• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara harga diri dan manajemen konflik pada individu dewasa awal yang sedang menjalani hubungan pacaran jarak jauh.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara harga diri dan manajemen konflik pada individu dewasa awal yang sedang menjalani hubungan pacaran jarak jauh."

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN MANAJEMEN KONFLIK PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG SEDANG MENJALANI

HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH

Lidwina Evira Yoga Pratiwi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik pada individu dewasa awal yang sedang menjalani hubungan pacaran jarak jauh. Hipotesis yang diajukan yaitu (1) Ada hubungan positif yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik kompromi serta kolaborasi (2) Ada hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik menghindari, akomodasi serta kompetisi. Subjek penelitian sebanyak 50 orang dengan rentan usia mulai dari 18 tahun sampai dengan 24 tahun. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner tercetak dan menggunakan google doc untuk disebar melalui media online. Koefisien reliabilitas dari skala harga diri adalah 0,984 dan koefisien reliabilitas dari skala manajemen konflik adalah 0,925. Hasil uji linearitas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) antara harga diri dan manajemen konflik kompromi, kolaborasi dan menghindari memiliki hubungan yang linear dengan taraf signifikansi 0.001 ,0.025, dan 0.021, (2) antara harga diri dan manajemen konflik akomodasi dan kompetisi tidak memiliki hubungan yang linear karena taraf signifikansinya sebesar 0.398 dan 0.0697. Koefisien korelasi yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) antara harga diri dan manajemen konflik kompromi, kolaborasi serta menghindar memiliki koefisien korelasi masing-masing adalah 0.385, p=0.001 ; 0.323, p=0.006, serta -0.347, p=0.005 , (2) antara harga diri dan manajemen konflik akomodasi memiliki koefisien korelasi (rho) sebesar -0.053, p=0.356 , dan (5) antara harga diri dan manajemen konflik memiliki koefisien korelasi (rho) sebesar 0.060, p=0.339. Hal ini menunjukkan bahwa : (1) terdapat hubungan positif yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik kompromi dan kolaborasi, (2) terdapat hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik menghindari, (3) Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik akomodasi dan kompetisi.

(2)

RELATIONSHIP BETWEEN SELF-ESTEEM AND CONFLICT MANAGEMENT IN EARLY ADULT INDIVIDUALS WHO HAS A

LONG-DISTANCE DATING RELATIONSHIP

Lidwina Evira Yoga Pratiwi

ABSTRACT

This study aims to find a significant relationship between self-esteem and conflict management in early adult individuals who has a long-distance dating relationship . The hypothesis proposed: (1) There is a significant positive relationship between self-esteem and conflict management compromise and collaboration (2) There is a significant negative relationship between self-esteem and avoid conflict management, accommodation and competition. Subject of research are 50 people with ages ranging from 18 years old up to 24 years old . This research is correlational research . Data collected through questionnaires printed and using google doc to spread through online media. Reliability coefficient of self-esteem scale was 0.984 and the coefficient of reliability of the scale of conflict management is 0.925. Linearity test results in this study are as follows : (1) between self-esteem and conflict management compromise, collaboration and avoid having a linear relationship with a significance level of 0.001, 0.025, and 0.021,(2) between self-esteem and conflict management accommodation and competition does not have a linear relationship as the level of significance of 0.398 and 0.697. The correlation coefficient obtained from this study are : (1) between self-esteem and conflict management compromise, collaboration and avoid having correlation coefficient is 0.385, p=0.001 ; 0323, p=0.006, and -0347, p = 0.005, (2) between self-esteem and conflict management accommodation has a correlation coefficient (rho) is -0053, p = 0356 ,and (5) between self-esteem and conflict management has a coefficient correlation (rho) is 0.060 ,p = 0.339. This shows that : (1) there is a significant positive relationship between self-esteem and conflict management compromise and collaboration, (2) there is a significant negative relationship between self-esteem and avoid conflict management, (3) There is no significant relationship between self-esteem and conflict management accommodation and competition.

(3)

PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG SEDANG MENJALANI

HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Lidwina Evira Yoga Pratiwi NIM : 109114043

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHRAMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

Tidak ada yang tidak mungkin di hadapan Allah

jika kita mau terus berusaha dan berdoa

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

SKRIPSI ini kupersembahkan bagi : Tuhanku Yesus Kristus

Sahabat yang selalu mendengar segala keluhan dan ceritaku melalui doa yang

selalu aku panjatkan kepada-Nya dan selalu menolong dengan banyak cara yang

bahkan aku sendiri tidak menyadari dan tidak akan menyangkanya

Bunda Maria dan Santo Yudas Tadeus

Yang selalu menjadi penolong saat aku merasa putus asa dan seakan tidak

mempunyai harapan

Serta

Orang-orang terkasihku yang sudah memberikan banyak hal padaku secara materi

maupun dukungan serta cinta yang luar biasa

Keluarga tercintaku,

My best Valentinus yang selalu mendukung walaupun selalu jadi tempat pelampiasanku

Serta teman-teman terbaikku, Immartha, Hoyi, Sista, Nana Krisna, Yovidia, Fiona

Simbah yang selalu mendukung dengan caranya masing-masing dan mau

(8)
(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN MANAJEMEN KONFLIK PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG SEDANG MENJALANI

HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH

Lidwina Evira Yoga Pratiwi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik pada individu dewasa awal yang sedang menjalani hubungan pacaran jarak jauh. Hipotesis yang diajukan yaitu (1) Ada hubungan positif yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik kompromi serta kolaborasi (2) Ada hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik menghindari, akomodasi serta kompetisi. Subjek penelitian sebanyak 50 orang dengan rentan usia mulai dari 18 tahun sampai dengan 24 tahun. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner tercetak dan menggunakan google doc untuk disebar melalui media online. Koefisien reliabilitas dari skala harga diri adalah 0,984 dan koefisien reliabilitas dari skala manajemen konflik adalah 0,925. Hasil uji linearitas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) antara harga diri dan manajemen konflik kompromi, kolaborasi dan menghindari memiliki hubungan yang linear dengan taraf signifikansi 0.001 ,0.025, dan 0.021, (2) antara harga diri dan manajemen konflik akomodasi dan kompetisi tidak memiliki hubungan yang linear karena taraf signifikansinya sebesar 0.398 dan 0.0697. Koefisien korelasi yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) antara harga diri dan manajemen konflik kompromi, kolaborasi serta menghindar memiliki koefisien korelasi masing-masing adalah 0.385, p=0.001 ; 0.323, p=0.006, serta -0.347, p=0.005 , (2) antara harga diri dan manajemen konflik akomodasi memiliki koefisien korelasi (rho) sebesar -0.053, p=0.356 , dan (5) antara harga diri dan manajemen konflik memiliki koefisien korelasi (rho) sebesar 0.060, p=0.339. Hal ini menunjukkan bahwa : (1) terdapat hubungan positif yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik kompromi dan kolaborasi, (2) terdapat hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik menghindari, (3) Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik akomodasi dan kompetisi.

(10)

viii

RELATIONSHIP BETWEEN SELF-ESTEEM AND CONFLICT MANAGEMENT IN EARLY ADULT INDIVIDUALS WHO HAS A

LONG-DISTANCE DATING RELATIONSHIP

Lidwina Evira Yoga Pratiwi

ABSTRACT

This study aims to find a significant relationship between self-esteem and conflict management in early adult individuals who has a long-distance dating relationship . The hypothesis proposed: (1) There is a significant positive relationship between self-esteem and conflict management compromise and collaboration (2) There is a significant negative relationship between self-esteem and avoid conflict management, accommodation and competition. Subject of research are 50 people with ages ranging from 18 years old up to 24 years old . This research is correlational research . Data collected through questionnaires printed and using google doc to spread through online media. Reliability coefficient of self-esteem scale was 0.984 and the coefficient of reliability of the scale of conflict management is 0.925. Linearity test results in this study are as follows : (1) between self-esteem and conflict management compromise, collaboration and avoid having a linear relationship with a significance level of 0.001, 0.025, and 0.021,(2) between self-esteem and conflict management accommodation and competition does not have a linear relationship as the level of significance of 0.398 and 0.697. The correlation coefficient obtained from this study are : (1) between self-esteem and conflict management compromise, collaboration and avoid having correlation coefficient is 0.385, p=0.001 ; 0323, p=0.006, and -0347, p = 0.005, (2) between self-esteem and conflict management accommodation has a correlation coefficient (rho) is -0053, p = 0356 ,and (5) between self-esteem and conflict management has a coefficient correlation (rho) is 0.060 ,p = 0.339. This shows that : (1) there is a significant positive relationship between self-esteem and conflict management compromise and collaboration, (2) there is a significant negative relationship between self-esteem and avoid conflict management, (3) There is no significant relationship between self-esteem and conflict management accommodation and competition.

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat

yang dilimpahkan padaku sehingga skripsi dengan judul “Hubungan Antara Harga

Diri dan Manajemen Konflik pada Individu Dewasa Awal yang Sedang Menjalani

Hubungan Pacaran Jarak Jauh” ini dapat terselesaikan dengan baik. Selain itu juga

kepada Bunda Maria serta Santo Yudas Tadeus yang selalu memberikan

pertolongan kepadaku selama proses pengerjaan skripsi ini berlangsung.

Selama menulis Skripsi ini, penulis menyadari bahwa ada begitu banyak

pihak yang telah memberikan bantuan dengan caranya masing-masing, sehingga

Skripsi ini bisa diselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan

terimakasi kepada :

1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto M.Si. , selaku Dekan Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. , selaku Kepala Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma

3. Ibu Debri Pristinella M.Si. , selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

Terimakasih atas bimbingan dan ilmu yang dibagikan kepada saya dalam

proses pengerjaan skripsi ini hingga selesai.

4. Mbak Passchedona Henrietta Puji Dwi Astuti Dian Sabbati S.Psi., M.A.,

selaku Dosen Pembimbing Akademik

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi, terimkasih atas ilmu yang saya terima

6. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi, Bu Nanik, Mas Gandung, Mas

Muji, Mas Doni dan Pak Gie. Terimakasih atas pelayanan serta

keramahannya selama ini.

7. Keluargaku, Bapak, Ibuk, mbak Dina, mas Koko, Gavino yang selalu

memberikan semangat, dukungan, bantuan, cinta , kasih sayang dan

kesabaran serta doa selama ini, terutama disaat sulit , I love you so much.

8. My best, Valentinus Aditya Mahardika. Terimakasih untuk dukungan, semangat, kesabaran, pengertian dan semua pelajaran hidup yang aku

(13)

xi

9. Teman-teman terbaikku, Immartha, Sista, Hoyi, Nana krisna, Yovidia,

Simbah Fiona dan pasangannya Akeng. Terimaksih karena selalu saling

mendukung, menguatkan serta saling menyemangati satu sama lain.

10. Seluruh saudaraku dan teman-temanku lainnya yang selalu bertanya

“kapan lulus” sehingga aku selalu memiliki semangat untuk terus berjuang

menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman Psikologi 2010 baik yang kenal atau gak kenal, yang sering

ketemu atau enggak, yang seing ngobrol atau gak. Terimaksih atas

kebersamaannya selama menjalani kuliah.

Dengan penuh kerendahan hati penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih

jauh dari sempurna, oleh karena itu berbagai kritik dan saran untuk perbaikan

Skripsi ini sangat diharapkan. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak. Terimakasih.

Yogyakarta, Mei 2015

Penulis

(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II. LANDASAN TEORI ... 12

A. Harga Diri ... 12

(15)

xiii

2. Aspek Harga Diri ... 14

3. Penggolongan Harga Diri ... 16

B. Manajemen Konflik ... 18

1. Pengertian Konflik ... 18

2. Sumber Konflik dalam Pacaran Jarak Jauh... 19

3. Pengertian Manajemen Konflik ... 20

4. Manajemen Konflik pada Hubungan Pacaran ... 21

5. Jenis Gaya Manajemen Konflik ... 22

6. Manfaat Konflik yang Ditangani dengan Manajemen Konflik yang Konstruktif ... 28 C. Individu Dewasa Awal yang Berpacaran Jarak Jauh ... 30

1. Dewasa Awal ... 30

2. Pengertian Pacaran Jarak Jauh ... 31

3. Individu Dewasa Awal yang Berpacaran Jarak Jauh ... 33

D. Dinamika Hubungan Antara Harga Diri dan Manajemen Konflik pada Individu Dewasa Awal Yang Sedang Menjalan Hubungan Pacaran Jarak Jauh ... 33 E. Hipotesis ... 39

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

B. Indentifikasi Variabel Penelitian ... 40

C. Definisi Operasional ... 40

(16)

xiv

2. Manajemen Konflik ... 42

D. Subjek Penelitian ... 43

E. Metode Pengumpulan Data ... 45

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 47

1. Estimasi Validitas... 47

2. Seleksi Item ... 47

3. Estimasi Reliabilitas ... 51

G. Metode Analisis Data ... 52

1. Uji Asumsi ... 52

a. Uji Normalitas ... 52

b. Uji Linearitas ... 52

2. Uji Hipotesis ... 53

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Persiapan Penelitian ... 54

B. Pelaksanaan Penelitian ... 55

C. Deskripsi Subjek ... 56

D. Hasil Penelitian ... 60

1. Uji asumsi ... 60

a. Uji Normalitas ... 60

b. Uji Linearitas ... 62

c. Uji Hipotesis ... 64

2. Analisis Tambahan ... 68

(17)

xv

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Keterbatasan Penelitian ... 81

C. Saran ... 81

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Skala Harga Diri Sebelum Uji Coba ... 46

Tabel 2 Blue Print Skala Manajemen Konflik Sebelum Uji Coba .... 46

Tabel 3 Blue Print Skala Harga Diri Setelah Uji Coba ... 49

Tabel 4 Blue Print Skala Manajemen Konflik Setelah Uji Coba ... 50

Tabel 5 Blue Print Skala Manajemen Konflik Setelah Dilakukan Penyusunan Ulang ... 51

Tabel 6 Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 56

Tabel 7 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 57

Tabel 8 Deskripsi Pendidikan Saat Ini dari Subjek Penelitian ... 57

Tabel 9 Deskripsi Domisili Subjek Penelitian ... 57

Tabel 10 Deskripsi Domisili Pasangan Subjek Penelitian ... 58

Tabel 11 Deskripsi Lama Subjek Menjalani Hubungan Pacaran Jarak Jauh ... 59

Tabel 12 Deskripsi Intensitas Bertemu Subjek dan Pasangannya dalam Sebulan ... 59

Tabel 13 Hasil Uji Normalitas Skala Harga Diri dan Manajemen Konflik ... 61

Tabel 14 Ringkasan Uji Linearitas ... 63

(19)

xvii

Tabel 16 Hasil Skor Korelasi antara Harga Diri dan Manajemen

Konflik Akomodasi dan Kompetisi ... 66

Tabel 17 Deskripsi Data Penelitian ... 68

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Penelitian ... 86

Lampiran 1.A Skala Harga Diri Sebelum Uji Coba ... 86

Lampiran 1.B Skala Harga Diri Penelitian ... 90

Lampiran 1.C Skala Manajemen Konflik Sebelum Uji Coba ... 94

Lampiran 1.D Skala Manajemen Konflik Penelitian ... 100

Lampiran 2 Hasil Penelitian ... 103

Lampiran 2. A Reliabilitas Skala Harga Diri ... 103

Lampiran 2. B Reliabilitas Skala Manajemen Konflik ... 107

Lampiran 2. C Hasil Uji Normalitas ... 109

Lampiran 2. D Hasil Uji Linearitas ... 109

Lampiran 2. E Hasil Korelasi Antara Harga Diri dan Manajemen Konflik ... 110 Lampiran 2. F Tabel Mean Empirik ... 112

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa dewasa awal merupakan salah satu fase perkembangan dalam

rentang kehidupan manusia yang dimulai pada akhir belasan tahun atau awal

duapuluhan tahun sampai dengan usia tigapuluhan tahun (Santrock, 2008).

Pada masa ini, salah satu tugas perkembangan yang harus dilalui individu

adalah menjalin relasi yang lebih intim dan personal dengan orang lain

(Hurlock, 1990).

Salah satu bentuk relasi yang lebih intim adalah berpacaran. Dalam

menjalani hubungan pacaran, terkadang individu tidak dapat selalu

berdekatan secara fisik dengan pasangannya. Banyak hal yang menjadi

alasannya, misalnya seperti perbedaan kota dimana individu dan pasangannya

tinggal, perbedaan tempat kerja ataupun sekolah. Hal seperti ini membuat

individu dan pasangannya harus menempuh hubungan pacaran jarak jauh.

Hubungan pacaran jarak jauh menurut Beebe (2011), merupakan sebuah

hubungan yang tidak memungkinkan individu dan pasangannya untuk

bertemu secara face to face karena terpisah oleh jarak dalam jangka waktu tertentu.

Situasi pacaran jarak jauh seringkali menyebabkan kondisi yang

tidak nyaman dan tidak menyenangkan sehingga rentan terhadap munculnya

konflik. Diah (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa masalah yang

(22)

adanya kekawatiran akan pasangan menyukai atau disukai oleh orang lain,

berkurangnya rasa kepercayaan, dan kesalahpahaman karena komunikasi

yang dijalin kurang baik. Selain itu Cameron dan Ross (dalam Permatasari,

2013) juga menyatakan bahwa pasangan yang menjalin hubungan jarak jauh

berpotensi mengalami berbagai resiko interpersonal dalam hubungan mereka,

seperti ketidakpuasan, ketidakamanan, ketidakpercayaan, ketidakstabilan, dan

stress dalam sebuah hubungan.

Konflik seringkali dipandang sebagai keadaan yang buruk dan

harus dihindari karena dianggap sebagai faktor yang dapat merusak suatu

hubungan. Namun Supratiknya (1995) yang berpendapat bahwa rusaknya

hubungan lebih disebabkan oleh penanganan konflik yang dilakukan dengan

cara yang kurang tepat. Menurut Wood (2007), adanya konflik bukan berarti

hubungan yang dijalani tidak sehat. Konflik berpengaruh terhadap

pengembangan pribadi dan mampu membuat seseorang lebih memahami diri

sendiri dan orang lain. Dengan evaluasi yang dilakukan terhadap diri akan

muncul perbaikan-perbaikan dalam diri supaya konflik tidak terulang lagi

(Supratiknya, 1995). Relasi antar pribadi dapat tumbuh melalui penyelesaian

konflik secara efektif, maka penting untuk mempelajari berbagai cara yang

efektif dalam menyelesaikan konflik dalam relasi antarpribadi (Adams,

1995).

Hubungan dipengaruhi oleh bagaimana orang-orang yang terlibat

didalamnya menangani konflik (Wood, 2007). Cara yang dipilih seseorang

(23)

manajemen konflik (Winardi,1994). Jika pasangan tidak memiliki manajemen

konflik yang baik, maka masalah sekecil apapun akan menjadi persoalan yang

besar (Wood, 2007). Ada beberapa gaya dalam strategi manajemen konflik,

yaitu dengan menghindari, akomodasi, kompetisi, kompromi dan kolaborasi

atau kerjasama (Beebe, 2011). Dari beberapa gaya manajemen konflik

tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu manajemen konflik yang

cenderung bersifat destruktif dan yang cenderung bersifat konsruktif.

Menurut Wood (2007), manajemen konflik yang cenderung

bersifat destruktrif adalah menghindari, akomodasi dan kompetisi.

Menghindari masalah termasuk dalam manajemen konflik yang cenderung

bersifat destruktif karena dengan menghindari konflik, masalah dalam

hubungan tidak akan terselesaikan walaupun terkesan hilang namun ada

tendensi untuk muncul kembali. Akomodasi dan kompetisi juga termasuk

dalam kategori manajemen konflik yang cenderung bersifat destruktif karena

memandang konflik sebagai perselisihan yang hanya memiliki satu

pemenang, sehingga salah satu pihak yang berkoflik tidak akan mendapat

penyelesaian yang memuaskan.

Menurut hasil penelitian mengenai negosiasi strategi manajemen

konflik pada hubungan jarak jauh maupun jarak dekat (Reys, 2011)

menemukan strategi manajemen konflik dominasi berkorelasi negatif dengan

komitmen dan kepuasan hubungan. Strategi manajemen konflik dominasi

disebut juga sebagai strategi kompetisi termasuk dalam strategi manajemen

(24)

manajemen konflik dominasi meningkat, maka rasa komitmen dan kepuasan

terhadap hubungan menurun. Hal ini dikarenakan ketika hanya satu orang

dalam hubungan yang lebih kuat, egois, dan seringkali mencoba untuk

mendominasi pasangannya, maka pasangan tersebut berpotensi untuk merasa

kurang puas dan kurang terlibat dalam hubungan. Penelitian ini menunjukkan

bahwa penggunaan strategi manajemen konflik secara destruktif seringkali

akan membuat kepuasan dalam hubungan romantis menjadi rendah. Tidak

menutup kemungkinan hal tersebut membuat hubungan yang dibangun

menjadi rusak.

Dua manajemen konflik yang lainnya yaitu kompromi dan

kolaborasi termasuk dalam kategori manajemen konflik yang cenderung

bersifat konstruktif, hal ini dikarenakan penyelesaian konflik melalui

manjemen konflik kompromi dan kolaborasi menghasilkan solusi yang cukup

memuaskan bagi kedua pihak yang berkonflik serta bersifat melindungi

kesehatan hubungan. Penelitian yang dilakukan oleh Reys (2011) juga

menunjukkan bahwa gaya manajemen konflik integrasi atau disebut juga

dengan kolaborasi serta gaya manajemen konflik kompromi berkorelasi

secara signifikan dan positif dengan komitmen dan kepuasan. Hal ini

dikarenakan ketika strategi manajemen konflik integrasi dan kompromi yang

digunakan, maka rasa komitmen dan kepuasan hubungan menjadi meningkat.

Ketika individu mampu memenuhi kebutuhan satu sama lain dengan baik dan

(25)

baik, maka individu tersebut cenderung tetap mampu mempertahankan

perasaan positifnya pasca konflik dengan pasangannya.

Dalam pacaran jarak jauh dibutuhkan strategi dan usaha yang lebih

untuk mempertahankannya ketika ada konflik. Hal ini dikarenakan pada

hubungan jarak jauh tidak memungkinkan individu dan pasangannya dapat

bertemu secara face to face untuk menyelesaikan konflik saat itu juga. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gayle (2012) mengenai strategi

manajemen konflik pacaran jarak jauh ditemukan bahwa seringkali individu

yang berkonflik mencoba mendiskusikan konflik yang ada melalui alat

komunikasi yang ada, mencoba mengalah pada pasangannya, saling serang

melalui perkataan, dan seringkali juga menghindarinya dan mengabaikannya.

Memahami apa yang diinginkan oleh masing-masing individu yang

berkonflik adalah langkah penting untuk menemukan cara manajemen konflik

yang efektif Beebe (2011). Menghargai diri sendiri, orang lain dan hubungan

yang terjalin akan berpengaruh terhadap usaha menangai konflik (Wood,

2007). Kemampuan menghargai diri sendiri berkaitan dengan harga diri yang

dimiliki oleh individu tersebut. Rossenberg (dalam Herkusumaningtyas,

2001) mendefinisikan harga diri sebagai perasaan individu bahwa dirinya

berharga, dapat menerima dirinya apa adanya, puas akan apa yang

dimilikinya dan tidak merasa kecewa dengan keterbatasannya. Individu yang

mampu menghargai dirinya dengan baik, maka mampu menghargai orang

(26)

menerima perasaannya, maka biasanya akan lebih mudah untuk peka dan

menerima perasaan orang lain pula.

Harga diri mempengaruhi bagaimana penerimaan diri seseorang,

selain itu harga diri juga mempengaruhi cara berperilaku dan berhubungan

dengan orang lain Beebe (2011). Harga diri menyaring setiap interaksi

seseorang dengan orang lain dan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk

peka terhadap orang lain Beebe (2011). Branden (dalam Simbolon, 2009)

berpendapat bahwa harga diri penting dalam perkembangan perilaku

seseorang karena berpengaruh pada proses berpikir, tingkat emosi, keputusan

yang diambil serta nilai dan tujuan hidup yang dipilih. Seseorang yang tidak

menyukai dirinya akan sukar menyukai orang lain dan tidak akan mampu

membangun relasi yang efektif dengan orang lain. Menurut Clemens dan

Bean (dalam Simbolon, 2009), orang yang memiliki harga diri yang tinggi

memiliki kemampuan untuk membuat keputusan tentang hal yang penting

dalam hidupnya. Selain itu, mereka juga mampu memecahkan masalah dan

mengatasi berbagai tekanan dengan efektif sesuai dengan kemampuan yang

dimilikinya. Clemens juga berpendapat bahwa orang yang memiliki harga diri

yang rendah cenderung akan merasa tidak dihargai, menunjukkan emosi dan

perasaan yang negatif dan seringkali meghindar dari situasi yang

menimbulkan kecemasaan, seperti ketika mengalami sebuah masalah.

Dalam sebuah relasi pacaran jarak jauh, butuh kepercayaan,

komitmen, penerimaan, komunikasi yang baik, untuk menjaga hubungan

(27)

mungkin terlepas dari adanya konflik, maka butuh strategi khusus (Beebe,

2009). Keterpisahan secara fisik yang dialami oleh para pelaku pacaran jarak

jauh adalah sumber utama sulitnya hubungan dalam pacaran jarak jauh

(Maguire& Kinney dalam Reys, 2011).

Dalam penelitian yang dilakukan Diah (2010), mengatakan bahwa

individu yang menjalin hubungan jarak jauh lebih sering dilanda rasa

cemburu dan kawatir pasangannya menyukai atau disukai oleh orang lain,

sehingga muncul kesalah pahaman dan menurunnya kepercayaan. Hal ini

diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Gayle (2012) menemukan

bahwa konflik yang sering dihadapi pasangan pacaran jarak jauh diakibatkan

oleh faktor kecemburuan serta kecurigaan pada pasangan. Kecemburuan

disebabkan oleh banyak hal salah satunya adalah harga diri yang rendah yang

dimiliki oleh pasangan yang menjalin hubungan. Dalam penelitian Simbolon

(2009), diketahui bahwa harga diri berhubungan negatif secara signifikan

dengan tingkat kecemburuan seseorang. Hal ini berarti, ketika seseorang

memiliki harga diri yang rendah, maka tingkat kecemburuannya akan tinggi.

Sebaliknya, individu yang memiliki harga diri yang tinggi cenderung

memiliki tingkat kecemburuan yang rendah. Hal ini dikarenakan individu

yang memiliki harga diri yang tinggi mampu percaya terhadap kemampuan

dirinya, mampu menilai dirinya secara positif, merasa diri berharga dan

mampu menerima kelebihan dan kekurangannya.

Individu yang memiliki harga diri yang tinggi cenderung mampu

(28)

terhadap orang lain terutama pasangannya. Hal ini membuat individu tersebut

memiliki kecemburuan yang rendah pada pasangannya. Sedangkan individu

yang memiliki harga diri yang rendah cenderung merasa cemas akan

kehadiran orang lain dalam hubungannya. Hal ini dikarenakan individu

tersebut merasa tidak berharga, tidak mampu menilai dirinya secara positif,

dan cenderung tidak mampu menaruh kepercayaan pada orang lain, tidak

terkecuali pada pasangannya. Individu tersebut juga memiliki pikiran yang

cenderung negatif pada orang lain, sehingga mudah untuk merasa cemburu

pada pasangannya.

Ketika individu yang memiliki harga diri yang rendah menjalin

hubungan jarak jauh, tidak menutup kemungkinan rasa cemburu akan

cenderung mudah muncul dalam dirinya akan lebih sering lagi. Hal ini

dikarenakan individu tersebut sangat jarang bisa bertemu secara face-to-face dengan pasangannya. Kecemburuan ini merupakan salah satu pemicu konflik

dalam pacaran jarak jauh. Maka dibutuhkan suatu manajemen konflik yang

konstruktif, sehingga walaupun mereka tidak dapat menyelesaikan konflik

secara langsung, namun konflik yang terjadi tetap dapat ditangani dan

hubungan yang terjalin tetap akan berjalan dengan baik. Menurut Clemens

dan Bean (dalam Simbolon, 2009), harga diri menentukan bagaimana orang

membuat keputusan dalam rangka memecahkan masalah dalam hidupnya.

Pentingnya penelitian ini dilakukan karena pada penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Reys (2011) diketahui bahwa tidak ada

(29)

jauh maupun pasangan yang menjalin hubungan jarak dekat. Sedangkan pada

penelitian lain yang dilakukan oleh Mapp (2013) diketahui bahwa pasangan

jarak jauh seringkali tidak menggunakan manajemen konflik yang

konstruktif. Dalam menangani stress ketika ada masalah dalam hubungannya,

seringkali mereka menggunakan metode katarsis dengan cara membayangkan

interaksi yang dapat terjadi antara individu dan pasangannya yang terpisah

oleh jarak yang jauh.

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Gayle (2012) juga

ditemukan bahwa manajemen konflik yang seringkali dipakai oleh pasangan

yang menjalin hubungan jarak jauh adalah dengan mengalah pada pasangan,

berdebat, atau bahkan dengan menghindarinya dan membiarkannya begitu

saja. Strategi manajemen konflik yang seperti ini dapat tergolong dalam

manajemen koflik yang bersifat destruktif yang mana akan mempengaruhi

keberlangsungan hubungan yang dibangun. Sahstein (dalam Mapp 2013)

mengungkapkan bahwa pasangan LDR cenderung menghindari konflik ketika

berbicara di telepon. Hal ini dikarenakan mereka yang menghabiskan banyak

waktu berpisah cenderung merasa butuh untuk menjaga percakapan yang

ringan dan menyenangkan ketika memiliki waktu untuk berkomunikasi.

Keterbatasan waktu untuk bersama pada pasangan yang menjalin hubungan

pacaran jarak jauh membuat mereka cenderung berfokus pada aspek positif

dari hubungan mereka.

Walaupun pada hubungan pacaran jarak jauh terkadang

(30)

dilakukan oleh salah satu situs di dunia maya yaitu wolipop mengenai

pacaran jarak jauh, diketahui bahwa dari 123 partisipan ternyata 49%

diantaranya mengaku bahwa mereka berhasil menjalani hubungan tersebut

sampai bertahun-tahun bahkan ada yang berhasil sampai ke jenjang

pernikahan (Wolipop, 2012)

Dari fakta dan penelitian-penelitian yang sudah diungkapkan,

mendorong peneliti untuk mecari tahu bagaimana hubungan pacaran jarak

jauh terutama mengenai hubungan manajemen konflik dan harga diri individu

yang menjalaninya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada

hubungan antara harga diri dan manajemen konflik pada individu dewasa

awal yang sedang menjalin hubungan pacaran jarak jauh?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan

signifikan antara harga diri dan manajemen konflik pada individu dewasa

awal yang sedang menjalin hubungan pacaran jarak jauh.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki beberapa manfaat, yaitu :

1. Manfaat Teoritis :

Penelitian ini dapat memberi sumbangan bagi perkembangan ilmu

psikologi khususnya psikologi perkembangan. Selain itu juga menambah

(31)

2. Manfaat praktis :

a. Memberi wawasan kepada individu khususnya dewasa awal yang

sedang menjalin hubungan pacaran jarak jauh mengenai salah satu hal

yang berpengaruh terhadap hubungan romantis, salah satunya dalam

penanganan konflik yang terjadi dalam hubungan. Dengan begitu,

individu dapat mempelajari bagaimana dapat membangun hubungan

pacaran jarak jauh dengan lebih baik.

b. Mengetahui gambaran manajemen konflik apa yang digunakan oleh

individu dewasa awal yang sedang menjalani hubungan pacaran jarak

(32)

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. HARGA DIRI

1. Pengertian harga diri

Menurut Beebe (2011), harga diri merupakan evaluasi mengenai

siapa diri kita atau penilaian terhadap diri sendiri. Deaux (dalam

Sarwono, 2009) berpendapat bahwa harga diri merupakan penilaian atau

evaluasi secara positif dan negatif terhadap diri. Rossenberg (dalam

Herkusumaningtyas, 2001) mendefinisikan harga diri sebagai perasaan

individu bahwa dirinya berharga, dapat menerima dirinya apa adanya,

puas akan apa yang dimilikinya dan tidak merasa kecewa dengan

keterbatasannya. Individu yang mampu menghargai dirinya dengan baik,

maka mampu menghargai orang lain dengan baik pula.

Supratiknya (1995), berpendapat bahwa orang yang sehat secara

psikologis mampu memandang dirinya disenangi, memiliki kemampuan,

berharga dan dapat diterima oleh orang lain. Hal ini didukung oleh Berne

(1988) yang berpendapat ketika individu memiliki harga diri yang sehat,

maka individu tersebut mengenal dan dapat menerima dirinya sendiri

dengan segala keterbatasannya, merasa berharga, serta mampu melihat

diri mereka sebagai orang yang mampu memperoleh keberhasilan.

Menurut Coopersmith (1967), harga diri merupakan penilaian

yang dilakukan oleh seseorang yang berkaitan dengan dirinya. Penilaian

(33)

percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan, mengangap dirinya

penting, berhasil dan berharga.

Maslow (dalam Schultz, 1991) berpendapat bahwa harga diri

merupakan kebutuhan yang berada pada hirarki keempat dalam piramida

kebutuhan manusia. Hal tersebut berarti bahwa kebutuhan harga diri akan

terpenuhi juga kebutuhan fisik telah terpenuhi dan kemudian akan

dilanjutkan dengan terpenuhinya kebutuhan akan rasa aman dan cinta

kasih. Individu yang harga dirinya telah terpenuhi akan memiliki

kepercayaan diri yang tinggi, perasaan berharga, dan berguna bagi orang

lain. Apabila individu gagal memenuhi kebutuhan akan harga diri,

individu akan merasa tidak berharga, cemas, dan merasa tidak memiliki

kemampuan.

Menurut Beebe (2011), harga diri juga mempengaruhi cara

berperilaku dan berhubungan dengan orang lain. Harga diri menyaring

setiap interaksi seseorang dengan orang lain dan mempengaruhi

kemampuan seseorang untuk peka terhadap orang lain. Branden (dalam

Simbolon, 2009) berpendapat bahwa harga diri penting dalam

perkembangan perilaku seseorang karena berpengaruh pada proses

berpikir, tingkat emosi, keputusan yang diambil serta nilai dan tujuan

hidup yang dipilih. Seseorang yang tidak menyukai dirinya akan sukar

menyukai orang lain dan tidak akan mampu membangun relasi yang

(34)

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa harga diri

merupakan hasil evaluasi yang dilakukan oleh individu terhadap dirinya

sendiri yang mencakup mengenai kemampuan dan keterbatasannya yang

mana hal tersebut mempengaruhinya dalam berelasi dengan orang lain.

2. Aspek harga diri

Menurut Coopersmith (1967), harga diri memiliki 4 aspek :

a. Keberartian (significance)

Keberartian merupakan salah satu bagian dari harga diri. Keberartian

itu sendiri merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang bahwa

dirinya berharga dan penting bagi orang lain. Keberartian muncul

sebagai akibat dari penerimaan, kepedulian, penilaian dan afeksi

yang diterima individu dari lingkungannya. Berhasil tidaknya

individu memiliki keberartian diri dapat diukur melalui perhatian

dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh lingkungannya. Semakin

banyak perhatian, penerimaan serta ekspresi afeksi yang diterima

oleh individu, maka individu tersebut akan merasa semakin berarti.

Dengan merasa berarti dimata orang lain, individu akan dapat

meningkatkan harga dirinya. Namun sebaliknya individu yang jarang

atau tidak memperoleh stimulus positif dari orang lain, maka

individu tersebut akan merasa ditolak dan akan cenderung

mengisolasi diri dari lingkungannya (Coopersmith, 1967).

Tjahjono (1998) juga menambahkan bahwa harga diri yang tinggi

(35)

merasa berarti ketika mereka dicintai, dan ekspresi cinta yang

terbuka dari orang lain tersebut dapat meningkatkan harga diri

seseorang.

b. Kekuatan (power)

Kekuatan merupakan bagian dari harga diri yang ditunjukkan dengan

adanya daya, kesempatan dan kemampuan untuk mengatur sesuatu

dalam hidupnya. Seseorang juga dikatakan memiliki kekuatan ketika

ia berhasil mengontrol dirinya sendiri dan mampu melakukan

inisiatif untuk menyelesaikan semua hal yang berkaitan dengan

kehidupannya. Seseorang juga dikatakan memiliki kekuatan ketika

dirinya mampu mempengaruhi lingkungannya (Coopersmith, 1967).

c. Kompetensi (competence)

Kompetensi merupakan bagian dari harga diri yang ditunjukkan

dengan suatu penampilan prima dari individu yang ditunjukkan

dengan skill dalam upaya untuk mencapai harapan dan cita-citanya. Kompetensi yang dimiliki juga membuat individu merasa bahwa

dirinya memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang

dihadapinya serta mampu menghadapi lingkungannya dengan

keahlian atau ketrampilan yang ia miliki (Coopersmith, 1967).

d. Kebajikan (virtue)

Kebajikan merupakan bagian dari harga diri yang ditunjukkan

dengan sikap taat individu terhadap aturan dalam masyarakat

(36)

ketentuan yang berlaku di masyarakat. Kebajikan juga mencakup

hal-hal yang berkaitan dengan nilai kemanusiaan serta ketaatan

beragama. Ketika individu mampu melakukan kebajikan akan

membuat individu tersebut diterima dengan baik oleh masyarakat.

Demikian juga bila individu mampu memberikan contoh atau dapat

menjadi panutan yang baik bagi lingkungannya, akan diterima secara

baik oleh masyarakat. Jadi ketaatan individu terhadap aturan

masyarakat dan kemampuan individu memberi contoh bagi

masyarakat dapat menimbulkan penerimaan lingkungan yang tinggi

terhadap individu tersebut. Penerimaan lingkungan yang tinggi ini

mendorong terbentuknya harga diri yang tinggi (Coopersmith,

1967). Demikian pula sebaliknya, menurut Clemes & Bean (dalam

Ningsih, 2004) individu yang tingkah lakunya tidak sesuai dengan

norma dan moral serta melanggar ajaran agama, memungkinan untuk

mengembangkan harga diri yang rendah. Hal ini dikarenakan adanya

cemooh dan penolakan dari masyarakat terhadap dirinya.

Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa aspek dari harga

diri adalah keberartian, kekuatan, kompetensi dan kebajikan.

3. Penggolongan harga diri a. Harga Diri Rendah

Menurut Berne (1988), orang yang merasa rendah diri

biasanya memiliki gambaran diri yang negatif dan hanya sedikit

(37)

tersebut untuk menjalin hubungan dengan orang lain, mengatasi rasa

takut serta emosi-emosi yang kuat, menyatakan cinta kasih mereka

kepada orang lain. Harga diri yang rendah juga membuat individu

tersebut merasa terancam, tidak mampu memperoleh keberhasilan

serta tidak yakin terhadap dirinya sendiri. Berne (1988)

menambahkan bahwa rasa rendah diri dan gambaran diri yang

negatif tercermin pada orang-orang yang cenderung memikirkan

kegagalan dan meremehkan dirinya sendiri.

Selain itu Clemens (dalam Simbolon, 2009) juga

berpendapat bahwa orang yang memiliki harga diri yang rendah

cenderung akan merasa tidak dihargai, menunjukkan emosi dan

perasaan yang negatif dan seringkali menghindar dari situasi yang

menimbulkan kecemasaan, seperti ketika mengalami sebuah

masalah. Menurut Taylor (2009), orang yang memandang rendah

dirinya sendiri biasanya kurang memiliki konsep diri yang jelas,

merasa rendah diri, tujuan yang dimiliki kurang realistis, cenderung

pesimis dan seringkali berkubang dalam perasaan yang negatif.

Orang yang rendah diri juga cederung mudah frustasi dan berpikir

terlalu mendalam saat menghadapi stres dan kekalahan.

b. Harga Diri Tinggi

Berne (1988) berpendapat bahwa orang yang memiliki

harga diri yang tinggi biasanya memiliki rasa percaya diri, dapat

(38)

mereka sebagai orang yang mampu memperoleh keberhasilan serta

mampu memperlakukan orang lain dengan baik.

Menurut Clemens dan Bean (dalam Simbolon 2009), orang

yang memiliki harga diri yang tinggi memiliki kemampuan untuk

membuat keputusan tentang hal yang penting dalam hidupnya.

Selain itu, mereka juga mampu memecahkan masalah dan mengatasi

berbagai tekanan dengan efektif sesuai dengan kemampuan yang

dimilikinya

Taylor (2009) berpendapat bahwa orang yang memiliki

tingkat penghargaan diri yang tinggi biasanya memiliki pemahaman

yang jelas mengenai kualitas personalnya. Orang tersebut akan

merasa dirinya baik, memiliki tujuan, serta dapat menikmati

pengalaman-pengalaman positif.

B. MANAJEMEN KONFLIK 1. Pengertian Konflik

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti

saling memukul. Menurut Johnson (dalam Supratiknya,1995), konflik

merupakan suatu situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat

menghalangi, menghambat atau mengganggu tindakan pihak lain. Setiap

hubungan interpersonal mengandung unsur-unsur konflik yaitu

pertentangan pendapat atau perbedaan kepentingan (Supratiknya, 1995).

Webster (dalam Pickering,2001) mendefinisikan konflik sebagai

(39)

sama lain, akibat kebutuhan, dorongan, keinginan atau tuntutan yang

berbeda. Seseorang lebih mungkin untuk memiliki konflik dengan

orang-orang yang sering berhubungan dengannya dibanding dengan orang-orang yang

sangat jarang berinteraksi dengan dirinya (Beebe, 2011). Menurut Wood

(2007), konflik interpersonal muncul saat orang yang saling bergantung

satu sama lain memiliki perbedaan cara pandang, ketertarikan, atau

tujuan dan merasakan kebutuhan untuk memecahkan

perbedaan-perbedaan tersebut.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan konflik adalah situasi dimana terjadi

pertentangan dan perbedaan dalam kebutuhan, keinginan, pendapat,

tujuan dan cara pandang antara dua atau lebih orang yang sering

berinteraksi dan saling bergantung satu sama lain.

2. Sumber konflik dalam pacaran jarak jauh

Situasi pacaran jarak jauh terkadang menimbulkan ketidak

nyamanan sehingga rawan terjadi konflik. Hal yang umum menjadi

sumber konflik pada pacaran jarak jauh adalah sebagai berikut :

a. Komunikasi yang kurang baik

Konflik dapat muncul karena adanya komunikasi yang buruk.

Perbedaan antara pesan yang disampaikan dan pesan yang diterima

akan menimbulkan masalah komunikasi ketika konflik berlangsung.

Biasanya hanya 7 % dari komunikasi disampaikan secara lisan dan

(40)

2001). Tidak mengherankan bila pada pacaran jarak jauh seringkali

konflik dipicu oleh salah pengertian yang muncul akibat komunikasi

yang kurang baik. Kondisi pacaran jarak jauh yang seringkali

memaksa individu dan pasangannya berkomunikasi tidak langsung

membuat individu tidak mampu memahami komunikasi tersebut

dengan sepenuhnya. Selain menimbulkan kesalah pahaman,

komunikasi yang kurang baik terkadang dapat memumculkan rasa

curiga dan ketidak percayaan pada pasangan. Hal ini juga seringkali

menjadi sumber konflik dalam pacaran jarak jauh (Diah,2010).

b. Keinginan untuk dihargai

Seorang individu umunya memiliki keinginan untuk dihargai oleh

orang lain atas sesuatu yang dilakukanya. Bila seseorang merasa tidak

dihargai atau merasa diperlakukan sekehendak hati, maka

kebutuhannya untuk dihargai tersebut tidak terpenuhi. Hal ini memicu

reaksi pada individu tersebut, bisa berupa rasa amarah yang memicu

timbulnya konflik dengan orang yang bersangkutan (Pickering,2001).

Kesulitan dalam memahami apa yang menjadi keinginan pasangannya

dikarenakan terbatasnya kebersamaan dengan pasangan dalam

hubungan pacaran jarak jauh terkadang membuat pasangannya

tersebut merasa kurang dihargai.

3. Pengertian Manajemen Konflik

Manajemen konflik merupakan gaya atau pendekatan seseorang

(41)

Wirawan (2010), manajemen konflik merupakan proses menyusun

strategi mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang

diinginkan.

Manajemen konflik merupakan ketrampilan yang amat penting

dalam hubungan interpersonal. Jika seseorang tidak memiliki manajemen

konflik, maka masalah sekecil apapun dengan orang lain akan menjadi

persoalan yang besar (Wood, 2007).

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan manajemen konflik adalah cara atau

pendekatan yang dipilih seseorang dalam upaya penyelesaian konflik.

4. Manajemen Konflik pada Hubungan Pacaran

Banyak orang memandang konflik sebagai faktor yang merusak

hubungan. Namun sebenarnya, rusaknya hubungan sesungguhnya lebih

disebabkan oleh kegagalan mengelola konflik secara konstruktif

(Supratiknya, 1995). Winardi (1994) berpendapat bahwa konflik-konflik

yang muncul dipengaruhi oleh bagaimana konflik terdahulu ditangani.

Winardi menambahkan bahwa konflik-konflik yang tidak diatasi, akan

berkembang intensitasnya dan akan menimbulkan konflik-konflik yang

akan datang sehubungan dengan persoalan-persoalan yang serupa.

Menghargai diri sendiri, orang lain dan hubungan sangat penting

dalam usaha menangani konflik. Manajemen konflik yang konstruktif

tidak akan muncul ketika kita tidak dapat menghargai orang lain bahkan

(42)

konflik yang efektif dalam sebuah hubungan adalah ketika satu sama lain

tahu dan mengerti akan kebutuhan dirinya dan kebutuhan pasangannya.

Hubungan dipengaruhi oleh bagaimana orang-orang yang terlibat

didalamnya menangani konflik. Orientasi menang-menang dan bentuk

komunikasi yang konstruktif membuat setiap individu dan hubungan

yang dibina berada ada posisi menang (Wood, 2007).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen

konflik pada hubungan pacaran sangat dibutuhkan. Hal ini berkaitan

dengan cara atau strategi individu yang sedang berpacaran menghadapi

situasi konflik yang terjadi dalam hubungannya. Kemampuan ini sangat

berpengaruh terhadap berlangsungnya hubungan yang dijalin. Hubungan

pacaran akan terpelihara ketika individu yang terlibat didalamnya mampu

menyelesaikan konflik dengan cara yang konstruktif.

5. Jenis Gaya Manajemen Konflik

Ada 5 jenis gaya manajemen konflik yang dikemukakan oleh

beberapa tokoh seperti Pickering (2001), Bebbe (2011), Wood (2007) ,

Winardi (1994) dan Supratiknya (1995). Dari beberapa tokoh tersebut

diketahui bentuk-bentuk manajemen konflik yaitu : kompromi,

kolaborasi, tindakan menghindari, akomodasi dan kompetisi.

a. Kompromi

Pada gaya ini, individu yang berkonflik mencoba

menemukan jalan tengah dalam konflik dimana solusi yang

(43)

2001). Orang yang menggunakan gaya ini tidak sepenuhnya

mendapatkan apa yang diinginkan, namun mencoba sedikit

mengalah demi tercapainya solusi yang adil bagi semua pihak yang

terlibat dalam konflik (Beebe, 2011).

Menurut Supratiknya (1995), gaya ini menganggap

tercapainya tujuan pribadi maupun hubungannya dengan pihak lain

yang terlibat dalam konflik adalah cukup penting. Hal ini membuat

individu yang terlibat dalam konflik mau mengorbankan sedikit

tujuannya dan hubungannya dengan pihak lain demi tercapainya

kepentingan dan kebaikan bersama.

b. Kolaborasi atau kerjasama

Gaya ini melihat konflik sebagai masalah yang harus

diselesaikan (Beebe, 2011). Menurut Supratiknya (1995), gaya ini

menganggap konflik merupakan masalah yang harus dicari

pemecahannya yang harus sejalan dengan tujuan pribadi maupun

tujuan lawannya. Hal ini membuat individu yang menggunakan gaya

ini sebagai manajemen konflik, berusaha mengutamakan tujuan

pribadi dan hubungannya dengan pihak lain, serta selalu berusaha

mencari penyelesaian yang memuaskan kedua pihak dan mampu

menghilangkan ketegangan serta perasaan negatif lain yang mungkin

muncul dalam diri pihak yang berkonflik.

Pickering (2001) berpendapat bahwa dalam gaya ini,

(44)

informasi. Individu mencoba melihat sedalam mungkin semua

perbedaan yang ada dan mencari pemecahan masalah yang

disepakati semua pihak.

Menurut Beebe (2011), gaya ini berfokus pada kepentingan

bersama. Gaya ini juga dapat menghasilkan banyak pilihan untuk

memecahkan masalah. Individu yang menggunakan gaya ini

didorong untuk dapat berpikir kreatif dan berusaha mencapai

berbagai alternatif solusi (Pickering, 2001).

Orientasi dari gaya ini adalah menang-menang (Beebe,

2011). Keputusan mengenai pemecahan masalah didasarkan pada

kriteria yang obyektif. Menurut Wood (2007), orientasi

menang-menang mengasumsikan bahwa biasanya terdapat cara untuk

mengatasi perbedaan agar setiap orang yang terlibat konflik merasa

diuntungkan. Orientasi ini menghasilkan solusi yang cukup

memuaskan kebutuhan dan dapat melidungi kesehatan hubungan.

Winardi (1994) berpendapat bahwa kondisi menang-menang

meniadakan alasan untuk melanjutkan atau menimbulkan konflik

kembali. Hal ini dikarenakan tidak adanya hal yang dihindari dan

semua persoalan dibicarakan secara terbuka. Winardi (1994)

menambahkan bahwa gaya manajemen konflik ini merupakan

(45)

c. Tindakan menghindari (avoidance)

Merupakan gaya manajemen konflik dengan cara

menghindari dan mundur dari konflik (Beebe, 2011). Orang yang

menggunakan gaya ini, mencoba menarik diri dari situasi yang ada

(Pickering, 2001). Menurut Pickering, gaya ini dapat menimbulkan

kejengkelan pada pihak yang berkonflik dengan individu tersebut,

dan tidak memberikan kepuasan, sehingga konflik cenderung akan

terus berlanjut. Pickering (2001), menambahkan bahwa gaya

menghindar seringkali dianggap tidak tepat dikarenakan gaya ini

terkesan menimbulkan sikap tidak peduli dengan konflik yang

terjadi. Hal ini diperkuat dengan pendapat Beebe (2011), yang

mengungkapkan bahwa gaya menghindari konflik seringkali

menunjukkan bahwa seseorang memiliki kepedulian rendah untuk

orang lain serta bagi dirinya sendiri. Menurut Supratiknya (1995)

orang yang menggunakan gaya manajemen konflik ini percaya

bahwa setiap usaha memecahkan konflik hanya akan sia-sia,

sehingga memilih untuk menghindarinya.

Menurut Beebe (2011), gaya ini termasuk dalam

manajemen konflik yang berorientasi kalah-kalah. Wood (2007)

berpendapat bahwa orientasi kalah-kalah mengasumsikan bahwa

konflik memberikan kekalahan pada setiap orang yang terlibat.

Orientasi ini cenderung bersifat destruktif. Orang yang

(46)

beragai cara. Padahal menghindari konflik dengan berbagai cara

dapat sangat merugikan karena akan menunda kebutuhan atau hak

dan menjadi tidak mampu untuk jujur pada orang lain.

Winardi (1994) berpendapat bahwa, apabila tak seorangpun

yang terlibat dalam konflik mencapai keinginannya dan alasan

terjadinya konflik tidak mengalami perubahan. Konflik yang

dikelola dengan orientasi kalah-kalah seakan-akan terselesaikan atau

bahkan lenyap untuk sementara waktu, namun akan memiliki

tendensi untuk muncul kembali pada masa mendatang.

d. Akomodasi

Akomodasi adalah untuk menyerah pada tuntutan orang

lain (Beebe, 2011). Dalam gaya ini, hubungan sangat diutamakan

sehingga kurang mementingkan tujuan-tujuan pribadinya

(Supratiknya, 1995). Gaya ini membiarkan pihak lain yang

berkonflik dengannya lebih menonjol daripada dirinya

(Winardi,1994).

Menurut Pickering (2001), gaya manajemen konflik

akomodasi menilai orang lain lebih tinggi dan memberi nilai rendah

pada diri sendiri dan barangkali mencerminkan rasa rendah diri

orang tersebut. Perhatian yang besar pada kepentingan orang lain

menyebabkan seseorang berusaha memuaskan kebutuhan orang lain,

dengan mengorbankan hal yang sebenarnya penting bagi dirinya

(47)

Gaya manajemen konflik ini termasuk dalam manajemen

konflik yang berorientasi "kalah-menang” (Beebe, 2011). Menurut

Winardi (1994), orientasi ini terjadi bila salah satu pihak mencapai

apa yang diinginkan sedangkan yang lainnya tidak.

e. Kompetisi

Pada gaya manajemen konflik ini, individu mencoba untuk

menaklukkan lawan dengan memaksanya menerima solusi konflik

yang disodorkannya (Supratiknya, 1995). Individu yang

menggunakan gaya ini cenderung berfokus pada dirinya sendiri dan

mengabaikan orang lain. Individu tersebut cenderung ingin selalu

menang dengan mengorbankan orang lain yang sedang berkonflik

dengannya (Beebe, 2011).

Beebe (2011), menambahkan bahwa pada gaya ini individu

cenderung mencoba mengendalikan orang lain dengan memberikan

ancaman dan peringatan. Hal ini didukung dengan pendapat

Supratiknya (1995) yang mengatakan bahwa individu yang

menggunakan gaya manajemen konflik ini selalu mencari menang

dengan cara menyerang, mengungguli dan mengancam pihak lain.

Menurut Beebe (2011), individu yang menggunakan gaya

manajemen konflik kompetisi memiliki filosofi menang-kalah.

Wood (2007) berpendapat bahwa manajemen konflik yang

berorientasi menang-kalah menganggap bahwa konflik adalah

(48)

kali merusak hubungan karena seorang dari yang lain harus

mengalami kekalahan. Orang yang seringkali mengalami kekalahan

akan memunculkan ketidak nyamanan pada dirinya sendiri dan akan

menimbulkan frustasi. Dan sering kali orang yang kalah memiliki

keinginan untuk membalas dengan berusaha memenangkan

perdebatan berikutnya

Dari kelima gaya manjanemen konflik tersebut memang

terkadang individu tidak selalu hanya menggunakan satu pendekatan

atau satu gaya manajemen konflik saja. Hal ini dikarenakan individu

tersebut terkadang juga menyesuaian situasi atau konteks dimana

konflik tersebut terjadi. Namun dalam menghadapi konflik individu

selalu memiliki salah satu gaya atau pendekatan yang dominan yang

cenderung sering digunakannya.

6. Manfaat Konflik yang ditangani dengan manajemen konflik yang konstruktif

Hal-hal positif dari konflik dapat terjadi ketika individu yang

terlibat dalam konflik mampu menghadapi dan memecahkan

konflik-konflik yang terjadi secara konstruktif (Supratiknya, 1995).

Beberapa manfaat positif dari konflik yang dikelola dengan

konstruktif menurut Johnson (dalam Supratiknya 1995) yaitu :

a. Dapat menjadikan individu sadar bahwa ada persoalan yang perlu

(49)

b. Dapat menyadarkan dan mendorong individu untuk melakukan

perubahan-perubahan dalam diri. Evaluasi yang dilakukan terhadap

diri, muncul perbaikan-perbaikan dalam diri.

c. Dapat menjadikan hidup menjadi lebih menarik. Adanya perbedaan

pendapat dan perdebatan mengenai suatu hal, mendorong individu

untuk memahami dan mendalami pokok permasalahan sehingga

membuat hidup menjadi tidak membosankan.

d. Dapat menjadikan individu sadar akan siapa diriya atau seperti apa

dirinya yang sesungguhnya. Pertengkaran dengan orang lain

membuat individu menjadi sadar akan apa yang disukai dan tidak

disukainya, apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan dan

sebagainya.

Wood (2007) menambahkan beberapa manfaat positif konflik

saat dikelola dengan konstruktif :

a. Konflik memberi kesempatan bagi orang yang terlibat untuk

semakin tumbuh secara individu dan mampu memperkuat hubungan.

Konflik dapat membuat kita memiliki kesadaran akan adanya

perbedaan dalam diri kita sendir dan dapat membuat kita mengubah

pandangan terhadap diri.

b. Konflik dapat memperdalam hubungan dengan memperdalam

pemahaman satu sama lain. Hal ini dikarenakan dengan konflik

individu yang terlibat didalamnya menjadi lebih paham akan

(50)

C. INDIVIDU DEWASA AWAL YANG BERPACARAN JARAK JAUH 1. Dewasa Awal

Manusia dalam perkembangan hidupnya mengalami beberapa

tahap, salah satunya adalah masa dewasa awal. Santrock (2012)

berpendapat bahwa masa dewasa awal merupakan transisi dari masa

remaja menuju masa dewasa yang terjadi pada usia 18 tahun sampai 25

tahun.

Papalia (2008) mendefinisikan masa dewasa awal sebagai tahap

perkembangan ketika seseorang memasuki rentang usia 20 sampai

dengan 40 tahun. Hampir senada dengan Papalia, Hurlock (1990)

berpendapat bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun

sampai kira-kira umur 40 tahun.

Menurut Santrock (2012) masa dewasa awal merupakan masa

pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi, pengembangan karir,

masa pemilihan pasangan, hidup dengan seseorang secara akrab, serta

membangun keluarga dan mengasuh anak-anak. Senada dengan

Sanctrock, Hurlock (1990) berpendapat bahwa masa ini merupakan

periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan

sosial yang baru. Pada masa ini individu diharapkan dapat memenuhi

tugas perkembangannya mencakup mendapatkan suatu pekerjaan,

memilih teman hidup, belajar hidup bersama dengan seseorang dan

membentuk keluarga, mengelola rumah tangga dan mampu menerima

(51)

memenuhi tugas perkembangannya pada masa ini akan mempengaruhi

perkembangannya pada masa dewasa tengah.

Erikson (dalam Santrock 2012) mengungkapkan bahwa tugas

perkembangan pada masa dewasa awal adalah pembentukan relasi intim

dengan orang lain. Ketika seseorang mampu menjalin relasi intim dan

akrab dengan orang lain, maka individu tersebut akan mencapai

keintiman namun apabila tidak maka akan terjadi isolasi.

2. Pengertian Pacaran Jarak Jauh

Pacaran merupakan hubungan pranikah yang terjalin antara pria

dan wanita yang dapat diterima oleh masyarakat (Bennet dalam

Wisnuwardhani, 2012).

Menurut Wisnuwardani (2012) pacaran merupakan sarana untuk

mengembangkan hubungan interpersonal yang lebih mendalam,

mendapatkan dukungan emosional, kasih sayang, kesenangan dan

eksplorasi seksual.

Beebe (2010) berpendapat bahwa suatu hubungan dapat

dilakukan secara jarak dekat maupun jarak jauh. Hal ini dikarenakan

tidak selamanya seseorang dapat bersama-sama dengan orang

terdekatnya. Banyak hal seperti perbedaan kota dalam bekerja,

bersekolah, dan lain sebagainya membuat seseorang harus terpisah jarak

dengan orang-orang yang berhubungan dekat dengan dirinya. Keadaan

yang seperti ini disebut dengan hubungan jarak jauh. Hal ini juga dapat

(52)

jauh merupakan suatu hubungan yang tidak memungkinkan pasangan

untuk bertemu secara face to face karena terpisah jarak dalam jangka waktu tertentu.

Dalam jurnal Perceptions of College Students in Long Distance

Relationships (Skinner, 2005) disebutkan bahwa pengertian pacaran jarak jauh berbeda-beda berdasarkan penelitian yang dilakukan. Mayoritas

penelitian menggunakan kriteria “pisah jarak”, bagaimanapun jarak yang

digunakan berbeda-beda. Schwebel menggunakan 50 mil (80,4672 km)

atau lebih dalam penelitiannya, sedangkan Lydin, Pierce, O’Regan dan

Knox menggunakan 200 mil (321,8688 km) atau lebih untuk

mendefinisikan pacaran jarak jauh. Penelitian lain bahkan menggunakan

definisi lain yang kurang konkret, seperti Gulder menggunakan perkataan

“pasanganku tinggal cukup jauh dariku yang akan sangat susah atau tidak

mungkin untuk melihatnya setiap hari”. Definisi yang berbeda

menunjukkan bahwa ada banyak faktor yang berperan dalam hubungan

pacaran jarak jauh (Skinner,2005)

Holt & Stone (dalam Kidenda, 2002) menggunakan faktor

waktu dan jarak untuk mengkategorisasikan pasangan yang menjalani

pacaran jarak jauh. Berdasarkan informasi demografis dari partisipan

penelitian yang menjalani pacaran jarak jauh, didapat tiga kategori waktu

berpisah (0, kurang dari 6 bulan, lebih dari 6 bulan), tiga kategori waktu

pertemuan (sekali seminggu, sebulan sekali, kurang dari satu kali

(53)

Dari hasil penelitian Holt & Stone (dalam Kidenda, 2002) ini, ditemukan

bahwa pacaran jarak jauh dapat dikategorisasikan berdasarkan ketiga

faktor tersebut.

3. Individu Dewasa Awal yang Berpacaran Jarak Jauh

Pada penelitian ini, pacaran jarak jauh didefinisikan sebagai

salah satu tugas perkembangan yang dilalui oleh individu untuk menjalin

relasi yang lebih intim dan personal dengan lawan jenis, dimana

hubungan tersebut tidak memungkinkan pasangan untuk bertemu secara

face to face dalam jangka waktu tertentu. Hal ini dikarenakan individu dan pasangannya terpisah secara fisik, yaitu minimal berada di kota yang

berbeda dan telah menjalani pacaran jarak jauh minimal 3 bulan dan

mengadakan pertemuan maksimal 1 kali per bulan.

D. Dinamika Hubungan antara Harga diri dan Manajemen Konflik pada Individu Dewasa Awal yang sedang Menjalin Hubungan Pacaran Jarak Jauh

Individu dewasa awal memiliki tugas perkembangan untuk membina

hubungan romantis dengan lawan jenisnya. Dalam hubungan romantis, harga

diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang mempengaruhi bagaimana

individu tersebut membangun relasi dengan orang lain terutama dengan

pasangannya. Individu yang memiliki harga diri yang tinggi akan mampu

menerima dirinya sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dia

miliki. Individu tersebut juga cenderung memiliki keyakinan bahwa dirinya

(54)

yang rendah cenderung berfokus pada kelemahannya, merasa tidak dihargai,

dirinya didominasi oleh perasaan yang negatif dan seringkali cenderung

menghindar dari situasi yang menimbulkan kecemasaan, seperti ketika

mengalami sebuah masalah.

Hal-hal semacam itu sangat berpengaruh terhadap relasi individu

tersebut dengan pasangannya saat menjalin hubungan pacaran. Individu yang

mampu menerima dirinya, percaya pada dirinya dan menghargai dirinya

sendiri akan cenderung mampu menerima orang lain, percaya pada orang lain

dan mampu menghargai orang lain dengan baik. Sebaliknya, individu yang

memiliki penghargaan diri yang negatif akan cenderung tidak percaya pada

dirinya serta tidak mampu menerima dirinya sendiri dan cenderung akan

melakukan hal yang sama pada orang lain. Individu tersebut akan mudah

untuk curiga, serta memandang orang lain secara negatif.

Pada hubungan pacaran tidak selalu individu dapat berdekatan secara

fisik dengan pasangannya. Terkadang banyak pasangan yang harus menjalin

hubungan pacaran dengan dibatasi jarak yang jauh. Situasi semacam ini

sering disebut dengan hubungan pacaran jarak jauh. Hubungan yang

semacam ini membutuhkan strategi pengelolaan hubungan secara khusus. Hal

ini dikarenakan pada hubungan jarak jauh tidak memungkinkan individu

dengan pasangannya untuk bertatap muka dengan intensitas yang sering

sehingga ketika ada masalah atau konflik, seringkali individu tersebut harus

Gambar

Tabel 16 Hasil Skor Korelasi antara Harga Diri dan Manajemen
Tabel Mean Empirik ............................................... 112
Tabel 2 Blue Print Skala Manajemen Konflik Sebelum Uji Coba
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Menurut (Sudana,2011:22): “ Return on equity menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba setelah pajak dengan menggunakan modal sendiri yang dimiliki perusahaan.”

5. Fungsi personel sebagai fungsi organik militer merupakan bagian penting dalam sistem pembinaan secara keseluruhan. Manusai sebagai subjek dan objek pembinaan mempunyai

[r]

PENGGUNAAN TEKNIK PERMAINAN PAIRE MINIMALE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA PERANCIS.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

10.7 Pemberian Penjelasan mengenai isi Dokumen Pengadaan, pertanyaan dari peserta, jawaban dari Pokja ULP, perubahan substansi dokumen, hasil peninjauan lapangan, serta

ANALISIS BUKU TEKS BAHASA ARAB KELAS X MAD RASAH ‘ALIYAH KARANGAN H.A WAHID SY D AN NANI MARYANI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Perlakuan ekstraksi (E) pada penyemprotan dengan larutan insektisida nabati daun tembakau pada tanaman kacang panjang tidak berpengaruh (non significant = ns)