibagi
menjadi komponen internal-eksternal dan stabil-tidak stabil. Penjelasan dapat
Tabel 1
Penjelasan Kesepian Berdasarkan Atribusi Penyebab
Sumber: Shaver & Rubeinstein (dalam Brehm et.al, 2002)
Tabel diatas menunjukan bahwa individu yang memandang kesepian
secara internal dan stabil menganggap dirinya adalah penyebab kesepian sehingga
individu lebih sulit untuk keluar dari rasa kesepian tersebut. Individu yang
memandang kesepian secara internal dan tidak stabil memandang kesepian yang
dialaminya hanya bersifat sementara dan berkeinginan menemukan orang lain
untuk mengatasi kesepian yang dialaminya. Individu yang mengalami kesepian
secara eksternal dan stabil menganggap hanya karena keadaan lingkunganlah
yang menyebabkannya merasa kesepian. Sedangkan individu yang memandang
kesepian secara eksternal-tdan tidak stabil berharap sesuatu dapat merubah
Kestabilan Penyebab
Internal Eksternal
Stabil Saya kesepian karena saya tidak dicintai. Saya tidak akan pernah dicintai.
Saya kesepian saat ini, tapi tidak akan lama, saya akan menghentikannya dengan pergi dan bertemu orang baru.
keadaan menjadi lebih baik sehingga memungkinkan untuk dapat keluar dari
kesepian tersebut.
4. Perasaan Kesepian
Pada saat mengalami kesepian, individu akan merasa ketidakpuasan,
kehilangan dan distress, namun hal ini tidak berarti bahwa perasaan ini sama
disetiap waktu. Faktanya, menunjukan bahwa orang-orang yang berbeda bisa saja
memiliki perasaan kesepian yang berbeda dalam situasi yang berbeda pula
(Lopata dalam Brehm, 1992).
Berdasarkan survey mengenai kesepian yang dilakukan Rubeinstein,
Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002) diuraikan bahwa terdapat empat jenis
perasaan yang dialami oleh individu yang kesepian, yaitu desperation, impation
boredom, self-deprecation, dan depression. Pembagiannya dapat dilihat pada table
berikut ini.
Tabel 2
Empat Jenis Perasaan Ketika Kesepian
Desperation Impatient
Boredom
Self Deprecation Depression
Sedih Tidak sabar Tidak atraktif Sedih
Tidak berdaya Bosan Terpuruk Depresi
Takut Berada ditempat
lain
Mudah diserang Tidak dapat berkonsentrasi
Melankolis Berharap memiliki seseorang yang spesial
a Desperation (Pasrah), merupakan perasaan keputusasaan, kehilangan
harapan, serta perasaan yang sangat menyedihkan sehingga mampu
melakukan tindakan yang berani dan tanpa berpikir panjang., Beberapa
perasaan yang spesifik dari desperation adalah: (1) putus asa yaitu memiliki
harapan sedikit dan siap elakukan sesuatu tanpa eperdulikan bahaya pada
diri sendiri maupun orang lain, (2) tidak berdaya, yaitu mebutuhkan bantuan
orang lain tanpa kekuatan mengontrol sesuatu atau tidak dapat melakukan
sesuatu, (3) takut, yaitu ditakutkan atau dikejutkan oleh seseorang atau
sesuatu (sesuatu yang buruk akan terjadi, (4) tidak punya harapan, yaitu
tidak mempunyai pengalaman, tidak menunjukan harapan, (5) merasa
ditinggalkan, yaitu ditinggalkan atau dibuang seseorang, serta (6) mudah
mendapatkan kecaman atau kritik, yaitu mudah dilukai secara fisik maupun
emosional.
b Impatient boredom merupakan perasaan bosan yang tidak tertahankan,
jenuh, tidak suka menunggu lama, dan tidak sabar. Beberapa indicator
Impatient boredom seperti: (1) Tidak sabar, yaitu menunjukan perasaan
kurang sabar, sangat mengingginkan sesuatu, (2) Bosan, yaitu merasa jemu,
(3) Ingin berada ditempat lain, yaitu seseorang yang merasa dirinya berada
ditempat yang berbeda dari tempat individu tersebut berada saat ini, (4)
Kesulitan, yaitu khawatir atau cemas dalam menghadapi suatu keadaan, (5)
Sering marah, yaitu filled with anger, serta (6) tidak dapat berkonsentrasi,
yaitu tidak mempunyai keahlian, kekuatan, atau pengetahuan dalam
c Self-deprecation (mengutuk diri sendiri) merupakan suatu perasaan ketika
seseorang tidak mampu menyelesaikan masalahnya, mulai menyalahkan
serta mengutuk diri sendiri. Indicator Self-deprecation diantaranya: (1)
Tidak aktraktif, yaitu suatu perasaan ketika seseorang tidak senang atau
tidak tertarik terhadap suatu hal, (2) Terpuruk, yaitu sedih yang mendalam,
lebih rendah dari yang sebelumnya, (3) Bodoh, yaitu menunjukan kurangnya
inteligensi yang dimiliki, (4) Malu, yaitu menunjukan perasaan malu atau
keadaan yang seangat memalukan terhadap sesuatu yang telah dilakukan,
serta (5) Merasa tidak aman, yaitu kurangnya kenyamanan, tidak aman.
d Depression (depresi) merupakan suatu keadaan dimana individu merasa
kesedihan yang mendalam ataupun dalam kondisi tertekan, sehingga bila
tidak dapat mengatasi kondisi tertekan tersebut dapat mengarahkannya
kedalam perasaan depresi. Indicator Depression seperti: (1) Sedih, yaitu
tidak bahagia dan menyebabkan penderitaan, (2) Depresi, yaitu murung,
muram,sedih, (3) Hampa, yaitu tidak mengandung apa-apa dan tidak
memiliki nilai atau arti, (4) Terisolasi, yaitu jauh dari orang lain, (5)
Menyesali diri, yaitu perasaan kasihan atau simpati pada diri sendiri, (6)
Melankolis, yaitu perasaan sedih yang mendalam dan dalam waktu yang
lama, (7) Mengasingkan diri, yaitu menjauhkan diri sehingga menyebabkan
seseorang tidak bersahabat, serta (8) Berharap memiliki seseorang yang
special, yaitu individu mengharapkan memiliki seseorang yang dekat
5. Dampak Kesepian
Kesepian pada umumnya akan menimbulkan berbagai dampak pada orang
yang mengalaminya, antara lain:
1. Tingkat perasaan kesepian yang mendalam akan berhubungan dengan
berbagai masalah personal seperti depresi, pemakaian alcohol dan
obat-obatan, penyakit fisik dan bahkan resiko kematian (Taylor, Peplau &
Sears, 2000).
2. Kesepian disertai oleh berbagai emosi negative, seperti depresi,
kekhawatiran, ketidakpuasan, dan menyalahkan diri sendiri (Anderson,
dalam Baron & Byrne,2000).
3. Orang yang mengalami kesepian dapat tengelam dalam kepasifan yang
menyedihkan, menangis, tidur, minum, makan, memakai obat penenang
dan menonton televise tanpa tujuan (Deux, Dane & Wrightsman, 1993).
6. Karakteristik Orang yang Kesepian
Menurut Myers (1999) orang yang kesepian Secara kronis kelihatan
terjebak didalam lingkaran setan kegagalan diri dalam kognisi dan perilaku sosial.
Orang yang kesepian memiliki penjelasan yang negative terhadap depresi yang
dialami, menyalahkan diri sendiri atas hubungan sosial yang buruk dan berbagi
hal yang berada diluar kendali (Anderson & Snodgrass, dalam Myers, 1999).
Orang yang Loneliness cenderung menjadi Self-conscious dan memiliki
berbicara dengan orang asing, orang yang kesepian lebih banyak membicarakan
diri sendiri dan menaruh sedikit ketertarikan terhadap lawan bicaranya.
7. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kesepian
Tidak ada orang yang dapat kebal terhadap kesepian, tetapi beberapa orang
memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami kesepian (Taylor, Peplau & Sears,
2000). Selanjutnya, menurut Brehm (1992) beberapa orang rentan terhadap
kesepian dan beberapa orang lain tidak. Perbedaan ini berkaitan dengan usia,
status pernikahan dan gender.
a. Usia
Orang yang berusia tua memiliki stereotype tertentu di dalam masyarakat.
Banyak orang yang menganggap semakin tua seseorang semakin merasa kesepian.
Tetapi banyak penelitian yang membuktikan stereotype ini keliru. Berdasarkan
penelitian Ostrov & Offer (dalam Brehm, 1992) ditemukan bahwa orang yang
paling kesepian justru berasal dari orang-orang yang berusia remaja dan dewasa
awal. Fenomena ini kemudian diteliti lagi oleh Perlman pada tahun 1990 (Taylor,
Peplau & Sears, 2000) dan menemukan hasil yang sama bahwa kesepian lebih
tinggi diantara remaja dan dewasa awal dan lebih rendah diantara orang-orang
yang lebih tua.
Menurut Brehm (1992) orang-orang yang lebih muda menghadapi banyak
transisi sosial yang besar, seperti meninggalkan rumah untuk pertama kali,
pertama kalinya, yang mana semuanya ini dapat menyebabkan kesepian. Sejalan
dengan bertambahnya usia, kehidupan sosial mereka menjadi semakin stabil.
b. . Status Perkawinan
Secara umum, orang yang tidak menikah lebih merasa kesepian bila
dibandingkan dengan orang menikah (Freedman; Perlman & Peplau; dalam
Brehm, 1992). Perbedaan ini diperhitungkan dengan membandingkan antara
orang yang menikah dengan orang yang berceai (Perlman & Peplau; Rubeinstein
& Shaver dalam Brehm, 1992). Ketika kelompok orang yang menikah dan
kelompok orang yang belum menikah dibandingkan, kedua kelompok ini
menunjukan level kesepian yang sama (Perlman & Peplau dalam Brehm, 1992).
Berdasarkan penelitian ini Brehm menyimpulkan bahwa kesepian lebih
merupakan reaksi terhadap kehilangan hubungan perkawinan (marital
relationship) daripada ketidakhadiran dari pasangan suami/ istri pada diri
seseorang.
c. Gender
Menurut Borys dan Perlman (dalam Brehm, 1992) laki-laki lebih sulit
menyatakan kesepian secara tegas bila dibandingkan dengan perempuan. Hal ini
disebabkan oleh stereotype peran gender yang berlaku dalam masyarakat.
Berdasarkan stereotype peran gender, pengekspresian emosi kurang sesuaibagi
laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan (Borys & Perlman, dalam Deaux,
d. Status Sosial Ekonomi
Weiss (dalam Brehm et al, 2002) melaporkan fakta bahwa individu dengan
tingkat penghasilan rendah cenderung mengalami kesepian lebih tinggi
dibandingkan individu dengan penghasilan tinggi.
e. Dukungan Sosial
Ada berbagai pendapat yang mengemukaakn bahwa kesepian terkait
langsung denagn keterbatasan dukungan social. Fessman dan Lester (2000)
menjelaskan bahwa dukungan social merupakan prediktor bagi munculnya
kesepian. Maksudnya disini adalah individu yang memperoleh dukungan sosial
terbatas lebih berpeluang mengalami kesepin, sementara individu yang
memperoleh dukungan sosial yang lebih baik tidak terlalu merasa kesepian
(Gunarsa, 2004).
f. Karakteristik Latar Belakang yang Lain
Rubeinstein & Shaver (dalam Brehm, 1992) menemukan satu karakteristik
latar belakang seseorang yang kuat sebagai prediktor. Individu dengan orang tua
yang bercerai akan lebih kesepian bila dibandingkan dengan individu dengan
orang tua yang tidak bercerai. Menurut Brehm (1992) proses perceraian
meningkatkan potensi anak-anak dengan orangtua yang bercerai untuk mengalami
B. PACARAN DAN PACARAN JARAK JAUH 1. Pacaran
a. Pengertian Pacaran
Pacaran adalah aktivitas sosial yang membolehkan dua orang yang
berbeda jenis kelaminnya untuk terikat dalam interaksi sosial dengan pasangan
yang tidak ada hubungan keluarga (Dacey dan Kenny, 1997). Hubungan pacaran
ini digambarkan dengan keterlibatan fisik, emosi dan komitmen yang lebih dekat.
Benokraitis (1996) menambahkan bahwa pacaran adalah proses dimana seseorang
bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk
menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan
pasangan hidup.
Menurut Sazton (dalam Bowman, 1978), pacaran adalah suatu peristiwa
yang telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang
(biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis).
Jadi, pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan orang lain
yang tidak ada hubungan keluarga untuk menjajaki kemungkinan untuk dijadikan
pasangan hidup.
b. Komponen-Komponen Pacaran
Menurut Karsner (2001) ada 4 komponen penting dalam menjalin
hubungan pacaran. Kehadiran komponen-komponen tersebut dalam hubungan
akan mempengaruhi kualitas dan kelanggengan pacaran yang dijalin. Adapun
a. Saling percaya (Trust each other)
Untuk mempertahankan pacaran kepercayaan adalah salah satu komponen
yang sangat diperlukan. Kepercayaan ini akan menjamin apakah suatu hubungan
itu akan berlanjut/ akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi
pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan oleh pasangan.
Apabila dsalam hubungan pacaran kurang dalam kepercayaan , maka yang
timbul adalah pemikiran negatif berupa curiga, cemburu dan perasaan tidak aman
bahwa pac\sangan akan selingkuh. Percaya kepada pasangan itu penting karena
dengan kepercayaan hubungan pacaran dapat dipertahankan khususnya pada
pacarn jarak jauh.
b. Komunikasi (Communicate your self)
Feldman (1996) menyatakan bahwa komunikasi merupakan situasi dimana
seseorang bertukar informasi tentang dirinya terhadap oranglain. Komunikasi
merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik (Johnson dalam
supratiknya,2004).
c. Keintiman (Keep the romance alive)
Keintiman merupakan perasaan dekat dengan pasangan (Stenberg dalam
Shumway,2004). Keintiman tidak terbatas hanya kedekatan fisik saja.
Berdasarkan hasil penelitian Stenberg (1988), keintiman mengacu kepada individu
yang menikmati kebersamaan dengan pasangannya, dimana kebersamaan ini akan
d. Meningkatkan komitmen (Increase Commitment)
Suatu hubungan tidak akan komplit tanpa adanya komitmen antara kedua
belah pihak. Menurut Brehm (1992) komitmen adalah dasar perkembangan dari
suatu hubungan.
2. Pacaran Jarak Jauh
a. Pengertian Pacaran Jarak Jauh (Long- Distance Relationship)
Individu yang menjalin pacaran dimana keduanya dipisahkan oleh jarak,
salah satu berada pada kota bahkan negara yang berbeda yang terpaksa harus
berpisah karena suatu alasan disebut dengan menjalin pacaran jarak jauh atau
dikenal dengan istilah “long-distance relationship “(Sarwono,2001).
Philips (2004) mengatakan bahwa pacaran jarak jauh adalah hubungan
yang dijalin dengan jarak minimal 250 mil, dengan frekuensi pertemuan paling
sedikit satu kali dalam enam bulan.
Holt dan Stone (dalam Kidenda, 2002) menggunakan factor waktu dan
jarak untuk mengkategorisasikan pasangan yang menjalani pacaran jarak jauh.
Berdasarkan informasi demografis dari partisipan penelitian yang menjalani
pacaran jarak jauh, didapat tiga kategori antara lain pertama, waktu lamanya
berpisah (0, kurang dari 6 bulan, lebih dari 6 bulan. Kedua intensitas pertemuan
(sekali seminggu, seminggu hingga sebulan, kurang dari satu bulan) dan ketiga,
jarak yang memisahkan (0-1 mil, 2-249 mil, lebih dari 250 mil). Mengacu pada
Holt dan Stone (dalam Kidenda, 2002) maka subjek dalam penelitian ini dapat
ditempat lainnya dan jarak fisik tertentu, telah menjalin pacaran jarak jauh
minimal 6 bulan, dan memiliki intensitas pertemuan minimal satu kali perbulan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pacaran jarak jauh adalah proses dimana
seseorang bertemu dengan orang lain yang tidak ada hubungan keluarga untuk
menjajaki kemungkinan untuk dijadikan pasangan hidup yang berada ditempat
lainnya dengan jarak fisik tertentu, telah menjalani pacaran jauh minimal 6 bulan
dan memiliki intensitas pertemuan minimal satu kali perbulannya.
b. Faktor Penyebab Pacaran Jarak Jauh
Kaufmann (2000) menyatakan bahwa factor-faktor penyebab individu
menjalani pacaran jarak jauh diantaranya:
1) Pendidikan
Salah satu faktor penyebab pacaran jarak jauh adalah ketika individu berusaha
untuk mengejar dan mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga
hubungan mereka dengan pasangan harus dipisahkan oleh jarak. Stafford,
Daly, dan Reske (dalam Kauffmann, 2000) menyatakan bahwa sepertiga dari
hubungan pacaran didalam universitas yang dijalani oleh mahasiswa
merupakan pacaran jarak jauh.
2) Pekerjaan
Pacaran jarak jauh juga berhubungan dengan kecenderunagn sosial pada saat
ini. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja
keluar negeri (Johnson dan Packer dalam Kuffmann,2000) dan juga dengan
karir mereka, sehingga hubungan percintaan yang terjadi harus dipisahkan
oleh jarak.
c. . Bentuk Komunikasi Dalam Pacaran Jarak Jauh
Ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari suatu hubungan.
Buck (dalam Hamptom,2004) mengatakan bahwa komunikasi adalah salah satu
fondasi untuk dapat mempertahankan suatu hubungan yang dekat. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Hamptom (2004), dihasilkan bahwa komunikasi
adalah salah satu faktor yang bersifat penting khususnya bagi individu yang
menjalin pacaran jarak jauh. Pacaran jarak ajuh adalah bentuj\k hubungan yang
dipisahakan oleh jarak fisik, yang tidak memungkinkan adanya pertemuan
(kunjungan sang pacar), komunikasi dengan tatap langsung.
Watson (2004) mengatakan ada 4 jenis komunikasi yang digunakan dalam
menjalin hubungan pacaran jarak jauh, yaitu: a. Telepon
Komunikasi dalah hubungan pacaran yang dilakukan khususnya pada
pacaran jarak jauh melalui telepon adalah yang paling sering dan banyak
dilakukan, dan komunikasi jenis ini menimbulkan kepuasan yang tertinggi bagi
masing-masing pasangan. Telepon adalah salah satu komunikasi untuk hubungan
yang dibatasi oleh waktu atau tekanan yang ada khususnya untuk yang menjalin
pacaran jarak jauh. b. Surat
Menulis surat kepada pasanagn yang biasanya ditulis secara manual yaitu
c. Elektronik mail (E-mail)
Merupakan bentuk komunikasi denagn menulis, mengirim dan menerima
pesan melalui sistem komunikasi elektronik dengan bantuan internet.
d. Online Chatting Sessions
Bentuk komunikasi ini juga dibantu oleh sistem internet. Melakukan
percakapan langsung denagn pasangan dalam bentuk tulisan.
C. Mahasiswa
Mahasiswa menurut Salim & Salim (dalam kamus umum bahasa
Indonesia, 2002) adalah orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan
diperguruan tinggi.
Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25
tahun (Winkel, 1997). Menurut Hurlock (1999) masa ini termasuk kedalam masa
dewasa dini. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur
40 tahun. Rentang umur mahasiswa ini masih dapat dibagi-bagi atas periode 18/19
tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I s/d semester IV; dalam
periode waktu 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari smester V
s/d semester VIII (Winkel, 1997).
Pada rentang umur yang pertama pada umumnya tampak ciri-ciri sebagai
berikut: stabilitas dalam kepribadian mulai meningkat; pandangan yang lebih
realistis tentang diri sendiri dan lingkungan hidupnya; kemampuan untuk
menghadapi segala permasalahan secara lebih matang; gejolak-gejolak dalam
masih sering muncul tergantung dari laju perkembangan masing-masing
mahasiswa. Pada rentang umur yang kedua pada umumnya tampak ciri-ciri
sebagai berikut: usaha memantapkan diri dalam hubungan keahlian yang telah
dipilih maupun yang berkaitan dengan percintaan; memutarbalikkan pikiran untuk
mengatasi beraneka ragam masalah. Pada masa ini terdapat kebutuhan-kebutuhan
yang harus diperhatikan terutama yang bersifat psikologis, seperti; mendapat
penghargaan dari teman, dosen, dan sesama anggota keluarga lainnya; mempunyai
pandangan spiritual tentang makna kehidupan manusia; memiliki rasa harga diri
dengan mendapatkan tanggapan dari lawan jenis dan menikmati rasa puas karena
sukses dalam studi akademik (Winkel, 1997).
D. Gambaran Kesepian Pada Mahasiswa yang Menjalani Hubungan Pacaran Jarak Jauh
Berdasarkan jarak, Hampton (2004) membagi pacaran (Romantic
Relationship) dalam dua tipe yaitu Proximal Relationship (PRs) dan Long
Distance Relationship (LDRs). Proximal Relationship dikenal sebagai pacaran
lokal dimana pasangan-pasangan yang menjalin hubungan pacaran berada pada
lokasi yang sama. Long Distance Relationship adalah pacaran yang sering disebut
dengan pacaran jarak jauh.
Mayntz (2006) menyatakan bahwa pada umumnya, pacaran jarak jauh
terjadi pada pasangan yang telah bersama sebelumnya dan salah seorang dari
mereka harus ditempatkan ditempat lain karena adanya faktor pekerjaan, sehingga
pacaran jarak jauh adalah suatu hubungan antara dua pihak yang saling
berkomitmen dimana individu tidak dapat selalu berada secara berdekatan satu
sama lain, dan tidak dapat bertemu ketika mereka saling membutuhkan, karena
bersekolah atau bekerja pada kota yang berbeda, pulau yang berbeda, bahkan
negara ataupun benua yang berbeda.
Keterpisahan fisik dengan orang yang selama ini dianggap dekat sering
kali menjadi pengalaman yang menyakitkan dan dapat mempengaruhi hampir
setiap sisi dalam kehidupan. Ketika pasangan mengalami perpisahan dalam
menjalani hubungan pacaran jarak jauh, kemungkinan akan muncul kesepian
(Fischman, dalam Baron & Byrne, 1997). Hal ini dikarenakan mereka sebelumnya
telah menghabiskan waktu bersama, saling memberi dan menerima,
mengekspresikan diri dan menjalankan komitmen bersama.
Menurut penelitian Stroube (2000), individu yang menjalani hubungan
pacaran jarak jauh pasti akan merasakan kesepian. Apapun tipe kepribadiannya,
baik introvert Maupun ekstrovert individu yang menjalani pacaran jarak jauh,
perasaan kesepian pasti akan muncul pada diri individu tersebut, hanya cara
mengatasinya saja yang berbeda. Selanjutnya, Baron & Byrne (1997)menyatakan
bahwa pacaran jarak jauh akan menyebabkan rasa kesepian, hal ini dikarenakan
keinginan memiliki hubungan interpersonal yang dekat, tetapi tidak bisa
mendapatkanny karena harus berpisah baik fisik maupun non fisik.
Menurut De Jong Gierveld (1987) kesepian sebagai suatu situasi dimana
diinginkan, ataupun situasi dimana keintiman yang diharapkan tidak sesuai
dengan kenyataan (Dalam Gierveld & Havens, 2004).
Weiss (dalam Santrock, 2003) menyatakan adanya dua jenis kesepian
yaitu isolasi emosional dan isolasi sosial yang berkaitan dengan tidak tersedianya
kondisi sosial yang berbeda-beda. Isolasi emosional (emotional isolation) adalah
suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan
hubungan yang intim; orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh
pasangannya sering mengalami kesepian jenis ini. Sebaliknya, isolasi sosial
(social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang
tidak memiliki keterlbatan dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan
adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisir, pera-peran
yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa
diasingkan, bosan dan cemas.
Menurut Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002) menyatakan
ada empat kategori perasaan yang dirasakan oleh seseorang ketika mengalami
kesepian, yaitu: desperation, impatient boredom, self-deprecation, dan
depression.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik ingin mengetahui gambaran
kesepian pada mahasiswa yang menjalani pacaran jarak jauh. Subyek pada
penelitian ini adalah mahasiswa karena sesuai yang dikatakan oleh
Dellmann-Jenkins, Bernard-Paolucci & Rushing (dalam Dainton & Aylor, 2001) bahwa 25
%-40% hubungan yang dijalani oleh mahasiswa dalam lingkungan universitas
E. Paradigma Penelitian
- Keterpisahan secara fisik - Keterpisahan secara geografis - Bertempat tinggal berpisah - Tidak dapat selalu bersama - Tidak dapat bertemu dalam waktu
yang terhitung lama
- Waktu untuk bersama terbatas
- Tidak terpisah secara fisik
- Tinggal dalam kota atau Negara yang sama - Dapat selalu bersama - Dapat selalu bertemu kapan saja dan dimana saja
- Tidak ada batasan untuk selalu bersama
KESEPIAN
Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002) ada empat kategori perasaan yang dirasakan oleh seseorang ketika mengalami kesepian:
a. Desperation
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut
cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan
kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif.
Menurut Azwar (2000) metode deskriptif merupakan metode yang
bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan
karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Dalam penelitian
ini, data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud
mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari
implikasi.
Jenis penelitian ini tidak mempersoalkan hubungan antar variable, dan
tidak melakukan pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya berupa deskripsi
mengenai variable-variabel tertentu dengan menyajikan frekuensi, angka rata-rata,
atau kualifikasi lainnya untuk setiap kategori disuatu variabel. Dalam pengolahan
dan analisis data menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriptif
(Faisal, 1995).
Punch (1998) menyatakan bahwa ada dua kegunaan dilakukannya
penelitian deskriptif. Pertama, untuk pengembangan teori dan area penelitian yang
baru, dimana sebelum merencanakan/ melakukan penelitian yang lebih mendalam
perhatian pada deskripsi yang sistematis terhadap objek penelitian. Kedua,
deskripsi yang tepat mengenai proses-proses sosial yang kompleks dapat
membantu kita untuk memahami factor apa saja yang mempengaruhi suatu
variable dan factor apa yang perlu diteliti lebih lanjut dalam penelitian berikutnya
secara lebih mendalam.
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka variabel yang hendak diteliti dalam
penelitian ini adalah kesepian.
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kesepian
Kesepian adalah kesepian merupakan perasaan yang tidak menyenangkan
yang disebabkan tidak adanya hubungan sosial seperti yang diharapkan dan tidak
adanya hubungan intim karena terputusnya kontak sosial dengan orang-orang
tertentu seperti anak, pasangan, orangtua atau relasi.
Kesepian dalam penelitian ini akan diungkap dengan alat ukur berupa
skala yang disusun berdasarkan perasaan-perasaan ketika kesepian yang
dikemukakan oleh Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002) yaitu
desperation, impatient-baredom, self-deprecation dan depression. Semakin tinggi
skor yang diperoleh seseorang dalam skala kesepian yang diberikan, artinya
semakin tinggi perasaan kesepian yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah
skor yang dimiliki seseorang dalam skala kesepian yang diberikan, artinya
C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi
dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu
sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi yang dipergunakan dalam penelitian
individu yang menjalani pacaran jarak jauh. Mengingat keterbatasan peneliti
untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian
dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai sample penelitian, atau yang
dikenal dengan nama sample. Adapun karakteristik sample dalam penelitian ini
adalah: mahasiswa yang menjalani pacaran jarak jauh
2. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk
mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu agar
diperoleh sampel yang dapat mewakili populasi (Hadi, 2000). Dalam penelitian
ini metode pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling.
Incidental sampling diperoleh semata-mata dari keadaan insidental atau kebetulan
(Hadi, 2000).
Menurut Hadi (2000) teknik ini memiliki kelebihan dan kelemahan
didalam membuat kesimpulan dari suatu penelitian. Kelebihan teknik ini adalah
kemudahan dalam menemukan sampel, menghemat waktu, tenaga, biaya dan
adanya keterandalan subjektifitas peneliti yaitu kemampuan peneliti untuk melihat
bahwa subjek yang dipilih sudah sesuai dengan karakteristik subjek penelitian
keyakinan yang tinggi sehingga sulit untuk menarik kesimpulan ataupun
mengeneralisasikannya ke populasi lain. Selain itu, keterandalan subjektifitas
peneliti juga memiliki resiko kemungkinan terjadinya bias dalam pemilihan
sampel.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan pada mahasiswa yang berada di kota Medan.
Pemilihan lokasi merupakan domisili peneliti sehingga dapat memberikan
kemudahan untuk menemukan partisipan dan memperlancar proses penelitian.
4. Jumlah Sampel Penelitian
Tidak ada batasan mengenai berapa jumlah sample ideal yang harus
digunakan dalam suatu penelitian. Menurut Azwar (2000), secara tradisional
statistika menganggap bahwa jumlah sample yang lebih dari 50 subjek sudah
cukup banyak. Hadi (2000) menyatakan bahwa menetapkan jumlah sample yang
banyak lebih baik daripada menetapkan jumlah sample yang sedikit. Mengingat
keterbatasan peneliti untuk mendapatkan subjek yang tersedia, maka penelitian ini
menggunakan sample sebanyak 50 orang.
D. Alat Ukur yang digunakan
Metode yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti pada
mahasiswa yang menjalani pacaran jarak jauh adalah metode skala. Metode skala
digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis
yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indicator-indikator perilaku
Azwar (2000) mengemukakan kebaikan- kebaikan skala dan alasan-alasan
penggunaanya, yaitu:
1. Pertanyaan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi
dari keadaan subjek sendiri yang tidak disadari.
2. Skala digunakan untuk mengungkapkan suatu atribut tunggal.
3. Subjek tidak menyadari arah jawaban yang sesungguhnya diungkap dari
pertanyaan skala.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengukur
kesepian, dengan menggunakan skala kesepian yang dibuat berdasarkan teori
yang dikemukankan oleh Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002)
yaitu desperation, impatien boredom, self-deprecation, dan depression.
Jenis skala dalam penelitian ini adalah skala langsung, yaitu skala yang
diberikan secara langsung kepada subjek penelitian. Sedangkan menurut tipenya
skala kesepian adalah tipe pilihan, yaitu skala yang telah disediakan alternatif
jawaban sehingga subjek tinggal memilih salah satu alternatif jawaban tersebut.
Hadi (1990) mengemukakan bahwa angket type pilihan akan lebih menarik bagi
responden karena hanya diperlukan waktu yang lebih singkat untuk menjawabnya.
Skala ini menggunakan skala interval dan disajikan dalam bentuk
pernyataan-pernyataan favorable dan unfavorable. Nilai setiap pilihan jawaban bergerak dari
bobot penilaian untuk setiap pernyataan, apakan favorable atau unfavorable.
Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert. Penskalaan ini
merupakan model penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi
kesepian diatas berdasarkan format skala Likert. Nilai skala setiap pernyataan
diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung (Favourable) atau
tidak mendukung (Unfavourable) terhadap setiap pernyataan dalam keempat
kategori jawaban yaitu ”sangat setuju (SS)”, ”setuju (S)”,”tidak setuju (TS) ”,dan
”sangat tidak setuju (STS)”. Penilaian butir Favourable bergerak dari angka 4
(sangat setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju) dan angka 1 (sangat tidak setuju).
Penilaian butir Unfavourable bergerak dari angka 1 (sangat setuju), 2 (setuju), 3
(tidak setuju) dan angka 4 (sangat tidak setuju).
E. Uji Coba Alat Ukur 1. Validitas alat ukur
Untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang
akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu pengujian valifitas (Azwar,
2007). Di dalam penelitian ini akan diuji validitasnya berdasarkan validitas isi.
Validitas isi tes ditentukan melalui pendapat professional (professional
judgement) dalam proses telaah soal. Pendapat professional diperoleh dengan cara
berkonsultasi dengan dosen pembimbing.
2. Uji Daya Beda Item dan Reliabilitas alat ukur
Dalam praktek pengukuran, ada 2 syarat ilmiah yang harus dimiliki suatu
alat ukur agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
a. Daya beda aitem
Daya beda aitem atau daya diskriminasi aitem merupakan parameter