viii ABSTRAK
HUBUNGAN PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU DENGAN EFIKASI KOLEKTIF GURU DI KABUPATEN KLATEN
Dyah Ayu Sulistyawati Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2016
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menguji dan menganalisis hubungan pengembangan profesionalitas guru dengan efikasi kolektif guru di Kabupaten Klaten, (2) mendeskripsikan program apa saja yang paling sering diikuti guru dalam mengembangkan profesionalitas guru.
Penelitian ini dilaksanakan di empat SMA Negeri di Kabupaten Klaten yaitu SMA N 1 Wedi, SMA N 1 Jogonalan, SMA N 1 Klaten, dan SMA N 2 Klaten pada bulan Oktober 2015. Populasi penelitian meliputi seluruh guru di empat SMA Negeri tersebut. Sampel penelitian berjumlah 92 guru dan ditentukan berdasarkan purposive sampling. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data dilakukan dengan analisis korelasi pearson atau korelasi product moment.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat hubungan positif signifikan pengembangan profesionalitas guru dengan efikasi kolektif guru (r = 0,464; < 0,01) dan (2) program MGMP, pelatihan, dan seminar merupakan program-program yang paling sering diikuti oleh guru-guru dalam mengembangkan profesionalitas.
ix ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN TEACHER PROFESSIONAL DEVELOPMENT AND TEACHER COLLECTIVE EFFICACY IN
KLATEN REGENCY
Dyah Ayu Sulistyawati Sanata Dharma University
Yogyakarta 2016
This research aims to: (1) test and analyze the relationship between teacher professional development and teacher collective efficacy in Klaten Regency, (2) describe what programs often followed by teachers in developing their professionalism.
This research was conducted in four high schools in Klaten Regency. They were I Wedi Public Senior High School, I Jogonalan Public Senior High School, I Klaten Public Senior High School, and II Klaten Public Senior High School. The research was conducted in October, 2015. The population of research were all teachers in Four Senior High Schools. The samples were 92 teachers, determined by purposive sampling. Data collection techniques were questionnaires. Data analysis technique was the Pearson correlation analysis or product moment analysis.
The result shows: (1) there is a significant and positive relationship between teacher professional development and teacher collective efficacy (r = 0,464; < 0,01) and (2) MGMP programs, training, and seminars are the programs which are often followed by teachers in developing professionalism.
i
HUBUNGAN PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU DENGAN EFIKASI KOLEKTIF GURU DI KABUPATEN KLATEN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Ekonomi
Oleh:
Dyah Ayu Sulistyawati
NIM : 111324009
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk :
Allah SWT
Orang tuaku, Alm. Bapak Sutarno dan Ibu Sulastri
Kakakku, Satrya Agung Wijayanto
Keluarga besarku, Mbah Kung Karyono, Almh. Mbah Nti Misiah, Bude Tuti, dan Bude Jumini
v MOTTO
“Don’t focus about other people’s opinions but only focus of our revenue.”
“Masa depan tergantung pada apa yang kita lakukan hari ini.”
–Mahatma Gandhi-
“Mother is one to whom you hurry when you are troubled.”
“Hari kemarin sudah berlalu, kita tidak mungkin mengubahnya. Hari esok di hadapan, kita tak tahu apa kita punya kesempatan di dalamnya. Dan, hari ini kesempatan bagi kita untuk beramal saleh.
Maka, beramallah sebanyak-banyaknya.”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 19 Februari 2016
Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Dyah Ayu Sulistyawati
Nomor Mahasiswa : 111324009
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
HUBUNGAN PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU DENGAN EFIKASI KOLEKTIF GURU DI KABUPATEN KLATEN
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 19 Februari 2016
Yang menyatakan
viii ABSTRAK
HUBUNGAN PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU DENGAN EFIKASI KOLEKTIF GURU DI KABUPATEN KLATEN
Dyah Ayu Sulistyawati Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2016
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menguji dan menganalisis hubungan pengembangan profesionalitas guru dengan efikasi kolektif guru di Kabupaten Klaten, (2) mendeskripsikan program apa saja yang paling sering diikuti guru dalam mengembangkan profesionalitas guru.
Penelitian ini dilaksanakan di empat SMA Negeri di Kabupaten Klaten yaitu SMA N 1 Wedi, SMA N 1 Jogonalan, SMA N 1 Klaten, dan SMA N 2 Klaten pada bulan Oktober 2015. Populasi penelitian meliputi seluruh guru di empat SMA Negeri tersebut. Sampel penelitian berjumlah 92 guru dan ditentukan berdasarkan purposive sampling. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data dilakukan dengan analisis korelasi pearson atau korelasi product moment.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat hubungan positif signifikan pengembangan profesionalitas guru dengan efikasi kolektif guru (r = 0,464; < 0,01) dan (2) program MGMP, pelatihan, dan seminar merupakan program-program yang paling sering diikuti oleh guru-guru dalam mengembangkan profesionalitas.
ix ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN TEACHER PROFESSIONAL DEVELOPMENT AND TEACHER COLLECTIVE EFFICACY IN
KLATEN REGENCY
Dyah Ayu Sulistyawati Sanata Dharma University
Yogyakarta 2016
This research aims to: (1) test and analyze the relationship between teacher professional development and teacher collective efficacy in Klaten Regency, (2) describe what programs often followed by teachers in developing their professionalism.
This research was conducted in four high schools in Klaten Regency. They were I Wedi Public Senior High School, I Jogonalan Public Senior High School, I Klaten Public Senior High School, and II Klaten Public Senior High School. The research was conducted in October, 2015. The population of research were all teachers in Four Senior High Schools. The samples were 92 teachers, determined by purposive sampling. Data collection techniques were questionnaires. Data analysis technique was the Pearson correlation analysis or product moment analysis.
The result shows: (1) there is a significant and positive relationship between teacher professional development and teacher collective efficacy (r = 0,464; < 0,01) and (2) MGMP programs, training, and seminars are the programs which are often followed by teachers in developing professionalism.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas semua ridho dan rizky-Nya yang
diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dengan judul “Hubungan Pengembangan Profesionalitas Guru Dengan Efikasi Kolektif Guru Di Kabupaten Klaten” ini disusun untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Ekonomi Bidang
Keahlian Khusus Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharama Yogyakarta.
Dalam pembuatan skripsi ini tidak lepas dari beberapa pihak yang telah
memberikan bantuan moril, materi, dukungan, bimbingan maupun kerja sama
penulis, untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Dra. C. Wigati Retno Astuti, M.Si., M.Ed., selaku Dosen Pembimbing I
yang meluangkan waktu dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan
dan semangat.
4. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang
dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan
skripsi.
5. Bapak Y. M. V. Mudayen, S.Pd., M.Sc., selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan masukan, saran, dan kritikan dalam penulisan skripsi ini.
6. Kedua Orang Tuaku Alm. Bapak Sutarno dan Ibu Sulastri serta kakakku
Satrya Agung Wijayanto tercinta, atas doa, dukungan, semangat, serta
menjadi tempat untuk berbagi suka dan duka selama penulis menyusun
xi
7. Eel, Cynthia, Rahmi, Achi, Ratna, Rima, Jevi, Mbak Tika, Dita, Raras, Natia,
dan Lia yang telah memberi doa, semangat, serta menjadi tempat untuk
berbagi suka dan duka selama penulis menyusun skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu guru SMA Negeri 1 Wedi, SMA N 1 Jogonalan, SMA N 1
Klaten, dan SMA N 2 Klaten yang telah meluangkan waktunya untuk
membantu penulis dalam kelancaran penelitian.
9. Michael Bayu Herdiyanto yang sudah memberikan doa, dukungan, semangat,
serta menjadi tempat untuk berbagi suka dan duka selama penulis menyusun
skripsi ini.
10.Keluarga besar Pendidikan Ekonomi angkatan 2011 yang selalu menjaga
kebersamaan sampai detik ini dan saling membantu kepada mereka yang
mengalami kesulitan kuliah maupun skripsi khususnya Nita, Ripta, Firma,
dan April.
11.Keluarga besar Mbah Karyono dan keluarga besar Mbah Yoso Pawiro, semua
saudara yang sudah memberikan doa, dukungan, semangat, serta menjadi
tempat untuk berbagi suka dan duka selama penulis menyusun skripsi ini.
12.Semua pihak dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah membantu dan mendukung penulis selama penyusunan
skripsi.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa menerima kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua
pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 19 Februari 2016
Penulis
xii
xiv
5. Deskripsi Responden Berdasarkan Program PPG Yang Paling Sering Diikuti ... 74
B. Deskripsi Variabel Penelitian ... 75
1. Deskripsi Pengembangan Profesionalitas Guru ... 75
2. Deskripsi Efikasi Kolektif Guru ... 77
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Kuesioner ... 43
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Pengembangan Profesionalitas Guru ... 45
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Efikasi Kolektif Guru ... 46
Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Pengembangan Profesionalitas Guru.... 48
Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Efikasi Kolektif Guru ... 49
Tabel 4.1 Daftar Nama Guru SMA N 1 Wedi... 56
Tabel 4.2 Daftar Nama Guru SMA N 1 Jogonalan ... 60
Tabel 4.3 Daftar Nama Guru SMA N 1 Klaten... 64
Tabel 4.4 Daftar Nama Guru SMA N 2 Klaten... 68
Tabel 5.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Gender ... 72
Tabel 5.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ... 72
Tabel 5.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir .... 73
Tabel 5.4 Deskripsi Responden Berdasarkan Lama Mengajar ... 73
Tabel 5.5 Deskripsi Responden Berdasarkan Program PPG Yang Paling Sering Diikuti ... 74
Tabel 5.6 Deskripsi Pengembangan Profesionalitas Guru ... 76
Tabel 5.7 Deskripsi Efikasi Kolektif Guru ... 78
Tabel 5.8 Deskripsi Hubungan PPG dan EKG dengan Pendidikan Terakhir dan Lama Mengajar ... 79
Tabel 5.9 Hasil Pengujian Normalitas... 81
Tabel 5.10 Hasil Pengujian Homogenitas Varians... 82
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Kuesioner ... 96
Lampiran 2 Data Induk Penelitian ... 107
Lampiran 3 Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Varians ... 120
Lampiran 4 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 123
Lampiran 5 Pengujian Hipotesis ... 131
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Guru-guru di Indonesia saat ini sedang menghadapi permasalahan
terkait dengan penghentian sementara Kurikulum 2013. Kurikulum 2013
dinilai tidak sempurna karena dalam penerapan Kurikulum 2013 terlalu
terburu-buru sehingga memicu terjadinya permasalahan di lapangan maka
perlu dilakukan penghentian sementara. Belum tersedianya buku
Kurikulum 2013 membuat sejumlah guru menempuh berbagai cara demi
kelangsungan kegiatan belajar mengajar siswanya. Selain itu, di beberapa
daerah di Indonesia masih terdapat guru yang belum sarjana namun tetap
mengajar di sekolah-sekolah, serta banyak pula guru yang mengajar tidak
sesuai dengan disiplin ilmu atau kompetensi profesional yang mereka
miliki.
Menurut Pemerhati Pendidikan, Abduh Zen, kondisi guru di
Indonesia sedang tidak baik (Ferri, 2014). Berdasarkan hasil Uji
Kompetensi Awal (UKA) dan Uji Kompetensi Guru (UKG) yang sudah
dilaksanakan para guru mendapatkan hasil di bawah rata-rata. Guna
mengubah kondisi ini, pemerintah perlu melakukan pelatihan yang
benar-benar efektif untuk menghadapi situasi-situasi tidak terduga, seperti
masalah lain yang dihadapi para guru Indonesia yakni soal motivasi yang
tidak benar-benar menyentuh ke dalam diri mereka. Guru-guru perlu diberi
motivasi kembali sehingga mereka menyempurnakan profesinya. Para
guru dapat melakukan pertemuan dengan sesama guru yang mata
pelajarannya sama guna mencari solusi untuk mengatasi perpindahan
kurikulum 2013 ke KTSP. Melalui pertemuan yang diselenggarakan,
guru-guru dapat saling mengemukakan pendapat, mengemukakan nasihat,
bertukar informasi, dan memberikan saran, maka dari kegiatan tersebut
guru akan mendapatkan efikasi kolektif.
Menurut A. Bandura (1997: 79-115), efikasi kolektif adalah
keyakinan orang-orang bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat
menghasilkan perubahan sosial tertentu. Efikasi kolektif tersebut terbentuk
dari empat sumber utama, diantaranya adalah: (1) Experience mastery atau
pengalaman masteri, (2) Experience impersonation atau pengalaman
peniruan, (3) Social persuasion atau persuasi sosial, dan (4) Affective
conditions atau kondisi afektif. Pengalaman masteri mengacu kepada
pengalaman keberhasilan atau kegagalan yang dialami oleh anggota
kelompok. Pengalaman keberhasilan akan membangun kepercayaan
efikasi kolektif yang kuat sedangkan kegagalan akan melemahkan
kepercayaan efikasi kolektif anggota kelompok. Selain itu, pengalaman
peniruan bukan terbentuk melalui pengalaman pribadi seseorang untuk
membangun efikasi kolektif tetapi tergantung pada pengalaman yang
keterampilan yang diperoleh oleh seseorang ketika menghadiri berbagai
pelatihan internal dan eksternal organisasi. Kondisi afektif organisasi
merujuk kepada cara-cara organisasi menginterpretasikan
tantangan-tantangan yang dihadapi dan dapat mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Dengan
kata lain, efikasi kolektif guru yaitu keyakinan yang dimiliki pada guru
mengenai kelompok mereka untuk mencapai hasil tertentu. Sementara
Goddard (2000: 467) mendefinisikan efikasi kolektif guru sebagai
konstruk yang mengukur kepercayaan guru tentang kemampuan dan usaha
kolektif (sekelompok guru atau sekolah) untuk mempengaruhi pencapaian
murid. Definisi ini mengacu pada kepercayaan bahwa usaha guru dalam
organisasi akan berdampak positif terhadap pencapaian murid.
Kepercayaan efikasi kolektif berperan selaku mediator yang
menyelaraskan kepercayaan bersama di kalangan guru-guru sekolah
menengah. Berdasarkan fungsi tersebut maka kepercayaan efikasi dilihat
sebagai konstruk utama yang mendominasi teori kognitif sosial. Konstruk
efikasi yang bersifat multi dimensi memungkinkannya dipengaruhi oleh
berbagai faktor (Bandura, 1997: 7). Multi dimensi tersebut ada dua
macam, yaitu analisis terhadap tugas guru dan assessment atau penilaian
terhadap kompetensi guru. Berdasarkan multi dimensi tersebut, di
fokuskan menjadi dimensi efisiensi pengajaran dan dimensi analisis tugas
pengajaran.
Guru-guru yang telah menghadiri Program Pengembangan
arah pembentukan efikasi kolektif yang mantap memperbaiki tahap
kemahiran dalam pengurusan pengajaran dan pembelajaran. Goddard
(2000: 469) berpendapat kepercayaan efikasi merupakan konstruk yang
penting terhadap perilaku individu dan organisasi ke arah membentuk
perubahan. Setiap orang mengumpulkan pengetahuan, efisiensi dan
sumber, saling mendukung, membentuk koalisi dan kerja bersama untuk
menyelesaikan masalah dan memperbaiki kehidupan mereka.
Berdasarkan Ketentuan Umum Permendikbud Nomor 9/2010 Pasal
1 angka 2 Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah program pendidikan
yang diselenggarakan untuk mempersiapkan guru agar menguasai
kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan
sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional. Menurut Pasal
3 ayat (1) Permendiknas Nomor 8 Tahun 2009 Program Pendidikan
Profesi Guru (PPG) diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang memenuhi persyaratan dan
ditetapkan oleh menteri. Tujuan dari PPG adalah untuk menghasilkan guru
profesional yang memiliki kompetensi dalam merencanakan,
melaksanakan, dan menilai pembelajaran; menindaklanjuti hasil penilaian
dengan melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik; dan
mampu melakukan penelitian dan mengembangkan keprofesian secara
berkelanjutan.
Program-program pengembangan profesionalitas yang berpengaruh
kegiatan kelompok/musyawarah kerja guru atau in house training (IHT);
mengikuti seminar, kolokium, diskusi panel, atau bentuk pertemuan ilmiah
lainnya; dan/atau mengikuti kegiatan kolektif guru atas dasar penugasan
baik oleh kepala sekolah atau institusi yang lain, maupun atas kehendak
sendiri guru yang bersangkutan (Nanang, 2013: 204).
Dalam mewujudkan visi pendidikan 2025, yaitu menciptakan insan
Indonesia cerdas dan kompetitif, diperlukan ketersediaan tenaga guru yang
profesional dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi (UU 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen). Guru profesional merupakan tuntutan untuk membentuk
sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki daya saing di forum
lokal, nasional, maupun internasional. Guru Profesional adalah guru yang
dalam melaksanakan tugasnya mampu menunjukkan kemampuannya yang
ditandai dengan penguasaan kompetensi akademik kependidikan dan
kompetensi substansi atau bidang studi sesuai bidang ilmunya.
Profesionalitas mengacu kepada sikap para anggota profesi
terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka
miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya (Sanusi, 1991: 19).
Pengembangan profesionalitas guru merupakan tuntutan yang perlu
terkait. Perkembangan teknologi, perubahan pola pikir, perubahan
peraturan pemerintah, perubahan budaya dan kebiasaan, semuanya dapat
mengakibatkan lingkungan yang dihadapi oleh guru tidak lagi sama seperti
dulu.
Adanya Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Undang-Undang No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen,
Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan serta
menyatakan bahwa guru adalah tenaga profesional. Fakta di lapangan
menunjukkan adanya berbagai masalah yang berhubungan dengan kondisi
guru. Masalah-masalah tersebut diantaranya berhubungan dengan guru
(termasuk yang telah memperoleh sertifikat pendidik) yang belum
menunjukkan profesionalitas kerja dalam menjalankan tugas utamanya
seperti mengajar di dalam kelas tanpa memperhatikan perkembangan
pribadi dari setiap murid. Kemampuan dan penguasaan guru terhadap
materi mata pelajaran yang diajarkan, masih belum memuaskan. Selain itu,
pendidikan dan pelatihan kompetensi guru setiap tahunnya sangat terbatas,
dan belum bisa melayani semua guru.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru berdasarkan Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Bab IV
(Pasal 10 ayat 1), yang menyatakan bahwa “Kompetensi guru meliputi
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalitas guru.
Adanya kebijakan pemerintah untuk memberikan sertifikasi sejak
tahun 2006 termasuk salah satu pemicu perubahan perilaku guru. Dengan
sistem portofolio, guru termotivasi mengikuti berbagai pelatihan yang
diselenggarakan oleh pemerintah. Selain pelatihan yang diselenggarakan
oleh pemerintah, berbagai pihak lain seperti organisasi profesi, lembaga
pelatihan, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga
menyelengarakan pelatihan dan pengembangan untuk peningkatan
profesionalitas guru tersebut. Pemberian pembekalan mengenai hal-hal
yang terkait dengan tugas mengajar guru, mulai dari penguasaan bahan
ajar/materi pelajaran, pemanfaatan metode pembelajaran, sampai dengan
bimbingan membuat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) juga dilakukan oleh
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
Sebutan kegiatan pengembangan profesi guru saat ini yaitu
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) menggunakan peraturan
baru yang sudah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenneg
PAN dan RB) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya. Macam-macam pengembangan profesi guru antara
lain pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Kegiatan
pengembangan diri dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan
di kelompokkan menjadi 3 (tiga) kegiatan yaitu presentasi forum ilmiah,
publikasi hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan
formal, dan publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan atau buku
pedoman guru. Kegiatan PKB yang berupa karya inovatif yaitu
menemukan teknologi tepat guna (karya sains atau teknologi), menemukan
atau menciptakan karya seni, membuat atau memodifikasi alat
pelajaran/peraga/praktikum, dan mengikuti pengembangan penyusunan
standar, pedoman, soal, dan sejenisnya.
Berdasarkan dari referensi jurnal yang ditemui dengan judul, yaitu
hubungan antara frekuensi menghadiri program pengembangan
profesionalisme guru menurut bidang kurikulum dengan efikasi kolektif
guru sekolah menengah di Malaysia, didapatkan kesimpulan bahwa
penulis jurnal menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan strategi
dasar kuesioner (Madzlan, 2008). Dalam jurnal tersebut terdapat sampel
penelitian 300 guru dari 5 sekolah menengah dari populasi 582 guru.
Karakteristik populasinya adalah semua guru-guru terlatih, kecuali guru
konseling, kepala sekolah, tata usaha, dan karyawan sekolah lainnya.
Menggunakan desain sampling bertujuan (purposive sampling)
dikarenakan terdapat sekolah yang berakreditasi rendah, selain itu fasilitas
pengajaran dan pembelajaran di sekolah masih minimal. Batasan masalah
pada jurnal tersebut, yaitu faktor-faktor yang terdapat nilai efikasi untuk
memartabatkan profesi guru hanya pada guru yang mempunyai jabatan
Hasil analisis data pada efikasi kolektif guru menunjukkan keseragaman
antara dimensi efisiensi pengajaran dengan analisis tugas pengajaran.
Berdasarkan pada uraian latar belakang maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dalam dunia pendidikan dengan mengambil judul
“Hubungan Pengembangan Profesionalitas Guru Dengan Efikasi
Kolektif Guru Di Kabupaten Klaten”. Hal ini dikarenakan belum pernah adanya dilakukan penelitian khusus efikasi kolektif guru di
Indonesia. Selain itu penulis tertarik dengan permasalahan pendidikan
yang terjadi saat ini di Indonesia yaitu profesionalitas guru yang rupanya
sedang diragukan kembali setelah beberapa upaya pengembangan telah
dilakukan oleh pemerintah.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka yang menjadi masalah dalam penelitian
ini adalah :
1. Bagaimana hubungan pengembangan profesionalitas guru dengan
efikasi kolektif guru?
2. Program apa saja yang paling sering diikuti guru dalam
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menguji dan menganalisis hubungan pengembangan
profesionalitas guru dengan efikasi kolektif guru.
2. Untuk mendeskripsikan program yang paling sering diikuti guru
dalam mengembangkan profesionalitas guru.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
pengembangan profesionalitas guru, dan agar guru-guru di Indonesia
bisa mengembangkan profesionalitas guru.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan
pengembangan profesionalitas guru dan efikasi kolektif guru dan bisa
digunakan sebagai tambahan referensi jika hendak melakukan
penelitian serupa.
3. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bekal bagi penulis di
masa depan, yang berkeinginan menjadi guru.
4. Bagi Komunitas Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pembendaharaan
tentang pengembangan profesionalitas guru dan sebagai informasi
bagi penelitian selanjutnya.
E. Definisi Operasional
1. Pengembangan profesionalitas guru adalah usaha atau kegiatan yang
dilakukan guru melalui pendidikan/latihan (diklat) untuk
meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan
proses pendidikan dan pembelajaran.
2. Efikasi kolektif guru adalah kepercayaan guru tentang kemampuan
kelompok (dirinya dengan rekan-rekan guru yang lain) untuk
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Pengembangan Profesionalitas Guru a. Pengertian Guru
Menurut kamus umum bahasa indonesia (Purwadarminta,
1991: 322) guru adalah orang yang kerjanya mengajar. Mengajar
merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab
moril yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa
sangat bergantung pada pertanggung jawaban guru dalam
melaksanakan tugas dan peranannya.
Dalam pelaksanaan tugasnya, guru memiliki kewajiban
sebagai berikut (Suyanto, 2013: 35).
1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran
yang bermutu, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran,
serta melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan.
2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik
dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
3) Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas pertimbangan
latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta
didik dalam pembelajaran.
4) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum,
dan kode etik Guru, serta nilai agama dan etika.
5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
b. Profesionalitas Guru
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut
keahlian dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan
oleh sembarangan orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan
secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Keahlian diperoleh
melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik
sebelum seseorang menjalani profesi itu (pendidikan/latihan
pra-jabatan). Di luar pengertian ini, ada beberapa ciri profesi
khususnya yang berkaitan dengan profesi kependidikan, salah
satunya profesionalitas (Sanusi, 1991: 19).
Profesionalitas mengacu kepada sikap para anggota profesi
terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang
mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya. Dalam UU
Guru dan Dosen (pasal 1 ayat 4) disebutkan bahwa profesionalitas
adalah suatu sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu
profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan
tugas-tugasnya. Dengan demikian, sebutan profesionalitas lebih
menggambarkan suatu keadaan derajat keprofesian seseorang
dilihat dari sikap, pengetahuan, dan keahlian yang diperlukan
untuk melaksanakan tugasnya. Dalam hal ini, guru diharapkan
memiliki profesionalitas keguruan yang memadai sehingga
mampu melaksanakan tugasnya secara efektif.
c. Kompetensi Guru
Menurut Suyanto (2013: 40) ada tiga jenis kompetensi
guru, berikut ini penjelasannya.
1) Kompetensi profesional, yaitu memiliki pengetahuan yang
luas pada bidang studi yang diajarkan, memilih dan
menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses
belajar mengajar yang diselenggarakan.
2) Kompetensi kemasyarakatan, yaitu mampu berkomunikasi
dengan siswa, sesama guru, dan masyarakat luas dalam
konteks sosial.
3) Kompetensi personal, yaitu memiliki kepribadian yang
mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang
guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang
menjalankan peran: ing ngarso sung tulada, ing madya
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional,
pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru
sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah
No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu:
1) Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru meliputi:
a) Memahami siswa secara mendalam, dengan indikator:
memahami siswa dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami siswa
dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian;
dan mengidentifikasi bekal-ajar awal siswa.
b) Merancang pembelajaran, termasuk memahami
landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran,
dengan indikator: memahami landasan kependidikan;
menerapkan teori belajar dan pembelajaran,
menentukan strategi pembelajaran berdasarkan
karakteristik siswa; menetapkan kompetensi yang
ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun
rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang
dipilih.
c) Melaksanakan pembelajaran, dengan indikator:
menata latar pembelajaran dan melaksanakan
d) Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran,
dengan indikator: merancang dan melaksanakan
evaluasi proses dan hasil belajar secara
berkesinambungan dengan berbagai metode;
menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar
untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar; dan
memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk
perbaikan kualitas program pembelajaran secara
umum.
e) Mengembangkan siswa untuk mengaktualisasikan
berbagai potensinya, dengan indikator: memfasilitasi
siswa untuk pengembangan berbagai potensi
akademik; dan memfasilitasi siswa untuk
mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
2) Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian bagi guru merupakan
kemampuan personal yang mencerminkan:
a) Kepribadian yang mantap dan stabil, dengan
indikator: bertindak sesuai dengan norma hukum;
bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai
guru yang profesional; dan memiliki konsistensi
dalam bertindak sesuai dengan norma yang berlaku
b) Kepribadian yang dewasa, dengan indikator:
menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai
pendidik dan memiliki etos kerja yang tinggi.
c) Kepribadian yang arif, dengan indikator:
menampilkan tindakan didasarkan pada kemanfaatan
siswa, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan
keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
d) Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan, dengan
indikator: bertindak sesuai dengan norma agama,
iman dan takwa, jujur, ikhlas, suka menolong, dan
memiliki perilaku yang pantas diteladani siswa.
e) Kepribadian yang berwibawa, dengan indikator:
memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap
siswa dan memiliki perilaku yang disegani.
3) Kompetensi sosial
Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru meliputi:
a) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan siswa, dengan indikator: berkomunikasi secara
efektif dengan siswa; guru bisa memahami keinginan
dan harapan siswa.
b) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif
misalnya berdiskusi tentang masalah-masalah yang
dihadapi siswa serta solusinya.
c) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan orangtua/wali siswa dan masyarakat sekitar.
Contohnya guru bisa memberikan informasi tentang
bakat, minat, dan kemampuan siswa kepada orangtua
siswa.
4) Kompetensi profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang harus
dikuasai guru mencakup:
a) Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan
bidang studi. Hal ini berarti guru harus memahami
materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;
memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan
yang menaungi dan koheren dengan materi ajar;
memahami hubungan konsep antarmata-pelajaran
terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan
dalam proses belajar-mengajar.
b) Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki
implikasi bahwa guru harus menguasai
langkah-langkah penelitian dan kajian unuk memperdalam
d. Indikator Guru Profesional
Sebelum dan sesudah memperoleh sertifikat pendidik
sebagai guru profesional, diharapkan minimal memiliki tujuh
indikator yang harus melekat dan terus menerus dibangun guru
dalam rangka mengembang kualitasnya (Priatna, 2013: 64-72).
1) Keterampilan Mengajar (Teaching Skill)
Guru yang mempunyai kompetensi pedagogik tinggi
adalah guru yang senantiasa memilih strategi, metode, dan
model pembelajaran yang tepat, guru lebih jauh
diharapkan mampu mengelola kelas sehingga suasana
pembelajaran (kualitas pembelajaran) baik dan tujuan
pembelajaran yang diterapkan akan tercapai.
2) Kompetensi Profesional
Guru hendaknya secara terus menerus mengembangkan
dirinya dengan meningkatkan penguasaan konten
pengetahuan secara terus menerus sehingga pengetahuan
yang dimilikinya akan senantiasa berkembang dan terkini.
Kompetensi dapat diperoleh melalui:
a) Kualifikasi Akademik, sesuai dengan UU Guru
dan Dosen No. 14 tahun 2005 dan PP No.19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa
b) Pendidikan dan Latihan, Short Courses, dan
kursus.
c) Researh Based Learning dari hasil penelitian dan
P2M serta hasil publikasi dan situasi jurnal terbaru.
d) Tutorial and Exercise merupakan wahana
pengembangan profesionalisme guru melalui
KKG, MGMP, dan MKKS.
3) Dinamis Terhadap Perubahan Kurikulum (Dynamic
Curriculum)
Kurikulum dapat berubah sesuai dengan kebutuhan
pengguna lulusan dan masukan dari para pakar.
4) Penggunaan Alat Pembelajaran/Media Pembelajaran yang
Baik (Good Using Learning Equipment/Media)
Pengembangan alat/media pembelajaran dapat berbasis
kompetensi lokal maupun modern dan berbasis ICT (ICT
based learning).
5) Penguasaan Teknologi
Penguasaan teknologi mutlak diperlukan oleh guru.
Komunikasi interpersonal berhubungan dengan
kemampuan guru dalam menjalin komunikasi dengan
peserta didik, sehingga guru akan benar-benar memahami
karakteristik dan mengetahui kebutuhannya. Selain
dan orang tua siswa. Melalui berbagai jenis komunikasi ini
guru diharapkan mampu memainkan peran pentingnya
dalam mencetak lulusan yang unggul.
6) Sikap Profesional (Professional Attitude)
Guru adalah agen pembelajaran dan sekaligus sebagai
agen pembentuk karakter bangsa. Pendidikan karakter
mempunyai makna yang tinggi, karena pendidikan
karakter dalam pembelajaran mampu menanamkan
kebiasaan tentang hal yang baik, sehingga peserta didik
menjadi paham tentang mana yang baik dan salah, mampu
merasakan nilai yang baik dan mau melakukannya.
Sebagaimana dalam pembentukan karakter pribadi
seorang muslim, mempunyai beberapa indikator yang
hanya dapat dicapai dengan benar, wawasannya
luas/cerdas (berkompeten), tertata segala urusan (Tertib
dalam penjadwalan, administrasi/dokumentasi, database),
efisien dalam memanfaatkan waktu, kuat jasmaninya dan
bermanfaat bagi orang lain.
7) Teladan (Best Practices)
Keberhasilan tipe keteladanan seorang guru, seperti
keilmuan, kepemimpinan, keikhlasan, penampilan
keuletan dalam mempelajari ilmu pengetahuan, dan
sebagainya.
e. Strategi Pengembangan atau Peningkatan Profesionalitas Guru
Menurut Balitbang Diknas (2001) pada Data Standardisasi
Kompetensi Guru untuk peningkatan kompetensi guru
dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam bentuk pendidikan
dan pelatihan (diklat) dan bukan diklat, antara lain seperti berikut
ini:
1) Pendidikan dan Pelatihan
a) In House Training (IHT)
Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang
dilaksanakan secara internal di KKG/MGMP, sekolah
atau tempat lain yang ditetapkan untuk
menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan
melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa
sebagian kemampuan dalam meningkatkan
kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan
secara eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru
yang memiliki kompetensi kepada guru lain yang
belum memiliki kompetensi. Dengan strategi ini
b) Program Magang
Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan
di institusi/industri yang relevan dalam rangka
meningkatkan kompetensi professional guru. Program
magang ini terutama diperuntukkan bagi guru
kejuruan dan dapat dilakukan selama priode tertentu,
misalnya, magang di industri otomotif dan yang
sejenisnya. Program magang dipilih sebagai alternatif
pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan
tertentu khususnya bagi guru-guru sekolah kejuruan
memerlukan pengalaman nyata.
c) Kemitraan Sekolah
Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat
dilaksanakan bekerjasama dengan institusi pemerintah
atau swasta dalam keahlian tertentu. Pelaksanaannya
dapat dilakukan di sekolah atau di tempat mitra
sekolah. Pembinaan melalui mitra sekolah diperlukan
dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau
kelebihan yang dimiliki mitra dapat dimanfaatkan
oleh guru yang mengikuti pelatihan untuk
d) Belajar Jarak Jauh
Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat
dilaksanakan tanpa menghadirkan instruktur dan
peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu,
melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet
dan sejenisnya. Pembinaan melalui belajar jarak jauh
dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua
guru terutama di daerah terpencil dapat mengikuti
pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk
seperti di ibu kota kabupaten atau di propinsi.
e) Pelatihan Berjenjang dan Pelatihan Khusus
Pelatihan jenis ini dilaksanakan di P4TK dan atau
LPMP dan lembaga lain yang diberi wewenang, di
mana program pelatihan disusun secara berjenjang
mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi.
Jenjang pelatihan disusun berdasarkan tingkat
kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus
(spesialisasi) disediakan berdasarkan kebutuhan
khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru
f) Kursus Singkat di LPTK atau Lembaga Pendidikan
Lainnya
Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan
lainnya dimaksudkan untuk melatih meningkatkan
kompetensi guru dalam beberapa kemampuan seperti
melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya
ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya.
g) Pembinaan Internal Oleh Sekolah
Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala
sekolah dan guru-guru yang memiliki kewenangan
membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar,
pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi
dengan rekan sejawat dan sejenisnya.
h) Pendidikan Lanjut
Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut
juga merupakan alternatif bagi pembinaan profesi
guru di masa mendatang. Pengikutsertaan guru dalam
pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan
memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun di
luar negeri, bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan
pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam
upaya pengembangan profesi.
2) Kegiatan Selain Pendidikan dan Pelatihan
a) Diskusi Masalah Pendidikan
Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan
topik sesuai dengan masalah yang di alami di sekolah.
Melalui diskusi berkala diharapkan para guru dapat
memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan
proses pembelajaran di sekolah ataupun masalah
peningkatan kompetensi dan pengembangan karirnya.
b) Seminar
Pengikutsertaan guru di dalam kegiatan seminar dan
pembinaan publikasi ilmiah juga dapat menjadi model
pembinaan berkelanjutan profesi guru dalam
meningkatkan kompetensi guru. Melalui kegiatan ini
memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi
secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan
dengan hal-hal terkini dalam upaya peningkatan
kualitas pendidikan.
c) Workshop
Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk
kompetensi maupun pengembangan karirnya.
Workshop dapat dilakukan misalnya dalam kegiatan
menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan
silabus, penulisan RPP, dan sebagainya.
d) Penelitian
Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk
penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen
ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan
mutu pembelajaran.
e) Penulisan Buku atau Bahan Ajar
Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat,
buku pelajaran ataupun buku dalam bidang
pendidikan.
f) Pembuatan Media Pembelajaran
Media pembelajaran yang dibuat guru dapat
berbentuk alat peraga, alat praktikum sederhana,
maupun bahan ajar elektronik (animasi pembelajaran).
g) Pembuatan Karya Teknologi/Karya Seni
Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa
karya teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat
dan atau pendidikan dan karya seni yang memiliki
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional (2005) menyebutkan beberapa
alternatif program pengembangan profesionalitas guru, sebagai
berikut (Sa’ud, 2013: 105).
1) Program Peningkatan Kualifikasi Pendidikan Guru
Program ini diperuntukkan bagi guru yang belum
memiliki kualifikasi pendidikan minimal S-1 untuk
mengikuti pendidikan S-1 atau S-2 pendidikan keguruan.
Program ini berupa program kelanjutan studi dalam
bentuk tugas belajar.
2) Program Penyetaraan dan Sertifikasi
Program ini diperuntukkan bagi guru yang mengajar tidak
sesuai dengan latar belakang pendidikannya atau bukan
berasal dari program pendidikan keguruan.
3) Program Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi
Yaitu pelatihan yang mengacu pada kompetensi yang akan
dicapai dan diperlukan oleh peserta didik, sehingga isi
atau materi pelatihan yang akan dilatihkan merupakan
gabungan atau integrasi bidang-bidang ilmu sumber bahan
pelatihan yang secara utuh diperlukan untuk mencapai
4) Program Supervisi Pendidikan
Di lingkungan sekolah, supervisi mempunyai peranan
cukup strategis dalam meningkatkan prestasi kerja guru,
yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi sekolah.
5) Program Pemberdayaan MGMP (Musyawarah Guru Mata
Pelajaran)
MGMP adalah suatu forum atau wadah kegiatan
profesional guru mata pelajaran sejenis di sanggar maupun
di masing-masing sekolah yang terdiri dari dua unsur yaitu
musyawarah dan guru mata pelajaran. Dalam MGMP
diharapkan akan meningkatkan profesionalitas guru dalam
melaksanakan pembelajaran yang bermutu sesuai
kebutuhan peserta didik. Wadah profesi ini sangat
diperlukan dalam memberikan kontribusi pada
peningkatan keprofesionalan para anggotanya.
6) Simposium Guru
Forum ini selain sebagai media untuk saling sharing
pengalaman juga berfungsi untuk kompetisi antar guru,
dengan menampilkan guru-guru yang berprestasi dalam
berbagai bidang, misalnya dalam penggunaan metode
pembelajaran, hasil penelitian tindakan kelas atau
7) Program Pelatihan Tradisional Lainnya
Pelatihan ini pada umumnya mengacu pada satu aspek
khusus yang sifatnya aktual dan penting untuk diketahui
oleh para guru, misalnya: CTL (Contextual Teaching and
Learning), KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan), Penelitian Tindakan Kelas, penulisan karya
ilmiah, dan sebagainya.
f. Dampak Positif Program Pengembangan Profesi Guru (PPPG)
Program-program pengembangan profesi guru yang telah
dilaksanakan oleh pemerintah maupun lembaga tentunya terdapat
efek/dampak positif bagi guru, antara lain.
1) Guru dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan
dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
2) Guru dapat memperbaharui dan memperkaya ilmu dan
keterampilan yang dimiliki.
3) Guru mampu merencanakan dan mengembangkan model
pembelajaran, mampu melakukan evaluasi, serta guru mampu
mengorganisasi siswa.
4) Guru dapat mengatasi permasalahan dan isu yang sedang
timbul/terjadi.
6) Guru mampu mengawasi dan membina anak didik kepada
arah peningkatan kualitas maupun kuantitas keilmuan bagi
peserta didiknya.
7) Guru mampu bertindak sesuai dengan norma agama, hukum,
sosial, dan kebudayaan nasional.
8) Guru dapat mengatur kelas untuk memberikan kesempatan
belajar yang sama pada semua peserta didik dengan kelainan
fisik dan kemampuan belajar yang berbeda.
2. Efikasi Kolektif Guru
a. Pengertian Efikasi Kolektif Guru
Berdasarkan Kamus Inggris Indonesia (Echols & Shadily,
1996: 207) efikasi secara harafiah bermakna kemanjuran atau
kemujaraban. Efikasi oleh Bandura (1997: 2-5) dianggap sebagai
dasar dari perilaku manusia, sebab maknanya adalah keyakinan
pada kapabilitas seseorang untuk mengorganisasikan dan
memutuskan serangkaian perilaku yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan tertentu. Kunci tindakan bertujuan adalah
seberapa kuat keyakinan untuk terus berusaha tanpa
mempedulikan apakah hasilnya positif atau negatif. Efikasi
kolektif adalah keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara
bersama-sama dapat menghasilkan perubahan sosial tertentu
kolektif sebagai kepercayaan yang dibagi dalam kelompok
tentang kemampuan bersama untuk mengkoordinasikan dan
melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai
hasil yang telah ditetapkan. Efikasi kolektif mengacu kepada
kepercayaan bersama oleh sekumpulan ahli organisasi dalam
menggabungkan kebolehan untuk merancang dan melaksanakan
tindakan yang diperlukan guna menghasilkan sesuatu pencapaian
(Bandura, 1997: 7).
Efikasi kolektif terbentuk dari empat sumber utama,
diantaranya ialah pengalaman masteri, pengalaman peniruan,
persuasi sosial dan keadaan afektif. Pengalaman masteri mengacu
kepada pengalaman keberhasilan atau kegagalan yang dialami
oleh ahli kumpulan. Pengalaman keberhasilan akan membina
kepercayaan efikasi kolektif yang kuat manakala kegagalan pula
akan melemahkan kepercayaan efikasi kolektif ahli kumpulan.
Selain itu, pengalaman peniruan bukan terbentuk melalui
pengalaman pribadi seseorang bagi membina efikasi kolektif
tetapi bergantung pada pengalaman yang disampaikan oleh rekan
mereka. Persuasi sosial mengacu kepada keterampilan yang
diperoleh oleh seseorang apabila menghadiri berbagai latihan
dalam dan luar organisasi. Keadaan afektif organisasi mengacu
tantangan-tantangan yang dihadapi dan dapat mengatasi
tantangan-tantangan tersebut.
Sementara Goddard (2000: 467) mendefinisikan efikasi
kolektif guru sebagai konstruk yang mengukur kepercayaan guru
tentang kemampuan dan usaha kolektif (sekelompok guru atau
sekolah) untuk mempengaruhi pencapaian murid. Definisi ini
mengacu pada kepercayaan bahwa usaha guru dalam organisasi
akan berdampak positif terhadap pencapaian murid. Bandura
(1997: 8-9) menggambarkan bahwa efikasi kolektif bukanlah
mencerminkan kekuatan kelompok yang besar dari segi
ukurannya. Dalam organisasi, efikasi kolektif mencerminkan
kepercayaan anggota terkait kemampuan pelaksanaan suatu
sistem sosial secara menyeluruh. Dalam sebuah kelompok,
anggota-anggota yang berbeda latar belakang dan lantai efisiensi
berdepan dengan tantangan yang juga berbeda untuk mencapai
tujuan bersama. Hubungan yang lemah antara anggota dapat
mempengaruhi peran kelompok. Anggota yang berefikasi tinggi
dalam sebuah kelompok cenderung lemah dalam melaksanakan
tugas jika ada antara mereka tidak memberikan kontribusi yang
seharusnya. Kepercayaan tinggi suatu kelompok terhadap
kemampuan kolektif menjadi pertanda terhadap keberhasilan.
yang kuat di kalangan guru dalam efikasi pengajaran mereka
berhasil meningkatkan pencapaian akademik sekolah.
Pengertian efikasi mengacu pada konsep Tschannen-Moran
(1998: 233) yaitu keyakinan diri guru atas kapabilitas untuk
mengorganisasi dan memutuskan langkah-langkah yang
diperlukan agar berhasil memenuhi suatu tugas pengajaran dan
kependidikan dalam konteks tertentu. Bila empat kompetensi guru
yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No 14
tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dikaitkan dengan teori
Bandura (dalam Tschannen-Moran, 1998: 219) mengenai tujuh
dimensi efikasi, maka diperoleh empat pengelompokkan.
Pertama, efikasi dalam mengajar (instructional self-efficacy)
mengungkap kompetensi pedagogik. Kedua, efikasi dalam
pendisiplinan kelas (disciplinary self-efficacy) dipakai
mengungkap kompetensi kepribadian. Ketiga, efikasi
memengaruhi pembuatan keputusan (efficacy to influence
decision making), efikasi memengaruhi sumber daya sekolah
(efficacy to influence school resources), efikasi melibatkan orang
tua (efficacy to enlist parental involvement), dan efikasi
melibatkan komunitas (efficacy to enlist community involvement)
sejalan dengan kompetensi sosial. Keempat, efikasi menciptakan
iklim positif sekolah (efficacy to create a positive school climate)
Sumber-sumber efikasi meliputi pengalaman menguasai
suatu kompetensi (enactive mastery experiences), pengalaman
melihat konsekuensi yang terjadi pada orang lain (vicarious
experiences), persuasi verbal (verbal persuasion), dan kondisi
fisiologis dan afektif (Bandura, 1997: 79-115).
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efikasi Kolektif Guru
Berdasarkan teori efikasi dari Bandura (1997: 117)
faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi guru, ada tiga kelompok faktor-faktor
yang berefek yaitu faktor demografi, pengalaman instruksional,
dan personal. Beberapa faktor pembentuk efikasi kolektif guru
lainnya adalah pengalaman mengajar, keprofesian, kompetensi,
dan kepedulian. Pengalaman mengajar merupakan rangkuman
pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dialami dalam
mengajar. Pengalaman kerja akan membuat pengetahuan dan
keterampilan seseorang bertambah, terutama tentang bidangnya.
Dalam hal kompetensi, Undang-undang Republik Indonesia
No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab IV Pasal 8
menyatakan bahwa “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik
kompetensi, sertifikasi pendidikan, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional”. Keuntungan dari adanya kepedulian dari segi guru
koneksi antara guru dan murid, pemberian materi ajar yang dapat
dijangkau oleh siswa, serta komunikasi.
Pada program pengembangan profesionalitas guru terdapat
faktor yang mempengaruhi efikasi kolektif guru yaitu guru
mendapat kepercayaan diri atau efikasi diri setelah melakukan
pelatihan pendidikan atau diklat yang diselenggarakan diknas
karena guru merasa mampu mengatasi beberapa kendala yang
terjadi di dalam kelas, seperti guru merasa mampu menciptakan
suasana pembelajaran yang amat menyenangkan, kreatif, dinamis,
dialogis dan mampu mengatasi permasalahan yang lainnya.
Berdasarkan efikasi diri yang didapati guru saat melakukan
program pengembangan profesionalitas guru tersebut, guru
memiliki kepercayaan terhadap rekan guru yang lain bahwa
dirinya bersama teman-teman guru yang lain bisa mencapai
tujuan tertentu, mencapai hasil murid yang diinginkan.
c. Dampak Positif Efikasi Kolektif Guru
Efikasi kolektif guru memiliki dampak positif bagi rekan guru
lainnya, seperti sebagai berikut.
1) Dapat menjadi mesin pembangkit semangat dan motivasi.
2) Dapat menjadi pengetahuan dan keterampilan guru.
3) Dapat membuat lokakarya, kegiatan pengembangan
4) Dapat mengembangkan karakter yang baik pada diri siswa.
5) Dapat disimpan untuk dipakai membimbing tingkah laku
pada masa yang akan datang.
6) Dapat meningkatkan kepuasan kerja guru.
B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Dewi Isma Madzlan (2008: 10) dalam penelitiannya yang berjudul
Hubungan antara frekuensi menghadiri program pengembangan
profesionalisme guru menurut bidang kurikulum dengan efikasi kolektif
guru sekolah menengah mengemukakan bahwa partisipasi guru dalam
mengikuti PPPG sangat terbatas. Hanya 50% guru yang hadir dalam PPPG
periode 3 tahun pertama mengajar.
Dari hasil penelitian yang telah dikemukakan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa guru yang telah mengikuti/menghadiri PPPG memiliki
sikap yang negatif sehingga tidak terbentuk kearah efikasi kolektif yang
kuat guna memperbaiki tingkat keterampilan dalam manajemen
pengajaran dan pembelajaran.
C. Kerangka Berpikir Teoritik
Hubungan pengembangan profesionalitas guru dengan efikasi kolektif
guru.
Pengembangan profesionalitas guru merupakan salah upaya untuk
guru dimaksudkan untuk merangsang, memelihara, dan meningkatkan
kualitas guru dalam memecahkan masalah-masalah keorganisasian.
Menjadi guru yang profesional perlu pendidikan profesi, pelatihan, belajar
mandiri, dan ‘jam terbang’ yang memadai. Dengan adanya pengembangan
profesionalitas guru melalui beberapa program pendidikan dan latihan
(diklat) diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan diri pada guru.
Melalui kepercayaan diri tersebut, guru akan mempunyai efikasi kolektif
yang diharapkan akan berdampak positif terhadap pencapaian murid.
D. Hipotesis
Ada hubungan positif dan signifikan pengembangan profesionalitas guru
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Penelitian
korelasional adalah penelitian yang bertujuan untuk menentukan ada
tidaknya hubungan, dan seberapa jauh hubungan pengembangan
profesionalitas guru dengan efikasi kolektif guru. Pendekatan penelitian
yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif yaitu menggunakan
strategi dasar kuesioner.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di empat sekolah di Kabupaten Klaten,
yaitu SMAN 1 Wedi, SMAN 1 Jogonalan, SMAN 1 Klaten, dan SMAN 2
Klaten pada bulan Oktober 2015.
C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah guru-guru
SMA yang berada di Kabupaten Klaten, yaitu SMAN 1 Wedi, SMAN
2. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah pengembangan profesionalitas guru
dan efikasi kolektif guru SMA yang berada di empat sekolah
Kabupaten Klaten tersebut.
D. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek
atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru
terlatih dan profesional yang memiliki sertifikat kecuali kepala
sekolah dan guru konseling di SMAN 1 Wedi, SMAN 1 Jogonalan,
SMAN 1 Klaten, dan SMAN 2 Klaten yang berjumlah 244 guru.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik penarikan sampel yang peneliti
gunakan adalah purposive sampling yaitu teknik penarikan sampel
yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan
tertentu berdasarkan tujuan penelitian (Sugiyono, 2012: 85).
Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah para guru di
keempat sekolah yang ada di Kabupaten Klaten tersebut yang
dengan pertimbangan bahwa hanya guru-guru yang sudah mengikuti
kegiatan program pengembangan profesionalitas guru.
E. Operasionalisasi Variabel
1. Pengembangan Profesionalitas Guru
Pengembangan profesionalitas guru adalah usaha atau kegiatan
yang dilakukan guru melalui pendidikan/latihan (diklat) untuk
meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan
proses pendidikan dan pembelajaran.
Indikator dalam pengembangan profesionalitas guru menurut Guskey
(2000) yaitu:
a. Penilaian guru terhadap materi dan fasilitator yang memimpin
program pengembangan profesionalitas guru.
b. Hasil belajar setelah terlibat dalam program pengembangan
profesionalitas guru.
c. Dukungan dan perubahan organisasi sekolah.
d. Penggunaan pengetahuan dan keterampilan baru yang
didapatkan dari keikutsertaan dalam program pengembangan
profesionalitas guru.
e. Hasil belajar siswa.
Pengukuran pengembangan profesionalitas guru dilakukan dengan
pilihan dan skor yang terdiri: (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju,
(3) ragu-ragu, (4) setuju, dan (5) sangat setuju.
2. Efikasi Kolektif Guru
Efikasi kolektif guru adalah kepercayaan guru tentang kemampuan
kelompok (rekan-rekan guru yang lain) untuk mempengaruhi
pencapaian hasil tertentu atau murid. Terdapat dua indikator untuk
mengukur efikasi kolektif guru, yaitu analisis terhadap tugas guru dan
asesmen terhadap kompetensi guru. Pengukuran efikasi kolektif guru
dilakukan dengan menggunakan 21 item pertanyaan dengan skala
Likert dengan lima pilihan dan skor yang terdiri: (1) sangat tidak
setuju, (2) tidak setuju, (3) ragu-ragu, (4) setuju, dan (5) sangat setuju.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang ditempuh untuk
memperoleh data sesuai dengan data yang dibutuhkan. Dalam penelitian
ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner
adalah metode pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan
tertulis kepada responden dan cara menjawab juga dengan tertulis.
Kuesioner ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang
pengembangan profesionalitas guru dan efikasi kolektif guru. Adapun
kisi-kisi kuesioner yang dikembangkan dari instrumen penelitian Astuti (2015)
Tabel 3.1
b. Hasil belajar setelah terlibat dalam
a. Analisis terhadap tugas guru.
5, 16, 19 6, 8, 13, 18, 20 b. Asesmen terhadap
kompetensi guru.
1, 2, 3, 4, 14, 17, 21
7, 9, 10, 11, 12, 15
G. Pengujian Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini uji instrumen yang dilakukan adalah uji
validitas dan realibilitas untuk instrumen yang mengukur pengembangan
1. Pengujian Validitas / kesahihan kuesioner
Pengujian validitas (test of validity) dimaksudkan untuk
mengetahui apakah butir-butir pertanyaan mampu mengukur yang
seharusnya diukur (sahih) atau tidak. Pengujian validitas dilakukan
dengan mengkorelasikan antar skor jawaban masing-masing item
pertanyaan dengan skor total yang diperoleh dari penjumlahan skor
pertanyaan. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan rumus
Korelasi Product Moment dari Pearson (Arikunto, 1997: 146) yaitu:
Keterangan:
rxy : koefisien korelasi antar skor item dan skor total
X : skor masing-masing item tes Y : skor total seluruh item tes n : jumlah item pertanyaan
Kemudian harga rxy dikonsultasikan dengan rtabel. Dengan taraf
signifikansi 5%, jika harga rxy yang diperoleh dari perhitungan lebih
besar dari rtabel maka butir pada item yang dimaksud adalah valid, tapi
jika hasil perhitungan lebih kecil dari rtabel maka item yang
dimaksudkan tidak valid. Butir pertanyaan yang tidak valid tidak
digunakan dalam pengumpulan data.
Pelaksanaan perhitungan uji validitas pada penelitian ini penulis
menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service
item-item pernyataan variabel pengembangan profesionalitas guru. Hasil uji
validitas adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2
Hasil Uji Validitas Pengembangan Profesionalitas Guru Butir No Nilai r tabel Nilai r hitung Keterangan
1 0,207 0,715 Valid
Sumber : data primer, diolah 2015
Dari tabel di atas terlihat bahwa seluruh item pernyataan
pengembangan profesionalitas guru menunjukkan bahwa ke 30 butir