• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Ekologi Mikroba pada Bahan Pangan

Pencemaran Mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak langsung dengan sumber sumber pencemar mikroba, seperti tanah, udara, air , tebu, saluran pencernaan , dan pernafasan manusia atau hewan. Namun demikian hanya sebagian saja dari berbagai sumber pencemar yang berperan sebagai sumber mikroba awal yang selanjutnya berkembang biak pada bahan pangan sampai jumlah tertentu. Hal ini berakibat populasi mikroba pada berbagai jenis bahan pangan umumnya sangat spesifik, tergantung dari jenis bahan pangannya, kondisi lingkungan,

dan cara penyimpanannya. Dalam batas batas tertentu kandungan mikroba pada bahan pangan tidak banyak bergantung pada ketahanan bahan pangan tersebut. Akan tetapi, apabila kondisi lingkungan memungkinkan mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat, maka bahan pangan akan rusak karenanya. Contoh, susu yang mengandung bakteri asam laktat akan dirusak oleh bakteri tersebut. Daging dirusak oleh bakteri gram negatif dan lain lain ( Nurwantoro dan Abbas , 1997 ) .

2.4.1. Kerusakan Mikrobiologis

Kerusakan mikrobiologis bahan pangan hewani merupakan bentuk kerusakan yang paling merugikan. Terkadang kerusakan mikrobiologis ini dapat membahayakan kesehatan konsumen, karena racun yang dihasilkan oleh mikroba dapat terkonsumsi pula.

Kerusakan mikrobiologis pada produk hewani tidak hanya terjadi pada bahan mentah , tetapi juga terjadi pada bahan setengah jadi maupun bahan jadi ( produk olahan ) yang siap dikonsumsi. Produk produk pangan hewani yang sudah dikemas dalam kaleng, botol maupun plastik dapat juga mengalami kerusakan oleh mikroba. Pada umumnya adalah protein yang merupakan bahan kering terbesar yang terdapat di dalam pangan hewani. Daging mamalia mengandung 16 – 22% protein ( Buckle et al., 1986 ). Daging ayam mengandung 23,4% protein ( Fielsd, 1979 ). Telur ayam, susu sapi dan ikan segar masing masing mengandung protein sebesar 12,8%; 3,2% dan 14 – 17% ( Direktorat Gizi, 1981 ).

Pencemaran oleh Clostridium aerofoeticum; C. histolyticum dan C. welchii akan menghasilkan bau busuk. Bakteri – bakteri fakultatif anaerob seperti

Pseudomonas putrefaciens, Flavobacterium elastolyticum atau Proteus vulgaris juga dapat menyebabkan dekomposisi protein yang akan menghasilkan campuran berbagai metabolit berbau busuk , seperti indol, kadaverin dan skatol. Metabolit yang berbau busuk ini berasal dari pemecahan bahan bahan organik yang mengandung senyawa senyawa nitrogen yang mempunyai bobot molekul rendah seperti peptida dan asam amino. Hidrolisis protein oleh mikroba proteolitik menyebabkan perubahan tekstur pada produk. Hal ini disebabkan koagulasi dan likuifikasi protein struktural seperti kolagen dan elastin.

Pada umumnya pangan hewani mengandung protein yang cukup, dalam bentuk berbagai asam amino. Selain itu juga mengandung karbohidrat, asam laktat dan vitamin. Komponen – komponen tersebut dengan cepat digunakan oleh mikroba dalam metabolismenya. Salah satu hasil dari proses metabolisme tersebut adalah pembentukan bau busuk ( pembusukan ) ( Nurwantoro dan Abbas , 1997 ).

2.4.2. Penyakit Akibat Mikroba Pangan

Penyakit yang ditimbulkan oleh mikroba dengan perantaraan pangan dapat dibedakan menjadi 2 golongan , yaitu infeksi dan keracunan. Infeksi terjadi apabila mengkonsumsi pangan atau minuman yang mengandung mikroba patogen yang jumlahnya cukup untuk menimbulkan penyakit. Keracunan pangan disebabkan mengkonsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun. Senyawa beracun ini

mungkin terdapat secara alamiah dalam tanaman atau hewan atau dihasilkan oleh mikroba.

1. Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli berbentuk batang dengan panjang 1 – 3 μm dan lebar 0,4 – 0,7 μm. Bersifat Gram Negatif, tidak berkapsul dan dapat ber erak aktif.

Escherichia coli umumnya diketahui terdapat secara normal dalam alat pencernaaan manusia dan hewan. Pangan yang sering terkontaminasi bakteri ini adalah susu, air minum, daging, keju , dan lain lain. Pencegahannya antara lain pangan perlu didinginkan dengan baik, menjaga higine, mencegah air dari kontaminasi oleh tinja/kotoran atau air perlu diberi perlakuan klorinasi.

2. Shigella

Bakteri shiglla berbentuk batang dengan panjang 2 – 3

g

μm dan lebar 0,5 – 0,7

μm. Termasuk bakteri Gram Negatif, bersifat fakultatif anaerob , tidak membentuk kapsul, tidak membentuk spora dan tidak dapat bergerak. Wabah penyakit yang disebabkan oleh Shigella disebut shigellosis ( disentri basiler ) yang kebanyakan disebabkan oleh air yang terkontaminasi bakteri ini. Pangan yang sering terkontaminasi adalah susu, es krim, kentang, ikan tuna, ikan salmon, udang, daging kalkun dan makaroni. Pencegahannya adalah dengan memperhatikan higine, perlakuan pendinginan dengan segera, dan pemanasan ( dimasak ), air diklorinasi, serta menghindarkan pangan dari kontak dengan lalat.

3. Staphylococcus Aureus

Bakteri ini berbentuk bola dengan garis tengah ±1 μm tersusun dalam kelompok kelompok tidak teratur ( menyerupai buah anggur ) . Dapat pula tersusun empat empat ( tetrad ) , membentuk rantai ( 3-4 sel ), berpasangan atau satu-satu. Bersifat Gram Positif, tidak dapat bergerak , tidak membentuk spora, aerob dan ada yang fakultatif anaerob serta tidak membentuk kapsul. Staphylococcus aureus menghasilkan tujuh tipe enterotoksin ( A, B, C, C1, C2, D dan E ). Keracunan pangan biasanya disebabkan oleh tipe A dan D. Kisaran suhu untuk produksi toksin adalah 4 – 460C. Pada keadaan aerob, aw minimum untuk pertumbuhan adalah 0,86. Sedangkan pada keadaan anaerob adalah 0,90. Pangan yang sering tercemar oleh Staphylococcus

aureus adalah daging unggas, daging merah dan produknya, ikan dan produknya, serta susu dan produknya. Pencegahannya adalah dengan sanitasi, pemasakan, pendinginan pangan secukupnya atau menurunkan pH pangan ( Nurwantoro dan Abbas , 1997 ).

4. Salmonella

Bakteri Salmonella berbentuk batang dengan panjang 1 – 3 μm dan lebar 0,5 – 0,7 μm. Sebagian bakteri ini dapat bergerak karena memiliki fl itrik. Bakteri ini bersifat gram negatif, tidak membentuk spora. Tumbuh optimum pada suhu 370C. Pada suhu kurang dari 6,70C dan lebih dari 46,60C pertumbuhannya terhenti, tetapi hidup pada air yang membeku. Bakteri ini mati pada pemanasan 600C selama 30 menit. Salmonella tumbuh baik pada pangan berasam rendah dengan aw 0,93 – 0,94.

Unggas dikenal sebagai pembawa alami bakteri Salmonella. Apabila unggas terinfeksi oleh Salmonella, maka dalam kotoran , daging dan telurnya akan ditemukan bakteri ini. Pangan lainnya yang sering tercemar Salmonella adalah sosis, ikan asap, susu segar, es krim, coklat susu dan pangan yang dibuat dari telur. Ada dua jenis penyakit yang ditimbulkan oleh Salmonella , yaitu Salmonellosis dan Demam Tifus ( Nurwantoro dan Abbas , 1997 ).

5. Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa adalah gram negatif ( 0,5 – 0,8 x 1,5 – 8 μm ), yang bergerak dengan flagella dan ditemukan tunggal, berpasangan atau dalam rantai pendek . Pertumbuhan optimum dari Psedomonas aeruginosa adalah 370C. Pertumbuhan terjadi pada temperatur di atas 420C, tetapi tidak pada suhu 40C. Bakteri ini tidak memerlukan material organik dan mampu menggandakan diri pada pada jangkauan substrat yang lebar ( lebih dari 82 senyawa organik ). Organisme ini juga mampu menghasilkan enzim ektraseluler dan lapisan kotoran yang luas, yang dapat memberi daya tahan terhadap berbagai bahan antimikroba (Bennik, 1999 ).

Pseudomonas aeruginosa memiliki kemampuan membentuk biofilm pada bahan yang umumnya digunakan dalam industri baja, karet dan teflon. Biofilm tersebut mungkin berbahaya bagi kesehatan dengan mengandung bakteri patogen, Walaupun P.aeruginosa tidak dianggap sebagai bakteri yang berbahaya bagi kesehatan

manusia, Bakteri ini dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari spesies patogen lain di dalam campuran kultur biofilm (Bennik, 1999 ).

Dokumen terkait