• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kesepian Pada Mahasiswa Yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Kesepian Pada Mahasiswa Yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN KESEPIAN PADA MAHASISWA YANG

MENJALANI PACARAN JARAK JAUH

S k r i p s i

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Disusun Oleh:

SELVIDA ARIEF

041301010

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

SKRIPSI

GAMBARAN KESEPIAN PADA MAHASISWA YANG MENJALANI PACARAN JARAK JAUH

Dipersiapkan dan disusun oleh:

SELVIDA ARIEF 041301010

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada tanggal

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi

Prof.Dr.Irmawati, psikolog NIP.195301311980032001

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya

bahwa skripsi saya yang berjudul:

GAMBARAN KESEPIAN PADA MAHASISWA YANG MENJALANI PACARAN JARAK JAUH

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari

hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi

ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera

Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juni 2011

SELVIDA ARIEF

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat

dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Gambaran Kebahagiaan pada Biarawati” ini. Skripsi ini diajukan untuk

memperoleh gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Pembuatan skripsi ini merupakan pengalaman pertama penulis, sehingga penulis

mohon maaf jika sekiranya dalam skripsi ini terdapat kejanggalan-kejanggalan

baik isi maupun cara penulisannya yang masih banyak terdapat kesalahan.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan

dari berbagai pihak. Bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan

terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara.

2. Papa, Mama yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi kepada

penulis. Terimakasih atas segala kasih sayang, cinta serta dukangan baik

moril dan materil yang telah diberikan. Semua ini penulis lakukan hanya

untuk membahagiakan Papa dan Mama. Penulis tidak akan mengecewakan

Papa, Mama. Penulis juga mengharapkan dukungan dari Papa, Mama untuk

kehidupan penulis kedepan. Terus doakan penulis. Buat Kakak (Kak Itha) dan

Abang (Bang Adhy dan Bang Rudy) yang terus menyemangati penulis dan

telah memberikan bantuan untuk kuliah dan skripsi penulis serta kasih sayang

yang telah diberikan. Jasa-jasa kalian takkan penulis lupakan. Buat

(5)

hidup ini takkan seindah ini. Semoga kalian juga sukses di masa depan.

Amin.

3. Ibu Aprillia Fadjar Pertiwi, M.Si selaku dosen pembimbing penulis.

Terimakasih banyak atas saran dan arahan yang telah diberikan serta

kesabaran yang tulus dalam membimbing penulis.

4. Buat Ibu Ika Sari dan Kak Lisa, terimakasih banyak atas saran, masukan dan

kesediaan untuk menjadi penguji saya.

5. Kak Juli (Kak Booss)… terimakasih peneliti ucapkan atas kesabarannya serta

peneliti memohon maaf jika ada yang tidak berkenan di hati kakak baik

ucapan atopun perilaku peneliti. Maafin yaa kak.

6. Terimakasih kepada Billy Zoel Coal yang telah rela menemani penulis hingga

proses pembuatan skripsi ini selesai. Terimakasih juga atas semangat, arahan,

ajaran yang bermanfaat dan dukungan yang telah diberikan, penulis akan

selalu mengingatnya. Do’a penulis semoga cita-cita kita tercapai amiin..”.

7. Buat teman-teman seperjuangan Qoyin, Ema, Neni, Dinda, Risda dan lainnya

yang tak bisa penulis sebutkan satu-satu. Terimakasih atas semua yang telah

kalian lakukan untuk membantu penyelesaian skripsi ini. Penulis bangga

punya teman seperti kalian. Semoga kita semua sukses.

8. Kepada semua subjek peneliti yang telah bersedia dan telah meluangkan

waktu untuk mengisi kuesioner peneliti, terimakasih banyak.

9. Kepada seluruh staff dan dosen pengajar Fakultas Psikologi USU, penulis

(6)

10. Buat pa’ As dan kak Devi, peneliti sangat berterimakasih, berkat kalianlah

dan semangat dari kalian peneliti dapat siding tepat waktu.

11. Buat seluruh keluarga besar penulis, terimakasih untuk semua dukungan dan

kasih sayang. Doakan Ayu sukses yaah.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas

segala kebaikan kita semua. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2011

(7)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Perumusan masalah………..……6

C. Tujuan penelitian………..7

D. Manfaat penelitian………7

E. Sistematika penulisan……….…..8

BAB II LANDASAN TEORI A.KEBAHAGIAAN 1. Definisi Kebahagiaan………9

2. Komponen-Komponen Kebahagiaan………..………...10

3.Unsur-Unsur Kebahagiaan pada Biarawati………...………12

4.Karakteristik Orang yang Bahagia………13

5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan………14

6.Pengukuran Kebahagiaan……….…17

B. BIARAWATI 1. Pengertian Biarawati………..……….21

2. Proses menjadi biarawati……….………..………..25

3. Kongregasi/ordo biarawati………..…26

C. Gambaran kebahagiaan pada biarawat………28

D. Permasalahan penelitian………..29

(8)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Identifikasi variabel penelitian………32

B. Definisi operasional variabel penelitian………..32

C. Populasi dan metode pengambilan sampel……….………33

D. Alat ukur yang digunakan……….….35

E. Validitas dan reliabilitas alat ukur………...37

F. Prosedur pelaksanaan penelitian………...……...41

G. Metode analisis data………...43

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Analisa data………..45

1. Gambaran umum subjek penelitian……….45

2. Hasil penelitian………49

Pembahasan……….56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………...66

B. Saran………...68

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel.1 Komponen Kebahagiaan oleh Diener (1985)….………11 Tabel.2 Blue Print Distribusi Aitem Satisfaction with Life Scale…………...40 Tabel.3 Hasil Analisa Deskriptif Kebahagiaan pada Biarawati………..50 Tabel.4 Gambaran Kriteria Kategorisasi Skor Kebahagiaan pada Biarawati…..51 Tabel.5 Hasil Analisa Deskiptif Kebahagiaan pada Biarawati berdasarkan Ordo/Kongregasi………..53 Tabel.6 Hasil Analisa Deskriptif Kebahagiaan pada Biarawati berdasarkan

Usia………..54 Tabel.7 Hasil Analisa Deskriptif Kebahagiaan pada Biarawati berdasarkan

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(11)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

(12)

Gambaran Kesepian Pada Mahasiswa Yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh Selvida Arief dan Rodiatul Hasanah

ABSTRAK

Bagi kebanyakan individu, kebahagiaan dipengaruhi oleh kepemilikan uang, pasangan dan kebebasan. Namun ada sekelompok individu yang justru hidup dengan menolak faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan tersebut, seperti biarawati. Biarawati terikat pada tiga kaul yaitu kaul kemiskinan, ketaatan dan kemurnian yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebahagiaan pada biarawati. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner kebahagiaan dengan reliabilitas (r) = 0,662 yang disusun berdasarkan satisfaction with life scale yang dikemukakan oleh Diener (1985) dan telah diadaptasi peneliti. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling. Sampel berjumlah 44 orang biarawati yang berada di Kota Medan dan sekitarnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebahagiaan pada biarawati secara umum berada dalam kategori cukup bahagia sebanyak 21 orang biarawati (47,72%), 14 orang biarawati (31,81%) dalam kategori sangat bahagia dan kurang bahagia sebanyak 9 orang biarawati (20,45%). Biarawati yang berada pada usia 28 tahun – 33 tahun secara rata-rata lebih bahagia dibandingkan dengan kelompok usia lainnya yang ada pada penelitian ini. Hal ini dijelaskan oleh Levinson (1980) individu mengalami periode transisi sehingga ia harus menghadapi persoalan penentuan tujuan yang lebih serius dalam hidupnya. Sementara berdasarkan ordo/kongregasi diperoleh gambaran bahwa ordo/kongregasi KSFL dan FSE secara rata-rata lebih bahagia dibandingkan dengan ordo yang lainnya yang ada pada penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh ordo KSFL dan FSE mempunyai bidang pelayanan dan misi spiritual dalam bidang sosial dan pelayanan pada orang sakit dimana menurut Torrent (1985) bahwa individu yang melayani dan mendampingi orang sakit bahkan sakit kronis lebih dapat menuangkan seluruh rasa sosial mereka untuk membantu orang sakit dan merasa lebih puas dengan apa yang telah mereka lakukan. Sedangkan menurut Holt Lunstad (2004) menyatakan bahwa orang-orang yang melakukan hubungan sosial dengan sukarela akan lebih merasa bahagia dibanding dengan orang yang tidak melakukan hubungan sosial.

Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman pada masyarakat secara umum dan umat Katolik secara khusus bahwa biarawati yang menjalani pola kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya juga bisa merasakan kebahagiaan.

(13)

Description of Loneliness of Long Distance Relationship to College Students Selvida Arief and Rodiatul Hasanah

ABSTRACT

For most individuals, happiness is influenced by the ownership of money, the couple and freedom. But there is a group of individuals who actually live by rejecting the factors that affect happiness, such as nuns. Nuns attached to the three vows are vows of poverty, obedience and purity that are different from society in general.

This study aims to find a description of happiness in the nuns. Measuring instruments used are questionnaires happiness with reliability (r) = 0.662 which is based on satisfaction with life scale proposed by Diener (1985) and has been adapted researchers. The method used is descriptive quantitative method. The sampling technique used is incidental sampling. The sample amounted to 44 people who were nuns in the city of Medan and surrounding areas. The results showed that the happiness of the nuns in general are in a category quite happy nuns as many as 21 people (47.72%), 14 nuns (31.81%) in the category of very happy and less happy nuns as many as 9 people (20.45% .) The nun who is in age 28 years - 33 years on average, happier than any other age group in this study. This is described by Levinson (1980) of individuals experiencing a transition period so that he must face the problem determination of a more serious purpose in his life. While based on the religious orders and congregations shows the religious orders and congregations KSFL and FSE on average happier than the other orders that exist in this study. This is caused by the order KSFL and FSE has the field of service and spiritual mission in the field of social and service to the sick where according Torrent (1985) that individuals who serve and assist the sick and even more chronic pain can pour all their social sense to help the sick and feel more satisfied with what they have done. Meanwhile, according to Holt Lunstad (2004) states that the people who make social relationships with the voluntary will be more happy than people who do not do social relations.

The results of this study may provide insight to the community in general and Catholics in particular that nun who underwent different patterns of life with the public at large could also feel the happiness.

(14)

Gambaran Kesepian Pada Mahasiswa Yang Menjalani Pacaran Jarak Jauh Selvida Arief dan Rodiatul Hasanah

ABSTRAK

Bagi kebanyakan individu, kebahagiaan dipengaruhi oleh kepemilikan uang, pasangan dan kebebasan. Namun ada sekelompok individu yang justru hidup dengan menolak faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan tersebut, seperti biarawati. Biarawati terikat pada tiga kaul yaitu kaul kemiskinan, ketaatan dan kemurnian yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebahagiaan pada biarawati. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner kebahagiaan dengan reliabilitas (r) = 0,662 yang disusun berdasarkan satisfaction with life scale yang dikemukakan oleh Diener (1985) dan telah diadaptasi peneliti. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling. Sampel berjumlah 44 orang biarawati yang berada di Kota Medan dan sekitarnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebahagiaan pada biarawati secara umum berada dalam kategori cukup bahagia sebanyak 21 orang biarawati (47,72%), 14 orang biarawati (31,81%) dalam kategori sangat bahagia dan kurang bahagia sebanyak 9 orang biarawati (20,45%). Biarawati yang berada pada usia 28 tahun – 33 tahun secara rata-rata lebih bahagia dibandingkan dengan kelompok usia lainnya yang ada pada penelitian ini. Hal ini dijelaskan oleh Levinson (1980) individu mengalami periode transisi sehingga ia harus menghadapi persoalan penentuan tujuan yang lebih serius dalam hidupnya. Sementara berdasarkan ordo/kongregasi diperoleh gambaran bahwa ordo/kongregasi KSFL dan FSE secara rata-rata lebih bahagia dibandingkan dengan ordo yang lainnya yang ada pada penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh ordo KSFL dan FSE mempunyai bidang pelayanan dan misi spiritual dalam bidang sosial dan pelayanan pada orang sakit dimana menurut Torrent (1985) bahwa individu yang melayani dan mendampingi orang sakit bahkan sakit kronis lebih dapat menuangkan seluruh rasa sosial mereka untuk membantu orang sakit dan merasa lebih puas dengan apa yang telah mereka lakukan. Sedangkan menurut Holt Lunstad (2004) menyatakan bahwa orang-orang yang melakukan hubungan sosial dengan sukarela akan lebih merasa bahagia dibanding dengan orang yang tidak melakukan hubungan sosial.

Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman pada masyarakat secara umum dan umat Katolik secara khusus bahwa biarawati yang menjalani pola kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya juga bisa merasakan kebahagiaan.

(15)

Description of Loneliness of Long Distance Relationship to College Students Selvida Arief and Rodiatul Hasanah

ABSTRACT

For most individuals, happiness is influenced by the ownership of money, the couple and freedom. But there is a group of individuals who actually live by rejecting the factors that affect happiness, such as nuns. Nuns attached to the three vows are vows of poverty, obedience and purity that are different from society in general.

This study aims to find a description of happiness in the nuns. Measuring instruments used are questionnaires happiness with reliability (r) = 0.662 which is based on satisfaction with life scale proposed by Diener (1985) and has been adapted researchers. The method used is descriptive quantitative method. The sampling technique used is incidental sampling. The sample amounted to 44 people who were nuns in the city of Medan and surrounding areas. The results showed that the happiness of the nuns in general are in a category quite happy nuns as many as 21 people (47.72%), 14 nuns (31.81%) in the category of very happy and less happy nuns as many as 9 people (20.45% .) The nun who is in age 28 years - 33 years on average, happier than any other age group in this study. This is described by Levinson (1980) of individuals experiencing a transition period so that he must face the problem determination of a more serious purpose in his life. While based on the religious orders and congregations shows the religious orders and congregations KSFL and FSE on average happier than the other orders that exist in this study. This is caused by the order KSFL and FSE has the field of service and spiritual mission in the field of social and service to the sick where according Torrent (1985) that individuals who serve and assist the sick and even more chronic pain can pour all their social sense to help the sick and feel more satisfied with what they have done. Meanwhile, according to Holt Lunstad (2004) states that the people who make social relationships with the voluntary will be more happy than people who do not do social relations.

The results of this study may provide insight to the community in general and Catholics in particular that nun who underwent different patterns of life with the public at large could also feel the happiness.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam

rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

dan akan memasuki tahap pencapaian kedewasaan dengan segala tantangan yang

lebih beragam bentuknya. Salah satu tugas perkembangan dewasa awal berkisar

pada pembinaan hubungan dengan orang lain, terutama hubungan dengan lawan

jenis, yang ditandai dengan saling mengenal pribadi seseorang baik kekurangan

ataupun kelebihan masing-masing individu. Menurut pendapat Hurlock (1980),

proses membentuk dan membangun hubungan personal dengan lawan jenis ini

dapat berlangsung melalui apa yang biasa disebut sebagai hubungan pacaran.

Umumnya pacaran sudah dimulai sejak dewasa awal yang berada pada

rentang usia 18-40 tahun dan merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola

hidup yang baru dan harapan sosial yang baru pula. Menurut Dacey dan Kenny

(1997) pacaran adalah aktivitas sosial yang membolehkan dua orang yang berbeda

jenis kelaminnya untuk terikat dalam interaksi sosial dengan pasangan yang tidak

ada hubungan keluarga. Selanjutnya, Sazton (dalam Bowman, 1978), juga

menyatakan bahwa pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan

meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh

kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis). Pacaran juga didasarkan

(17)

Perasaan-perasaan ini dapat berupa perhatian, rasa sayang dan cinta, ingin memiliki, selalu

ingin didekatnya, perasaan rindu dan lain-lain.

Berdasarkan jarak, Hampton (2004) membagi pacaran (Romantic

Relationship) dalam dua tipe yaitu Proximal Relationship (PRs) dan Long

Distance Relationship (LDRs). Proximal Relationship dikenal sebagai pacaran

lokal dimana pasangan-pasangan yang menjalin hubungan pacaran berada pada

lokasi yang sama. Long distance relationship adalah pacaran yang sering disebut

dengan pacaran jarak jauh.

Mayntz (2006) menyatakan bahwa pada umumnya, pacaran jarak jauh

terjadi pada pasangan yang telah bersama sebelumnya dan salah seorang dari

mereka harus ditempatkan ditempat lain karena adanya faktor pekerjaan, sehingga

memaksa hubungan mereka terpisah oleh jarak. Knys (1989) juga menyatakan

pacaran jarak jauh adalah suatu hubungan antara dua pihak yang saling

berkomitmen dimana individu tidak dapat selalu berada secara berdekatan satu

sama lain, dan tidak dapat bertemu ketika mereka saling membutuhkan, karena

bersekolah atau bekerja pada kota yang berbeda, pulau yang berbeda, bahkan

negara ataupun benua yang berbeda.

Menurut Ensiklopedia online wikipedia menjelaskan bahwa dalam

menjalani pacaran jarak jauh seseorang akan mengalami keterpisahan secara fisik,

keterpisahan secara geografis, tidak dapat selalu bersama, bertempat tinggal

terpisah, memiliki keinginan untuk dapat bersama tetapi tidak dapat terpenuhi,

tidak dapat berjumpa untuk waktu yang terhitung lama dan waktu untuk bersama

(18)

penelitiannya mengenai hubungan pacaran jarak jauh, menyatakan bahwa

hubungan pacaran jarak jauh memiliki sisi negatif, yaitu kedua belah pihak

memerlukan biaya yang cukup besar untuk mempertahankan hubungan dan hal ini

biasanya sangat dirasakan oleh mahasiswa yang hidup dalam anggaran yang

terbatas. Mahalnya biaya telepon dan perjalanan jarak jauh menjadi kendali

tersendiri. Selain itu, individu yang menjalani hubungan ini cenderung memiliki

pengharapan yang tinggi akan kualitas waktu yang dihabiskan bersama pasangan.

Jika waktu berkunjung tidak sesuai dengan harapan, maka dapat menimbulkan

perasaan kecewa dan bahkan merasa kesepian.

Menurut penelitian Stroube (2000), individu yang menjalani hubungan

pacaran jarak jauh akan merasakan kesepian. Apapun tipe kepribadiannya, baik

introvert maupun ekstrovert individu yang menjalani pacaran jarak jauh, perasaan

kesepian pasti akan muncul pada diri individu tersebut, hanya cara mengatasinya

saja yang berbeda. Selanjutnya, Baron & Byrne (1997) juga menyatakan bahwa

pacaran jarak jauh akan menyebabkan rasa kesepian, hal ini dikarenakan

keinginan memiliki hubungan interpersonal yang dekat, tetapi tidak bisa

mendapatkannya karena harus berpisah baik fisik maupun emosional.

Keterpisahan fisik dengan orang yang selama ini dianggap dekat sering

kali menjadi pengalaman yang menyakitkan dan dapat mempengaruhi hampir

setiap sisi dalam kehidupan. Ketika pasangan mengalami perpisahan dalam

menjalani hubungan pacaran jarak jauh, kemungkinan akan muncul kesepian

(19)

telah menghabiskan waktu bersama, saling memberi dan menerima,

mengekspresikan diri dan menjalankan komitmen bersama.

Menurut penelitian Blomqvist, Roustasalo & Pitjaka (2003), kesepian

adalah perasaan yang sangat dikhawatirkan, karena kesepian itu akan

menimbulkan dampak negative daripada dampak positifnya. Pada penelitian

mereka, perasaan kesepian dapat menimbulkan depresi, konsentrasi yang

berkurang, dan bisa mengakibatkan kefatalan dan dapat merugikan diri sendiri.

Kesepian merupakan fenomena yang universal dan hal tersebut didiagnosa

sebagai terminal illness (Rokach,2000) dan kesepian merupakan masalah yang

penting dan serius (Fisiloglu & Demir, 1999). Menurut Felman (1995) kesepian

adalah ketidakmampuan dalam menciptakan tingkat kepuasan afiliasi. Hal ini

didukung oleh Brock (1997) yang menyatakan bahwa individu yang kesepian

berhubungan dengan perilaku menyimpang sebagai seseorang yang secara umum

tidak terpuaskan.

Selain itu, Brehm (2002) mengatakan bahwa kesepian juga dapat muncul

karena terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dalam suatu

hubungan. Pada saat tertentu hubungan sosial yang dimiliki seseorang sangat

memuaskan sehingga orang tersebut tidak mengalami kesepian, tetapi pada saat

yang lain, dimana hubungan tersebut telah terpisahkan oleh jarak dan tidak lagi

saling bertemu. Kesepian diartikan oleh Peplau dan Perlman sebagai perasaan

dirugikan dan tidak terpuaskan yang dihasilkan dari kesenjangan antara hubungan

sosial yng diinginkan dan hubungan sosial yang dimiliki (dalam Brage, Meredith

(20)

merupakan reaksi dari ketiadaan jenis-jenis tertentu dari hubungan. Selanjutnya,

menurut De Jong Gierveld (1987) kesepian sebagai suatu situasi dimana jumlah

atau kuantitas dari hubungan yang ada lebih kurang dari hubungan yang

diinginkan, ataupun situasi dimana keintiman yang diharapkan tidak sesuai

dengan kenyataan (Dalam Gierveld & Havens, 2004).

Kesepian terjadi didalam diri seseorang dan tidak dapat dideteksi dengan

hanya melihat orang tersebut, sehingga kesepian lebih bersifat subjektif yang

dirasakan pada saat hubungan sosial. Kita mengalami suatu kekurangan yang bisa

bersifat kuantitatif seperti kita mungkin tidak mempunyai teman atau mempunyai

sedikit teman dimana tidak seperti yang kita inginkan; dan dapat pula bersifat

kualitatif seperti kita merasa bahwa hubungan sosial kita kurang memuaskan

dibandingkan dengan apa yang kita harapkan (Sears dkk, 1999).

Weiss (dalam Santrock, 2003) menyatakan adanya dua jenis kesepian

yaitu isolasi emosional dan isolasi sosial yang berkaitan dengan tidak tersedianya

kondisi sosial yang berbeda-beda. Isolasi emosional (emotional isolation) adalah

suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan

hubungan yang intim; orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh

pasangannya sering mengalami kesepian jenis ini. Sebaliknya, isolasi sosial

(social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang

tidak memiliki keterlibatan dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan

adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisir, peran-peran

yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa

(21)

Menurut Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm et.al, 2002)

menyatakan ada empat kategori perasaan yang dirasakan oleh seseorang ketika

mengalami kesepian, yaitu: desperation, impatient boredom, self-deprecation, dan

depression. Pertama, desperation merupakan perasaan putus asa, kehilangan

harapan, serta perasaan yang sangat menyedihkan sehingga seseorang mampu

melakukan tindakan nekat. Kedua, impatient boredom merasakan perasaan bosan

yang tidak tertahankan, jenuh, serta tidak sabar. Ketiga, self-deprecation

merupakan perasaan dimana seseorang tidak mampu menyelesaikan masalahnya,

mulai menyalahkan diri sendiri serta mengutuk diri sendiri. Keempat, depression

merupakan perasaan emosional yang tertekan secara terus menerus yang ditandai

dengan perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik ingin mengetahui gambaran

kesepian pada mahasiswa yang menjalani pacaran jarak jauh. Subyek pada

penelitian ini adalah mahasiswa karena sesuai yang dikatakan oleh

Dellmann-Jenkins, Bernard-Paolucci & Rushing (dalam Dainton & Aylor, 2001) bahwa 25

%-40% hubungan yang dijalani oleh mahasiswa dalam lingkungan universitas

merupakan pacaran jarak jauh.

B. Pertanyaan Penelitian

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian

yaitu: “Bagaimanakah gambaran kesepian pada mahasiswa yang menjalani

(22)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kesepian pada

mahasiswa saat menjalani pacaran jarak jauh.

D. Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini digunakan untuk melihat gambaran kesepian

pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh. Penelitian ini juga diharapkan

dapat memberikan sumbangan yang akan memperkaya ilmu pengetahuan

psikologi, khususnya psikologi klinis, terutama yang berkaitan dengan tema

kesepian dan pacaran jarak jauh serta diharapkan dapat memberikan informasi

bagi peneliti-peneliti lain yang berkaitan untuk meneliti tentang pacaran jarak

jauh.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pasangan

yang sedang menjalani pacaran jarak jauh dalam menghadapi kesepian yang

(23)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Kesepian

1. Pengertian Kesepian

Kesepian diartikan oleh De Jong Gierveld (1987) sebagai suatu situasi

dimana jumlah atau kuantitas dari hubungan yang ada lebih kurang dari hubungan

yang diinginkan, ataupun situasi dimana keintiman yang diharapkan tidak sesuai

dengan kenyataan (Dalam Gierveld & Havens, 2004).

Menurut pendapat Robert Weiss (Dalam Santrock,2003), kesepian

merupakan reaksi dari ketiadaan dari jenis-jenis tertentu dari suatu hubungan.

Sementara Archibald, Bartholomew, dan Marx (Dalam Baron & Byrne,2000)

menyatakan bahwa kesepian adalah reaksi emosi dan kognisi karena memiliki

hubungan yang sedikit dan tidak memuaskan dari yang diharapkan.

Peplau dan Perlman menyimpulkan tiga elemen dari definisi kesepian

yaitu:

a. Merupakan pengalaman subjektif, yang mana tidak bisa diukur dengan

observasi sederhana.

b. Kesepian merupakan perasaan yang tidak menyenangkan

c. Secara umum merupakan hasil dari kurangnya atau terhambatnya

hubungan sosial (Dalam Wrightsman, 1993).

Bruno (2000) menyebutkan kesepian sebagai suatu keadaan mental dan

emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan

(24)

akan disertai oleh berbagai macam emosi negatif seperti depresi, kecemasan,

ketidakbahagiaan, ketidakpuasan, serta menyalahkn diri sendiri (Anderson,1994).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

kesepian merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang disebabkan tidak

adanya hubungan sosial seperti yang diharapkan dan tidak adanya hubungan intim

karena terputusnya kontak sosial dengan orang-orang tertentu seperti anak,

pasangan, orangtua atau relasi.

2. Bentuk-Bentuk Kesepian

Weiss (Dalam Santrock, 2003) menyebutkan adanya dua bentuk kesepian

yang berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda, yaitu:

a. Isolasi Emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang

muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim,;

orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya

sering mengalami kesepian jenis ini.

b. Isolasi Sosial (social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul

ketika seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam

dirinya; tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang

melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang

terorganisir, peran-peran yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat

membuat seseorang merasa diasingkan, bosan dan cemas.

Sementara menurut Young (dalam Weiten & Lloyd,2006) membagi

(25)

a. Transient Lonelliness , yaitu perasaan kesepian yang singkat dan muncul

sesekali , hanya dialami individu ketika kehidupan sosialnya sudah cukup

layak.

b. Transitional Lonellines, yaituketika individu yang sebelumnya sudah

merasa puas dengan kehidupan sosialnya menjadi kesepian setelah

mengalami gangguan dalam hubungan sosialnya (kematian orang yang

dicintai, perceraian, pindah kelokasi baru).

c. Chronic Lonelliness , yaitu kondisi yang mempengaruhi seseorang yang

tidak mampu mengembangkan kepuasan dalam jaringan sosial yang

dimilikinya setelah jangka waktu tertentu. Chronic Lonelliness

menghabiskan waktu yang panjang dan tidak dapat dihubungkan dengan

stressor yang spesifik. Orang yang mengalami Chronic Lonelliness bisa

saja berada dalam kontak sosial namun tidak memperoleh tingkat intimasi

dengan orang lain dalam interaksi tersebut (Berg & Peplau,1982 ).

3. Penyebab Kesepian

Menurut Brehm et.al (2002) terdapat empat hal yang menyebabkan

seseorang mengalami kesepian, yaitu:

a. Ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang

Menurut Brehm et.al (2002), hubungan seseorang yang tidak adekuat akan

menyebabkan seseorang tidak puas akan hubungan yang dimilikinya. Ada banyak

(26)

Rubenstein dan Shaver (dalam Brehm,dkk,2002) menyimpulkan beberapa

alas an yang banyak dikemukakan oleh orang yang kesepian, yaitu sebagai

berikut:

a. Being Unattached; tidak memiliki pasangan, tidak memiliki patner

seksual, berpisah dengan pasangan atau kekasih.

b. Alienation (terasing); merasa berbeda,merasa tidak dimengerti, tidak

dibutuhkan dan tidak memiliki teman dekat.

c. Being Alone (hidup sendiri); pulang kerumah tanpa ada yang menyambut.

d. Force Isolation (Pengasingan); dikurung didalam rumah, dirawat inap

dirumah sakit, tidak bisa kemana-mana.

e. Dislocation (Dislokasi); jauh dari rumah (merantau), memiliki pekerjaan

atau sekolah baru, sering pindah rumah dan sering melakukan perjalanan

jauh.

Kelima kategori ini dapat dibedakan berdasarkan berdasarkan

penyebabnya. being unattached, alienation, being alone disebabkan oleh

karakteristik individu yang kesepian, sedangkan force isolation, dislocation

disebabkan oleh karakteristik orang-orang yang berada disekitar lingkungan

individu yang merasa kesepian.

b. Terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu

hubungan.

Kesepian juga dapat muncul karena terjadinya perubahan terhadap apa

(27)

dimiliki seseorang cukup memuaskan, orang tersebut tidak mengalami kesepian.

Akan tetapi ada saat dimana hubungan tersebut tidak lagi memuaskan, karena

orang itu telah merubah apa yang diinginkannya dari hubungan tersebut. Menurut

Peplau (dalam Brehm et.al,2002) perubahan itu dapat muncul dari beberapa

sumber yaitu:

1. Perubahan mood seseorang. jenis hubungan yang diinginkan

seseorang ketika sedang senang berbeda dengan jenis hubungan

ketika sedang sedih.

2. Usia. seiring dengan bertambahnya usia, perkembangan seseorang

membawa berrbagai perubahan yang akan mempengaruhi harapan

atau keinginan orang itu terhadap suatu hubungan.

3. Perubahan situasi. Banyak orang tidak mau menjalin hubungan

emosional yang dekat dengan orang lain yang sedang membina

karir. Ketika karir sudah mapan orang tersebut akan dihadapkan

pada kebutuhan yang besar akan sesuatu hubungan yang memiliki

komitmen secara emosional.

c. Self-Esteem

Kesepian berhubungan dengan self-esteem yang rendah. Orang yang

memiliki self-esteem yang rendah cenderung merasa tidak nyaman pada situasi

yang beresiko secara sosial (misalnya berbicara didepat umum dan berada

(28)

akan menghindari kontak-kontak sosial tertentu secara terus-menerus akibatnya

akan mengalami kesepian.

d. Perilaku interpersonal

Perilaku interpersonal akan menentukan keberhasilan individu dalam

membangun hubungan yang diharapkan. Dibandingkan dengan orang yang tidak

mengalami kesepian, akan menilai orang lain secara negative, tidak begitu

menyukai orang lain, tidak mempercayai orang lain, mengintepretasi tindakan

orang lain secara negative, dan cenderung berpegang pada sikap-sikap yang

bermusuhan. Orang yang mengalami kesepian juga cenderung terhambat

keterampilan sosial, cenderung pasif dibandingkan orang yang tidak mengalami

kesepian , ragu-ragu dalam mengekspresikan pendapat didepan umum, cenderung

tidak responsive, tidak sensitive secara sosial, dan lambat membangun keintiman

dalam hubungan yang dimilikinya dengan orang lain. Perilaku akan membatasi

kesempatan seseorang tersebut untuk bersama dengan orang lain dan memiliki

kontribusi terhadap pola interaksi yang tidak memuaskan (Perlman, Saks &

Krupart, dalam Brehm et.al, 2002).

e. Atribusi Penyebab

Menurut pandangan Peplau& Perlman (dalam Brehm et.al, 2002),

perasaan kesepian muncul sebagai kombinasi dari adanya kesenjangan hubungan

sosial pada individu ditambah dengan atribusi penyebab. Atribusi penyebab dibagi

menjadi komponen internal-eksternal dan stabil-tidak stabil. Penjelasan dapat

(29)

Tabel 1

Penjelasan Kesepian Berdasarkan Atribusi Penyebab

Sumber: Shaver & Rubeinstein (dalam Brehm et.al, 2002)

Tabel diatas menunjukan bahwa individu yang memandang kesepian

secara internal dan stabil menganggap dirinya adalah penyebab kesepian sehingga

individu lebih sulit untuk keluar dari rasa kesepian tersebut. Individu yang

memandang kesepian secara internal dan tidak stabil memandang kesepian yang

dialaminya hanya bersifat sementara dan berkeinginan menemukan orang lain

untuk mengatasi kesepian yang dialaminya. Individu yang mengalami kesepian

secara eksternal dan stabil menganggap hanya karena keadaan lingkunganlah

yang menyebabkannya merasa kesepian. Sedangkan individu yang memandang

kesepian secara eksternal-tdan tidak stabil berharap sesuatu dapat merubah

Kestabilan Penyebab

Internal Eksternal

Stabil Saya kesepian karena saya tidak dicintai. Saya tidak akan pernah dicintai.

Saya kesepian saat ini, tapi tidak akan lama, saya akan menghentikannya dengan pergi dan bertemu orang baru.

(30)

keadaan menjadi lebih baik sehingga memungkinkan untuk dapat keluar dari

kesepian tersebut.

4. Perasaan Kesepian

Pada saat mengalami kesepian, individu akan merasa ketidakpuasan,

kehilangan dan distress, namun hal ini tidak berarti bahwa perasaan ini sama

disetiap waktu. Faktanya, menunjukan bahwa orang-orang yang berbeda bisa saja

memiliki perasaan kesepian yang berbeda dalam situasi yang berbeda pula

(Lopata dalam Brehm, 1992).

Berdasarkan survey mengenai kesepian yang dilakukan Rubeinstein,

Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002) diuraikan bahwa terdapat empat jenis

perasaan yang dialami oleh individu yang kesepian, yaitu desperation, impation

boredom, self-deprecation, dan depression. Pembagiannya dapat dilihat pada table

berikut ini.

Tabel 2

Empat Jenis Perasaan Ketika Kesepian

Desperation Impatient

Boredom

Self Deprecation Depression

Sedih Tidak sabar Tidak atraktif Sedih

Tidak berdaya Bosan Terpuruk Depresi

Takut Berada ditempat

lain

Mudah diserang Tidak dapat berkonsentrasi

Melankolis Berharap memiliki seseorang yang spesial

(31)

a Desperation (Pasrah), merupakan perasaan keputusasaan, kehilangan

harapan, serta perasaan yang sangat menyedihkan sehingga mampu

melakukan tindakan yang berani dan tanpa berpikir panjang., Beberapa

perasaan yang spesifik dari desperation adalah: (1) putus asa yaitu memiliki

harapan sedikit dan siap elakukan sesuatu tanpa eperdulikan bahaya pada

diri sendiri maupun orang lain, (2) tidak berdaya, yaitu mebutuhkan bantuan

orang lain tanpa kekuatan mengontrol sesuatu atau tidak dapat melakukan

sesuatu, (3) takut, yaitu ditakutkan atau dikejutkan oleh seseorang atau

sesuatu (sesuatu yang buruk akan terjadi, (4) tidak punya harapan, yaitu

tidak mempunyai pengalaman, tidak menunjukan harapan, (5) merasa

ditinggalkan, yaitu ditinggalkan atau dibuang seseorang, serta (6) mudah

mendapatkan kecaman atau kritik, yaitu mudah dilukai secara fisik maupun

emosional.

b Impatient boredom merupakan perasaan bosan yang tidak tertahankan,

jenuh, tidak suka menunggu lama, dan tidak sabar. Beberapa indicator

Impatient boredom seperti: (1) Tidak sabar, yaitu menunjukan perasaan

kurang sabar, sangat mengingginkan sesuatu, (2) Bosan, yaitu merasa jemu,

(3) Ingin berada ditempat lain, yaitu seseorang yang merasa dirinya berada

ditempat yang berbeda dari tempat individu tersebut berada saat ini, (4)

Kesulitan, yaitu khawatir atau cemas dalam menghadapi suatu keadaan, (5)

Sering marah, yaitu filled with anger, serta (6) tidak dapat berkonsentrasi,

yaitu tidak mempunyai keahlian, kekuatan, atau pengetahuan dalam

(32)

c Self-deprecation (mengutuk diri sendiri) merupakan suatu perasaan ketika

seseorang tidak mampu menyelesaikan masalahnya, mulai menyalahkan

serta mengutuk diri sendiri. Indicator Self-deprecation diantaranya: (1)

Tidak aktraktif, yaitu suatu perasaan ketika seseorang tidak senang atau

tidak tertarik terhadap suatu hal, (2) Terpuruk, yaitu sedih yang mendalam,

lebih rendah dari yang sebelumnya, (3) Bodoh, yaitu menunjukan kurangnya

inteligensi yang dimiliki, (4) Malu, yaitu menunjukan perasaan malu atau

keadaan yang seangat memalukan terhadap sesuatu yang telah dilakukan,

serta (5) Merasa tidak aman, yaitu kurangnya kenyamanan, tidak aman.

d Depression (depresi) merupakan suatu keadaan dimana individu merasa

kesedihan yang mendalam ataupun dalam kondisi tertekan, sehingga bila

tidak dapat mengatasi kondisi tertekan tersebut dapat mengarahkannya

kedalam perasaan depresi. Indicator Depression seperti: (1) Sedih, yaitu

tidak bahagia dan menyebabkan penderitaan, (2) Depresi, yaitu murung,

muram,sedih, (3) Hampa, yaitu tidak mengandung apa-apa dan tidak

memiliki nilai atau arti, (4) Terisolasi, yaitu jauh dari orang lain, (5)

Menyesali diri, yaitu perasaan kasihan atau simpati pada diri sendiri, (6)

Melankolis, yaitu perasaan sedih yang mendalam dan dalam waktu yang

lama, (7) Mengasingkan diri, yaitu menjauhkan diri sehingga menyebabkan

seseorang tidak bersahabat, serta (8) Berharap memiliki seseorang yang

special, yaitu individu mengharapkan memiliki seseorang yang dekat

(33)

5. Dampak Kesepian

Kesepian pada umumnya akan menimbulkan berbagai dampak pada orang

yang mengalaminya, antara lain:

1. Tingkat perasaan kesepian yang mendalam akan berhubungan dengan

berbagai masalah personal seperti depresi, pemakaian alcohol dan

obat-obatan, penyakit fisik dan bahkan resiko kematian (Taylor, Peplau &

Sears, 2000).

2. Kesepian disertai oleh berbagai emosi negative, seperti depresi,

kekhawatiran, ketidakpuasan, dan menyalahkan diri sendiri (Anderson,

dalam Baron & Byrne,2000).

3. Orang yang mengalami kesepian dapat tengelam dalam kepasifan yang

menyedihkan, menangis, tidur, minum, makan, memakai obat penenang

dan menonton televise tanpa tujuan (Deux, Dane & Wrightsman, 1993).

6. Karakteristik Orang yang Kesepian

Menurut Myers (1999) orang yang kesepian Secara kronis kelihatan

terjebak didalam lingkaran setan kegagalan diri dalam kognisi dan perilaku sosial.

Orang yang kesepian memiliki penjelasan yang negative terhadap depresi yang

dialami, menyalahkan diri sendiri atas hubungan sosial yang buruk dan berbagi

hal yang berada diluar kendali (Anderson & Snodgrass, dalam Myers, 1999).

Orang yang Loneliness cenderung menjadi Self-conscious dan memiliki

(34)

berbicara dengan orang asing, orang yang kesepian lebih banyak membicarakan

diri sendiri dan menaruh sedikit ketertarikan terhadap lawan bicaranya.

7. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kesepian

Tidak ada orang yang dapat kebal terhadap kesepian, tetapi beberapa orang

memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami kesepian (Taylor, Peplau & Sears,

2000). Selanjutnya, menurut Brehm (1992) beberapa orang rentan terhadap

kesepian dan beberapa orang lain tidak. Perbedaan ini berkaitan dengan usia,

status pernikahan dan gender.

a. Usia

Orang yang berusia tua memiliki stereotype tertentu di dalam masyarakat.

Banyak orang yang menganggap semakin tua seseorang semakin merasa kesepian.

Tetapi banyak penelitian yang membuktikan stereotype ini keliru. Berdasarkan

penelitian Ostrov & Offer (dalam Brehm, 1992) ditemukan bahwa orang yang

paling kesepian justru berasal dari orang-orang yang berusia remaja dan dewasa

awal. Fenomena ini kemudian diteliti lagi oleh Perlman pada tahun 1990 (Taylor,

Peplau & Sears, 2000) dan menemukan hasil yang sama bahwa kesepian lebih

tinggi diantara remaja dan dewasa awal dan lebih rendah diantara orang-orang

yang lebih tua.

Menurut Brehm (1992) orang-orang yang lebih muda menghadapi banyak

transisi sosial yang besar, seperti meninggalkan rumah untuk pertama kali,

(35)

pertama kalinya, yang mana semuanya ini dapat menyebabkan kesepian. Sejalan

dengan bertambahnya usia, kehidupan sosial mereka menjadi semakin stabil.

b. . Status Perkawinan

Secara umum, orang yang tidak menikah lebih merasa kesepian bila

dibandingkan dengan orang menikah (Freedman; Perlman & Peplau; dalam

Brehm, 1992). Perbedaan ini diperhitungkan dengan membandingkan antara

orang yang menikah dengan orang yang berceai (Perlman & Peplau; Rubeinstein

& Shaver dalam Brehm, 1992). Ketika kelompok orang yang menikah dan

kelompok orang yang belum menikah dibandingkan, kedua kelompok ini

menunjukan level kesepian yang sama (Perlman & Peplau dalam Brehm, 1992).

Berdasarkan penelitian ini Brehm menyimpulkan bahwa kesepian lebih

merupakan reaksi terhadap kehilangan hubungan perkawinan (marital

relationship) daripada ketidakhadiran dari pasangan suami/ istri pada diri

seseorang.

c. Gender

Menurut Borys dan Perlman (dalam Brehm, 1992) laki-laki lebih sulit

menyatakan kesepian secara tegas bila dibandingkan dengan perempuan. Hal ini

disebabkan oleh stereotype peran gender yang berlaku dalam masyarakat.

Berdasarkan stereotype peran gender, pengekspresian emosi kurang sesuaibagi

laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan (Borys & Perlman, dalam Deaux,

(36)

d. Status Sosial Ekonomi

Weiss (dalam Brehm et al, 2002) melaporkan fakta bahwa individu dengan

tingkat penghasilan rendah cenderung mengalami kesepian lebih tinggi

dibandingkan individu dengan penghasilan tinggi.

e. Dukungan Sosial

Ada berbagai pendapat yang mengemukaakn bahwa kesepian terkait

langsung denagn keterbatasan dukungan social. Fessman dan Lester (2000)

menjelaskan bahwa dukungan social merupakan prediktor bagi munculnya

kesepian. Maksudnya disini adalah individu yang memperoleh dukungan sosial

terbatas lebih berpeluang mengalami kesepin, sementara individu yang

memperoleh dukungan sosial yang lebih baik tidak terlalu merasa kesepian

(Gunarsa, 2004).

f. Karakteristik Latar Belakang yang Lain

Rubeinstein & Shaver (dalam Brehm, 1992) menemukan satu karakteristik

latar belakang seseorang yang kuat sebagai prediktor. Individu dengan orang tua

yang bercerai akan lebih kesepian bila dibandingkan dengan individu dengan

orang tua yang tidak bercerai. Menurut Brehm (1992) proses perceraian

meningkatkan potensi anak-anak dengan orangtua yang bercerai untuk mengalami

(37)

B. PACARAN DAN PACARAN JARAK JAUH 1. Pacaran

a. Pengertian Pacaran

Pacaran adalah aktivitas sosial yang membolehkan dua orang yang

berbeda jenis kelaminnya untuk terikat dalam interaksi sosial dengan pasangan

yang tidak ada hubungan keluarga (Dacey dan Kenny, 1997). Hubungan pacaran

ini digambarkan dengan keterlibatan fisik, emosi dan komitmen yang lebih dekat.

Benokraitis (1996) menambahkan bahwa pacaran adalah proses dimana seseorang

bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk

menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan

pasangan hidup.

Menurut Sazton (dalam Bowman, 1978), pacaran adalah suatu peristiwa

yang telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang

(biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis).

Jadi, pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan orang lain

yang tidak ada hubungan keluarga untuk menjajaki kemungkinan untuk dijadikan

pasangan hidup.

b. Komponen-Komponen Pacaran

Menurut Karsner (2001) ada 4 komponen penting dalam menjalin

hubungan pacaran. Kehadiran komponen-komponen tersebut dalam hubungan

akan mempengaruhi kualitas dan kelanggengan pacaran yang dijalin. Adapun

(38)

a. Saling percaya (Trust each other)

Untuk mempertahankan pacaran kepercayaan adalah salah satu komponen

yang sangat diperlukan. Kepercayaan ini akan menjamin apakah suatu hubungan

itu akan berlanjut/ akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi

pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan oleh pasangan.

Apabila dsalam hubungan pacaran kurang dalam kepercayaan , maka yang

timbul adalah pemikiran negatif berupa curiga, cemburu dan perasaan tidak aman

bahwa pac\sangan akan selingkuh. Percaya kepada pasangan itu penting karena

dengan kepercayaan hubungan pacaran dapat dipertahankan khususnya pada

pacarn jarak jauh.

b. Komunikasi (Communicate your self)

Feldman (1996) menyatakan bahwa komunikasi merupakan situasi dimana

seseorang bertukar informasi tentang dirinya terhadap oranglain. Komunikasi

merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik (Johnson dalam

supratiknya,2004).

c. Keintiman (Keep the romance alive)

Keintiman merupakan perasaan dekat dengan pasangan (Stenberg dalam

Shumway,2004). Keintiman tidak terbatas hanya kedekatan fisik saja.

Berdasarkan hasil penelitian Stenberg (1988), keintiman mengacu kepada individu

yang menikmati kebersamaan dengan pasangannya, dimana kebersamaan ini akan

(39)

d. Meningkatkan komitmen (Increase Commitment)

Suatu hubungan tidak akan komplit tanpa adanya komitmen antara kedua

belah pihak. Menurut Brehm (1992) komitmen adalah dasar perkembangan dari

suatu hubungan.

2. Pacaran Jarak Jauh

a. Pengertian Pacaran Jarak Jauh (Long- Distance Relationship)

Individu yang menjalin pacaran dimana keduanya dipisahkan oleh jarak,

salah satu berada pada kota bahkan negara yang berbeda yang terpaksa harus

berpisah karena suatu alasan disebut dengan menjalin pacaran jarak jauh atau

dikenal dengan istilah “long-distance relationship “(Sarwono,2001).

Philips (2004) mengatakan bahwa pacaran jarak jauh adalah hubungan

yang dijalin dengan jarak minimal 250 mil, dengan frekuensi pertemuan paling

sedikit satu kali dalam enam bulan.

Holt dan Stone (dalam Kidenda, 2002) menggunakan factor waktu dan

jarak untuk mengkategorisasikan pasangan yang menjalani pacaran jarak jauh.

Berdasarkan informasi demografis dari partisipan penelitian yang menjalani

pacaran jarak jauh, didapat tiga kategori antara lain pertama, waktu lamanya

berpisah (0, kurang dari 6 bulan, lebih dari 6 bulan. Kedua intensitas pertemuan

(sekali seminggu, seminggu hingga sebulan, kurang dari satu bulan) dan ketiga,

jarak yang memisahkan (0-1 mil, 2-249 mil, lebih dari 250 mil). Mengacu pada

Holt dan Stone (dalam Kidenda, 2002) maka subjek dalam penelitian ini dapat

(40)

ditempat lainnya dan jarak fisik tertentu, telah menjalin pacaran jarak jauh

minimal 6 bulan, dan memiliki intensitas pertemuan minimal satu kali perbulan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pacaran jarak jauh adalah proses dimana

seseorang bertemu dengan orang lain yang tidak ada hubungan keluarga untuk

menjajaki kemungkinan untuk dijadikan pasangan hidup yang berada ditempat

lainnya dengan jarak fisik tertentu, telah menjalani pacaran jauh minimal 6 bulan

dan memiliki intensitas pertemuan minimal satu kali perbulannya.

b. Faktor Penyebab Pacaran Jarak Jauh

Kaufmann (2000) menyatakan bahwa factor-faktor penyebab individu

menjalani pacaran jarak jauh diantaranya:

1) Pendidikan

Salah satu faktor penyebab pacaran jarak jauh adalah ketika individu berusaha

untuk mengejar dan mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga

hubungan mereka dengan pasangan harus dipisahkan oleh jarak. Stafford,

Daly, dan Reske (dalam Kauffmann, 2000) menyatakan bahwa sepertiga dari

hubungan pacaran didalam universitas yang dijalani oleh mahasiswa

merupakan pacaran jarak jauh.

2) Pekerjaan

Pacaran jarak jauh juga berhubungan dengan kecenderunagn sosial pada saat

ini. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja

keluar negeri (Johnson dan Packer dalam Kuffmann,2000) dan juga dengan

(41)

karir mereka, sehingga hubungan percintaan yang terjadi harus dipisahkan

oleh jarak.

c. . Bentuk Komunikasi Dalam Pacaran Jarak Jauh

Ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari suatu hubungan.

Buck (dalam Hamptom,2004) mengatakan bahwa komunikasi adalah salah satu

fondasi untuk dapat mempertahankan suatu hubungan yang dekat. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Hamptom (2004), dihasilkan bahwa komunikasi

adalah salah satu faktor yang bersifat penting khususnya bagi individu yang

menjalin pacaran jarak jauh. Pacaran jarak ajuh adalah bentuj\k hubungan yang

dipisahakan oleh jarak fisik, yang tidak memungkinkan adanya pertemuan

(kunjungan sang pacar), komunikasi dengan tatap langsung.

Watson (2004) mengatakan ada 4 jenis komunikasi yang digunakan dalam

menjalin hubungan pacaran jarak jauh, yaitu: a. Telepon

Komunikasi dalah hubungan pacaran yang dilakukan khususnya pada

pacaran jarak jauh melalui telepon adalah yang paling sering dan banyak

dilakukan, dan komunikasi jenis ini menimbulkan kepuasan yang tertinggi bagi

masing-masing pasangan. Telepon adalah salah satu komunikasi untuk hubungan

yang dibatasi oleh waktu atau tekanan yang ada khususnya untuk yang menjalin

pacaran jarak jauh. b. Surat

Menulis surat kepada pasanagn yang biasanya ditulis secara manual yaitu

(42)

c. Elektronik mail (E-mail)

Merupakan bentuk komunikasi denagn menulis, mengirim dan menerima

pesan melalui sistem komunikasi elektronik dengan bantuan internet.

d. Online Chatting Sessions

Bentuk komunikasi ini juga dibantu oleh sistem internet. Melakukan

percakapan langsung denagn pasangan dalam bentuk tulisan.

C. Mahasiswa

Mahasiswa menurut Salim & Salim (dalam kamus umum bahasa

Indonesia, 2002) adalah orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan

diperguruan tinggi.

Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25

tahun (Winkel, 1997). Menurut Hurlock (1999) masa ini termasuk kedalam masa

dewasa dini. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur

40 tahun. Rentang umur mahasiswa ini masih dapat dibagi-bagi atas periode 18/19

tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I s/d semester IV; dalam

periode waktu 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari smester V

s/d semester VIII (Winkel, 1997).

Pada rentang umur yang pertama pada umumnya tampak ciri-ciri sebagai

berikut: stabilitas dalam kepribadian mulai meningkat; pandangan yang lebih

realistis tentang diri sendiri dan lingkungan hidupnya; kemampuan untuk

menghadapi segala permasalahan secara lebih matang; gejolak-gejolak dalam

(43)

masih sering muncul tergantung dari laju perkembangan masing-masing

mahasiswa. Pada rentang umur yang kedua pada umumnya tampak ciri-ciri

sebagai berikut: usaha memantapkan diri dalam hubungan keahlian yang telah

dipilih maupun yang berkaitan dengan percintaan; memutarbalikkan pikiran untuk

mengatasi beraneka ragam masalah. Pada masa ini terdapat kebutuhan-kebutuhan

yang harus diperhatikan terutama yang bersifat psikologis, seperti; mendapat

penghargaan dari teman, dosen, dan sesama anggota keluarga lainnya; mempunyai

pandangan spiritual tentang makna kehidupan manusia; memiliki rasa harga diri

dengan mendapatkan tanggapan dari lawan jenis dan menikmati rasa puas karena

sukses dalam studi akademik (Winkel, 1997).

D. Gambaran Kesepian Pada Mahasiswa yang Menjalani Hubungan Pacaran Jarak Jauh

Berdasarkan jarak, Hampton (2004) membagi pacaran (Romantic

Relationship) dalam dua tipe yaitu Proximal Relationship (PRs) dan Long

Distance Relationship (LDRs). Proximal Relationship dikenal sebagai pacaran

lokal dimana pasangan-pasangan yang menjalin hubungan pacaran berada pada

lokasi yang sama. Long Distance Relationship adalah pacaran yang sering disebut

dengan pacaran jarak jauh.

Mayntz (2006) menyatakan bahwa pada umumnya, pacaran jarak jauh

terjadi pada pasangan yang telah bersama sebelumnya dan salah seorang dari

mereka harus ditempatkan ditempat lain karena adanya faktor pekerjaan, sehingga

(44)

pacaran jarak jauh adalah suatu hubungan antara dua pihak yang saling

berkomitmen dimana individu tidak dapat selalu berada secara berdekatan satu

sama lain, dan tidak dapat bertemu ketika mereka saling membutuhkan, karena

bersekolah atau bekerja pada kota yang berbeda, pulau yang berbeda, bahkan

negara ataupun benua yang berbeda.

Keterpisahan fisik dengan orang yang selama ini dianggap dekat sering

kali menjadi pengalaman yang menyakitkan dan dapat mempengaruhi hampir

setiap sisi dalam kehidupan. Ketika pasangan mengalami perpisahan dalam

menjalani hubungan pacaran jarak jauh, kemungkinan akan muncul kesepian

(Fischman, dalam Baron & Byrne, 1997). Hal ini dikarenakan mereka sebelumnya

telah menghabiskan waktu bersama, saling memberi dan menerima,

mengekspresikan diri dan menjalankan komitmen bersama.

Menurut penelitian Stroube (2000), individu yang menjalani hubungan

pacaran jarak jauh pasti akan merasakan kesepian. Apapun tipe kepribadiannya,

baik introvert Maupun ekstrovert individu yang menjalani pacaran jarak jauh,

perasaan kesepian pasti akan muncul pada diri individu tersebut, hanya cara

mengatasinya saja yang berbeda. Selanjutnya, Baron & Byrne (1997)menyatakan

bahwa pacaran jarak jauh akan menyebabkan rasa kesepian, hal ini dikarenakan

keinginan memiliki hubungan interpersonal yang dekat, tetapi tidak bisa

mendapatkanny karena harus berpisah baik fisik maupun non fisik.

Menurut De Jong Gierveld (1987) kesepian sebagai suatu situasi dimana

(45)

diinginkan, ataupun situasi dimana keintiman yang diharapkan tidak sesuai

dengan kenyataan (Dalam Gierveld & Havens, 2004).

Weiss (dalam Santrock, 2003) menyatakan adanya dua jenis kesepian

yaitu isolasi emosional dan isolasi sosial yang berkaitan dengan tidak tersedianya

kondisi sosial yang berbeda-beda. Isolasi emosional (emotional isolation) adalah

suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan

hubungan yang intim; orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh

pasangannya sering mengalami kesepian jenis ini. Sebaliknya, isolasi sosial

(social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang

tidak memiliki keterlbatan dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan

adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisir, pera-peran

yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa

diasingkan, bosan dan cemas.

Menurut Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002) menyatakan

ada empat kategori perasaan yang dirasakan oleh seseorang ketika mengalami

kesepian, yaitu: desperation, impatient boredom, self-deprecation, dan

depression.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik ingin mengetahui gambaran

kesepian pada mahasiswa yang menjalani pacaran jarak jauh. Subyek pada

penelitian ini adalah mahasiswa karena sesuai yang dikatakan oleh

Dellmann-Jenkins, Bernard-Paolucci & Rushing (dalam Dainton & Aylor, 2001) bahwa 25

%-40% hubungan yang dijalani oleh mahasiswa dalam lingkungan universitas

(46)

E. Paradigma Penelitian

- Keterpisahan secara fisik - Keterpisahan secara geografis - Bertempat tinggal berpisah - Tidak dapat selalu bersama - Tidak dapat bertemu dalam waktu

yang terhitung lama

- Waktu untuk bersama terbatas

- Tidak terpisah secara fisik

- Tinggal dalam kota atau Negara yang sama - Dapat selalu bersama - Dapat selalu bertemu kapan saja dan dimana saja

- Tidak ada batasan untuk selalu bersama

KESEPIAN

Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002) ada empat kategori perasaan yang dirasakan oleh seseorang ketika mengalami kesepian:

a. Desperation

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut

cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan

kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode deskriptif.

Menurut Azwar (2000) metode deskriptif merupakan metode yang

bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan

karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Dalam penelitian

ini, data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud

mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari

implikasi.

Jenis penelitian ini tidak mempersoalkan hubungan antar variable, dan

tidak melakukan pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya berupa deskripsi

mengenai variable-variabel tertentu dengan menyajikan frekuensi, angka rata-rata,

atau kualifikasi lainnya untuk setiap kategori disuatu variabel. Dalam pengolahan

dan analisis data menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriptif

(Faisal, 1995).

Punch (1998) menyatakan bahwa ada dua kegunaan dilakukannya

penelitian deskriptif. Pertama, untuk pengembangan teori dan area penelitian yang

baru, dimana sebelum merencanakan/ melakukan penelitian yang lebih mendalam

(48)

perhatian pada deskripsi yang sistematis terhadap objek penelitian. Kedua,

deskripsi yang tepat mengenai proses-proses sosial yang kompleks dapat

membantu kita untuk memahami factor apa saja yang mempengaruhi suatu

variable dan factor apa yang perlu diteliti lebih lanjut dalam penelitian berikutnya

secara lebih mendalam.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka variabel yang hendak diteliti dalam

penelitian ini adalah kesepian.

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kesepian

Kesepian adalah kesepian merupakan perasaan yang tidak menyenangkan

yang disebabkan tidak adanya hubungan sosial seperti yang diharapkan dan tidak

adanya hubungan intim karena terputusnya kontak sosial dengan orang-orang

tertentu seperti anak, pasangan, orangtua atau relasi.

Kesepian dalam penelitian ini akan diungkap dengan alat ukur berupa

skala yang disusun berdasarkan perasaan-perasaan ketika kesepian yang

dikemukakan oleh Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002) yaitu

desperation, impatient-baredom, self-deprecation dan depression. Semakin tinggi

skor yang diperoleh seseorang dalam skala kesepian yang diberikan, artinya

semakin tinggi perasaan kesepian yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah

skor yang dimiliki seseorang dalam skala kesepian yang diberikan, artinya

(49)

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi

dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu

sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi yang dipergunakan dalam penelitian

individu yang menjalani pacaran jarak jauh. Mengingat keterbatasan peneliti

untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian

dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai sample penelitian, atau yang

dikenal dengan nama sample. Adapun karakteristik sample dalam penelitian ini

adalah: mahasiswa yang menjalani pacaran jarak jauh

2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk

mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu agar

diperoleh sampel yang dapat mewakili populasi (Hadi, 2000). Dalam penelitian

ini metode pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling.

Incidental sampling diperoleh semata-mata dari keadaan insidental atau kebetulan

(Hadi, 2000).

Menurut Hadi (2000) teknik ini memiliki kelebihan dan kelemahan

didalam membuat kesimpulan dari suatu penelitian. Kelebihan teknik ini adalah

kemudahan dalam menemukan sampel, menghemat waktu, tenaga, biaya dan

adanya keterandalan subjektifitas peneliti yaitu kemampuan peneliti untuk melihat

bahwa subjek yang dipilih sudah sesuai dengan karakteristik subjek penelitian

(50)

keyakinan yang tinggi sehingga sulit untuk menarik kesimpulan ataupun

mengeneralisasikannya ke populasi lain. Selain itu, keterandalan subjektifitas

peneliti juga memiliki resiko kemungkinan terjadinya bias dalam pemilihan

sampel.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan pada mahasiswa yang berada di kota Medan.

Pemilihan lokasi merupakan domisili peneliti sehingga dapat memberikan

kemudahan untuk menemukan partisipan dan memperlancar proses penelitian.

4. Jumlah Sampel Penelitian

Tidak ada batasan mengenai berapa jumlah sample ideal yang harus

digunakan dalam suatu penelitian. Menurut Azwar (2000), secara tradisional

statistika menganggap bahwa jumlah sample yang lebih dari 50 subjek sudah

cukup banyak. Hadi (2000) menyatakan bahwa menetapkan jumlah sample yang

banyak lebih baik daripada menetapkan jumlah sample yang sedikit. Mengingat

keterbatasan peneliti untuk mendapatkan subjek yang tersedia, maka penelitian ini

menggunakan sample sebanyak 50 orang.

D. Alat Ukur yang digunakan

Metode yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti pada

mahasiswa yang menjalani pacaran jarak jauh adalah metode skala. Metode skala

digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis

yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indicator-indikator perilaku

(51)

Azwar (2000) mengemukakan kebaikan- kebaikan skala dan alasan-alasan

penggunaanya, yaitu:

1. Pertanyaan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi

dari keadaan subjek sendiri yang tidak disadari.

2. Skala digunakan untuk mengungkapkan suatu atribut tunggal.

3. Subjek tidak menyadari arah jawaban yang sesungguhnya diungkap dari

pertanyaan skala.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengukur

kesepian, dengan menggunakan skala kesepian yang dibuat berdasarkan teori

yang dikemukankan oleh Rubeinstein, Shaver & Peplau (dalam Brehm, 2002)

yaitu desperation, impatien boredom, self-deprecation, dan depression.

Jenis skala dalam penelitian ini adalah skala langsung, yaitu skala yang

diberikan secara langsung kepada subjek penelitian. Sedangkan menurut tipenya

skala kesepian adalah tipe pilihan, yaitu skala yang telah disediakan alternatif

jawaban sehingga subjek tinggal memilih salah satu alternatif jawaban tersebut.

Hadi (1990) mengemukakan bahwa angket type pilihan akan lebih menarik bagi

responden karena hanya diperlukan waktu yang lebih singkat untuk menjawabnya.

Skala ini menggunakan skala interval dan disajikan dalam bentuk

pernyataan-pernyataan favorable dan unfavorable. Nilai setiap pilihan jawaban bergerak dari

bobot penilaian untuk setiap pernyataan, apakan favorable atau unfavorable.

Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert. Penskalaan ini

merupakan model penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi

(52)

kesepian diatas berdasarkan format skala Likert. Nilai skala setiap pernyataan

diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung (Favourable) atau

tidak mendukung (Unfavourable) terhadap setiap pernyataan dalam keempat

kategori jawaban yaitu ”sangat setuju (SS)”, ”setuju (S)”,”tidak setuju (TS) ”,dan

”sangat tidak setuju (STS)”. Penilaian butir Favourable bergerak dari angka 4

(sangat setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju) dan angka 1 (sangat tidak setuju).

Penilaian butir Unfavourable bergerak dari angka 1 (sangat setuju), 2 (setuju), 3

(tidak setuju) dan angka 4 (sangat tidak setuju).

E. Uji Coba Alat Ukur 1. Validitas alat ukur

Untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang

akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu pengujian valifitas (Azwar,

2007). Di dalam penelitian ini akan diuji validitasnya berdasarkan validitas isi.

Validitas isi tes ditentukan melalui pendapat professional (professional

judgement) dalam proses telaah soal. Pendapat professional diperoleh dengan cara

berkonsultasi dengan dosen pembimbing.

2. Uji Daya Beda Item dan Reliabilitas alat ukur

Dalam praktek pengukuran, ada 2 syarat ilmiah yang harus dimiliki suatu

alat ukur agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

a. Daya beda aitem

Daya beda aitem atau daya diskriminasi aitem merupakan parameter

Gambar

Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik pada individu dewasa awal yang sedang menjalani hubungan pacaran

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah tingkat passion pada individu dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh dapat diprediksi oleh secure attachment,

HIPOTESIS Hipotesis dari penelitian ini adalah : H0 : Tidak ada perbedaan kesepian pada suami/istri yang tinggal dalam satu rumah dan jarak jauh.. H1 : Ada perbedaan kesepian

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa/i Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang sedang menjalin hubungan pacaran jarak jauh atau long

Dari hasil analisis data diketahui bahwa komitmen pernikahan dan kepercayaan pada pasangan suami istri yang menjalani hubungan pernikahan jarak jauh dan bekerja

Dan berdasarkan uaraian diatas, maka dapat dipahami bahwa komitmen merupakan komponen paling penting dalam menjalani hubungan berpacaran jarak jauh agar hubungan tersebut

Urgensi dari penelitian ini yakni agar pasangan suami istri yang menjalani pernikahan jarak jauh menyadari dengan adanya kematangan emosi akan terjadi kepuasan

Makna Cinta pada Istri yang Menjalani Pernikahan Jarak Jauh (long distance marriage) .... Pertanyaan