• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

2. Efikasi Kolektif Guru

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pengembangan Profesionalitas Guru a. Pengertian Guru

Menurut kamus umum bahasa indonesia (Purwadarminta, 1991: 322) guru adalah orang yang kerjanya mengajar. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moril yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggung jawaban guru dalam melaksanakan tugas dan peranannya.

Dalam pelaksanaan tugasnya, guru memiliki kewajiban sebagai berikut (Suyanto, 2013: 35).

1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang bermutu, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran, serta melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan. 2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik

dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

3) Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu,

latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.

4) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik Guru, serta nilai agama dan etika.

5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

b. Profesionalitas Guru

Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (pendidikan/latihan pra-jabatan). Di luar pengertian ini, ada beberapa ciri profesi khususnya yang berkaitan dengan profesi kependidikan, salah satunya profesionalitas (Sanusi, 1991: 19).

Profesionalitas mengacu kepada sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya. Dalam UU Guru dan Dosen (pasal 1 ayat 4) disebutkan bahwa profesionalitas adalah suatu sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan

tugas-tugasnya. Dengan demikian, sebutan profesionalitas lebih menggambarkan suatu keadaan derajat keprofesian seseorang dilihat dari sikap, pengetahuan, dan keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya. Dalam hal ini, guru diharapkan memiliki profesionalitas keguruan yang memadai sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara efektif.

c. Kompetensi Guru

Menurut Suyanto (2013: 40) ada tiga jenis kompetensi guru, berikut ini penjelasannya.

1) Kompetensi profesional, yaitu memiliki pengetahuan yang luas pada bidang studi yang diajarkan, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakan.

2) Kompetensi kemasyarakatan, yaitu mampu berkomunikasi dengan siswa, sesama guru, dan masyarakat luas dalam konteks sosial.

3) Kompetensi personal, yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran: ing ngarso sung tulada, ing madya

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu:

1) Kompetensi pedagogik

Kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru meliputi: a) Memahami siswa secara mendalam, dengan indikator:

memahami siswa dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami siswa dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal-ajar awal siswa.

b) Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran, dengan indikator: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik siswa; menetapkan kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.

c) Melaksanakan pembelajaran, dengan indikator: menata latar pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

d) Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran, dengan indikator: merancang dan melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar; dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.

e) Mengembangkan siswa untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, dengan indikator: memfasilitasi siswa untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi siswa untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik. 2) Kompetensi kepribadian

Kompetensi kepribadian bagi guru merupakan kemampuan personal yang mencerminkan:

a) Kepribadian yang mantap dan stabil, dengan indikator: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru yang profesional; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma yang berlaku dalam kehidupan.

b) Kepribadian yang dewasa, dengan indikator: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja yang tinggi.

c) Kepribadian yang arif, dengan indikator: menampilkan tindakan didasarkan pada kemanfaatan siswa, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.

d) Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan, dengan indikator: bertindak sesuai dengan norma agama, iman dan takwa, jujur, ikhlas, suka menolong, dan memiliki perilaku yang pantas diteladani siswa.

e) Kepribadian yang berwibawa, dengan indikator: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap siswa dan memiliki perilaku yang disegani.

3) Kompetensi sosial

Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru meliputi: a) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif

dengan siswa, dengan indikator: berkomunikasi secara efektif dengan siswa; guru bisa memahami keinginan dan harapan siswa.

b) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan,

misalnya berdiskusi tentang masalah-masalah yang dihadapi siswa serta solusinya.

c) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orangtua/wali siswa dan masyarakat sekitar. Contohnya guru bisa memberikan informasi tentang bakat, minat, dan kemampuan siswa kepada orangtua siswa.

4) Kompetensi profesional

Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang harus dikuasai guru mencakup:

a) Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi. Hal ini berarti guru harus memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi dan koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antarmata-pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam proses belajar-mengajar.

b) Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki implikasi bahwa guru harus menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian unuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

d. Indikator Guru Profesional

Sebelum dan sesudah memperoleh sertifikat pendidik sebagai guru profesional, diharapkan minimal memiliki tujuh indikator yang harus melekat dan terus menerus dibangun guru dalam rangka mengembang kualitasnya (Priatna, 2013: 64-72).

1) Keterampilan Mengajar (Teaching Skill)

Guru yang mempunyai kompetensi pedagogik tinggi adalah guru yang senantiasa memilih strategi, metode, dan model pembelajaran yang tepat, guru lebih jauh diharapkan mampu mengelola kelas sehingga suasana pembelajaran (kualitas pembelajaran) baik dan tujuan pembelajaran yang diterapkan akan tercapai.

2) Kompetensi Profesional

Guru hendaknya secara terus menerus mengembangkan dirinya dengan meningkatkan penguasaan konten pengetahuan secara terus menerus sehingga pengetahuan yang dimilikinya akan senantiasa berkembang dan terkini. Kompetensi dapat diperoleh melalui:

a) Kualifikasi Akademik, sesuai dengan UU Guru dan Dosen No. 14 tahun 2005 dan PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa kualifikasi pendidikan untuk guru minimal S1.

b) Pendidikan dan Latihan, Short Courses, dan kursus.

c) Researh Based Learning dari hasil penelitian dan

P2M serta hasil publikasi dan situasi jurnal terbaru. d) Tutorial and Exercise merupakan wahana pengembangan profesionalisme guru melalui KKG, MGMP, dan MKKS.

3) Dinamis Terhadap Perubahan Kurikulum (Dynamic

Curriculum)

Kurikulum dapat berubah sesuai dengan kebutuhan pengguna lulusan dan masukan dari para pakar.

4) Penggunaan Alat Pembelajaran/Media Pembelajaran yang Baik (Good Using Learning Equipment/Media)

Pengembangan alat/media pembelajaran dapat berbasis kompetensi lokal maupun modern dan berbasis ICT (ICT

based learning).

5) Penguasaan Teknologi

Penguasaan teknologi mutlak diperlukan oleh guru. Komunikasi interpersonal berhubungan dengan kemampuan guru dalam menjalin komunikasi dengan peserta didik, sehingga guru akan benar-benar memahami karakteristik dan mengetahui kebutuhannya. Selain kemampuan berkomunikasi dengan seluruh unsur sekolah

dan orang tua siswa. Melalui berbagai jenis komunikasi ini guru diharapkan mampu memainkan peran pentingnya dalam mencetak lulusan yang unggul.

6) Sikap Profesional (Professional Attitude)

Guru adalah agen pembelajaran dan sekaligus sebagai agen pembentuk karakter bangsa. Pendidikan karakter mempunyai makna yang tinggi, karena pendidikan karakter dalam pembelajaran mampu menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik, sehingga peserta didik menjadi paham tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan nilai yang baik dan mau melakukannya. Sebagaimana dalam pembentukan karakter pribadi seorang muslim, mempunyai beberapa indikator yang hanya dapat dicapai dengan benar, wawasannya luas/cerdas (berkompeten), tertata segala urusan (Tertib dalam penjadwalan, administrasi/dokumentasi, database), efisien dalam memanfaatkan waktu, kuat jasmaninya dan bermanfaat bagi orang lain.

7) Teladan (Best Practices)

Keberhasilan tipe keteladanan seorang guru, seperti keilmuan, kepemimpinan, keikhlasan, penampilan (performance), tingkah laku, tutur kata, kedisiplinan,

keuletan dalam mempelajari ilmu pengetahuan, dan sebagainya.

e. Strategi Pengembangan atau Peningkatan Profesionalitas Guru Menurut Balitbang Diknas (2001) pada Data Standardisasi Kompetensi Guru untuk peningkatan kompetensi guru dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat) dan bukan diklat, antara lain seperti berikut ini:

1) Pendidikan dan Pelatihan a) In House Training (IHT)

Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal di KKG/MGMP, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa

sebagian kemampuan dalam meningkatkan

kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi kepada guru lain yang belum memiliki kompetensi. Dengan strategi ini diharapkan dapat lebih menghemat waktu dan biaya.

b) Program Magang

Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di institusi/industri yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi professional guru. Program magang ini terutama diperuntukkan bagi guru kejuruan dan dapat dilakukan selama priode tertentu, misalnya, magang di industri otomotif dan yang sejenisnya. Program magang dipilih sebagai alternatif pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan tertentu khususnya bagi guru-guru sekolah kejuruan memerlukan pengalaman nyata.

c) Kemitraan Sekolah

Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat dilaksanakan bekerjasama dengan institusi pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu. Pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolah atau di tempat mitra sekolah. Pembinaan melalui mitra sekolah diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra dapat dimanfaatkan oleh guru yang mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya.

d) Belajar Jarak Jauh

Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan melalui belajar jarak jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di ibu kota kabupaten atau di propinsi.

e) Pelatihan Berjenjang dan Pelatihan Khusus

Pelatihan jenis ini dilaksanakan di P4TK dan atau LPMP dan lembaga lain yang diberi wewenang, di mana program pelatihan disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus (spesialisasi) disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru dalam keilmuan tertentu.

f) Kursus Singkat di LPTK atau Lembaga Pendidikan Lainnya

Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kompetensi guru dalam beberapa kemampuan seperti melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya

ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya. g) Pembinaan Internal Oleh Sekolah

Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya.

h) Pendidikan Lanjut

Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan alternatif bagi pembinaan profesi guru di masa mendatang. Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun di luar negeri, bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru

pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi.

2) Kegiatan Selain Pendidikan dan Pelatihan a) Diskusi Masalah Pendidikan

Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik sesuai dengan masalah yang di alami di sekolah. Melalui diskusi berkala diharapkan para guru dapat memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah ataupun masalah peningkatan kompetensi dan pengembangan karirnya. b) Seminar

Pengikutsertaan guru di dalam kegiatan seminar dan pembinaan publikasi ilmiah juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan profesi guru dalam meningkatkan kompetensi guru. Melalui kegiatan ini memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.

c) Workshop

Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk

kompetensi maupun pengembangan karirnya. Workshop dapat dilakukan misalnya dalam kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan silabus, penulisan RPP, dan sebagainya.

d) Penelitian

Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran.

e) Penulisan Buku atau Bahan Ajar

Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku pelajaran ataupun buku dalam bidang pendidikan.

f) Pembuatan Media Pembelajaran

Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun bahan ajar elektronik (animasi pembelajaran). g) Pembuatan Karya Teknologi/Karya Seni

Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa karya teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat dan atau pendidikan dan karya seni yang memiliki nilai estetika yang diakui oleh masyarakat.

Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional (2005) menyebutkan beberapa alternatif program pengembangan profesionalitas guru, sebagai berikut (Sa’ud, 2013: 105).

1) Program Peningkatan Kualifikasi Pendidikan Guru

Program ini diperuntukkan bagi guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan minimal S-1 untuk mengikuti pendidikan S-1 atau S-2 pendidikan keguruan. Program ini berupa program kelanjutan studi dalam bentuk tugas belajar.

2) Program Penyetaraan dan Sertifikasi

Program ini diperuntukkan bagi guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya atau bukan berasal dari program pendidikan keguruan.

3) Program Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Yaitu pelatihan yang mengacu pada kompetensi yang akan dicapai dan diperlukan oleh peserta didik, sehingga isi atau materi pelatihan yang akan dilatihkan merupakan gabungan atau integrasi bidang-bidang ilmu sumber bahan pelatihan yang secara utuh diperlukan untuk mencapai kompetensi.

4) Program Supervisi Pendidikan

Di lingkungan sekolah, supervisi mempunyai peranan cukup strategis dalam meningkatkan prestasi kerja guru, yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi sekolah. 5) Program Pemberdayaan MGMP (Musyawarah Guru Mata

Pelajaran)

MGMP adalah suatu forum atau wadah kegiatan profesional guru mata pelajaran sejenis di sanggar maupun di masing-masing sekolah yang terdiri dari dua unsur yaitu musyawarah dan guru mata pelajaran. Dalam MGMP diharapkan akan meningkatkan profesionalitas guru dalam melaksanakan pembelajaran yang bermutu sesuai kebutuhan peserta didik. Wadah profesi ini sangat diperlukan dalam memberikan kontribusi pada peningkatan keprofesionalan para anggotanya.

6) Simposium Guru

Forum ini selain sebagai media untuk saling sharing pengalaman juga berfungsi untuk kompetisi antar guru, dengan menampilkan guru-guru yang berprestasi dalam berbagai bidang, misalnya dalam penggunaan metode pembelajaran, hasil penelitian tindakan kelas atau penulisan karya ilmiah.

7) Program Pelatihan Tradisional Lainnya

Pelatihan ini pada umumnya mengacu pada satu aspek khusus yang sifatnya aktual dan penting untuk diketahui oleh para guru, misalnya: CTL (Contextual Teaching and

Learning), KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Penelitian Tindakan Kelas, penulisan karya ilmiah, dan sebagainya.

f. Dampak Positif Program Pengembangan Profesi Guru (PPPG) Program-program pengembangan profesi guru yang telah dilaksanakan oleh pemerintah maupun lembaga tentunya terdapat efek/dampak positif bagi guru, antara lain.

1) Guru dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.

2) Guru dapat memperbaharui dan memperkaya ilmu dan keterampilan yang dimiliki.

3) Guru mampu merencanakan dan mengembangkan model pembelajaran, mampu melakukan evaluasi, serta guru mampu mengorganisasi siswa.

4) Guru dapat mengatasi permasalahan dan isu yang sedang timbul/terjadi.

6) Guru mampu mengawasi dan membina anak didik kepada arah peningkatan kualitas maupun kuantitas keilmuan bagi peserta didiknya.

7) Guru mampu bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional.

8) Guru dapat mengatur kelas untuk memberikan kesempatan belajar yang sama pada semua peserta didik dengan kelainan fisik dan kemampuan belajar yang berbeda.

2. Efikasi Kolektif Guru

a. Pengertian Efikasi Kolektif Guru

Berdasarkan Kamus Inggris Indonesia (Echols & Shadily, 1996: 207) efikasi secara harafiah bermakna kemanjuran atau kemujaraban. Efikasi oleh Bandura (1997: 2-5) dianggap sebagai dasar dari perilaku manusia, sebab maknanya adalah keyakinan pada kapabilitas seseorang untuk mengorganisasikan dan memutuskan serangkaian perilaku yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tertentu. Kunci tindakan bertujuan adalah seberapa kuat keyakinan untuk terus berusaha tanpa mempedulikan apakah hasilnya positif atau negatif. Efikasi kolektif adalah keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat menghasilkan perubahan sosial tertentu (Alwisol, 2006: 5). Bandura (1997: 8) mendefinisikan efikasi

kolektif sebagai kepercayaan yang dibagi dalam kelompok tentang kemampuan bersama untuk mengkoordinasikan dan melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan. Efikasi kolektif mengacu kepada kepercayaan bersama oleh sekumpulan ahli organisasi dalam menggabungkan kebolehan untuk merancang dan melaksanakan tindakan yang diperlukan guna menghasilkan sesuatu pencapaian (Bandura, 1997: 7).

Efikasi kolektif terbentuk dari empat sumber utama, diantaranya ialah pengalaman masteri, pengalaman peniruan, persuasi sosial dan keadaan afektif. Pengalaman masteri mengacu kepada pengalaman keberhasilan atau kegagalan yang dialami oleh ahli kumpulan. Pengalaman keberhasilan akan membina kepercayaan efikasi kolektif yang kuat manakala kegagalan pula akan melemahkan kepercayaan efikasi kolektif ahli kumpulan. Selain itu, pengalaman peniruan bukan terbentuk melalui pengalaman pribadi seseorang bagi membina efikasi kolektif tetapi bergantung pada pengalaman yang disampaikan oleh rekan mereka. Persuasi sosial mengacu kepada keterampilan yang diperoleh oleh seseorang apabila menghadiri berbagai latihan dalam dan luar organisasi. Keadaan afektif organisasi mengacu kepada cara-cara sebuah organisasi menginterpretasikan

tantangan-tantangan yang dihadapi dan dapat mengatasi tantangan-tantangan tersebut.

Sementara Goddard (2000: 467) mendefinisikan efikasi kolektif guru sebagai konstruk yang mengukur kepercayaan guru tentang kemampuan dan usaha kolektif (sekelompok guru atau sekolah) untuk mempengaruhi pencapaian murid. Definisi ini mengacu pada kepercayaan bahwa usaha guru dalam organisasi akan berdampak positif terhadap pencapaian murid. Bandura (1997: 8-9) menggambarkan bahwa efikasi kolektif bukanlah mencerminkan kekuatan kelompok yang besar dari segi ukurannya. Dalam organisasi, efikasi kolektif mencerminkan kepercayaan anggota terkait kemampuan pelaksanaan suatu sistem sosial secara menyeluruh. Dalam sebuah kelompok, anggota-anggota yang berbeda latar belakang dan lantai efisiensi berdepan dengan tantangan yang juga berbeda untuk mencapai tujuan bersama. Hubungan yang lemah antara anggota dapat mempengaruhi peran kelompok. Anggota yang berefikasi tinggi dalam sebuah kelompok cenderung lemah dalam melaksanakan tugas jika ada antara mereka tidak memberikan kontribusi yang seharusnya. Kepercayaan tinggi suatu kelompok terhadap kemampuan kolektif menjadi pertanda terhadap keberhasilan. Ulasan Bandura (1997: 11) menemukan kepercayaan kolektif

yang kuat di kalangan guru dalam efikasi pengajaran mereka berhasil meningkatkan pencapaian akademik sekolah.

Pengertian efikasi mengacu pada konsep Tschannen-Moran (1998: 233) yaitu keyakinan diri guru atas kapabilitas untuk mengorganisasi dan memutuskan langkah-langkah yang diperlukan agar berhasil memenuhi suatu tugas pengajaran dan kependidikan dalam konteks tertentu. Bila empat kompetensi guru yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dikaitkan dengan teori Bandura (dalam Tschannen-Moran, 1998: 219) mengenai tujuh dimensi efikasi, maka diperoleh empat pengelompokkan. Pertama, efikasi dalam mengajar (instructional self-efficacy) mengungkap kompetensi pedagogik. Kedua, efikasi dalam pendisiplinan kelas (disciplinary self-efficacy) dipakai mengungkap kompetensi kepribadian. Ketiga, efikasi memengaruhi pembuatan keputusan (efficacy to influence

decision making), efikasi memengaruhi sumber daya sekolah

(efficacy to influence school resources), efikasi melibatkan orang tua (efficacy to enlist parental involvement), dan efikasi melibatkan komunitas (efficacy to enlist community involvement) sejalan dengan kompetensi sosial. Keempat, efikasi menciptakan iklim positif sekolah (efficacy to create a positive school climate) sejalan dengan kompetensi profesional.

Sumber-sumber efikasi meliputi pengalaman menguasai suatu kompetensi (enactive mastery experiences), pengalaman melihat konsekuensi yang terjadi pada orang lain (vicarious

experiences), persuasi verbal (verbal persuasion), dan kondisi

fisiologis dan afektif (Bandura, 1997: 79-115).

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efikasi Kolektif Guru

Berdasarkan teori efikasi dari Bandura (1997: 117) faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi guru, ada tiga kelompok faktor-faktor yang berefek yaitu faktor demografi, pengalaman instruksional, dan personal. Beberapa faktor pembentuk efikasi kolektif guru lainnya adalah pengalaman mengajar, keprofesian, kompetensi, dan kepedulian. Pengalaman mengajar merupakan rangkuman pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dialami dalam mengajar. Pengalaman kerja akan membuat pengetahuan dan keterampilan seseorang bertambah, terutama tentang bidangnya. Dalam hal kompetensi, Undang-undang Republik Indonesia No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab IV Pasal 8 menyatakan bahwa “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik kompetensi, sertifikasi pendidikan, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Keuntungan dari adanya kepedulian dari segi guru adalah meningkatkan kepuasan kerja guru, diantaranya adanya

Dokumen terkait