• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pendapatan dan produksi cabang usahatani cabai merah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pendapatan dan produksi cabang usahatani cabai merah"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI

CABANG USAHATANI CABAI MERAH

Oleh :

EKO HENDRAWANTO

A14105535

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

EKO HENDRAWANTO. Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah. Dibawah bimbingan RATNA WINANDI.

Pulau Jawa merupakan produsen sayuran terbesar di Indonesia. Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang dihasilkan pulau tersebut. Sentra produksi cabai merah di Pulau Jawa adalah provinsi Jawa Barat, produksi provinsi tersebut mencapai 54,25 persen dari total produksi cabai merah di Pulau Jawa. Produktivitas dan harga cabai merah cenderung mengalami fluktuasi. Kabupaten Bogor merupakan salah satu produsen cabai merah di provinsi Jawa Barat. Produktivitas cabai merah di Kabepaten Bogor cenderung berfluktuasi selama tahun 2004 hingga 2005. Produktivitas pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 15,41 persen.

Tujuan penelitian ini, antara lain (1) menganalisis tingkat pendapatan cabang usahatani cabai merah ; (2) menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi dan skala usaha (return to scale) cabang usahatani cabai merah ; dan (3) menganalisis dampak perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi alokasi faktor produksi cabang usahatani cabai merah.

Proses pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2008. Lokasi dipilih secara acak dengan pertimbangan setiap lokasi mempunyai peluang yang sama sebagai lokasi penelitian. Responden dalam penelitian ini diperoleh dengan metode snowballing sampling. Responden yang digunakan berjumlah 30 orang petani cabai merah. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yaitu (1) analisis pendapatan dan rasio R/C ; dan (2) analisis produksi. Analisis produksi dilakukan dengan pendekatan fungsi produksi eksponensial.

Analisis pendapatan didekati dengan dua indikator yaitu pendapatan kerja petani dan kerja keluarga. Pendapatan kerja petani pada cabang usahatani cabai merah yaitu sebesar Rp 4 597 870, 97 untuk setiap 2.080 meter persegi lahan yang digunakan. Pendapatan kerja keluarga untuk luasan lahan yang sama adalah sebesar Rp 7 278 902, 09. Rasio penerimaan terhadap pengeluaran dibedakan sebagai rasio atas biaya tunai dan total. Rasio tersebut masing-masing yaitu 2,59 dan 1,59, secara umum dapat dikatakan bahwa cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian mampu memberikan manfaat finansial bagi petani. Ukuran efisiensi lain yaitu produktivitas pertanaman, cabai merah di lokasi penelitian mempunyai produktivitas sebesar 0,44 kilogram per tanaman. Produktivitas tersebut masih rendah, jika ditelusuri lebih lanjut masalah diduga disebabkan karena tingkat penggunaan pupuk kimia yang masih rendah. Kombinasi pupuk kimia yang digunakan lebih dominan pada N, sementara kombinasi yang dianjurkan lebih dominan pada unsur P.

(3)

kali lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa cabang usahatani cabai merah secara ekonomis masih menguntungkan untuk dikembangkan.

Tingkat penggunaan tenaga kerja, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang masih belum optimum. Tingkat penggunaan tenaga kerja tidak optimum karena digunakan dalam jumlah berlebihan, hal ini ditunjukkan dengan rasio NPM : BKM yang lebih rendah dari satu. Tingkat penggunaan pupuk kandang maupun kimia tidak optimum karena digunakan dalam jumlah terlalu rendah. Hal ini ditunjukkan dengan rasio NPM : BKM lebih besar dari satu.

Perubahan harga cabai merah berpengaruh terhadap perubahan rasio nilai marjinal produk terhadap biaya korbanan marjinal. Rasio NPM : BKM yang semula lebih rendah dari satu, maka akan semakin mendekati satu akibat peningkatan harga tersebut. Kondisi sebaliknya terjadi akibat penurunan harga cabai merah. Rasio NPM : BKM yang semula lebih besar dari satu akan semakin besar, sehingga semakin jauh dari titik optimum akibat peningkatan harga cabai merah. Kondisi sebaliknya akan terjadi akibat penurunan harga cabai merah.

(4)

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI

CABANG USAHATANI CABAI MERAH

Oleh :

EKO HENDRAWANTO

A14105535

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul : Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai

Merah

Nama : Eko Hendrawanto

Nrp : A14105535

Menyetujui:

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 131 687 506

Mengetahui:

Dekan Fakultas Pertanian

(6)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

”ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI

MERAH” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR

AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK

MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU

DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG

DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, 25 Juni 2008

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 03 Oktober

1982, putera dari keluarga Bapak Suwardi Hendro Pranoto dan Ibu Dwi

Hastutiningsih. Penulis merupakan putera pertama dari dua bersaudara.

Penulis memulai pendidikan dasar di SD negeri II Maron pada tahun 1989

hingga lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri I

Garung pada tahun yang sama hingga lulus pada tahun 1998. Sekolah

Menengah Kejuruan Pertanian (STM Pembangunan) merupakan tempat dimana

penulis menempuh pendidikan kejuruan Teknologi Hasil Pertanian selama 4

tahun (tingkat 1 hingga 4). Tahun 2002 penulis lulus kemudian diterima sebagai

mahasiwa pada Program Studi Manajer Alat dan Mesin Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan lulus pada

tahun 2005. Penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis

Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah ”. Skripsi ini disusun

sebagai syarat penyelesaian pendidikan pada program sarjana (S1) Ekstensi

Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Komoditas cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran utama

di Indonesia. Sentra produksi cabai merah terbesar di Indonesia adalah Propinsi

Jawa Barat. Bogor merupakan salah satu Kabupaten penghasil cabai merah di

Jawa Barat, namun dari segi produktivitas relatif masih rendah. Hal yang menarik

dari komoditas cabai merah adalah fluktuasi harga. Penelitian ini ini dilakukan

untuk mempelajari cabang usahatani cabai merah dari aspek ekonomi dan

produksi. Aspek ekonomi yang dimaksud adalah kondisi pendapatan cabang

usahatani. Aspek produksi yang dipelajari antaralain faktor produksi yang

berpengaruh terhadap produksi, skala usaha dan tingkat penggunaan faktor

produksi.

Hasil penelitian dapat digambarkan secara umum bahwa produktivitas

cabai merah dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP

36, KCl dan pupuk kandang. Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi tersebut

masih belum optimum. Berdasarkan kondisi tersebut keuntungan yang lebih

tinggi masih berpeluang diperoleh melalui penggunaan faktor produksi secara

(9)

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih banyak

kekurangan. Penulis berharap laporan penelitian ini bermanfaat bagi yang

membutuhkan.

Bogor, 25 Juni 2008

Eko Hendrawanto

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis sangat bersyukur atas bantuan berbagai pihak selama kegiatan

penelitian dilaksanakan hingga laporan penelitian ini ditulis. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku dosen pembimbing yang secara tulus dan

bijaksana meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan

bimbingan dan pengarahan sejak perencanaan penulisan proposal,

pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Rr. Heny K. S. Daryanto, MSc, selaku dosen penguji utama yang telah

banyak memberikan saran dan masukan yang sangat berharga untuk

perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Popong Nurhayati, MM, selaku dosen penguji komdik atas kritik dan saran

yang sangat berharga untuk perbaikan skripsi ini.

4. Seluruh staf Program Ekstensi Manajemen Agribisnis yang telah memberikan

kemudahan dalam pengurusan administrasi.

5. Bapak Suwardi Hendro Pranoto, Ibu Dwi Hastutiningsih dan adik Dwi Hendra

Pratiwi yang telah banyak memberikan dukungan doa dan dorongan selama

penelitian.

6. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor,

Camat dan Penyuluh Pertanian Kecamatan Megamendung, Kepada Desa

Sukagalih, atas segala bantuan dan dukungan informasi yang diberikan

selama penelitian.

7. Petani cabai merah Di Desa Sukagalih atas segala bantuan, diskusi dan

(11)

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI

CABANG USAHATANI CABAI MERAH

Oleh :

EKO HENDRAWANTO

A14105535

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

EKO HENDRAWANTO. Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah. Dibawah bimbingan RATNA WINANDI.

Pulau Jawa merupakan produsen sayuran terbesar di Indonesia. Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang dihasilkan pulau tersebut. Sentra produksi cabai merah di Pulau Jawa adalah provinsi Jawa Barat, produksi provinsi tersebut mencapai 54,25 persen dari total produksi cabai merah di Pulau Jawa. Produktivitas dan harga cabai merah cenderung mengalami fluktuasi. Kabupaten Bogor merupakan salah satu produsen cabai merah di provinsi Jawa Barat. Produktivitas cabai merah di Kabepaten Bogor cenderung berfluktuasi selama tahun 2004 hingga 2005. Produktivitas pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 15,41 persen.

Tujuan penelitian ini, antara lain (1) menganalisis tingkat pendapatan cabang usahatani cabai merah ; (2) menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi dan skala usaha (return to scale) cabang usahatani cabai merah ; dan (3) menganalisis dampak perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi alokasi faktor produksi cabang usahatani cabai merah.

Proses pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2008. Lokasi dipilih secara acak dengan pertimbangan setiap lokasi mempunyai peluang yang sama sebagai lokasi penelitian. Responden dalam penelitian ini diperoleh dengan metode snowballing sampling. Responden yang digunakan berjumlah 30 orang petani cabai merah. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yaitu (1) analisis pendapatan dan rasio R/C ; dan (2) analisis produksi. Analisis produksi dilakukan dengan pendekatan fungsi produksi eksponensial.

Analisis pendapatan didekati dengan dua indikator yaitu pendapatan kerja petani dan kerja keluarga. Pendapatan kerja petani pada cabang usahatani cabai merah yaitu sebesar Rp 4 597 870, 97 untuk setiap 2.080 meter persegi lahan yang digunakan. Pendapatan kerja keluarga untuk luasan lahan yang sama adalah sebesar Rp 7 278 902, 09. Rasio penerimaan terhadap pengeluaran dibedakan sebagai rasio atas biaya tunai dan total. Rasio tersebut masing-masing yaitu 2,59 dan 1,59, secara umum dapat dikatakan bahwa cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian mampu memberikan manfaat finansial bagi petani. Ukuran efisiensi lain yaitu produktivitas pertanaman, cabai merah di lokasi penelitian mempunyai produktivitas sebesar 0,44 kilogram per tanaman. Produktivitas tersebut masih rendah, jika ditelusuri lebih lanjut masalah diduga disebabkan karena tingkat penggunaan pupuk kimia yang masih rendah. Kombinasi pupuk kimia yang digunakan lebih dominan pada N, sementara kombinasi yang dianjurkan lebih dominan pada unsur P.

(13)

kali lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa cabang usahatani cabai merah secara ekonomis masih menguntungkan untuk dikembangkan.

Tingkat penggunaan tenaga kerja, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang masih belum optimum. Tingkat penggunaan tenaga kerja tidak optimum karena digunakan dalam jumlah berlebihan, hal ini ditunjukkan dengan rasio NPM : BKM yang lebih rendah dari satu. Tingkat penggunaan pupuk kandang maupun kimia tidak optimum karena digunakan dalam jumlah terlalu rendah. Hal ini ditunjukkan dengan rasio NPM : BKM lebih besar dari satu.

Perubahan harga cabai merah berpengaruh terhadap perubahan rasio nilai marjinal produk terhadap biaya korbanan marjinal. Rasio NPM : BKM yang semula lebih rendah dari satu, maka akan semakin mendekati satu akibat peningkatan harga tersebut. Kondisi sebaliknya terjadi akibat penurunan harga cabai merah. Rasio NPM : BKM yang semula lebih besar dari satu akan semakin besar, sehingga semakin jauh dari titik optimum akibat peningkatan harga cabai merah. Kondisi sebaliknya akan terjadi akibat penurunan harga cabai merah.

(14)

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI

CABANG USAHATANI CABAI MERAH

Oleh :

EKO HENDRAWANTO

A14105535

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(15)

Judul : Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai

Merah

Nama : Eko Hendrawanto

Nrp : A14105535

Menyetujui:

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 131 687 506

Mengetahui:

Dekan Fakultas Pertanian

(16)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

”ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI

MERAH” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR

AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK

MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU

DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG

DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, 25 Juni 2008

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 03 Oktober

1982, putera dari keluarga Bapak Suwardi Hendro Pranoto dan Ibu Dwi

Hastutiningsih. Penulis merupakan putera pertama dari dua bersaudara.

Penulis memulai pendidikan dasar di SD negeri II Maron pada tahun 1989

hingga lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri I

Garung pada tahun yang sama hingga lulus pada tahun 1998. Sekolah

Menengah Kejuruan Pertanian (STM Pembangunan) merupakan tempat dimana

penulis menempuh pendidikan kejuruan Teknologi Hasil Pertanian selama 4

tahun (tingkat 1 hingga 4). Tahun 2002 penulis lulus kemudian diterima sebagai

mahasiwa pada Program Studi Manajer Alat dan Mesin Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan lulus pada

tahun 2005. Penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen

(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis

Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah ”. Skripsi ini disusun

sebagai syarat penyelesaian pendidikan pada program sarjana (S1) Ekstensi

Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Komoditas cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran utama

di Indonesia. Sentra produksi cabai merah terbesar di Indonesia adalah Propinsi

Jawa Barat. Bogor merupakan salah satu Kabupaten penghasil cabai merah di

Jawa Barat, namun dari segi produktivitas relatif masih rendah. Hal yang menarik

dari komoditas cabai merah adalah fluktuasi harga. Penelitian ini ini dilakukan

untuk mempelajari cabang usahatani cabai merah dari aspek ekonomi dan

produksi. Aspek ekonomi yang dimaksud adalah kondisi pendapatan cabang

usahatani. Aspek produksi yang dipelajari antaralain faktor produksi yang

berpengaruh terhadap produksi, skala usaha dan tingkat penggunaan faktor

produksi.

Hasil penelitian dapat digambarkan secara umum bahwa produktivitas

cabai merah dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP

36, KCl dan pupuk kandang. Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi tersebut

masih belum optimum. Berdasarkan kondisi tersebut keuntungan yang lebih

tinggi masih berpeluang diperoleh melalui penggunaan faktor produksi secara

(19)

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih banyak

kekurangan. Penulis berharap laporan penelitian ini bermanfaat bagi yang

membutuhkan.

Bogor, 25 Juni 2008

Eko Hendrawanto

(20)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis sangat bersyukur atas bantuan berbagai pihak selama kegiatan

penelitian dilaksanakan hingga laporan penelitian ini ditulis. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku dosen pembimbing yang secara tulus dan

bijaksana meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan

bimbingan dan pengarahan sejak perencanaan penulisan proposal,

pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Rr. Heny K. S. Daryanto, MSc, selaku dosen penguji utama yang telah

banyak memberikan saran dan masukan yang sangat berharga untuk

perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Popong Nurhayati, MM, selaku dosen penguji komdik atas kritik dan saran

yang sangat berharga untuk perbaikan skripsi ini.

4. Seluruh staf Program Ekstensi Manajemen Agribisnis yang telah memberikan

kemudahan dalam pengurusan administrasi.

5. Bapak Suwardi Hendro Pranoto, Ibu Dwi Hastutiningsih dan adik Dwi Hendra

Pratiwi yang telah banyak memberikan dukungan doa dan dorongan selama

penelitian.

6. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor,

Camat dan Penyuluh Pertanian Kecamatan Megamendung, Kepada Desa

Sukagalih, atas segala bantuan dan dukungan informasi yang diberikan

selama penelitian.

7. Petani cabai merah Di Desa Sukagalih atas segala bantuan, diskusi dan

(21)

8. Seluruh rekan seperjuangan Abdi Haris, Alam Lazuardi, Erwin Fahri, Kholid

Samsurrizal, Tenri Wali, Dafri Aryadi, Yudistira Marfianda, Zaky Adnani,

Akbar Zamani, Northa Idaman, Encep Zaky, Nelda Yesi Romauli Sitanggang,

Rilian Sari, Amatu As Saheda, Ruri Kurnia Herlita, Marliana, Thia Anggraeni

Nash atas segala dukungan, kritik, saran yang telah diberikan.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penulisan skripsi ini.

Skripsi ini ditulis dengan segala keterbatasan wawasan dan pikiran

penulis, sehingga sangat disadari bahwa masih banyak kekurangan pada tulisan

ini. Kritik dan saran sangat diharapkan sebagai masukan sehingga dimasa

mendatang dapat lebih baik. Semoga apa yang telah dituangkan dalam skripsi ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, 25 Juni 2008

Eko Hendrawanto

(22)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... x DAFTAR TABEL ... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan Penelitian ... 6 1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cabai ... 7 2.2. Penelitian Terdahulu ... 7 2.2.1. Pendapatan ... 7 2.2.2. Efisiensi Faktor Produksi ... 8 2.3. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu ... 18 2.4. Analisis Cabang Usahatani ... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21 3.1.1. Fungsi Produksi ... 21 3.1.2. Skala Usaha (Return To Scale) ... 27 3.1.3. Tingkat Penggunaan Faktor Produksi Optimum ... 29 3.1.4. Pendapatan Cabang Usahatani ... 31 3.1.5. Faktor-Faktor Produksi Yang Berpengaruh ... 34 3.1.6. Perumusan Hipotesis ... 35 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 36

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 40 4.2. Metode Pengambilan Contoh ... 41 4.3. Jenis Dan Sumber Data ... 42 4.4. Analisis Data ... 42

(23)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Kondisi Umum Desa Sukagalih ... 59 5.2. Karakteristik Responden ... 59 5.3. Hubungan Karakteristik Responden dengan Efisiensi Usaha ... 66

VI. ANALISIS CABANG USAHATANI

6.1. Keragaan Cabang Usahatani Cabai Merah ... 68 6.1.1. Persiapan Lahan ... 68 6.1.2. Persiapan Bibit dan Penanaman ... 69 6.1.3. Pemeliharaan Tanaman ... 70 6.1.4. Pengendalian Organisme Penganggu Tanaman ... 71 6.1.5. Panen ... 71 6.2. Tingkat Penggunaan Faktor Produksi ... 72 6.3. Biaya Cabang Usahatani ... 75 6.3.1. Biaya Tidak Tetap ... 76 6.3.2. Biaya Tetap ... 80 6.3.3. Biaya Sewa Lahan ... 82 6.3.4. Total Biaya ... 82 6.3.5. Biaya Rata-Rata ... 83 6.4. Penerimaan Cabang Usahatani ... 83 6.5. Pendapatan Cabang Usahatani ... 86 6.6. Efisiensi Cabang Usahatani ... 87 6.6.1. Produktivitas Per Hektar ... 88 6.6.2. Rasio Penerimaan Terhadap Pengeluaran ... 88

VII. ANALISIS PRODUKSI CABANG USAHATANI

7.1. Pendugaan Fungsi Produksi ... 91 7.1.1. Pendugaan Fungsi Produksi Model III ... 91 7.2. Analisis Faktor Determinan Produksi dan Skala Usaha ... 93

7.2.1. Faktor Determinan Produksi pada Cabang Usahatani Cabai merah di Lokasi Penelitian ... 93 7.2.2. Skala Usaha Cabang usahatani Cabai Merah di Lokasi

Penelitian ... 103 7.3. Analisis Tingkat Penggunaan Faktor-Faktor Produksi ... 107 7.4. Analisis Pengaruh Perubahan Harga Output terhadap Tingkat

Optimum Penggunaan Faktor-Faktor Produksi ... 111

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan ... 114

8.2. Saran ... 114

(24)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Produksi dan Produktivitas Sayuran di Pulau Jawa ... 2

2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Cabai Merah di Jawa Barat, 2001-2005. ... 3

3. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Kabupaten Bogor, 2004-2006... 5

4. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Wilayah Bogor Tengah ... 40

5. Desa di Kecamatan Megamendung berdasarkan Luas Lahan Cabai Merah pada Tahun 2007 ... 41

6. Analisis Ragam terhadap Model Penduga Fungsi Produksi. ... 47

7. Uji Signifikansi Parameter Penduga Fungsi Produksi. ... 54

8. Mata Pencaharian Penduduk Desa Sukagalih, 2008 ... 58

9. Luas Lahan Pertanian di Desa Sukagalih ... 59

10. Hubungan Karakteristik Responden dengan Penerimaan Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih ... 66

11. Hubungan Karakteristik Responden dengan Rasio R/C Atas Biaya Total Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih ... 67

12. Hubungan Karakteristik Responden dengan Rasio R/C Atas Biaya Tunai Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih ... 67

13. Perbandingan Dosis Pupuk di Lokasi Penelitian dengan Dosis Standar ... 73

14. Rata-rata Kebutuhan Tenaga Kerja pada Cabang Usahatani Cabai

Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ... 75

15. Biaya Sarana Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080

meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ... 77

(25)

17. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga pada Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ... 80

18. Rata-rata Biaya Penyusutan pada Cabang Usahatani Cabai Merah

per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ... 81

19. Rekapitulasi Biaya-Biaya Cabang Usahatani Cabai Merah, 2007 ... 83

20. Rata-rata Peneriman Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080

meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ... 84

21. Pengujian Nilai Tengah Sebaran Rasio R/C Responden ... 89

22. Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Fungsi Produksi Model III ... 92

23. Nilai VIF Hasil Uji Multikolinieritas Model Fungsi Produksi ... 93

24. Pengujian Beda Nyata Koefisien Regresi pada Fungsi Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih, 2007 ... 95

25. Hasil Uji Skala Usaha Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih, 2007 ... 104

26. Uji Kesamaan Elastisitas Produksi (Parsial) dengan Rasio Biaya

Korbanan terhadap Nilai Produksi ... 107

27. Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal Cabang

Usahatani Cabai merah di Desa Sukagalih, 2007 ... 108

28. Perubahan Rasio NPM : BKM akibat Peningkatan Harga Cabai Merah Sebesar 22,23 Persen, 2007 ... 112 1

(26)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Fungsi Produksi : Total, Marjinal dan Rata-rata Produk ... 22

2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ... 39

3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 60

4. Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Kelompok Tani di Desa Sukagalih ... 60

5. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan ... 61

6. Prosentase Pekerjaan Sampingan Responden, 2008 ... 62

7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2008 ... 63

8. Distribusi Alasan Responden dalam Bertani Cabai Merah ... 64

9. Distribusi Komoditas yang Dibudidayakan oleh Responden ... 65

10. Distribusi Harga Cabai Merah pada setiap Panen di Desa Sukagalih (Rp/kg), 2007 ... 85

11. Distribusi Hasil Panen Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih (Kg), 2007 ... 85

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Harga Cabai Merah Ditingkat Petani di Jawa Barat (Rp/100kg) ... 122

2. Penurunan Fungsi Produksi untuk Pendugaan Return To Scale ... 123 3. Penurunan Model Penduga Fungsi Produksi dengan Restriksi ... 125

4. Frekuensi Petani Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik Responden ... 126

5. Nilai Harapan Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik Responden ... 126

6. Nilai Khi Kuadrat Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik Responden ... 127

7. Harga Beli Sarana Produksi Per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, (Ribu Rp per kemasan) ... 128

8. Biaya Sarana Produksi Per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, Rupiah. ... 129

9. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria dari Luar Keluarga (HKP) ... 130

10. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria dari Keluarga (HKP) ... 131

11. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria TKDK dan TKLK pada Cabang Usahatani Cabai (HKP) ... 132

12. Data Dasar Penghitungan Biaya Penyusutan per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih. ... 133

 

13. Biaya Sewa Lahan per Responden Cabang Usahatani Cabai ... 134  14. Harga per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa

Sukagalih, (Rupiah per kilogram) ... 135

15. Hasil Panen per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, ( Kilogram) ... 136

16. Sebaran Efisiensi dan Penerimaan Cabang Usahatani ... 137

17. Uji Nilai Tengah Sebaran Rasio R/C ... 138

(28)

19. Koefisien Korelasi antar Peubah Bebas pada Model I. ... 140

20. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Model II. ... 141

21. Koefisien Korelasi antar Peubah pada Model II. ... 142

 

22. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Model III. ... 143

23. Koefisien Korelasi antar Peubah pada Model III. ... 144 24. Uji Normalitas dan Heteroskedastisitas Sisaan pada Model III. ... 145  25. Data yang Digunakan untuk Pendugaan Fungsi Produksi. ... 146

26. Analisis Cabang Usahatani Cabai per 2.080 meter persegi. ... 147

(29)

I. PENDAHULUAN  

1.1. Latar Belakang

Pulau Jawa merupakan salah satu produsen sayuran terbesar di

Indonesia. Kontribusi Pulau Jawa terhadap total produksi dan luas panen

sayuran nasional tetap stabil, sekitar 60 persen selama tahun 1980 hingga 1993

(Ali, 2000). Sayuran di Indonesia hingga saat ini sebagian besar masih dihasilkan

di Pulau Jawa. Sayuran yang dihasilkan Pulau Jawa rata-rata sebesar 63,54

persen dari total produksi nasional selama kurun 2001 hingga 2005. Produksi

sayuran mengalami pertumbuhan sebesar 1,86 persen pada tahun 2005.

Produsen sayuran tersebar di enam Propinsi di Pulau Jawa.

Propinsi Jawa Barat merupakan produsen sayuran terbesar di Pulau

Jawa. Kontribusi Propinsi tersebut antara tahun 2001 dan 2005 sekitar 54,25

persen dari total produksi sayuran di Pulau Jawa. Angka pertumbuhan produksi

sayuran di Propinsi tersebut pada tahun 2005 adalah 9,31 persen. Pertumbuhan

produksi relatif beragam antar Propinsi. Angka pertumbuhan produksi terbesar

terjadi di DKI Jakarta yaitu 26,62 persen. Penurunan produksi sayuran terjadi di

Banten pada tahun 2005 hingga sebesar 18,20 persen. Produksi sayuran di

Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 1.

Produktivitas sayuran menurut Propinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada

Tabel 1. Kecenderungan yang terjadi selama tahun 2001 hingga 2005 adalah

peningkatan produktivitas. Produktivitas sayuran di Pulau Jawa masih beragam

seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Jawa Barat masih merupakan produsen

sayuran terbesar, kondisi tersebut ditunjukkan oleh produktivitas yang relatif lebih

tinggi dibanding propinsi lain. Produktivitas sayuran di Jawa Barat terus

(30)

berbeda tiap tahun. Produktivitas mengalami peningkatan masing-masing

[image:30.595.108.510.153.349.2]

sebesar 0,29 persen, 3,04 persen, 3,98 persen dan 7,81 persen.

Tabel 1. Produksi dan Produktivitas Sayuran di Pulau Jawa

Propinsi Uraian Tahun (%)*

2001 2002 2003 2004 2005

DKI Jakarta

Produksi 15.578 17.980 16.108 17.001 21.527 26,62 Produktivitas 3,53 4,05 4,71 3,94 5,85 48,56 Jawa Barat Produksi 2.609.922 2.484.256 2.781.359 2.929.585 3.202.413 9,31

Produktivitas 14,58 14,63 15,07 15,67 16,90 7,81 Jawa

Tengah

Produksi 830.131 906.317 1.147.627 1.315.286 1.230.025 -6,48 Produktivitas 7,93 7,78 8,45 9,07 9,50 4,81 DIY Produksi 64.600 81.069 100.376 90.153 89.616 -0,60

Produktivitas 7,45 7,85 9,39 8,23 8,46 2,89 Jawa Timur Produksi 955.871 860.561 1.029.065 1.129.913 1.086.133 -3,87

Produktivitas 7,96 7,92 8,35 8,72 8,88 1,81 Banten Produksi 140.454 132.262 180.160 228.745 187.104 -18,20

Produktivitas 6,51 6,21 9,15 9,83 9,41 -4,24

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Hortikultura

Keterangan : * merupakan angka pertumbuhan tahun 2005 dari 2004

Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Indonesia,

cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang dihasilkan. Cabai

merah merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Indonesia. Cabai

merah digunakan di bidang kuliner baik dalam bentuk segar maupun olahan.

Cabai merah merupakan komoditas sayuran yang menarik untuk diteliti, karena

dari segi harga yang berfluktuasi dan merupakan tanaman yang paling luas

dibudidayakan.

Cabai merah di budidayakan di seluruh Indonesia, namun produsen

terbesarnya adalah Propinsi Jawa Barat. Produksi cabai merah di Jawa Barat

tahun 2005 sekitar 198.343 ton atau 9,97 persen dari produksi nasional.

Produktivitas cabai merah tertinggi pada tahun 2005 sebesar 12,45 ton per

hektar, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. (Departemen Pertanian dan

Direktorat Jenderal Hotikultura, 2006).

Produktivitas merupakan indikator kinerja budidaya sayuran, yaitu jumlah

(31)

pada Tabel 2, dapat dilihat terdapat fluktuasi antar tahun. Fluktuasi tersebut

diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi, karena secara teoritis hubungan

tersebut digambarkan dalam fungsi produksi. Faktor produksi dapat berupa

masukan (input) produksi maupun faktor iklim. Masukan (input) seperti sarana produksi pertanian masih dapat dikendalikan oleh petani, sedangkan curah

hujan, suhu, dan berbagai variabel iklim yang lain tentu diluar kendali petani

(Dillon, 1990).

Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Cabai Merah di Jawa Barat, 2001-2005.

Tahun

Cabai Merah Perubahan 1) (%) Luas Panen

(Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas

(Ton/Ha) A

2)

B3) C4)

2001 16851 15983 9.48 - - - 2002 17867 150948 8.45 0.06 8.44 -0.11 2003 20304 2473 12.18 0.14 -0.98 0.44 2004 20246 21125 10.43 0.00 7.54 -0.14 2005 21473 267369 12.45 0.06 1.66 0.19

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura

Keterangan : 1) perubahan terhadap tahun sebelumnya, 2) luas panen, 3) produksi, 4) produktivitas

Masukan produksi mempunyai nilai ekonomis yang penting dalam

usahatani. Masukan produksi merupakan sumber biaya pada suatu usahatani,

sehingga harus digunakan dengan efisien. Usahatani diharapkan dapat

dilakukan dengan biaya produksi minimal, namun dihasilkan keuntungan yang

maksimum. Biaya sarana produksi dapat dikendalikan melalui alokasi jumlah

yang tepat, sehingga setiap masukan dapat digunakan dengan efisien.

Keuntungan maksimum usahatani diharapkan dapat dicapai melalui efisiensi

tersebut.

Harga cabai merah di tingkat petani cenderung mengalami fluktuasi,

kecenderungan tersebut terjadi setiap bulan. Harga cabai merah di Jawa Barat

(32)

mengalami fluktuasi selama kurun waktu tersebut. Harga rata-rata terendah

terjadi pada tahun 2003 yaitu Rp 536 894,71 per 100 kilogram.

Harga tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu Rp 1 336 580,77 per 100

kilogram. Fluktuasi harga terbesar terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 22,23

persen. Harga cabai merah bulanan pada tahun 2004 dapat dikatakan paling

stabil selama periode 1999 hingga 2005. Stabilitas harga pada tahun 2005

mengalami penurunan, kondisi ini ditunjukkan dengan tingkat fluktuasi harga

sebesar 35,48 persen.

Fluktuasi harga tersebut diduga berpengaruh terhadap penerimaan

cabang usahatani cabai merah, karena harga merupakan salah satu komponen

penerimaan cabang usahatani selain hasil panen. Fluktuasi harga cabai merah

diduga juga akan berpengaruh terhadap efisiensi alokasi faktor produksi.

Produksi maupun harga cabai merah masih cenderung mengalami

fluktuasi, sehingga efisiensi ekonomi produksi perlu ditingkatkan. Efisiensi

tersebut diperlukan agar keuntungan maksimum dapat dicapai. Efisiensi cabang

usahatani dapat dilihat dari beberapa pendekatan, antaralain efisiensi teknis,

efisiensi harga, ekonomi skala usaha.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan pada cabang usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor

dapat didekati dari produktivitas tanaman. Produktivitas cabai merah tertinggi di

Kabupaten Bogor terjadi pada tahun 2005 yaitu 8,63 ton per hektar, kemudian

turun hingga 15,41 persen pada tahun 2006. Penurunan produktivitas tersebut

berlawanan dengan peningkatan produksi dan luas panen tahun 2006. Data

tentang usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor dapat disimak pada Tabel 3.

Produktivitas seperti telah dikemukakan sebelumnya diduga dipengaruhi oleh

(33)

adalah apakah semua faktor produksi cabang usahatani cabai merah

berpengaruh nyata terhadap produksi?.

Produktivitas yang cenderung mengalami penurunan mungkin

berdampak pada penurunan penerimaan cabang usahatani, sehingga cabang

usahatani cabai merah harus dilakukan dengan efisien. Efisiensi tersebut perlu

dilakukan dengan harapan diperoleh keuntungan maksimum. Efisiensi cabang

usahatani secara umum dapat didekati dengan rasio penerimaan terhadap

pengeluaran (R/C). Ukuran efisiensi yang lebih spesifik dapat didekati dengan

efisiensi harga terhadap alokasi faktor produksi. Pertanyaan yang dapat diajukan

adalah bagaimana tingkat pendapatan dan efisiensi cabang usahatani cabai

merah?

Tabel 3. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Kabupaten Bogor, 2004-2006.

Tahun Produksi (Ton)

Luas Panen (Ha)

Produktivitas (Ton/Ha)

2004 3 726 713 5,23

2005 6 391 741 8,63

2006 6 880 943 7,30

Simpangan Baku 1 698 125 491 1,713

Rata – rata 5 666 799 000 7,053

Koefisien Variasi 0,30 0,16 0,24

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan kabupaten Bogor, diolah

Harga cabai merah di tingkat produsen mengalami fluktuasi selama

kurun tahun 1999 hingga 2005, data tersebut selengkapnya disajikan pada

Lampiran 1. Perubahan harga cabai merah tersebut diduga akan berpengaruh

terhadap efisiensi cabang usahatani. Efisiensi yang dimaksud adalah efisiensi

harga, yaitu tingkat penggunaan faktor produksi yang memaksimumkan

keuntungan. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah bagaimana pengaruh

perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi tersebut? pengaruh perubahan

(34)

2 Bagaimana tingkat pendapatan cabang usahatani cabai merah?

3 Bagaimana pengaruh faktor produksi terhadap produksi dan skala usaha

(return to scale) cabang usahatani cabai merah?

4 Bagaimana pengaruh perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi harga

(allocative efficiency)?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis tingkat pendapatan cabang usahatani cabai merah.

2. Menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi

dan skala usaha (return to scale)cabang usahatani cabai merah.

3. Menganalisis dampak perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi

alokasi faktor produksi cabang usahatani cabai merah.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapan dapat berguna bagi tiga pihak, yaitu :

1. Pihak petani, peneltitan ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan cabang usahatani.

2. Pihak penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

pengetahuan tentang cabang usahatani cabai merah.

3. Pihak peneliti yang lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cabai

Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas komersial karena sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Cabai dapat

dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan. Usahatani cabai dapat

dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan industri

pengolahan. Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang dapat

dipasarkan dalam bentuk segar maupun olahan (Santika, 2001). Sifat cabai

dapat dilihat dari aroma dan rasa. Cabai merupakan bahan pangan yang sangat

penting di berbagai negara. Cabai merupakan sumber pro-vitamin A dan vitamin

C bahkan dapat digunakan sebagai tanaman obat (Rubatzky,1999).

Cabai merupakan tanaman asli daerah tropika dan subtropika Amerika.

Penyebaran cabai ke seluruh dunia tidak terlepas dari peran pedagang Spanyol

dan Portugis (Rubatzky,1999). Cabai adalah tanaman hortikultura yang banyak

ditanam di Pulau Jawa. Cabai dalam perdagangan internasional dibedakan

berdasarkan tingkat kepedasannya menjadi tiga kelompok, yaitu sangat pedas,

sedang hingga kurang pedas dan yang terakhir adalah paprika (Santika, 2001).

2.2. Penelitian Terdahulu 2.2.1. Pendapatan

Hasil analisis pendapatan yang dilakukan oleh Nurliah (2002) diketahui

bahwa usahatani cabai kerinting sudah efisien dan menguntungkan. Kesimpulan

tersebut sesuai dengan pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 17 131 413 per

hektar dan rasio R/C 2,14. Petani yang digunakan sebagai responden berjumlah

30 orang, responden tersebut dipilih secara sengaja. Biaya usahatani cabai

(36)

pembelian pestisida. Biaya tenaga kerja dan pestisida yang dikeluarkan

mencapai 26,86 persen dan 22,49 persen dari biaya total rata-rata sebesar Rp

14 311 487 per hektar.

Pendapatan usahatani cabai merah menurut Saragih (2001) dipengaruhi

oleh teknologi budidaya yang digunakan. Tiga puluh petani cabai merah dipilih

secara purposive oleh Saragih (2001), kemudian dibedakan menjadi masing-masing lima belas petani tradisional dan modern. Usahatani secara tradisional

maupun modern pada kondisi normal tetap menguntungkan, dengan indikator

keuntungan bernilai positif dan rasio R/C lebih besar dari satu. Pendapatan

usahatani cabai merah modern relatif lebih tinggi, karena jumlah produksi dan

harga jual yang lebih tinggi. Pendapatan usahatani modern dan tradisional

masing-masing mencapai Rp 33 351 614,7 per hektar dan Rp 26 823 849,4 per

hektar. Usahatani modern dengan penggunaan plastik mulsa ternyata lebih

efisien, hal ini ditunjukkan rasio R/C mencapai 2,2 sedangkan usahatani

tradisional hanya mencapai rasio R/C 1,9.

2.2.2. Efisiensi Faktor Produksi

Penelitian tentang efisiensi ekonomi pada usaha peternakan sapi perah

rakyat dilakukan oleh Mandaka dan Hutagaol pada tahun 2005. Kelurahan kebon

Pedes dipilih secara purposive sebagai lokasi penelitian tersebut. Jumlah peternak dan ternak yang dilibatkan pada penelitian tersebut mencapai 31 orang

dan 251 ekor ternak. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Strata ditentukan berdasarkan skala pemilikan induk produktif (laktasi dan kering).

Alat analisis yang digunakan oleh Mandaka dan Hutagaol (2005) adalah

fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Hasil yang diperoleh yaitu semua peubah

(37)

ternak pada tingkat kepercayaan 99 persen. Peubah bebas yang berpengaruh

nyata yaitu harga pakan konsentrat, jumlah induk produktif dan peubah boneka

skala usaha. Kondisi ekonomi skala usaha ternak sapi tersebut adalah decreasing return to scale, ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar

0,869. Efisiensi ekonomi relatif belum dicapai pada semua skala usaha.

Analisis efisiensi penggunaan masukan produksi dan ekonomi skala

usaha pernah dilakukan oleh Irawan dan Hutabarat (1991). Penelitian tersebut

dilakukan terhadap usahatani tebu di Jawa Timur. Metode analisis yang

digunakan adalah fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Efisiensi penggunaan

masukan dianalisis dengan pendekatan kesamaan antara elastisitas keuntungan

atas harga masukan (αi) dengan pangsa keuntungan atas biaya masukan

terhadap keuntungan (PSi). Efisiensi penggunaan masukan produksi pada

kategori tanaman keprasan lahan sawah dan kering sudah dicapai. Kondisi yang

berbeda terjadi pada tanaman tebu baru lahan sawah. Pupuk, tenaga kerja, dan

obat pada usahatani tebu baru lahan sawah belum efisien karena tingkat

penggunaannya yang masih terlampau rendah.

Usahatani tebu yang diteliti oleh Irawan dan Hutabarat (1991)

mempunyai skala usaha yang berbeda antar kategori. Kategori tanaman baru

lahan sawah mempunyai skala usaha meningkat, kategori tanaman keprasan

lahan kering mempunyai skala usaha menurun dan kategori tanaman tebu

keprasan lahan sawah sudah mempunyai skala usaha konstan. Keragaman

skala usaha tersebut menurut Irawan dan Hutabarat (1991) disebabkan karena

perbedaan produktivitas masukan usahatani.

Analisis ekonomi usahatani yang terkait dengan efisiensi panggunaan

masukan produksi juga pernah dilakukan oleh Widjaja (1991). Cakupan

(38)

penarikan contoh acak berstrata digunakan sebagai teknik pengambilan contoh

dalam penelitian tersebut. Strata dibedakan berdasarkan jumlah ternak yang

dimiliki. Analisis yang digunakan meliputi analisis pendapatan usahatani, fungsi

produksi Cobb Douglas dan efisiensi faktor produksi.

Pendapatan dari sapi perah untuk semua strata lebih dominan, jika

dibanding pendapatan usahatani yang lain maupun dari luar usahatani. Kondisi

tersebut menurut Widjaja (1991) merupakan indikasi bahwa usaha ternak sapi

perah sudah menjadi usaha pokok. Hasil analisis fungsi produksi diketahui

bahwa 81,68 keragaman produksi susu pada peternakan sapi perah di

Kecamatan Pangalengan dapat diterangkan oleh faktor–faktor produksi yang

dipilih. Faktor–faktor produksi yang digunakan secara umum mempunyai

pengaruh yang nyata pada taraf nyata 95 hingga 99 persen. Usaha peternakan

sapi perah mempunyai skala usaha yang semakin menurun, ini ditunjukkan oleh

elastisitas produksi sebesar 0,9379. Skala usaha tersebut berarti efisiensi teknis

sudah dicapai, namun efisiensi ekonomis masih belum dicapai.

Hasil analisis produksi yang dilakukan oleh Nur’iman (2001) terhadap

petani tomat anggota dan bukan anggota kelompok tani, diketahui bahwa secara

umum penggunaan teknologi budidaya tomat kedua kelompok petani tidak

berbeda. Petani anggota kelompok tani lebih mempunyai elastisitas produksi

lebih besar, jika dibanding petani bukan anggota kelompok tani. Alokasi

faktor-faktor produksi pada kedua kelompok petani tersebut masih belum optimal.

Kondisi tersebut dilihat dari rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Petani

anggota kelompok tani lebih efisien dibanding petani bukan anggota, jika dilihat

dari imbangan penerimaan terhadap pengeluaran. Petani Gapoktan mempunyai

nilai imbangan penerimaan terhadap pengeluaran tunai dan total masing-masing

adalah 1,71 dan 1,63, sedangkan kelompok petani yang lainnya sebesar 1,54

(39)

anggota kelompok tani diketahui lebih tinggi. Resiko produksi tomat masih belum

dapat ditekan secara optimal oleh kelompok tani.

Penelitian tentang efisiensi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam

budidaya salak bongkok dilakukan oleh Maya pada tahun 2006. Faktor produksi

salak bongkok diduga meliputi luas lahan, umur tanaman, jumlah tanaman,

pengalamam, tenaga kerja, pupuk kandang, dan pupuk urea. Pupuk urea

digunakan sebagai peubah boneka (dummy), sehingga produksi dengan dan tanpa pupuk urea dapat dibedakan. Model analisis yang digunakan dalam

penelitian tersebut adalah model fungsi Cobb-Douglas. Peubah-peubah dugaan

diketahui signifikan pada selang kepercayaan 95 hingga 99 persen. Faktor-faktor

produksi yang digunakan masih belum optimal, jika dilihat dari rasio NPM dan

BKM yang tidak sama dengan satu. Kombinasi optimal yang disarankan yaitu

luas lahan 0,35 hektar dan tenaga kerja 84,01 HOK. Skala ekonomi usaha

budidaya salak bongkok tersebut adalah skala decreasing return to scale. Elastisitas produksi yang diperoleh adalah 0,594, sehingga menurut teori

produksi klasik usaha tersebut ada pada daerah II.

Efisiensi faktor produksi pada usahatani padi sudah dianalisis oleh

Irawati (2006), penelitian dilakukan terhadap petani program PTT dan petani

bukan program PTT di Karawang. Metode analisis yang digunakan adalah fungsi

produksi Cobb-Douglas. Faktor produksi yang digunakan petani program PTT

berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani padi pada selang kepercayaan

95 persen. Faktor-faktor produksi tersebut meliputi luas lahan, benih, pupuk urea,

pupuk NPK, obat cair dan tenaga kerja, sedangkan pupuk SP-36 dan obat padat

tidak berpengaruh nyata. Hasil uji terhadap faktor produksi yang digunakan

petani bukan program PTT, diketahui bahwa luas lahan, benih, pupuk NPK dan

(40)

kedua kelompok petani masih belum efisien, hal ini diketahui dari rasio NPM dan

BKM tidak sama dengan satu.

Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2005) diarahkan pada analisis

penyebab rendahnya produkivitas padi ladang, faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap produktivitas dan efisiensi ekonomi dari faktor-faktor produksi. Analisis

yang digunakan yaitu pendapatan usahatani, dan fungsi produksi Cobb Douglas.

Faktor determinan produktivitas padi ladang diidentifikasi berdasarkan statistik uji

t terhadap koefisien regresi. Efisiensi ekonomi dianalisis dengan pendekatan

rasio nilai produk marjinal dengan biaya korbanan marjinal.

Pendapatan usahatani padi ladang yang diteliti oleh Purba (2005)

dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan total. Pendapatan atas

biaya tunai dari usahatani tersebut sebesar Rp 1 104 326 sedangkan

pendapatan atas biaya total Rp – 520 854. Usahatani padi ladang kurang

menguntungkan ditunjukkan oleh rasio R/C atas biaya total sebesar 0,75, namun

bagi petani masih menguntungkan karena penerimaan yang diperoleh 3,01 kali

lebih besar dari biaya tunai yang dikeluarkan (R/C tunai = 3,01).

Faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas padi ladang yaitu tenaga

kerja dalam dan luar keluarga. Produksi padi ladang sangat dipengaruhi oleh

kedua kelompok tenaga kerja tersebut. Benih, pupuk dan pestisida tidak

berpengaruh secara nyata terhadap produksi padi ladang. Usahatani padi ladang

berada pada skala pengembalian yang meningkat, hal ini ditunjukkan oleh

elastisitas produksi sebesar 1,17. Efisiensi ekonomi pada usahatani tersebut

belum berhasil dicapai. Nilai rasio NPM dibanding BKM tidak sesuai dengan

kriteria, sehingga komposisi faktor produksi yang digunakan harus diubah.

Analisis efisiensi faktor produksi udang tambak di Indonesia dilakukan

oleh Nasution pada tahun 2005. Penelitian tersebut dilakukan untuk

(41)

efisiensi produksi dan menganalisis nilai total factor productivity usaha budidaya udang tambak. Penelitian tersebut didasarkan pada hipotesis awal yaitu : 1) input

produksi digunakan dengan kombinasi yang belum optimal oleh petani tambak di

Indonesia dan 2) lahan, benur, tenaga kerja, pestisida dan masukan produksi

lain berbanding lurus dengan produksi yang dihasilkan.

Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan sebagai pendekatan analisis

faktor determinan produksi udang tambak. Efisiensi penggunaan faktor produksi

dianalisis dengan pendekatan rasio NPM dibanding BKM. Analisis terhadap total

faktor produktivitas relatif lebih rumit, karena pendekatan yang digunakan adalah

fungsi produksi Cobb Douglas restriksi. Restriksi tersebut berarti fungsi produksi

dikondisikan pada skala pengembalian konstan, ditunjukkan dengan elastisitas

produksi sama dengan satu. Kendala ditemukan dalam pendugaan fungsi

produksi, ditemukan adanya multikolinier antar faktor produksi. Permasalahan

tersebut kemudian diatasi dengan analisis komponen utama. Produksi udang

tambak di Indonesia sangat nyata dipengaruhi oleh luas tambak, tenaga kerja

dan pestisida. Produksi tambak dipengaruhi oleh pupuk organik dan anorganik

pada selang kepercayaan 90 persen.

Usaha budidaya tambak udang di Indonesia masih dapat dikembangkan

karena mempunyai skala pengembalian yang meningkat. Elastisitas produksi

sebesar 1,8337 merupakan indikator kondisi tersebut. Efisiensi ekonomi belum

dicapai, ditunjukkan dengan rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu.

Total faktor produktivitas sebesar -9,26 persen, berarti secara agregat tidak

terjadi peningkatan teknologi dalam produksi udang di Indonesia, namun

sebaliknya terjadi penurunan.

Penelitian dengan topik efisiensi penggunan faktor produksi dilakukan

(42)

sawah dan padi ladang. Kriteria yang digunakan sebagai dasar perbandingan

yaitu pendapatan usahatani, produktivitas, tingkat penggunaan masukan

produksi dan efisiensi usahatani. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian

tersebut yaitu analisis pendapatan, analisis produktivitas, analisis efisiensi

penggunaan faktor produksi dan analisis fungsi produksi Cobb Douglas.

Hasil dari penelitian tersebut diketahui bahwa usahatani padi sawah lebih

menguntungkan dibanding padi ladang. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk

kedua jenis usahatani padi sama, namun keuntungan total dari padi sawah

diperoleh Rp 1 667 410 dengan rasio R/C 1,55, sedangkan padi ladang lebih

rendah yaitu Rp1 161 582 dengan rasio R/C 1,44. Perbedaan tersebut

disebabkan karena produktivitas padi sawah sebesar 12.148,2 kg per hektar,

sedangkan produktivitas padi ladang lebih rendah yaitu 7.941,65 kg per hektar.

Harga jual kedua jenis padi sama yaitu Rp 1 100 per kg.

Peubah boneka yang digunakan sebagai pembeda antara usahatani padi

sawah dan ladang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Kondisi tersebut

disebabkan karena benih, pupuk dan perlakuan pemupukan yang sama pada

kedua usahatani. Elastisitas produksi usahatani padi sawah dan ladang sebesar

1,26573, berarti usahatani berada dalam skala pengembalian meningkat.

Efisiensi penggunaan faktor produksi pada kedua usahatani belum tercapai, hal

ini ditunjukkan dengan rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu.

Kombinasi optimal untuk usahatani padi sawah yaitu 0,87 hektar lahan, 9,30 kg

benih, 47,23 pupuk KCL, 102,32 kg pupuk TSP dan 56,09 HOK tenaga kerja.

Kombinasi optimal pada usahatani padi ladang yaitu 1,08 hektar lahan, 8,11 kg

benih, 31,02 pupuk KCL, 106,08 kg pupuk TSP dan 69,45 HOK tenaga kerja.

Penelitian Vidiayanti (2004) mempunyai topik yang sama tetapi obyek

yang dianalisis adalah usaha ternak sapi perah. Penelitian tersebut dilakukan

(43)

efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usaha ternak sapi perah. Sampel

sebanyak 30 orang responden dipilih secara acak dari sekitar 180 orang

peternak. Alat analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani,

analisis fungsi produksi Cobb Douglas, analisis skala pengembalian dan analisis

efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.

Penelitian tersebut mempunyai perbedaan dengan penelitian-penelitian

sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada tiga peubah boneka yang

dimasukan dalam fungsi produksi. Peubah boneka digunakan dalam fungsi

produksi sehingga pengaruh perbedaan tingkat pendidikan peternak, usia

produktif sapi perah dan pengalaman peternak terhadap produksi dapat

diketahui.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa usaha ternak sapi

perah menguntungkan dari segi usahatani maupun petani. Pendapatan atas

biaya total sebesar Rp 7 690 979,61 dengan rasio R/C 1,17 berarti dari segi

usahatani menguntungkan. Pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 24 849

506,67 dengan rasio R/C 1,56 maka dapat disimpulkan menguntungkan bagi

petani. Produksi susu dipengaruhi secara nyata oleh hijauan sapi laktasi. Peubah

boneka pengalaman signifikan berpengaruh terhadap produksi. Produksi susu

yang diperoleh peternak dengan pengalaman lebih dari lima tahun lebih tinggi

dibanding peternak dengan pengalaman dibawah lima tahun. Usaha ternak sapi

perah mempunyai skala pengembalian meningkat dengan elastisitas produksi

sebesar 1,13429. Produksi usaha ternak tersebut berada pada daerah tidak

rasional, karena tingkat produksi optimal dapat dicapai dengan peningkatan

jumlah faktor produksi. Efisiensi ekonomi belum berhasil dicapai jika dilihat dari

rasio NPM dibanding BKM yang tidak sama dengan satu. Kombinasi

(44)

Penelitian tentang pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor

produksi usahatani ayam ras pedaging sudah dilakukan oleh Murjoko (2004).

Penelitian tersebut dipusatkan pada beberapa tujuan yaitu menganalisis faktor

produksi yang berpengaruh terhadap produksi ayam ras pedaging, menganalisis

tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi, menentukan

kombinasi penggunaan faktor produksi yang optimal dan menganalisis tingkat

pendapatan peternak plasma ayam.

Sampel responden diambil dengan metode sensus terhadap seluruh

peternak sejumlah 38 orang. Metode analisis yang digunakan terdiri dari

pendugaan dan pemilihan model fungsi produksi, dan analisis efisiensi ekonomi

pengunaan faktor-faktor produksi. Fungsi produksi dipilih dari tiga model alternatif

yaitu model linier berganda, Cobb Douglas dan translog. Analisis dilanjutkan

dengan rasio NPM dibanding BKM, sehingga diketahui efisiensi ekonomi tingkat

penggunaan faktor-faktor produksi. Pendekatan yang digunakan dalam analisis

pendapatan usahatani peternakan adalah analisis rasio R/C dan rasio B/C.

Model fungsi produksi akhir yang dipilih adalah model Cobb Douglas

karena dua pertimbangan. Hasil uji kolmogorov–smirnov model Cobb Douglas

mempunyai nilai P 0,15, sedangkan model linier berganda mempunyai P 0,079,

hal ini berarti model Cobb Douglas lebih bagus. Pertimbangan yang kedua

adalah masalah multikolinieritas pada model translog yang tidak dapat diatasi.

Model Cobb Douglas tersebut mempunyai R2 99,4 persen dan secara statistik

faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap

produksi.

Produksi ayam ras pedaging yang diteliti dipengaruhi oleh bibit DOC,

pakan strarter, pakan finisher, tenaga kerja dan obat-vaksin-vitamin (OVK). Faktor-faktor produksi tersebut secara statistik berpengaruh nyata terhadap

(45)

dan mortalitas tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi ayam ras

pedaging. Peubah bebas dalam model berada pada daerah rasional, ditunjukkan

dengan nilai koefisien regresi bernilai positif dan lebih rendah dari satu.

Efisiensi ekonomi produksi diperlukan agar keuntungan maksimum dapat

dicapai. Efisiensi ekonomi pada beberapa faktor produksi belum dicapai, jika

dilihat dari rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu. Faktor produksi

pakan starter, pakan finisher dan tenaga kerja secara statistik belum efisien. Tingkat penggunaan masing-masing faktor produksi harus ditingkatkan menjadi

7.129 kg pakan starter, 10.570 kg pakan finisher dan 704,55 HOK tenaga kerja. Perubahan tersebut berdampak pada perbedaan pendapatan aktual dan optimal.

Pendapatan bersih pada kondisi aktual sebesar Rp 6 067 386, rasio R/C 1,1 dan

rasio B/C 0,1, pada kondisi optimal mengalami peningkatan menjadi

masing-masing Rp 21 785 728, rasio R/C 1,346 dan rasio B/C 0,346.

Pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi padi gogo

tumpang sari jagung diteliti oleh Susanto (2004). Penelitian tersebut bertujuan

untuk menganalisis keragaan usahatani, tingkat pendapatan dan produktivitas,

dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi gogo

tumpangsari jagung. Hipotesis awal dari penelitian Susanto (2004) yaitu 1) biaya

produksi secara keseluruhan dapat ditutupi oleh nilai pendapatan, 2) luas lahan,

benih, pupuk kimia dan tenaga kerja mempunyai hubungan nyata dengan

produksi padi gogo, dan 3) keuntungan maksimal dapat dicapai jika tingkat

penggunaan faktor-faktor produksi sudah optimal.

Responden sebanyak 30 orang dalam penelitian tersebut diundi secara

acak sederhana. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan,

analisis regresi dan analisis efisiensi ekonomi. Hipotesis pertama diterima karena

(46)

sebesar 1,09. Rasio R/C tersebut berarti secara keseluruhan biaya produksi

dapat ditutupi oleh nilai pendapatan yang diperoleh petani.

Produksi padi gogo dipengaruhi oleh benih, pupuk urea dan pupuk TSP.

Hasil tersebut diketahui dari hasil statistik uji t (parsial) bahwa koefisien regresi

benih nyata pada α = 1 %, pupuk urea nyata pada α = 10 % dan pupuk TSP nyata pada α = 1 %. Benih dan pupuk TSP mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap produksi padi gogo, hal ini ditunjukkan dengan taraf nyata 1

persen. Produksi padi gogo berada pada skala pengembalian meningkat, hal ini

ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar 1,36. Tingkat penggunaan

faktor-faktor produksi belum optimal, hal ini diketahui dari rasio NPM dibanding

BKM tidak sama dengan satu. Tingkat penggunaan optimal adalah sebagai

berikut luas lahan 3,34 hektar, benih 61,5 gram , pupuk urea 0,26 kg dan tenaga

kerja 35 HOK.

2.3. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan pendapatan, produksi dan efisiensi

ekonomi usahatani telah banyak dilakukan sebelumnya. Hasil dari setiap

penelitian sangat beragam, namun terdapat kesamaan pada metode analisis

yang digunakan. Kesamaan yang lain adalah jenis data yang digunakan dalam

penelitian usahatani yaitu data cross section pada waktu tertentu. Perubahan dapat terjadi karena pengaruh waktu, harga input dan output usahatani mungkin

telah mengalami perubahan sejak penelitian dilakukan. Pendapatan dan efisiensi

ekonomi mungkin telah mengalami perubahan sebagai akibat perubahan harga

tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat diperoleh suatu

gambaran pendapatan, produksi dan efisiensi ekonomi cabang usahatani

(47)

Penelitian tentang pendapatan dan produksi cabang usahatani cabai

merah yang dilakukan mempunyai persamaan dengan penelitian–penelitian

terdahulu. Persamaan yang dimaksud adalah pendekatan yang digunakan yaitu

analisis pendapatan dan analisis fungsi produksi ekponensial. Perbedaan

dengan penelitian terdahulu terletak pada waktu dan tempat penelitian dilakukan.

2.4. Analisis Cabang Usahatani

Sifat produksi pertanian menurut Gumbira et. al (2004) antaralain musiman, pasokan produk bervariasi dan tidak stabil dari waktu ke waktu, jumlah

produksi sulit ditentukan dan bervariasi antar pusat produksi secara geografis.

Produksi pertanian bersifat musiman dan berfluktuasi sehingga dikenal

adanya musim panen raya dan paceklik. Produksi pertanian tidak semua bersifat

musiman, masih ada sebagian yang dapat berproduksi terus-menerus. Jumlah

produksi pertanian juga bervariasi dari waktu ke waktu. Variasi tersebut menurut

Gumbira et. al (2004) disebabkan oleh tanggapan petani terhadap tingkat harga, kebijakan pemerintah tentang pengembangan komoditas, dan faktor lain yang

tidak dapat dikendalikan (Force majeur). Variasi jumlah tersebut berakibat pada terjadinya variasi harga produk.

Pusat-pusat produksi pertanian dipengaruhi oleh kesesuaian geografis

untuk budidaya pertanian. Pusat produksi sayuran pada umumnya terdapat

didaerah dataran tinggi, karena suhu rendah sesuai dengan komoditas sayuran.

Daerah dataran rendah sesuai untuk budidaya komoditas yang lain, misalnya

kelapa dan sagu. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk budidaya komoditas

tertentu akan berbeda antar daerah. Perbedaan tersebut dipengaruhi berbagai

(48)

Gambaran keadaan sekarang dari suatu kegiatan dan keadaan yang

akan datang dari suatu tindakan dapat diketahui dari analisis pendapatan.

Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani juga dapat dilihat dari analisis

pendapatan ini. Ukuran keberhasilan usahatani ditentukan dari kemampuan

untuk membayar semua biaya pembelian sarana produksi, bunga modal dan

depresiasi modal, sewa lahan hingga upah tenaga kerja (Soeharjo dan Patong,

1973).

Pendapatan merupakan balas jasa dari dari faktor-faktor produksi

usahatani. Faktor produksi tersebut berupa lahan, tenaga kerja, modal dan jasa

pengelolaan. Pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan

kegiatannya. Pendapatan usahatani akan dialokasikan pada berbagai

kebutuhan. Sisa pendapatan dapat digunakan untuk penambahan faktor

produksi atau dialokasikan pada kegiatan di sektor lain (Soeharjo dan Patong,

1973).

Dua keterangan pokok diperlukan dalam analisis pendapatan usahatani

agar mempunyai arti praktis. Dua hal tersebut adalah keadaan penerimaan dan

pengeluaran dalam batasan waktu tertentu, misalnya satu musim atau satu

tahun (Soeharjo dan Patong, 1973). Keuntungan yang diperoleh dari suatu

usahatani dapat dilihat dari penerimaan dan pengeluaran dalam batas waktu

(49)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Fungsi Produksi

Proses produksi pertanian merupakan proses yang kompleks dan

mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan teknologi baru. Fungsi

produksi merupakan gambaran hubungan antara masukan dengan keluaran

produksi. Hubungan tersebut digambarkan sebagai tingkat transformasi masukan

menjadi keluaran produksi (Doll dan Orazem, 1984). Pindyck dan Rubinfeld

(2001) menyatakan bahwa keluaran terbesar untuk setiap kombinasi masukan

tertentu ditunjukkan oleh fungsi produksi.

Fungsi produksi klasik merupakan pendekatan ekonomi paling dasar.

Fungsi produksi merupakan cara sistematis untuk menggambarkan hubungan

antara perbedaan jumlah masukan yang dapat digunakan untuk menghasilkan

produk (Kay. et. al, 2004). Fungsi dan keterkaitannya dengan produk rata-rata (Average Physical Product) maupun produk marjinal (Marginal Physical Product) dapat digambarkan dalam grafik.

Hubungan antara TPP dengan MPP dan APP berdasarkan Gambar 1

diketahui bahwa selama TPP meningkat dengan tingkat semakin bertambah

maka MPP dan APP akan mengalami peningkatan secara bersamaan. Titik

maksimum MPP terjadi ketika pertambahan TPP mencapai titik balik, yaitu dari

tingkat semakin bertambah menjadi semakin berkurang. Produk marjinal (MPP)

kemudian mengalami penurunan secara berkelanjutan hingga titik nol ketika TPP

mencapai maksimum. Keterkaitan antara APP dengan MPP yaitu ketika MPP

lebih tinggi dari APP, maka APP akan mengalami peningkatan dan demikian

(50)

Increasing marginal return

Output

Output

Decreasing marginal return

APP MPP

Input

Negative marginal return

TPP

Stage I Stage II Stage III

Input Ep > 1 1> Ep > 0 Ep < 0

Keterangan : APP : AveragePhysical Product

MPP : Marginal Physical Product

TPP : Total Physical Product

[image:50.595.119.472.115.467.2]

Sumber : Snodgrass and Wallace, 1964 dan Kay . et. al, 2004.

Gambar 1. Fungsi Produksi : Total, Marjinal dan Rata-rata Produk

Hubungan antara TPP, APP dan MPP biasanya digunakan untuk

membedakan fungsi produksi menjadi tiga daerah. Daerah I dimulai dari titik awal

dimana tidak ada input yang digunakan hingga titik APP maksimum tepat

berpotongan dengan MPP. Daerah I jika dikaitkan dengan tujuan petani untuk

mencapai keuntungan maksimum, maka daerah tersebut merupakan daerah

produksi yang tidak rasional. Produksi (TPP) yang lebih besar masih berpeluang

untuk dicapai jika jumlah input yang digunakan ditingkatkan, maka menjadi tidak

rasional jika jumlah input yang digunakan dipertahankan pada titik tersebut.

Produktivitas input tetap mengalami peningkatan pada daerah tersebut (Kay. et.

al., 2004).

Daerah produksi yang selanjutnya adalah daerah II yang dimulai dari titik

perpotongan MPP dengan APP (maksimum APP) hingga titik nol MPP. Efisiensi

(51)

dengan APP, yaitu tepat pada garis batas antara daerah I dengan II. Produk

marjinal (MPP) juga mengalami penurunan hingga titik nol pada daerah II.

Daerah II merupakan daerah produksi yang rasional. Daerah produksi yang

terakhir adalah daerah III yang ditunjukkan oleh penurunan produksi (TPP) dan

marjinal produk (MPP) bernilai negatif. Daerah tersebut merupakan daerah

produksi yang tidak rasional (Kay. et. al., 2004).

Daerah produksi dapat dikaitkan dengan rekomendasi ekonomi bagi

produsen atau petani. Daerah pertama yaitu ketika produk marjinal lebih besar

dari produk rata-rata, maka jumlah alokasi faktor produksi sebaiknya ditingkatkan

hingga titik maksimum produk marjinal tercapai. Efisiensi faktor produksi tidak

tetap terjadi pada daerah kedua, dimana produk rata-rata mencapai puncak dan

mulai mengalami penurunan. Daerah yang ketiga dimana produk rata-rata lebih

besar dari produk marjinal, maka tidak rasional untuk menambah faktor produksi

(Doll dan Orazem, 1984).

Fungsi produksi merupakan fungsi yang menunjukkan hubungan antara

hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (masukan (input)).

Fungsi produksi menurut Murbayanto (1989), Wallace and Snodgrass (1964),

Buse and Bromley (1975), Doll and Orazem (1984) serta Heady and Dillon

(1961) dapat dirumuskan dalam bentuk matematis sebagai berikut:

(

,...Xn

)

2

X , 1 X f

Y = ... (1)

Keterangan Y = hasil produksi fisik X1...Xn = faktor-faktor produksi

Fungsi produksi yang sering digunakan yaitu fungsi linier, kuadratik,

eksponensial, transcendental, translog dan Constant Elasticity of Substitution

(Soekartawi,1984). Fungsi produksi juga dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi

(52)

digunakan untuk analisis fungsi produksi adalah fungsi produksi Cobb-Douglas.

Fungsi produksi Cobb Douglas mempunyai bentuk umum adalah sebagai berikut

(Heady dan Dillon, 1961) :

b aX

Y = ... (2)

Peubah yang dinotasikan sebagai X adalah masukan (input) produksi

yang diukur, Y adalah output produksi, a merupakan konstanta dan b merupakan

elastisitas produksi. Hubungan faktor produksi dengan hasil produksi

digambarkan oleh produk marjinal. Produk marjinal tersebut merupakan

gambaran peningkatan jumlah hasil produksi, karena masukan (input) produksi yang digunakan ditambah satu unit. Produk marjinal dapat diturunkan dari fungsi

produksi pada persamaan (2) dan secara matematis dapat dirumuskan sebagai

berikut Heady dan Dillon (1961) :

X b baX 1 -b baX dX dY

=

= ... (3)

Fungsi produksi Cobb-Douglas pada persamaan (2) adalah fungsi

produksi eksponensial. Fungsi produksi tersebut mempunyai nilai eksponen

(koefisien regresi) yang merupakan elastisitas produksi. Elastisitas produksi

tersebut dapat digunakan langsung untuk menduga skala usaha (Return to Scale).

Gambar

Tabel 1. Produksi dan Produktivitas Sayuran di Pulau Jawa
Gambar 1. Fungsi Produksi : Total, Marjinal dan Rata-rata Produk
Gambar 2.
Tabel 7. Uji Signifikansi Parameter Penduga Fungsi Produksi.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian tentang Analisis Sikap Konsumen terhadap Atribut Produk Minuman Isotonik Merek Mizone di Kota Pekanbaru maka dapat diambil kesimpulan sebagai

Pada media tanah topsoil dan tanah subsoil yang sama-sama diberikan pupuk kandang akan menghasilkan tinggi tunas yang tidak berbeda nyata, mulai dari setek

Dari program aplikasi pemesanan pizza online ini konsumen dapat menghemat waktu untuk memesan, melihat atau mencari suatu produk makanan di dalam hal pencarian produk tersebut

Selanjutnya hasil wawancara dengan Staf Bidang Perindustrian Kabupaten Bireuen, dala m pengembangan industri kelapa secara terpadu Staf Bidang Perindustrian

Metode ini digunakan penulis sebagai acuan yang akurat bagi penelitian dengan mengumpulkan informasi dan data terkait iklan Ramadhan Ramayana 2018 melalui pihak

Walaupun kelima kelompok organisme tersebut dapat digunakan sebagai indikator biologik perairan, tetapi indikator biologik sebaiknya dipilih dari kelompok

it was in 1866 that the formula for dynamite was found by Alfred Nobel. Alfred Nobel found the formula for dynamite

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang... selaras dengan prinsip HAM yang berlaku universal, juga