• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan pengembangan profesionalitas guru dengan efikasi kolektif guru di Kabupaten Klaten.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan pengembangan profesionalitas guru dengan efikasi kolektif guru di Kabupaten Klaten."

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

HUBUNGAN PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU DENGAN EFIKASI KOLEKTIF GURU DI KABUPATEN KLATEN

Dyah Ayu Sulistyawati Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menguji dan menganalisis hubungan pengembangan profesionalitas guru dengan efikasi kolektif guru di Kabupaten Klaten, (2) mendeskripsikan program apa saja yang paling sering diikuti guru dalam mengembangkan profesionalitas guru.

Penelitian ini dilaksanakan di empat SMA Negeri di Kabupaten Klaten yaitu SMA N 1 Wedi, SMA N 1 Jogonalan, SMA N 1 Klaten, dan SMA N 2 Klaten pada bulan Oktober 2015. Populasi penelitian meliputi seluruh guru di empat SMA Negeri tersebut. Sampel penelitian berjumlah 92 guru dan ditentukan berdasarkan purposive sampling. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data dilakukan dengan analisis korelasi pearson atau korelasi product moment.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat hubungan positif signifikan pengembangan profesionalitas guru dengan efikasi kolektif guru (r = 0,464; < 0,01) dan (2) program MGMP, pelatihan, dan seminar merupakan program-program yang paling sering diikuti oleh guru-guru dalam mengembangkan profesionalitas.

(2)

ix ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN TEACHER PROFESSIONAL DEVELOPMENT AND TEACHER COLLECTIVE EFFICACY IN

KLATEN REGENCY

Dyah Ayu Sulistyawati Sanata Dharma University

Yogyakarta 2016

This research aims to: (1) test and analyze the relationship between teacher professional development and teacher collective efficacy in Klaten Regency, (2) describe what programs often followed by teachers in developing their professionalism.

This research was conducted in four high schools in Klaten Regency. They were I Wedi Public Senior High School, I Jogonalan Public Senior High School, I Klaten Public Senior High School, and II Klaten Public Senior High School. The research was conducted in October, 2015. The population of research were all teachers in Four Senior High Schools. The samples were 92 teachers, determined by purposive sampling. Data collection techniques were questionnaires. Data analysis technique was the Pearson correlation analysis or product moment analysis.

The result shows: (1) there is a significant and positive relationship between teacher professional development and teacher collective efficacy (r = 0,464; < 0,01) and (2) MGMP programs, training, and seminars are the programs which are often followed by teachers in developing professionalism.

(3)

i

HUBUNGAN PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU DENGAN EFIKASI KOLEKTIF GURU DI KABUPATEN KLATEN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Ekonomi

Oleh:

Dyah Ayu Sulistyawati

NIM : 111324009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk :

 Allah SWT

 Orang tuaku, Alm. Bapak Sutarno dan Ibu Sulastri

 Kakakku, Satrya Agung Wijayanto

 Keluarga besarku, Mbah Kung Karyono, Almh. Mbah Nti Misiah, Bude Tuti, dan Bude Jumini

(7)

v MOTTO

“Don’t focus about other people’s opinions but only focus of our revenue.”

“Masa depan tergantung pada apa yang kita lakukan hari ini.”

–Mahatma Gandhi-

“Mother is one to whom you hurry when you are troubled.”

“Hari kemarin sudah berlalu, kita tidak mungkin mengubahnya. Hari esok di hadapan, kita tak tahu apa kita punya kesempatan di dalamnya. Dan, hari ini kesempatan bagi kita untuk beramal saleh.

Maka, beramallah sebanyak-banyaknya.”

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 Februari 2016

Penulis

(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Dyah Ayu Sulistyawati

Nomor Mahasiswa : 111324009

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

HUBUNGAN PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU DENGAN EFIKASI KOLEKTIF GURU DI KABUPATEN KLATEN

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 19 Februari 2016

Yang menyatakan

(10)

viii ABSTRAK

HUBUNGAN PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU DENGAN EFIKASI KOLEKTIF GURU DI KABUPATEN KLATEN

Dyah Ayu Sulistyawati Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menguji dan menganalisis hubungan pengembangan profesionalitas guru dengan efikasi kolektif guru di Kabupaten Klaten, (2) mendeskripsikan program apa saja yang paling sering diikuti guru dalam mengembangkan profesionalitas guru.

Penelitian ini dilaksanakan di empat SMA Negeri di Kabupaten Klaten yaitu SMA N 1 Wedi, SMA N 1 Jogonalan, SMA N 1 Klaten, dan SMA N 2 Klaten pada bulan Oktober 2015. Populasi penelitian meliputi seluruh guru di empat SMA Negeri tersebut. Sampel penelitian berjumlah 92 guru dan ditentukan berdasarkan purposive sampling. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data dilakukan dengan analisis korelasi pearson atau korelasi product moment.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat hubungan positif signifikan pengembangan profesionalitas guru dengan efikasi kolektif guru (r = 0,464;  < 0,01) dan (2) program MGMP, pelatihan, dan seminar merupakan program-program yang paling sering diikuti oleh guru-guru dalam mengembangkan profesionalitas.

(11)

ix ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN TEACHER PROFESSIONAL DEVELOPMENT AND TEACHER COLLECTIVE EFFICACY IN

KLATEN REGENCY

Dyah Ayu Sulistyawati Sanata Dharma University

Yogyakarta 2016

This research aims to: (1) test and analyze the relationship between teacher professional development and teacher collective efficacy in Klaten Regency, (2) describe what programs often followed by teachers in developing their professionalism.

This research was conducted in four high schools in Klaten Regency. They were I Wedi Public Senior High School, I Jogonalan Public Senior High School, I Klaten Public Senior High School, and II Klaten Public Senior High School. The research was conducted in October, 2015. The population of research were all teachers in Four Senior High Schools. The samples were 92 teachers, determined by purposive sampling. Data collection techniques were questionnaires. Data analysis technique was the Pearson correlation analysis or product moment analysis.

The result shows: (1) there is a significant and positive relationship between teacher professional development and teacher collective efficacy (r = 0,464;  < 0,01) and (2) MGMP programs, training, and seminars are the programs which are often followed by teachers in developing professionalism.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas semua ridho dan rizky-Nya yang

diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dengan judul “Hubungan Pengembangan Profesionalitas Guru Dengan Efikasi Kolektif Guru Di Kabupaten Klaten” ini disusun untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Ekonomi Bidang

Keahlian Khusus Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharama Yogyakarta.

Dalam pembuatan skripsi ini tidak lepas dari beberapa pihak yang telah

memberikan bantuan moril, materi, dukungan, bimbingan maupun kerja sama

penulis, untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Dra. C. Wigati Retno Astuti, M.Si., M.Ed., selaku Dosen Pembimbing I

yang meluangkan waktu dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan

dan semangat.

4. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang

dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan

skripsi.

5. Bapak Y. M. V. Mudayen, S.Pd., M.Sc., selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan masukan, saran, dan kritikan dalam penulisan skripsi ini.

6. Kedua Orang Tuaku Alm. Bapak Sutarno dan Ibu Sulastri serta kakakku

Satrya Agung Wijayanto tercinta, atas doa, dukungan, semangat, serta

menjadi tempat untuk berbagi suka dan duka selama penulis menyusun

(13)

xi

7. Eel, Cynthia, Rahmi, Achi, Ratna, Rima, Jevi, Mbak Tika, Dita, Raras, Natia,

dan Lia yang telah memberi doa, semangat, serta menjadi tempat untuk

berbagi suka dan duka selama penulis menyusun skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu guru SMA Negeri 1 Wedi, SMA N 1 Jogonalan, SMA N 1

Klaten, dan SMA N 2 Klaten yang telah meluangkan waktunya untuk

membantu penulis dalam kelancaran penelitian.

9. Michael Bayu Herdiyanto yang sudah memberikan doa, dukungan, semangat,

serta menjadi tempat untuk berbagi suka dan duka selama penulis menyusun

skripsi ini.

10.Keluarga besar Pendidikan Ekonomi angkatan 2011 yang selalu menjaga

kebersamaan sampai detik ini dan saling membantu kepada mereka yang

mengalami kesulitan kuliah maupun skripsi khususnya Nita, Ripta, Firma,

dan April.

11.Keluarga besar Mbah Karyono dan keluarga besar Mbah Yoso Pawiro, semua

saudara yang sudah memberikan doa, dukungan, semangat, serta menjadi

tempat untuk berbagi suka dan duka selama penulis menyusun skripsi ini.

12.Semua pihak dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu yang telah membantu dan mendukung penulis selama penyusunan

skripsi.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan jauh

dari sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa menerima kritik dan saran

yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua

pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 19 Februari 2016

Penulis

(14)

xii

(15)
(16)

xiv

5. Deskripsi Responden Berdasarkan Program PPG Yang Paling Sering Diikuti ... 74

B. Deskripsi Variabel Penelitian ... 75

1. Deskripsi Pengembangan Profesionalitas Guru ... 75

2. Deskripsi Efikasi Kolektif Guru ... 77

(17)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Kuesioner ... 43

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Pengembangan Profesionalitas Guru ... 45

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Efikasi Kolektif Guru ... 46

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Pengembangan Profesionalitas Guru.... 48

Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Efikasi Kolektif Guru ... 49

Tabel 4.1 Daftar Nama Guru SMA N 1 Wedi... 56

Tabel 4.2 Daftar Nama Guru SMA N 1 Jogonalan ... 60

Tabel 4.3 Daftar Nama Guru SMA N 1 Klaten... 64

Tabel 4.4 Daftar Nama Guru SMA N 2 Klaten... 68

Tabel 5.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Gender ... 72

Tabel 5.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ... 72

Tabel 5.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir .... 73

Tabel 5.4 Deskripsi Responden Berdasarkan Lama Mengajar ... 73

Tabel 5.5 Deskripsi Responden Berdasarkan Program PPG Yang Paling Sering Diikuti ... 74

Tabel 5.6 Deskripsi Pengembangan Profesionalitas Guru ... 76

Tabel 5.7 Deskripsi Efikasi Kolektif Guru ... 78

Tabel 5.8 Deskripsi Hubungan PPG dan EKG dengan Pendidikan Terakhir dan Lama Mengajar ... 79

Tabel 5.9 Hasil Pengujian Normalitas... 81

Tabel 5.10 Hasil Pengujian Homogenitas Varians... 82

(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kuesioner ... 96

Lampiran 2 Data Induk Penelitian ... 107

Lampiran 3 Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Varians ... 120

Lampiran 4 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 123

Lampiran 5 Pengujian Hipotesis ... 131

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Guru-guru di Indonesia saat ini sedang menghadapi permasalahan

terkait dengan penghentian sementara Kurikulum 2013. Kurikulum 2013

dinilai tidak sempurna karena dalam penerapan Kurikulum 2013 terlalu

terburu-buru sehingga memicu terjadinya permasalahan di lapangan maka

perlu dilakukan penghentian sementara. Belum tersedianya buku

Kurikulum 2013 membuat sejumlah guru menempuh berbagai cara demi

kelangsungan kegiatan belajar mengajar siswanya. Selain itu, di beberapa

daerah di Indonesia masih terdapat guru yang belum sarjana namun tetap

mengajar di sekolah-sekolah, serta banyak pula guru yang mengajar tidak

sesuai dengan disiplin ilmu atau kompetensi profesional yang mereka

miliki.

Menurut Pemerhati Pendidikan, Abduh Zen, kondisi guru di

Indonesia sedang tidak baik (Ferri, 2014). Berdasarkan hasil Uji

Kompetensi Awal (UKA) dan Uji Kompetensi Guru (UKG) yang sudah

dilaksanakan para guru mendapatkan hasil di bawah rata-rata. Guna

mengubah kondisi ini, pemerintah perlu melakukan pelatihan yang

benar-benar efektif untuk menghadapi situasi-situasi tidak terduga, seperti

(20)

masalah lain yang dihadapi para guru Indonesia yakni soal motivasi yang

tidak benar-benar menyentuh ke dalam diri mereka. Guru-guru perlu diberi

motivasi kembali sehingga mereka menyempurnakan profesinya. Para

guru dapat melakukan pertemuan dengan sesama guru yang mata

pelajarannya sama guna mencari solusi untuk mengatasi perpindahan

kurikulum 2013 ke KTSP. Melalui pertemuan yang diselenggarakan,

guru-guru dapat saling mengemukakan pendapat, mengemukakan nasihat,

bertukar informasi, dan memberikan saran, maka dari kegiatan tersebut

guru akan mendapatkan efikasi kolektif.

Menurut A. Bandura (1997: 79-115), efikasi kolektif adalah

keyakinan orang-orang bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat

menghasilkan perubahan sosial tertentu. Efikasi kolektif tersebut terbentuk

dari empat sumber utama, diantaranya adalah: (1) Experience mastery atau

pengalaman masteri, (2) Experience impersonation atau pengalaman

peniruan, (3) Social persuasion atau persuasi sosial, dan (4) Affective

conditions atau kondisi afektif. Pengalaman masteri mengacu kepada

pengalaman keberhasilan atau kegagalan yang dialami oleh anggota

kelompok. Pengalaman keberhasilan akan membangun kepercayaan

efikasi kolektif yang kuat sedangkan kegagalan akan melemahkan

kepercayaan efikasi kolektif anggota kelompok. Selain itu, pengalaman

peniruan bukan terbentuk melalui pengalaman pribadi seseorang untuk

membangun efikasi kolektif tetapi tergantung pada pengalaman yang

(21)

keterampilan yang diperoleh oleh seseorang ketika menghadiri berbagai

pelatihan internal dan eksternal organisasi. Kondisi afektif organisasi

merujuk kepada cara-cara organisasi menginterpretasikan

tantangan-tantangan yang dihadapi dan dapat mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Dengan

kata lain, efikasi kolektif guru yaitu keyakinan yang dimiliki pada guru

mengenai kelompok mereka untuk mencapai hasil tertentu. Sementara

Goddard (2000: 467) mendefinisikan efikasi kolektif guru sebagai

konstruk yang mengukur kepercayaan guru tentang kemampuan dan usaha

kolektif (sekelompok guru atau sekolah) untuk mempengaruhi pencapaian

murid. Definisi ini mengacu pada kepercayaan bahwa usaha guru dalam

organisasi akan berdampak positif terhadap pencapaian murid.

Kepercayaan efikasi kolektif berperan selaku mediator yang

menyelaraskan kepercayaan bersama di kalangan guru-guru sekolah

menengah. Berdasarkan fungsi tersebut maka kepercayaan efikasi dilihat

sebagai konstruk utama yang mendominasi teori kognitif sosial. Konstruk

efikasi yang bersifat multi dimensi memungkinkannya dipengaruhi oleh

berbagai faktor (Bandura, 1997: 7). Multi dimensi tersebut ada dua

macam, yaitu analisis terhadap tugas guru dan assessment atau penilaian

terhadap kompetensi guru. Berdasarkan multi dimensi tersebut, di

fokuskan menjadi dimensi efisiensi pengajaran dan dimensi analisis tugas

pengajaran.

Guru-guru yang telah menghadiri Program Pengembangan

(22)

arah pembentukan efikasi kolektif yang mantap memperbaiki tahap

kemahiran dalam pengurusan pengajaran dan pembelajaran. Goddard

(2000: 469) berpendapat kepercayaan efikasi merupakan konstruk yang

penting terhadap perilaku individu dan organisasi ke arah membentuk

perubahan. Setiap orang mengumpulkan pengetahuan, efisiensi dan

sumber, saling mendukung, membentuk koalisi dan kerja bersama untuk

menyelesaikan masalah dan memperbaiki kehidupan mereka.

Berdasarkan Ketentuan Umum Permendikbud Nomor 9/2010 Pasal

1 angka 2 Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah program pendidikan

yang diselenggarakan untuk mempersiapkan guru agar menguasai

kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan

sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional. Menurut Pasal

3 ayat (1) Permendiknas Nomor 8 Tahun 2009 Program Pendidikan

Profesi Guru (PPG) diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki

lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang memenuhi persyaratan dan

ditetapkan oleh menteri. Tujuan dari PPG adalah untuk menghasilkan guru

profesional yang memiliki kompetensi dalam merencanakan,

melaksanakan, dan menilai pembelajaran; menindaklanjuti hasil penilaian

dengan melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik; dan

mampu melakukan penelitian dan mengembangkan keprofesian secara

berkelanjutan.

Program-program pengembangan profesionalitas yang berpengaruh

(23)

kegiatan kelompok/musyawarah kerja guru atau in house training (IHT);

mengikuti seminar, kolokium, diskusi panel, atau bentuk pertemuan ilmiah

lainnya; dan/atau mengikuti kegiatan kolektif guru atas dasar penugasan

baik oleh kepala sekolah atau institusi yang lain, maupun atas kehendak

sendiri guru yang bersangkutan (Nanang, 2013: 204).

Dalam mewujudkan visi pendidikan 2025, yaitu menciptakan insan

Indonesia cerdas dan kompetitif, diperlukan ketersediaan tenaga guru yang

profesional dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Profesional

adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi

sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,

atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta

memerlukan pendidikan profesi (UU 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen). Guru profesional merupakan tuntutan untuk membentuk

sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki daya saing di forum

lokal, nasional, maupun internasional. Guru Profesional adalah guru yang

dalam melaksanakan tugasnya mampu menunjukkan kemampuannya yang

ditandai dengan penguasaan kompetensi akademik kependidikan dan

kompetensi substansi atau bidang studi sesuai bidang ilmunya.

Profesionalitas mengacu kepada sikap para anggota profesi

terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka

miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya (Sanusi, 1991: 19).

Pengembangan profesionalitas guru merupakan tuntutan yang perlu

(24)

terkait. Perkembangan teknologi, perubahan pola pikir, perubahan

peraturan pemerintah, perubahan budaya dan kebiasaan, semuanya dapat

mengakibatkan lingkungan yang dihadapi oleh guru tidak lagi sama seperti

dulu.

Adanya Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Undang-Undang No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen,

Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,

merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan serta

menyatakan bahwa guru adalah tenaga profesional. Fakta di lapangan

menunjukkan adanya berbagai masalah yang berhubungan dengan kondisi

guru. Masalah-masalah tersebut diantaranya berhubungan dengan guru

(termasuk yang telah memperoleh sertifikat pendidik) yang belum

menunjukkan profesionalitas kerja dalam menjalankan tugas utamanya

seperti mengajar di dalam kelas tanpa memperhatikan perkembangan

pribadi dari setiap murid. Kemampuan dan penguasaan guru terhadap

materi mata pelajaran yang diajarkan, masih belum memuaskan. Selain itu,

pendidikan dan pelatihan kompetensi guru setiap tahunnya sangat terbatas,

dan belum bisa melayani semua guru.

Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru berdasarkan Undang-

undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Bab IV

(Pasal 10 ayat 1), yang menyatakan bahwa “Kompetensi guru meliputi

(25)

kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalitas guru.

Adanya kebijakan pemerintah untuk memberikan sertifikasi sejak

tahun 2006 termasuk salah satu pemicu perubahan perilaku guru. Dengan

sistem portofolio, guru termotivasi mengikuti berbagai pelatihan yang

diselenggarakan oleh pemerintah. Selain pelatihan yang diselenggarakan

oleh pemerintah, berbagai pihak lain seperti organisasi profesi, lembaga

pelatihan, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga

menyelengarakan pelatihan dan pengembangan untuk peningkatan

profesionalitas guru tersebut. Pemberian pembekalan mengenai hal-hal

yang terkait dengan tugas mengajar guru, mulai dari penguasaan bahan

ajar/materi pelajaran, pemanfaatan metode pembelajaran, sampai dengan

bimbingan membuat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) juga dilakukan oleh

Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).

Sebutan kegiatan pengembangan profesi guru saat ini yaitu

Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) menggunakan peraturan

baru yang sudah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenneg

PAN dan RB) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru

dan Angka Kreditnya. Macam-macam pengembangan profesi guru antara

lain pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Kegiatan

pengembangan diri dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan

(26)

di kelompokkan menjadi 3 (tiga) kegiatan yaitu presentasi forum ilmiah,

publikasi hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan

formal, dan publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan atau buku

pedoman guru. Kegiatan PKB yang berupa karya inovatif yaitu

menemukan teknologi tepat guna (karya sains atau teknologi), menemukan

atau menciptakan karya seni, membuat atau memodifikasi alat

pelajaran/peraga/praktikum, dan mengikuti pengembangan penyusunan

standar, pedoman, soal, dan sejenisnya.

Berdasarkan dari referensi jurnal yang ditemui dengan judul, yaitu

hubungan antara frekuensi menghadiri program pengembangan

profesionalisme guru menurut bidang kurikulum dengan efikasi kolektif

guru sekolah menengah di Malaysia, didapatkan kesimpulan bahwa

penulis jurnal menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan strategi

dasar kuesioner (Madzlan, 2008). Dalam jurnal tersebut terdapat sampel

penelitian 300 guru dari 5 sekolah menengah dari populasi 582 guru.

Karakteristik populasinya adalah semua guru-guru terlatih, kecuali guru

konseling, kepala sekolah, tata usaha, dan karyawan sekolah lainnya.

Menggunakan desain sampling bertujuan (purposive sampling)

dikarenakan terdapat sekolah yang berakreditasi rendah, selain itu fasilitas

pengajaran dan pembelajaran di sekolah masih minimal. Batasan masalah

pada jurnal tersebut, yaitu faktor-faktor yang terdapat nilai efikasi untuk

memartabatkan profesi guru hanya pada guru yang mempunyai jabatan

(27)

Hasil analisis data pada efikasi kolektif guru menunjukkan keseragaman

antara dimensi efisiensi pengajaran dengan analisis tugas pengajaran.

Berdasarkan pada uraian latar belakang maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dalam dunia pendidikan dengan mengambil judul

“Hubungan Pengembangan Profesionalitas Guru Dengan Efikasi

Kolektif Guru Di Kabupaten Klaten”. Hal ini dikarenakan belum pernah adanya dilakukan penelitian khusus efikasi kolektif guru di

Indonesia. Selain itu penulis tertarik dengan permasalahan pendidikan

yang terjadi saat ini di Indonesia yaitu profesionalitas guru yang rupanya

sedang diragukan kembali setelah beberapa upaya pengembangan telah

dilakukan oleh pemerintah.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, maka yang menjadi masalah dalam penelitian

ini adalah :

1. Bagaimana hubungan pengembangan profesionalitas guru dengan

efikasi kolektif guru?

2. Program apa saja yang paling sering diikuti guru dalam

(28)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menguji dan menganalisis hubungan pengembangan

profesionalitas guru dengan efikasi kolektif guru.

2. Untuk mendeskripsikan program yang paling sering diikuti guru

dalam mengembangkan profesionalitas guru.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

pengembangan profesionalitas guru, dan agar guru-guru di Indonesia

bisa mengembangkan profesionalitas guru.

2. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan

pengembangan profesionalitas guru dan efikasi kolektif guru dan bisa

digunakan sebagai tambahan referensi jika hendak melakukan

penelitian serupa.

3. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bekal bagi penulis di

masa depan, yang berkeinginan menjadi guru.

4. Bagi Komunitas Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pembendaharaan

(29)

tentang pengembangan profesionalitas guru dan sebagai informasi

bagi penelitian selanjutnya.

E. Definisi Operasional

1. Pengembangan profesionalitas guru adalah usaha atau kegiatan yang

dilakukan guru melalui pendidikan/latihan (diklat) untuk

meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan

proses pendidikan dan pembelajaran.

2. Efikasi kolektif guru adalah kepercayaan guru tentang kemampuan

kelompok (dirinya dengan rekan-rekan guru yang lain) untuk

(30)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pengembangan Profesionalitas Guru a. Pengertian Guru

Menurut kamus umum bahasa indonesia (Purwadarminta,

1991: 322) guru adalah orang yang kerjanya mengajar. Mengajar

merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab

moril yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa

sangat bergantung pada pertanggung jawaban guru dalam

melaksanakan tugas dan peranannya.

Dalam pelaksanaan tugasnya, guru memiliki kewajiban

sebagai berikut (Suyanto, 2013: 35).

1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran

yang bermutu, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran,

serta melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan.

2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik

dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

3) Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas pertimbangan

(31)

latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta

didik dalam pembelajaran.

4) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum,

dan kode etik Guru, serta nilai agama dan etika.

5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

b. Profesionalitas Guru

Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut

keahlian dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan

oleh sembarangan orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan

secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Keahlian diperoleh

melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik

sebelum seseorang menjalani profesi itu (pendidikan/latihan

pra-jabatan). Di luar pengertian ini, ada beberapa ciri profesi

khususnya yang berkaitan dengan profesi kependidikan, salah

satunya profesionalitas (Sanusi, 1991: 19).

Profesionalitas mengacu kepada sikap para anggota profesi

terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang

mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya. Dalam UU

Guru dan Dosen (pasal 1 ayat 4) disebutkan bahwa profesionalitas

adalah suatu sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu

profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan

(32)

tugas-tugasnya. Dengan demikian, sebutan profesionalitas lebih

menggambarkan suatu keadaan derajat keprofesian seseorang

dilihat dari sikap, pengetahuan, dan keahlian yang diperlukan

untuk melaksanakan tugasnya. Dalam hal ini, guru diharapkan

memiliki profesionalitas keguruan yang memadai sehingga

mampu melaksanakan tugasnya secara efektif.

c. Kompetensi Guru

Menurut Suyanto (2013: 40) ada tiga jenis kompetensi

guru, berikut ini penjelasannya.

1) Kompetensi profesional, yaitu memiliki pengetahuan yang

luas pada bidang studi yang diajarkan, memilih dan

menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses

belajar mengajar yang diselenggarakan.

2) Kompetensi kemasyarakatan, yaitu mampu berkomunikasi

dengan siswa, sesama guru, dan masyarakat luas dalam

konteks sosial.

3) Kompetensi personal, yaitu memiliki kepribadian yang

mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang

guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang

menjalankan peran: ing ngarso sung tulada, ing madya

(33)

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional,

pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru

sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah

No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu:

1) Kompetensi pedagogik

Kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru meliputi:

a) Memahami siswa secara mendalam, dengan indikator:

memahami siswa dengan memanfaatkan

prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami siswa

dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian;

dan mengidentifikasi bekal-ajar awal siswa.

b) Merancang pembelajaran, termasuk memahami

landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran,

dengan indikator: memahami landasan kependidikan;

menerapkan teori belajar dan pembelajaran,

menentukan strategi pembelajaran berdasarkan

karakteristik siswa; menetapkan kompetensi yang

ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun

rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang

dipilih.

c) Melaksanakan pembelajaran, dengan indikator:

menata latar pembelajaran dan melaksanakan

(34)

d) Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran,

dengan indikator: merancang dan melaksanakan

evaluasi proses dan hasil belajar secara

berkesinambungan dengan berbagai metode;

menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar

untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar; dan

memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk

perbaikan kualitas program pembelajaran secara

umum.

e) Mengembangkan siswa untuk mengaktualisasikan

berbagai potensinya, dengan indikator: memfasilitasi

siswa untuk pengembangan berbagai potensi

akademik; dan memfasilitasi siswa untuk

mengembangkan berbagai potensi nonakademik.

2) Kompetensi kepribadian

Kompetensi kepribadian bagi guru merupakan

kemampuan personal yang mencerminkan:

a) Kepribadian yang mantap dan stabil, dengan

indikator: bertindak sesuai dengan norma hukum;

bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai

guru yang profesional; dan memiliki konsistensi

dalam bertindak sesuai dengan norma yang berlaku

(35)

b) Kepribadian yang dewasa, dengan indikator:

menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai

pendidik dan memiliki etos kerja yang tinggi.

c) Kepribadian yang arif, dengan indikator:

menampilkan tindakan didasarkan pada kemanfaatan

siswa, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan

keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.

d) Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan, dengan

indikator: bertindak sesuai dengan norma agama,

iman dan takwa, jujur, ikhlas, suka menolong, dan

memiliki perilaku yang pantas diteladani siswa.

e) Kepribadian yang berwibawa, dengan indikator:

memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap

siswa dan memiliki perilaku yang disegani.

3) Kompetensi sosial

Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru meliputi:

a) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif

dengan siswa, dengan indikator: berkomunikasi secara

efektif dengan siswa; guru bisa memahami keinginan

dan harapan siswa.

b) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif

(36)

misalnya berdiskusi tentang masalah-masalah yang

dihadapi siswa serta solusinya.

c) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif

dengan orangtua/wali siswa dan masyarakat sekitar.

Contohnya guru bisa memberikan informasi tentang

bakat, minat, dan kemampuan siswa kepada orangtua

siswa.

4) Kompetensi profesional

Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi

pembelajaran secara luas dan mendalam yang harus

dikuasai guru mencakup:

a) Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan

bidang studi. Hal ini berarti guru harus memahami

materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;

memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan

yang menaungi dan koheren dengan materi ajar;

memahami hubungan konsep antarmata-pelajaran

terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan

dalam proses belajar-mengajar.

b) Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki

implikasi bahwa guru harus menguasai

langkah-langkah penelitian dan kajian unuk memperdalam

(37)

d. Indikator Guru Profesional

Sebelum dan sesudah memperoleh sertifikat pendidik

sebagai guru profesional, diharapkan minimal memiliki tujuh

indikator yang harus melekat dan terus menerus dibangun guru

dalam rangka mengembang kualitasnya (Priatna, 2013: 64-72).

1) Keterampilan Mengajar (Teaching Skill)

Guru yang mempunyai kompetensi pedagogik tinggi

adalah guru yang senantiasa memilih strategi, metode, dan

model pembelajaran yang tepat, guru lebih jauh

diharapkan mampu mengelola kelas sehingga suasana

pembelajaran (kualitas pembelajaran) baik dan tujuan

pembelajaran yang diterapkan akan tercapai.

2) Kompetensi Profesional

Guru hendaknya secara terus menerus mengembangkan

dirinya dengan meningkatkan penguasaan konten

pengetahuan secara terus menerus sehingga pengetahuan

yang dimilikinya akan senantiasa berkembang dan terkini.

Kompetensi dapat diperoleh melalui:

a) Kualifikasi Akademik, sesuai dengan UU Guru

dan Dosen No. 14 tahun 2005 dan PP No.19 tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa

(38)

b) Pendidikan dan Latihan, Short Courses, dan

kursus.

c) Researh Based Learning dari hasil penelitian dan

P2M serta hasil publikasi dan situasi jurnal terbaru.

d) Tutorial and Exercise merupakan wahana

pengembangan profesionalisme guru melalui

KKG, MGMP, dan MKKS.

3) Dinamis Terhadap Perubahan Kurikulum (Dynamic

Curriculum)

Kurikulum dapat berubah sesuai dengan kebutuhan

pengguna lulusan dan masukan dari para pakar.

4) Penggunaan Alat Pembelajaran/Media Pembelajaran yang

Baik (Good Using Learning Equipment/Media)

Pengembangan alat/media pembelajaran dapat berbasis

kompetensi lokal maupun modern dan berbasis ICT (ICT

based learning).

5) Penguasaan Teknologi

Penguasaan teknologi mutlak diperlukan oleh guru.

Komunikasi interpersonal berhubungan dengan

kemampuan guru dalam menjalin komunikasi dengan

peserta didik, sehingga guru akan benar-benar memahami

karakteristik dan mengetahui kebutuhannya. Selain

(39)

dan orang tua siswa. Melalui berbagai jenis komunikasi ini

guru diharapkan mampu memainkan peran pentingnya

dalam mencetak lulusan yang unggul.

6) Sikap Profesional (Professional Attitude)

Guru adalah agen pembelajaran dan sekaligus sebagai

agen pembentuk karakter bangsa. Pendidikan karakter

mempunyai makna yang tinggi, karena pendidikan

karakter dalam pembelajaran mampu menanamkan

kebiasaan tentang hal yang baik, sehingga peserta didik

menjadi paham tentang mana yang baik dan salah, mampu

merasakan nilai yang baik dan mau melakukannya.

Sebagaimana dalam pembentukan karakter pribadi

seorang muslim, mempunyai beberapa indikator yang

hanya dapat dicapai dengan benar, wawasannya

luas/cerdas (berkompeten), tertata segala urusan (Tertib

dalam penjadwalan, administrasi/dokumentasi, database),

efisien dalam memanfaatkan waktu, kuat jasmaninya dan

bermanfaat bagi orang lain.

7) Teladan (Best Practices)

Keberhasilan tipe keteladanan seorang guru, seperti

keilmuan, kepemimpinan, keikhlasan, penampilan

(40)

keuletan dalam mempelajari ilmu pengetahuan, dan

sebagainya.

e. Strategi Pengembangan atau Peningkatan Profesionalitas Guru

Menurut Balitbang Diknas (2001) pada Data Standardisasi

Kompetensi Guru untuk peningkatan kompetensi guru

dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam bentuk pendidikan

dan pelatihan (diklat) dan bukan diklat, antara lain seperti berikut

ini:

1) Pendidikan dan Pelatihan

a) In House Training (IHT)

Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang

dilaksanakan secara internal di KKG/MGMP, sekolah

atau tempat lain yang ditetapkan untuk

menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan

melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa

sebagian kemampuan dalam meningkatkan

kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan

secara eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru

yang memiliki kompetensi kepada guru lain yang

belum memiliki kompetensi. Dengan strategi ini

(41)

b) Program Magang

Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan

di institusi/industri yang relevan dalam rangka

meningkatkan kompetensi professional guru. Program

magang ini terutama diperuntukkan bagi guru

kejuruan dan dapat dilakukan selama priode tertentu,

misalnya, magang di industri otomotif dan yang

sejenisnya. Program magang dipilih sebagai alternatif

pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan

tertentu khususnya bagi guru-guru sekolah kejuruan

memerlukan pengalaman nyata.

c) Kemitraan Sekolah

Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat

dilaksanakan bekerjasama dengan institusi pemerintah

atau swasta dalam keahlian tertentu. Pelaksanaannya

dapat dilakukan di sekolah atau di tempat mitra

sekolah. Pembinaan melalui mitra sekolah diperlukan

dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau

kelebihan yang dimiliki mitra dapat dimanfaatkan

oleh guru yang mengikuti pelatihan untuk

(42)

d) Belajar Jarak Jauh

Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat

dilaksanakan tanpa menghadirkan instruktur dan

peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu,

melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet

dan sejenisnya. Pembinaan melalui belajar jarak jauh

dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua

guru terutama di daerah terpencil dapat mengikuti

pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk

seperti di ibu kota kabupaten atau di propinsi.

e) Pelatihan Berjenjang dan Pelatihan Khusus

Pelatihan jenis ini dilaksanakan di P4TK dan atau

LPMP dan lembaga lain yang diberi wewenang, di

mana program pelatihan disusun secara berjenjang

mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi.

Jenjang pelatihan disusun berdasarkan tingkat

kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus

(spesialisasi) disediakan berdasarkan kebutuhan

khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru

(43)

f) Kursus Singkat di LPTK atau Lembaga Pendidikan

Lainnya

Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan

lainnya dimaksudkan untuk melatih meningkatkan

kompetensi guru dalam beberapa kemampuan seperti

melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya

ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya.

g) Pembinaan Internal Oleh Sekolah

Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala

sekolah dan guru-guru yang memiliki kewenangan

membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar,

pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi

dengan rekan sejawat dan sejenisnya.

h) Pendidikan Lanjut

Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut

juga merupakan alternatif bagi pembinaan profesi

guru di masa mendatang. Pengikutsertaan guru dalam

pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan

memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun di

luar negeri, bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan

(44)

pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam

upaya pengembangan profesi.

2) Kegiatan Selain Pendidikan dan Pelatihan

a) Diskusi Masalah Pendidikan

Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan

topik sesuai dengan masalah yang di alami di sekolah.

Melalui diskusi berkala diharapkan para guru dapat

memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan

proses pembelajaran di sekolah ataupun masalah

peningkatan kompetensi dan pengembangan karirnya.

b) Seminar

Pengikutsertaan guru di dalam kegiatan seminar dan

pembinaan publikasi ilmiah juga dapat menjadi model

pembinaan berkelanjutan profesi guru dalam

meningkatkan kompetensi guru. Melalui kegiatan ini

memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi

secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan

dengan hal-hal terkini dalam upaya peningkatan

kualitas pendidikan.

c) Workshop

Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk

(45)

kompetensi maupun pengembangan karirnya.

Workshop dapat dilakukan misalnya dalam kegiatan

menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan

silabus, penulisan RPP, dan sebagainya.

d) Penelitian

Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk

penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen

ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan

mutu pembelajaran.

e) Penulisan Buku atau Bahan Ajar

Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat,

buku pelajaran ataupun buku dalam bidang

pendidikan.

f) Pembuatan Media Pembelajaran

Media pembelajaran yang dibuat guru dapat

berbentuk alat peraga, alat praktikum sederhana,

maupun bahan ajar elektronik (animasi pembelajaran).

g) Pembuatan Karya Teknologi/Karya Seni

Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa

karya teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat

dan atau pendidikan dan karya seni yang memiliki

(46)

Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah

Departemen Pendidikan Nasional (2005) menyebutkan beberapa

alternatif program pengembangan profesionalitas guru, sebagai

berikut (Sa’ud, 2013: 105).

1) Program Peningkatan Kualifikasi Pendidikan Guru

Program ini diperuntukkan bagi guru yang belum

memiliki kualifikasi pendidikan minimal S-1 untuk

mengikuti pendidikan S-1 atau S-2 pendidikan keguruan.

Program ini berupa program kelanjutan studi dalam

bentuk tugas belajar.

2) Program Penyetaraan dan Sertifikasi

Program ini diperuntukkan bagi guru yang mengajar tidak

sesuai dengan latar belakang pendidikannya atau bukan

berasal dari program pendidikan keguruan.

3) Program Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi

Yaitu pelatihan yang mengacu pada kompetensi yang akan

dicapai dan diperlukan oleh peserta didik, sehingga isi

atau materi pelatihan yang akan dilatihkan merupakan

gabungan atau integrasi bidang-bidang ilmu sumber bahan

pelatihan yang secara utuh diperlukan untuk mencapai

(47)

4) Program Supervisi Pendidikan

Di lingkungan sekolah, supervisi mempunyai peranan

cukup strategis dalam meningkatkan prestasi kerja guru,

yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi sekolah.

5) Program Pemberdayaan MGMP (Musyawarah Guru Mata

Pelajaran)

MGMP adalah suatu forum atau wadah kegiatan

profesional guru mata pelajaran sejenis di sanggar maupun

di masing-masing sekolah yang terdiri dari dua unsur yaitu

musyawarah dan guru mata pelajaran. Dalam MGMP

diharapkan akan meningkatkan profesionalitas guru dalam

melaksanakan pembelajaran yang bermutu sesuai

kebutuhan peserta didik. Wadah profesi ini sangat

diperlukan dalam memberikan kontribusi pada

peningkatan keprofesionalan para anggotanya.

6) Simposium Guru

Forum ini selain sebagai media untuk saling sharing

pengalaman juga berfungsi untuk kompetisi antar guru,

dengan menampilkan guru-guru yang berprestasi dalam

berbagai bidang, misalnya dalam penggunaan metode

pembelajaran, hasil penelitian tindakan kelas atau

(48)

7) Program Pelatihan Tradisional Lainnya

Pelatihan ini pada umumnya mengacu pada satu aspek

khusus yang sifatnya aktual dan penting untuk diketahui

oleh para guru, misalnya: CTL (Contextual Teaching and

Learning), KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan), Penelitian Tindakan Kelas, penulisan karya

ilmiah, dan sebagainya.

f. Dampak Positif Program Pengembangan Profesi Guru (PPPG)

Program-program pengembangan profesi guru yang telah

dilaksanakan oleh pemerintah maupun lembaga tentunya terdapat

efek/dampak positif bagi guru, antara lain.

1) Guru dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan

dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.

2) Guru dapat memperbaharui dan memperkaya ilmu dan

keterampilan yang dimiliki.

3) Guru mampu merencanakan dan mengembangkan model

pembelajaran, mampu melakukan evaluasi, serta guru mampu

mengorganisasi siswa.

4) Guru dapat mengatasi permasalahan dan isu yang sedang

timbul/terjadi.

(49)

6) Guru mampu mengawasi dan membina anak didik kepada

arah peningkatan kualitas maupun kuantitas keilmuan bagi

peserta didiknya.

7) Guru mampu bertindak sesuai dengan norma agama, hukum,

sosial, dan kebudayaan nasional.

8) Guru dapat mengatur kelas untuk memberikan kesempatan

belajar yang sama pada semua peserta didik dengan kelainan

fisik dan kemampuan belajar yang berbeda.

2. Efikasi Kolektif Guru

a. Pengertian Efikasi Kolektif Guru

Berdasarkan Kamus Inggris Indonesia (Echols & Shadily,

1996: 207) efikasi secara harafiah bermakna kemanjuran atau

kemujaraban. Efikasi oleh Bandura (1997: 2-5) dianggap sebagai

dasar dari perilaku manusia, sebab maknanya adalah keyakinan

pada kapabilitas seseorang untuk mengorganisasikan dan

memutuskan serangkaian perilaku yang dibutuhkan untuk

mencapai tujuan tertentu. Kunci tindakan bertujuan adalah

seberapa kuat keyakinan untuk terus berusaha tanpa

mempedulikan apakah hasilnya positif atau negatif. Efikasi

kolektif adalah keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara

bersama-sama dapat menghasilkan perubahan sosial tertentu

(50)

kolektif sebagai kepercayaan yang dibagi dalam kelompok

tentang kemampuan bersama untuk mengkoordinasikan dan

melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai

hasil yang telah ditetapkan. Efikasi kolektif mengacu kepada

kepercayaan bersama oleh sekumpulan ahli organisasi dalam

menggabungkan kebolehan untuk merancang dan melaksanakan

tindakan yang diperlukan guna menghasilkan sesuatu pencapaian

(Bandura, 1997: 7).

Efikasi kolektif terbentuk dari empat sumber utama,

diantaranya ialah pengalaman masteri, pengalaman peniruan,

persuasi sosial dan keadaan afektif. Pengalaman masteri mengacu

kepada pengalaman keberhasilan atau kegagalan yang dialami

oleh ahli kumpulan. Pengalaman keberhasilan akan membina

kepercayaan efikasi kolektif yang kuat manakala kegagalan pula

akan melemahkan kepercayaan efikasi kolektif ahli kumpulan.

Selain itu, pengalaman peniruan bukan terbentuk melalui

pengalaman pribadi seseorang bagi membina efikasi kolektif

tetapi bergantung pada pengalaman yang disampaikan oleh rekan

mereka. Persuasi sosial mengacu kepada keterampilan yang

diperoleh oleh seseorang apabila menghadiri berbagai latihan

dalam dan luar organisasi. Keadaan afektif organisasi mengacu

(51)

tantangan-tantangan yang dihadapi dan dapat mengatasi

tantangan-tantangan tersebut.

Sementara Goddard (2000: 467) mendefinisikan efikasi

kolektif guru sebagai konstruk yang mengukur kepercayaan guru

tentang kemampuan dan usaha kolektif (sekelompok guru atau

sekolah) untuk mempengaruhi pencapaian murid. Definisi ini

mengacu pada kepercayaan bahwa usaha guru dalam organisasi

akan berdampak positif terhadap pencapaian murid. Bandura

(1997: 8-9) menggambarkan bahwa efikasi kolektif bukanlah

mencerminkan kekuatan kelompok yang besar dari segi

ukurannya. Dalam organisasi, efikasi kolektif mencerminkan

kepercayaan anggota terkait kemampuan pelaksanaan suatu

sistem sosial secara menyeluruh. Dalam sebuah kelompok,

anggota-anggota yang berbeda latar belakang dan lantai efisiensi

berdepan dengan tantangan yang juga berbeda untuk mencapai

tujuan bersama. Hubungan yang lemah antara anggota dapat

mempengaruhi peran kelompok. Anggota yang berefikasi tinggi

dalam sebuah kelompok cenderung lemah dalam melaksanakan

tugas jika ada antara mereka tidak memberikan kontribusi yang

seharusnya. Kepercayaan tinggi suatu kelompok terhadap

kemampuan kolektif menjadi pertanda terhadap keberhasilan.

(52)

yang kuat di kalangan guru dalam efikasi pengajaran mereka

berhasil meningkatkan pencapaian akademik sekolah.

Pengertian efikasi mengacu pada konsep Tschannen-Moran

(1998: 233) yaitu keyakinan diri guru atas kapabilitas untuk

mengorganisasi dan memutuskan langkah-langkah yang

diperlukan agar berhasil memenuhi suatu tugas pengajaran dan

kependidikan dalam konteks tertentu. Bila empat kompetensi guru

yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No 14

tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dikaitkan dengan teori

Bandura (dalam Tschannen-Moran, 1998: 219) mengenai tujuh

dimensi efikasi, maka diperoleh empat pengelompokkan.

Pertama, efikasi dalam mengajar (instructional self-efficacy)

mengungkap kompetensi pedagogik. Kedua, efikasi dalam

pendisiplinan kelas (disciplinary self-efficacy) dipakai

mengungkap kompetensi kepribadian. Ketiga, efikasi

memengaruhi pembuatan keputusan (efficacy to influence

decision making), efikasi memengaruhi sumber daya sekolah

(efficacy to influence school resources), efikasi melibatkan orang

tua (efficacy to enlist parental involvement), dan efikasi

melibatkan komunitas (efficacy to enlist community involvement)

sejalan dengan kompetensi sosial. Keempat, efikasi menciptakan

iklim positif sekolah (efficacy to create a positive school climate)

(53)

Sumber-sumber efikasi meliputi pengalaman menguasai

suatu kompetensi (enactive mastery experiences), pengalaman

melihat konsekuensi yang terjadi pada orang lain (vicarious

experiences), persuasi verbal (verbal persuasion), dan kondisi

fisiologis dan afektif (Bandura, 1997: 79-115).

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efikasi Kolektif Guru

Berdasarkan teori efikasi dari Bandura (1997: 117)

faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi guru, ada tiga kelompok faktor-faktor

yang berefek yaitu faktor demografi, pengalaman instruksional,

dan personal. Beberapa faktor pembentuk efikasi kolektif guru

lainnya adalah pengalaman mengajar, keprofesian, kompetensi,

dan kepedulian. Pengalaman mengajar merupakan rangkuman

pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dialami dalam

mengajar. Pengalaman kerja akan membuat pengetahuan dan

keterampilan seseorang bertambah, terutama tentang bidangnya.

Dalam hal kompetensi, Undang-undang Republik Indonesia

No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab IV Pasal 8

menyatakan bahwa “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik

kompetensi, sertifikasi pendidikan, sehat jasmani dan rohani, serta

memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan

nasional”. Keuntungan dari adanya kepedulian dari segi guru

(54)

koneksi antara guru dan murid, pemberian materi ajar yang dapat

dijangkau oleh siswa, serta komunikasi.

Pada program pengembangan profesionalitas guru terdapat

faktor yang mempengaruhi efikasi kolektif guru yaitu guru

mendapat kepercayaan diri atau efikasi diri setelah melakukan

pelatihan pendidikan atau diklat yang diselenggarakan diknas

karena guru merasa mampu mengatasi beberapa kendala yang

terjadi di dalam kelas, seperti guru merasa mampu menciptakan

suasana pembelajaran yang amat menyenangkan, kreatif, dinamis,

dialogis dan mampu mengatasi permasalahan yang lainnya.

Berdasarkan efikasi diri yang didapati guru saat melakukan

program pengembangan profesionalitas guru tersebut, guru

memiliki kepercayaan terhadap rekan guru yang lain bahwa

dirinya bersama teman-teman guru yang lain bisa mencapai

tujuan tertentu, mencapai hasil murid yang diinginkan.

c. Dampak Positif Efikasi Kolektif Guru

Efikasi kolektif guru memiliki dampak positif bagi rekan guru

lainnya, seperti sebagai berikut.

1) Dapat menjadi mesin pembangkit semangat dan motivasi.

2) Dapat menjadi pengetahuan dan keterampilan guru.

3) Dapat membuat lokakarya, kegiatan pengembangan

(55)

4) Dapat mengembangkan karakter yang baik pada diri siswa.

5) Dapat disimpan untuk dipakai membimbing tingkah laku

pada masa yang akan datang.

6) Dapat meningkatkan kepuasan kerja guru.

B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Dewi Isma Madzlan (2008: 10) dalam penelitiannya yang berjudul

Hubungan antara frekuensi menghadiri program pengembangan

profesionalisme guru menurut bidang kurikulum dengan efikasi kolektif

guru sekolah menengah mengemukakan bahwa partisipasi guru dalam

mengikuti PPPG sangat terbatas. Hanya 50% guru yang hadir dalam PPPG

periode 3 tahun pertama mengajar.

Dari hasil penelitian yang telah dikemukakan diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa guru yang telah mengikuti/menghadiri PPPG memiliki

sikap yang negatif sehingga tidak terbentuk kearah efikasi kolektif yang

kuat guna memperbaiki tingkat keterampilan dalam manajemen

pengajaran dan pembelajaran.

C. Kerangka Berpikir Teoritik

Hubungan pengembangan profesionalitas guru dengan efikasi kolektif

guru.

Pengembangan profesionalitas guru merupakan salah upaya untuk

(56)

guru dimaksudkan untuk merangsang, memelihara, dan meningkatkan

kualitas guru dalam memecahkan masalah-masalah keorganisasian.

Menjadi guru yang profesional perlu pendidikan profesi, pelatihan, belajar

mandiri, dan ‘jam terbang’ yang memadai. Dengan adanya pengembangan

profesionalitas guru melalui beberapa program pendidikan dan latihan

(diklat) diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan diri pada guru.

Melalui kepercayaan diri tersebut, guru akan mempunyai efikasi kolektif

yang diharapkan akan berdampak positif terhadap pencapaian murid.

D. Hipotesis

Ada hubungan positif dan signifikan pengembangan profesionalitas guru

(57)

39

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Penelitian

korelasional adalah penelitian yang bertujuan untuk menentukan ada

tidaknya hubungan, dan seberapa jauh hubungan pengembangan

profesionalitas guru dengan efikasi kolektif guru. Pendekatan penelitian

yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif yaitu menggunakan

strategi dasar kuesioner.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di empat sekolah di Kabupaten Klaten,

yaitu SMAN 1 Wedi, SMAN 1 Jogonalan, SMAN 1 Klaten, dan SMAN 2

Klaten pada bulan Oktober 2015.

C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah guru-guru

SMA yang berada di Kabupaten Klaten, yaitu SMAN 1 Wedi, SMAN

(58)

2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah pengembangan profesionalitas guru

dan efikasi kolektif guru SMA yang berada di empat sekolah

Kabupaten Klaten tersebut.

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek

atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru

terlatih dan profesional yang memiliki sertifikat kecuali kepala

sekolah dan guru konseling di SMAN 1 Wedi, SMAN 1 Jogonalan,

SMAN 1 Klaten, dan SMAN 2 Klaten yang berjumlah 244 guru.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik penarikan sampel yang peneliti

gunakan adalah purposive sampling yaitu teknik penarikan sampel

yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan

tertentu berdasarkan tujuan penelitian (Sugiyono, 2012: 85).

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah para guru di

keempat sekolah yang ada di Kabupaten Klaten tersebut yang

(59)

dengan pertimbangan bahwa hanya guru-guru yang sudah mengikuti

kegiatan program pengembangan profesionalitas guru.

E. Operasionalisasi Variabel

1. Pengembangan Profesionalitas Guru

Pengembangan profesionalitas guru adalah usaha atau kegiatan

yang dilakukan guru melalui pendidikan/latihan (diklat) untuk

meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan

proses pendidikan dan pembelajaran.

Indikator dalam pengembangan profesionalitas guru menurut Guskey

(2000) yaitu:

a. Penilaian guru terhadap materi dan fasilitator yang memimpin

program pengembangan profesionalitas guru.

b. Hasil belajar setelah terlibat dalam program pengembangan

profesionalitas guru.

c. Dukungan dan perubahan organisasi sekolah.

d. Penggunaan pengetahuan dan keterampilan baru yang

didapatkan dari keikutsertaan dalam program pengembangan

profesionalitas guru.

e. Hasil belajar siswa.

Pengukuran pengembangan profesionalitas guru dilakukan dengan

(60)

pilihan dan skor yang terdiri: (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju,

(3) ragu-ragu, (4) setuju, dan (5) sangat setuju.

2. Efikasi Kolektif Guru

Efikasi kolektif guru adalah kepercayaan guru tentang kemampuan

kelompok (rekan-rekan guru yang lain) untuk mempengaruhi

pencapaian hasil tertentu atau murid. Terdapat dua indikator untuk

mengukur efikasi kolektif guru, yaitu analisis terhadap tugas guru dan

asesmen terhadap kompetensi guru. Pengukuran efikasi kolektif guru

dilakukan dengan menggunakan 21 item pertanyaan dengan skala

Likert dengan lima pilihan dan skor yang terdiri: (1) sangat tidak

setuju, (2) tidak setuju, (3) ragu-ragu, (4) setuju, dan (5) sangat setuju.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang ditempuh untuk

memperoleh data sesuai dengan data yang dibutuhkan. Dalam penelitian

ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner

adalah metode pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan

tertulis kepada responden dan cara menjawab juga dengan tertulis.

Kuesioner ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang

pengembangan profesionalitas guru dan efikasi kolektif guru. Adapun

kisi-kisi kuesioner yang dikembangkan dari instrumen penelitian Astuti (2015)

(61)

Tabel 3.1

b. Hasil belajar setelah terlibat dalam

a. Analisis terhadap tugas guru.

5, 16, 19 6, 8, 13, 18, 20 b. Asesmen terhadap

kompetensi guru.

1, 2, 3, 4, 14, 17, 21

7, 9, 10, 11, 12, 15

G. Pengujian Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini uji instrumen yang dilakukan adalah uji

validitas dan realibilitas untuk instrumen yang mengukur pengembangan

(62)

1. Pengujian Validitas / kesahihan kuesioner

Pengujian validitas (test of validity) dimaksudkan untuk

mengetahui apakah butir-butir pertanyaan mampu mengukur yang

seharusnya diukur (sahih) atau tidak. Pengujian validitas dilakukan

dengan mengkorelasikan antar skor jawaban masing-masing item

pertanyaan dengan skor total yang diperoleh dari penjumlahan skor

pertanyaan. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan rumus

Korelasi Product Moment dari Pearson (Arikunto, 1997: 146) yaitu:

Keterangan:

rxy : koefisien korelasi antar skor item dan skor total

X : skor masing-masing item tes Y : skor total seluruh item tes n : jumlah item pertanyaan

Kemudian harga rxy dikonsultasikan dengan rtabel. Dengan taraf

signifikansi 5%, jika harga rxy yang diperoleh dari perhitungan lebih

besar dari rtabel maka butir pada item yang dimaksud adalah valid, tapi

jika hasil perhitungan lebih kecil dari rtabel maka item yang

dimaksudkan tidak valid. Butir pertanyaan yang tidak valid tidak

digunakan dalam pengumpulan data.

Pelaksanaan perhitungan uji validitas pada penelitian ini penulis

menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service

(63)

item-item pernyataan variabel pengembangan profesionalitas guru. Hasil uji

validitas adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2

Hasil Uji Validitas Pengembangan Profesionalitas Guru Butir No Nilai r tabel Nilai r hitung Keterangan

1 0,207 0,715 Valid

Sumber : data primer, diolah 2015

Dari tabel di atas terlihat bahwa seluruh item pernyataan

pengembangan profesionalitas guru menunjukkan bahwa ke 30 butir

Gambar

Tabel 3.1 Kisi-kisi kuesioner
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Pengembangan Profesionalitas Guru
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Efikasi Kolektif Guru
Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Pengembangan Profesionalitas Guru
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sumbangan efektif yang diberikan oleh variabel pengembangan profesionalisme terhadap kinerja guru adalah sebesar 20,66% dan (3) terdapat hubungan yang positif dan signifikan

Dengan melihat hasil penelitian dan kajian teori dapat diketahui bahwa keterampilan mengajar yang merupakan indikator penting dalam profesionalitas guru berkontribusi

Adapun kesimpulan dan saran dari penelitian ini adalah: a. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan performansi kerja, artinya semakin tinggi

Pada hasil akhir penelitian membuktikan bahwa konsep diri dengan pengembangan karir pada guru SMA Antartika Sidoarjo memiliki korelasi hubungan yang positif

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan: Ada hubungan positif yang signifikan antara efikasi diri dan dukungan sosial guru dengan kematangan karir pada siswa kelas X

Penggerakan guru merupakan salah satu dari fungsi kepemimpinan kepala sekolah. Pengembangan profesionalitas guru dilaksanakan dengan cara menggerakan organisasi agar

Hasil kajian juga menunjukkan bahawa terdapat hubungan positif yang signifikan di antara efikasi-kendiri guru dengan persepsi guru terhadap amalan kepemimpinan

Dapatan kajian menunjukkan tahap efikasi guru MRSM adalah tinggi dan memiliki hubungan yang kuat dengan kepedulian kerja guru.. Seterusnya pengaruh efikasi guru terhadap