• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2.2. Penelitian Terdahulu 1 Pendapatan

2.2.2. Efisiensi Faktor Produks

Penelitian tentang efisiensi ekonomi pada usaha peternakan sapi perah rakyat dilakukan oleh Mandaka dan Hutagaol pada tahun 2005. Kelurahan kebon Pedes dipilih secara purposive sebagai lokasi penelitian tersebut. Jumlah peternak dan ternak yang dilibatkan pada penelitian tersebut mencapai 31 orang dan 251 ekor ternak. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Strata ditentukan berdasarkan skala pemilikan induk produktif (laktasi dan kering).

Alat analisis yang digunakan oleh Mandaka dan Hutagaol (2005) adalah fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Hasil yang diperoleh yaitu semua peubah bebas secara serempak berpengaruh sangat nyata terhadap keuntungan usaha

ternak pada tingkat kepercayaan 99 persen. Peubah bebas yang berpengaruh nyata yaitu harga pakan konsentrat, jumlah induk produktif dan peubah boneka skala usaha. Kondisi ekonomi skala usaha ternak sapi tersebut adalah decreasing return to scale, ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar 0,869. Efisiensi ekonomi relatif belum dicapai pada semua skala usaha.

Analisis efisiensi penggunaan masukan produksi dan ekonomi skala usaha pernah dilakukan oleh Irawan dan Hutabarat (1991). Penelitian tersebut dilakukan terhadap usahatani tebu di Jawa Timur. Metode analisis yang digunakan adalah fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Efisiensi penggunaan masukan dianalisis dengan pendekatan kesamaan antara elastisitas keuntungan atas harga masukan (αi) dengan pangsa keuntungan atas biaya masukan

terhadap keuntungan (PSi). Efisiensi penggunaan masukan produksi pada

kategori tanaman keprasan lahan sawah dan kering sudah dicapai. Kondisi yang berbeda terjadi pada tanaman tebu baru lahan sawah. Pupuk, tenaga kerja, dan obat pada usahatani tebu baru lahan sawah belum efisien karena tingkat penggunaannya yang masih terlampau rendah.

Usahatani tebu yang diteliti oleh Irawan dan Hutabarat (1991) mempunyai skala usaha yang berbeda antar kategori. Kategori tanaman baru lahan sawah mempunyai skala usaha meningkat, kategori tanaman keprasan lahan kering mempunyai skala usaha menurun dan kategori tanaman tebu keprasan lahan sawah sudah mempunyai skala usaha konstan. Keragaman skala usaha tersebut menurut Irawan dan Hutabarat (1991) disebabkan karena perbedaan produktivitas masukan usahatani.

Analisis ekonomi usahatani yang terkait dengan efisiensi panggunaan masukan produksi juga pernah dilakukan oleh Widjaja (1991). Cakupan penelitian tersebut meliputi analisis pendapatan usahatani, efisiensi faktor-faktor

penarikan contoh acak berstrata digunakan sebagai teknik pengambilan contoh dalam penelitian tersebut. Strata dibedakan berdasarkan jumlah ternak yang dimiliki. Analisis yang digunakan meliputi analisis pendapatan usahatani, fungsi produksi Cobb Douglas dan efisiensi faktor produksi.

Pendapatan dari sapi perah untuk semua strata lebih dominan, jika dibanding pendapatan usahatani yang lain maupun dari luar usahatani. Kondisi tersebut menurut Widjaja (1991) merupakan indikasi bahwa usaha ternak sapi perah sudah menjadi usaha pokok. Hasil analisis fungsi produksi diketahui bahwa 81,68 keragaman produksi susu pada peternakan sapi perah di Kecamatan Pangalengan dapat diterangkan oleh faktor–faktor produksi yang dipilih. Faktor–faktor produksi yang digunakan secara umum mempunyai pengaruh yang nyata pada taraf nyata 95 hingga 99 persen. Usaha peternakan sapi perah mempunyai skala usaha yang semakin menurun, ini ditunjukkan oleh elastisitas produksi sebesar 0,9379. Skala usaha tersebut berarti efisiensi teknis sudah dicapai, namun efisiensi ekonomis masih belum dicapai.

Hasil analisis produksi yang dilakukan oleh Nur’iman (2001) terhadap petani tomat anggota dan bukan anggota kelompok tani, diketahui bahwa secara umum penggunaan teknologi budidaya tomat kedua kelompok petani tidak berbeda. Petani anggota kelompok tani lebih mempunyai elastisitas produksi lebih besar, jika dibanding petani bukan anggota kelompok tani. Alokasi faktor- faktor produksi pada kedua kelompok petani tersebut masih belum optimal. Kondisi tersebut dilihat dari rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Petani anggota kelompok tani lebih efisien dibanding petani bukan anggota, jika dilihat dari imbangan penerimaan terhadap pengeluaran. Petani Gapoktan mempunyai nilai imbangan penerimaan terhadap pengeluaran tunai dan total masing-masing adalah 1,71 dan 1,63, sedangkan kelompok petani yang lainnya sebesar 1,54 dan 1,42. Hasil penelitian yang selanjutnya adalah resiko produksi petani

anggota kelompok tani diketahui lebih tinggi. Resiko produksi tomat masih belum dapat ditekan secara optimal oleh kelompok tani.

Penelitian tentang efisiensi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam budidaya salak bongkok dilakukan oleh Maya pada tahun 2006. Faktor produksi salak bongkok diduga meliputi luas lahan, umur tanaman, jumlah tanaman, pengalamam, tenaga kerja, pupuk kandang, dan pupuk urea. Pupuk urea digunakan sebagai peubah boneka (dummy), sehingga produksi dengan dan tanpa pupuk urea dapat dibedakan. Model analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah model fungsi Cobb-Douglas. Peubah-peubah dugaan diketahui signifikan pada selang kepercayaan 95 hingga 99 persen. Faktor-faktor produksi yang digunakan masih belum optimal, jika dilihat dari rasio NPM dan BKM yang tidak sama dengan satu. Kombinasi optimal yang disarankan yaitu luas lahan 0,35 hektar dan tenaga kerja 84,01 HOK. Skala ekonomi usaha budidaya salak bongkok tersebut adalah skala decreasing return to scale. Elastisitas produksi yang diperoleh adalah 0,594, sehingga menurut teori produksi klasik usaha tersebut ada pada daerah II.

Efisiensi faktor produksi pada usahatani padi sudah dianalisis oleh Irawati (2006), penelitian dilakukan terhadap petani program PTT dan petani bukan program PTT di Karawang. Metode analisis yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Faktor produksi yang digunakan petani program PTT berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani padi pada selang kepercayaan 95 persen. Faktor-faktor produksi tersebut meliputi luas lahan, benih, pupuk urea, pupuk NPK, obat cair dan tenaga kerja, sedangkan pupuk SP-36 dan obat padat tidak berpengaruh nyata. Hasil uji terhadap faktor produksi yang digunakan petani bukan program PTT, diketahui bahwa luas lahan, benih, pupuk NPK dan tenaga kerja berpengaruh nyata sedangkan pupuk SP-36, obat padat dan cair

kedua kelompok petani masih belum efisien, hal ini diketahui dari rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu.

Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2005) diarahkan pada analisis penyebab rendahnya produkivitas padi ladang, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas dan efisiensi ekonomi dari faktor-faktor produksi. Analisis yang digunakan yaitu pendapatan usahatani, dan fungsi produksi Cobb Douglas. Faktor determinan produktivitas padi ladang diidentifikasi berdasarkan statistik uji t terhadap koefisien regresi. Efisiensi ekonomi dianalisis dengan pendekatan rasio nilai produk marjinal dengan biaya korbanan marjinal.

Pendapatan usahatani padi ladang yang diteliti oleh Purba (2005) dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan total. Pendapatan atas biaya tunai dari usahatani tersebut sebesar Rp 1 104 326 sedangkan pendapatan atas biaya total Rp – 520 854. Usahatani padi ladang kurang menguntungkan ditunjukkan oleh rasio R/C atas biaya total sebesar 0,75, namun bagi petani masih menguntungkan karena penerimaan yang diperoleh 3,01 kali lebih besar dari biaya tunai yang dikeluarkan (R/C tunai = 3,01).

Faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas padi ladang yaitu tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Produksi padi ladang sangat dipengaruhi oleh kedua kelompok tenaga kerja tersebut. Benih, pupuk dan pestisida tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi padi ladang. Usahatani padi ladang berada pada skala pengembalian yang meningkat, hal ini ditunjukkan oleh elastisitas produksi sebesar 1,17. Efisiensi ekonomi pada usahatani tersebut belum berhasil dicapai. Nilai rasio NPM dibanding BKM tidak sesuai dengan kriteria, sehingga komposisi faktor produksi yang digunakan harus diubah.

Analisis efisiensi faktor produksi udang tambak di Indonesia dilakukan oleh Nasution pada tahun 2005. Penelitian tersebut dilakukan untuk menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap produksi udang tambak, tingkat

efisiensi produksi dan menganalisis nilai total factor productivity usaha budidaya udang tambak. Penelitian tersebut didasarkan pada hipotesis awal yaitu : 1) input produksi digunakan dengan kombinasi yang belum optimal oleh petani tambak di Indonesia dan 2) lahan, benur, tenaga kerja, pestisida dan masukan produksi lain berbanding lurus dengan produksi yang dihasilkan.

Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan sebagai pendekatan analisis faktor determinan produksi udang tambak. Efisiensi penggunaan faktor produksi dianalisis dengan pendekatan rasio NPM dibanding BKM. Analisis terhadap total faktor produktivitas relatif lebih rumit, karena pendekatan yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb Douglas restriksi. Restriksi tersebut berarti fungsi produksi dikondisikan pada skala pengembalian konstan, ditunjukkan dengan elastisitas produksi sama dengan satu. Kendala ditemukan dalam pendugaan fungsi produksi, ditemukan adanya multikolinier antar faktor produksi. Permasalahan tersebut kemudian diatasi dengan analisis komponen utama. Produksi udang tambak di Indonesia sangat nyata dipengaruhi oleh luas tambak, tenaga kerja dan pestisida. Produksi tambak dipengaruhi oleh pupuk organik dan anorganik pada selang kepercayaan 90 persen.

Usaha budidaya tambak udang di Indonesia masih dapat dikembangkan karena mempunyai skala pengembalian yang meningkat. Elastisitas produksi sebesar 1,8337 merupakan indikator kondisi tersebut. Efisiensi ekonomi belum dicapai, ditunjukkan dengan rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu. Total faktor produktivitas sebesar -9,26 persen, berarti secara agregat tidak terjadi peningkatan teknologi dalam produksi udang di Indonesia, namun sebaliknya terjadi penurunan.

Penelitian dengan topik efisiensi penggunan faktor produksi dilakukan oleh Retmawati (2005) terhadap petani padi sawah dan padi ladang. Penelitian

sawah dan padi ladang. Kriteria yang digunakan sebagai dasar perbandingan yaitu pendapatan usahatani, produktivitas, tingkat penggunaan masukan produksi dan efisiensi usahatani. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu analisis pendapatan, analisis produktivitas, analisis efisiensi penggunaan faktor produksi dan analisis fungsi produksi Cobb Douglas.

Hasil dari penelitian tersebut diketahui bahwa usahatani padi sawah lebih menguntungkan dibanding padi ladang. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk kedua jenis usahatani padi sama, namun keuntungan total dari padi sawah diperoleh Rp 1 667 410 dengan rasio R/C 1,55, sedangkan padi ladang lebih rendah yaitu Rp1 161 582 dengan rasio R/C 1,44. Perbedaan tersebut disebabkan karena produktivitas padi sawah sebesar 12.148,2 kg per hektar, sedangkan produktivitas padi ladang lebih rendah yaitu 7.941,65 kg per hektar. Harga jual kedua jenis padi sama yaitu Rp 1 100 per kg.

Peubah boneka yang digunakan sebagai pembeda antara usahatani padi sawah dan ladang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Kondisi tersebut disebabkan karena benih, pupuk dan perlakuan pemupukan yang sama pada kedua usahatani. Elastisitas produksi usahatani padi sawah dan ladang sebesar 1,26573, berarti usahatani berada dalam skala pengembalian meningkat. Efisiensi penggunaan faktor produksi pada kedua usahatani belum tercapai, hal ini ditunjukkan dengan rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu. Kombinasi optimal untuk usahatani padi sawah yaitu 0,87 hektar lahan, 9,30 kg benih, 47,23 pupuk KCL, 102,32 kg pupuk TSP dan 56,09 HOK tenaga kerja. Kombinasi optimal pada usahatani padi ladang yaitu 1,08 hektar lahan, 8,11 kg benih, 31,02 pupuk KCL, 106,08 kg pupuk TSP dan 69,45 HOK tenaga kerja.

Penelitian Vidiayanti (2004) mempunyai topik yang sama tetapi obyek yang dianalisis adalah usaha ternak sapi perah. Penelitian tersebut dilakukan untuk menganalisis tingkat pendapatan, skala pengembalian ekonomi dan

efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usaha ternak sapi perah. Sampel sebanyak 30 orang responden dipilih secara acak dari sekitar 180 orang peternak. Alat analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis fungsi produksi Cobb Douglas, analisis skala pengembalian dan analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.

Penelitian tersebut mempunyai perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada tiga peubah boneka yang dimasukan dalam fungsi produksi. Peubah boneka digunakan dalam fungsi produksi sehingga pengaruh perbedaan tingkat pendidikan peternak, usia produktif sapi perah dan pengalaman peternak terhadap produksi dapat diketahui.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa usaha ternak sapi perah menguntungkan dari segi usahatani maupun petani. Pendapatan atas biaya total sebesar Rp 7 690 979,61 dengan rasio R/C 1,17 berarti dari segi usahatani menguntungkan. Pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 24 849 506,67 dengan rasio R/C 1,56 maka dapat disimpulkan menguntungkan bagi petani. Produksi susu dipengaruhi secara nyata oleh hijauan sapi laktasi. Peubah boneka pengalaman signifikan berpengaruh terhadap produksi. Produksi susu yang diperoleh peternak dengan pengalaman lebih dari lima tahun lebih tinggi dibanding peternak dengan pengalaman dibawah lima tahun. Usaha ternak sapi perah mempunyai skala pengembalian meningkat dengan elastisitas produksi sebesar 1,13429. Produksi usaha ternak tersebut berada pada daerah tidak rasional, karena tingkat produksi optimal dapat dicapai dengan peningkatan jumlah faktor produksi. Efisiensi ekonomi belum berhasil dicapai jika dilihat dari rasio NPM dibanding BKM yang tidak sama dengan satu. Kombinasi penggunaan faktor produksi harus diubah agar efisiensi ekonomi dicapai.

Penelitian tentang pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ayam ras pedaging sudah dilakukan oleh Murjoko (2004). Penelitian tersebut dipusatkan pada beberapa tujuan yaitu menganalisis faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi ayam ras pedaging, menganalisis tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi, menentukan kombinasi penggunaan faktor produksi yang optimal dan menganalisis tingkat pendapatan peternak plasma ayam.

Sampel responden diambil dengan metode sensus terhadap seluruh peternak sejumlah 38 orang. Metode analisis yang digunakan terdiri dari pendugaan dan pemilihan model fungsi produksi, dan analisis efisiensi ekonomi pengunaan faktor-faktor produksi. Fungsi produksi dipilih dari tiga model alternatif yaitu model linier berganda, Cobb Douglas dan translog. Analisis dilanjutkan dengan rasio NPM dibanding BKM, sehingga diketahui efisiensi ekonomi tingkat penggunaan faktor-faktor produksi. Pendekatan yang digunakan dalam analisis pendapatan usahatani peternakan adalah analisis rasio R/C dan rasio B/C.

Model fungsi produksi akhir yang dipilih adalah model Cobb Douglas karena dua pertimbangan. Hasil uji kolmogorov–smirnov model Cobb Douglas mempunyai nilai P 0,15, sedangkan model linier berganda mempunyai P 0,079, hal ini berarti model Cobb Douglas lebih bagus. Pertimbangan yang kedua adalah masalah multikolinieritas pada model translog yang tidak dapat diatasi. Model Cobb Douglas tersebut mempunyai R2 99,4 persen dan secara statistik

faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi.

Produksi ayam ras pedaging yang diteliti dipengaruhi oleh bibit DOC, pakan strarter, pakan finisher, tenaga kerja dan obat-vaksin-vitamin (OVK). Faktor-faktor produksi tersebut secara statistik berpengaruh nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan 99 persen. Faktor produksi pemanas gasolec

dan mortalitas tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Peubah bebas dalam model berada pada daerah rasional, ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi bernilai positif dan lebih rendah dari satu.

Efisiensi ekonomi produksi diperlukan agar keuntungan maksimum dapat dicapai. Efisiensi ekonomi pada beberapa faktor produksi belum dicapai, jika dilihat dari rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu. Faktor produksi pakan starter, pakan finisher dan tenaga kerja secara statistik belum efisien. Tingkat penggunaan masing-masing faktor produksi harus ditingkatkan menjadi 7.129 kg pakan starter, 10.570 kg pakan finisher dan 704,55 HOK tenaga kerja. Perubahan tersebut berdampak pada perbedaan pendapatan aktual dan optimal. Pendapatan bersih pada kondisi aktual sebesar Rp 6 067 386, rasio R/C 1,1 dan rasio B/C 0,1, pada kondisi optimal mengalami peningkatan menjadi masing- masing Rp 21 785 728, rasio R/C 1,346 dan rasio B/C 0,346.

Pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi padi gogo tumpang sari jagung diteliti oleh Susanto (2004). Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis keragaan usahatani, tingkat pendapatan dan produktivitas, dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi gogo tumpangsari jagung. Hipotesis awal dari penelitian Susanto (2004) yaitu 1) biaya produksi secara keseluruhan dapat ditutupi oleh nilai pendapatan, 2) luas lahan, benih, pupuk kimia dan tenaga kerja mempunyai hubungan nyata dengan produksi padi gogo, dan 3) keuntungan maksimal dapat dicapai jika tingkat penggunaan faktor-faktor produksi sudah optimal.

Responden sebanyak 30 orang dalam penelitian tersebut diundi secara acak sederhana. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan, analisis regresi dan analisis efisiensi ekonomi. Hipotesis pertama diterima karena rasio R/C atas biaya tunai sebesar 2,92 dan rasio R/C atas biaya diperhitungkan

sebesar 1,09. Rasio R/C tersebut berarti secara keseluruhan biaya produksi dapat ditutupi oleh nilai pendapatan yang diperoleh petani.

Produksi padi gogo dipengaruhi oleh benih, pupuk urea dan pupuk TSP. Hasil tersebut diketahui dari hasil statistik uji t (parsial) bahwa koefisien regresi benih nyata pada α = 1 %, pupuk urea nyata pada α = 10 % dan pupuk TSP nyata pada α = 1 %. Benih dan pupuk TSP mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap produksi padi gogo, hal ini ditunjukkan dengan taraf nyata 1 persen. Produksi padi gogo berada pada skala pengembalian meningkat, hal ini ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar 1,36. Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi belum optimal, hal ini diketahui dari rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu. Tingkat penggunaan optimal adalah sebagai berikut luas lahan 3,34 hektar, benih 61,5 gram , pupuk urea 0,26 kg dan tenaga kerja 35 HOK.