• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekologi Zingiberaceae di Kawasan Hutan Aek Nauli.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Ekologi Zingiberaceae di Kawasan Hutan Aek Nauli.

Hutan kawasan Aek Nauli secara administratif berada di lima Kecamatan, yaitu Dolok Pangaribuan, Tanah Jawa, Sidamanik, Jorlang Hataran, dan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis terletak diantara 02⁰40’00” LU - 02050’00” LU dan 98050’00” BT - 990

Keadaan topografi di kawasan Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun berada pada ketinggian ± 1200 – 1700 m dpl, merupakan daerah yang terdiri dari tebing-tebing yang tinggi dan jurang yang terjal. Berdasarkan Schmidt dan Ferguson, tipe iklim di kawasan Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun adalah tipe B dengan suhu maksimum antara 17

10’00”BT. Lokasi ini berjarak ± 10,5 km dari Parapat sebagai kota wisata andalan Sumatera Utara dan ± 60 km dari Kota Balige.

0

- 270C dengan kelembaban rata-rata berkisar antara 72% - 92%. Hutan Aek Nauli memiliki tekstur tanah berliat halus, lempung berpasir, lempung berliat, dan lempung halus (BKSDA Sumut, 2003). Berdasarkan pengamatan di sekitar areal penelitian, vegetasi yang umum diitemukan yaitu famili

Anonaceae, Myrtaceae, Araceae, Aracaceae, Euphorbiaceae, Papilionaceae,

Piperaceae, Rubiaceae, Caesalpiniaceae, Orchidaceae, dan Zingiberaceae.Kawasan Hutan Aek Nauli merupakan salah satu hutan hujan tropis yang merupakan salah satu kawasan konservasi yang unik. Kawasan Hutan Aek Nauli terdiri dari hutan Pinus mercusii dan hutan heterogen. Kawasan Hutan Aek Nauli memiliki tofografi yang bervariasi.

Pada lokasi pertama, dimulai dengan ketinggian 1200 – 1400 m dpl. Pada bagian tepi hutan merupakan kawasan hutan Pinus mercusii yang dibatasi oleh sungai dan hutan heterogen yang memiliki keanekaragaman tinggi, topografi yang bervariasi, dengan sungai-sungai kecil, tebing – tebing yang curam dengan batuan padas dan lembah,kelembaban yang tinggi 75,67% – 92,6% dan suhu udara berkisar antara 20oC – 22,33oC, suhu tanah 18oC – 21o

Pada lokasi berikutnya, dimulai pada ketinggian 1200 – 1700 m dpl, tepi hutan merupakan hutan tanaman Eucalyptus sp dengan batuan padas. Selanjutnya kawasan hutan sekunder dimana tumbuhan yang ada umum memiliki batang yang berdiameter kecil. Kawasan ini memiliki topografi yang curam dan memiliki kemiringan sekitar 45 – 60

C, pH tanah 6,3 – 6,5, intesitas cahaya 530 lux meter – 900 lux meter (Tabel 4.1) . Pada ketinggian 1200 – 1300 m dpl dijumpai hutan Pinus mercusii, selanjutnya hutan heterogen, yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan keanekaragaman jenis Zingiberaceae tinggi dengan ditemukannya 11 jenis dari 13 jenis Zingiberaceae yang ditemukan di kawasan Hutan Aek Nauli (Tabel 4.4). Pada ketinggian 1300 m dpl terjadi perubahan vegetasi dimana tumbuhan memiliki diameter batang yang kecil dan pendek serta memiliki daun yang berukuran kecil-kecil, sehingga intensitas cahaya semakin tinggi (Tabel 4.1). Dari ciri-ciri yang didapati, kawasan ini merupakan hutan pegunungan atas. Kemudian pada ketinggian berikutnya Pinus mercusii muncul kembali. Pada ketinggian 1300 – 1400 m dpl ditemukan tiga jenis Zingiberaceae dari 13 jenis

Zingiberaceae yang ditemukan yaitu Geostachys sp, Hedychium collinum Ridl dan

Hedychium sp (Tabel 4.4). Pada puncak lokasi, yaitu pada ketinggian 1400 m dpl merupakan kawasan terbuka dan jenis Zingiberaceae yang mendominasi kawasan tersebut adalah Hedychiumcollinum Ridl (Lampiran E).

o

. Banyak dijumpai Naphentes sp, Dicranopteris linearis, Orchidaceae dan Calamus sp. Pada ketinggian 1200 - 1400 m dpl tidak ditemukan

Zingiberaceae, selanjutnya pada ketinggian 1400 -1500 m dpl baru ditemukan satu jenis Zingiberaceae dalam jumlah yang sangat terbatas yaitu Hedychium sp,

selanjutnya pada ketinggian 1500 – 1700 m dpl ditemukan tiga jenis Zingiberaceae yaitu Amomum apiculatum K.Schum, Geostachys sp, dan Hedychium sp (Lampiran E).Pada lokasi ini keanekaragaman jenis Zingiberaceae sangat rendah yaitu tiga jenis dari 13 jenis yang ditemukan di kawasan Hutan Aek Nauli (Tabel 4.4). Diduga kawasan ini kurang sesuai dengan pertumbuhan Zingiberaceae karena kemiringan tanahnya yang tinggi dapat berpengaruh pada sulitnya biji menempel pada tanah dan unsur hara yang terkandung didalamnya diduga kurang sesuai dengan pertumbuhan

Zingiberaceae . Pada kawasan ini tajuk hutan lebih rapat sehingga Zingiberaceae

yang merupakan tanaman penutup tanah tidak dapat atau terganggu proses fotosintesisnya sehingga banyak jenis Zingiberaceae yang tidak mampu beradaptasi pada lingkungan tersebut, hanya beberapa jenis Zingiberaceae yang mampu beradaptasi pada kawasan tersebut. Uniknya Zingiberaceae mulai ditemukan pada ketinggian 1491 m dpl dengan ordinat 02o42’05,4” LU dan 098o57’39,7” BT. Pada puncak di ketinggian 1680 m dpl dengan ordinat 02o41’44,5” LU dan 098o

Pada lokasi berikutnya, diambil data tambahan yaitu dari ketinggian 1200 – 1700 m dpl, merupakan kawasan yang bersebelahan dengan perladangan penduduk, dimulai dengan hutan heterogen yang tidak luas, kemudian hutan Pinus mercusii

dengan batuan padas yang curam dan merupakan kawasan terbuka. Pada tepi hutan, yaitu di ketinggian 1236 m dpl dengan titik ordinat 02

57’30,6” BT terjadi perubahan vegetasi dimana diameter batang pohon semakin besar dengan intensitas cahaya yang rendah dan kelembaban yang tinggi (Tabel 4.1) dengan mata air yang ada di sekitar kawasan tersebut, dan dengan serasah yang tebal. Dari ciri-ciri diatas kawasan tersebut merupakan kawasan Hutan Primer Atas. Jenis Zingiberaceae

yang mendominasi adalah Geostacys sp dengan rumpun yang besar dan frekuensi yang tinggi.(Lampiran E).

o

40’49,3” LU dan 098o56’24” BT, ditemukan Zingiber inflexum K Schum yang tumbuh pada dataran yang curam dan berbatu padas dengan kemiringan sekitar 60o dan vegetasi yang mendominasi adalah Calliandra haematocephala. Pada kawasan ini tanah berasal dari serasah

dengan dasar batuan padas. Pada ketinggian 1300 - 1500 m dpl tidak ditemukan

Zingiberaceae karena merupakan kawasan terbuka yang sangat kering dengan batuan padas ditumbuhi Pinus mercusii, pada ketinggian 1500 m dpl merupakan puncak panorama dengan tanah hitam, merupakan kawasan terbuka, intensitas cahaya yang tinggi, dengan hamparan lumut dan paku yang bersimbiosis dengan Naphentes sp yang sangat mendominasi kawasan tersebut. Pada ketinggian 1500 – 1600 m dpl masih merupakan kawasan terbuka yang terdiri dari bukit batu padas yang ditumbuhi

Pinus mercusii, selanjutnya pada ketinggian 1625 m dpl dengan ordinat 02o41’12,2” LU dan 098o

Tabel 4.1. Data Faktor Fisik Lokasi Penelitian di Kawasan Hutan Aek Nauli. 56’34,9” BT vegetasi yang ditemukan heterogen dengan intensitas cahaya dan kelembaban yang lebih rendah dari sebelumnya. Pada ketinggian 1600 – 1700 m dpl ditemukan tiga jenis Zingiberaceae yaitu Globba patens, Hedychium collinum, Hedychium sp (Lampiran E). Bisa dikatakan pada kawasan ini keanekaragaman jenis Zingiberaceae rendah dibandingkan dengan jumlah jenis

Zingiberaceae yang ditemukan pada lokasi pertama, diduga kawasan ini kurang sesuai dengan pertumbuhan Zingiberaceae.

Faktor fisik Ketinggian (m dpl)

1200-1300 1300-1400 1400-1500 1500-1600 1600-1700 Suhu udara (oC) 20,1 22,33 20,67 21 19,5 Suhu tanah (oC) 21 18 19 21,3 19,5 Kelembaban (%) 92,6 75,67 71,33 80,3 94,3 Intensitas cahaya 900 530 438,67 563,3 426,6 (Lux meter)

Berdasarkan Tabel 4.1. dapat dilihat kondisi lingkungan dari masing-masing lokasi penelitian. Suhu udara yang diukur dengan thermometer cenderung tidak terpengaruh pada penambahan ketinggian antar lokasi penelitian. Menurut Anwar et al. (1987) suhu umumnya akan turun sekitar 0,60C setiap penambahan ketinggian 100

m dpl. Tetapi hal ini berbeda-beda tergantung pada tempat, musim, waktu, kandungan uap air, dan sifat fisik lainnya. Sehingga hal ini dimungkinkan terjadi.

Penambahan ketinggian juga terlihat tidak mempengaruhi kelembaban maupun intensitas cahaya. Tingginya intensitas cahaya tidak dipengaruhi oleh ada tidaknya tutupan tajuk dan awan. Dalam hal ini dari ketinggian 1500-1700 m dpl tajuk pohon semakin rapat. Hal ini sesuai dengan Anwar et al. (1994) menyatakan dengan naiknya ketinggian terjadi perubahan vegetasi yang mencolok, dimana tajuk pohon semakin rapat dan pohon semakin pendek. Gusmalyana (1983) menambahkan pada komunitas hutan hujan tropis intensitas cahaya yang sampai pada lantai hutan umumnya sedikit dan hal ini disebabkan terhalangnya cahaya oleh lapisan tajuk pohon di sekitarnya. Hal ini dikarenakan kawasan ini merupakan kawasan reklamasi dan hutan konservasi yang dikenal memiliki keunikan tersendiri dengan ditemukannya daerah hutan primer bawah, hutan sekunder bawah dan hutan sekunder atas.

Zingiberaceae memiliki akar yang tumbuh dan berkembang di dalam tanah memerlukan unsur hara yang cukup dan sesuai untuk keberlangsungan pertumbuhannya. Selain itu, tekstur tanah dan unsur hara serta komposisi penyusun tanah juga mempengaruhinya. Untuk itu diambil sampel tanah dan hasil analisisnya adalah seperti terlihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Data Faktor Kimia Tanah di Kawasan Hutan Aek Nauli No Parameter Ketinggian (m dpl) 1200-1300 1300-1400 1400-1500 1500-1600 1600-1700 1 C-organik (%) 1,50** 1,97** 2,67*** 2,08*** 2,21*** 2 N-total (%) 0,10** 0,15** 0,16** 0,19** 0,15** 3 C/N (%) 15,0*** 13,13*** 16,69**** 10,95*** 14,73*** 4 P-avl (Bray II) (ppm) 6* 8** 9** 9** 5* 5 K-exch (me/100) 0,53**** 0,25*** 0,26** 0,35*** 0,31*** 6 Ca-exch (me/100) 0,18* 0,21** 0,19* 0,28** 0,22** 7 Mg-exch (me/100) 0,11* 0,15* 0,23* 0,37* 0,25* 8 pH 6,5# 6,3# 6,33# 6,3# 6,4#

Sumber: Laboratorium Riset Pertanian USU, Medan (2011) Keterangan: * = Sangat rendah ** = Rendah *** = Sedang **** = Tinggi # = Agak masam

Berdasarkan hasil analisis di laboratorium Riset Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (Tabel 4.2), diketahui kandungan C-organik pada ketinggian 1200 - 1400 m dpl masuk kepada kriteria rendah, sedangkan pada ketinggian 1400 - 1700 m dpl masuk pada kriteria sedang. Nitrogen pada ketinggian 1200 - 1700 m dpl masuk pada kriteria rendah. Kandungan C/N pada ketinggian 1200 - 1400 m dpl masuk ke kriteria sedang, di ketinggian 1400 - 1500 m dpl masuk ke kriteria tinggi, di ketinggian 1500 – 1700 m dpl kriteria sedang. Unsur P, pada ketinggian 1200 - 1300 m dpl dan 1600-1700 m dpl kriteria sangat rendah. Pada ketinggian 1300 - 1600 m dpl kriteria rendah. Unsur K, di ketinggian 1200 - 1700 m dpl menunjukkan kriteria sangat rendah. Unsur Mg, di ketinggian 1200 - 1700 m dpl menunjukkan kriteria sangat rendah. Nilai pH tanah di kawasan Hutan Aek Nauli

berkisar antara 6,3 – 6,5 yaitu pada ketinggian 1200 – 1700 m dpl (Tabel 4.2) bersifat agak masam, diduga terjadi akibat banyaknya serasah yang terdapat pada lantai hutan. Kemasaman ini menggambarkan kondisi kimiawi, proses kimia yang mungkin terjadi, serta akibatnya terhadap tanah, dan pertumbuhan Zingiberaceae. Kriteria penilaian sifat-sifat tanah, dan kriteria pH tanah terdapat pada Lampiran F.

Menurut Edward et al. (1990) dalam Monk et al. (2000), bahwa perubahan penting dalam tanah karena perubahan ketinggian adalah penurunan pH, peningkatan karbon organik, dan penurunan kedalaman perakaran. Selanjutnya LIPI (1980) dalam

Lubis (2009), mengemukakan angka kemasaman tanah kadang-kadang dipengaruhi oleh kelembaban tanah. Tanah yang basah cenderung menunjukkan pH yang rendah. Sedangkan tanah yang kering pH-nya agak tinggi. Selain itu, kemasaman tanah juga dipengaruhi oleh kadar bahan organik mineral, dan kapur yang terkandung di dalamnya.

Dari Tabel 4.2 diketahui bahwa unsur hara tanah di kawasan hutan Aek Nauli yang dianalisis terdiri dari C- organic, N, P, Ca, C/N, K, dan Mg. Unsur-unsur tersebut diperlukan oleh Zingiberaceae untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

Mehlich dan Drake (1955) dalam Sutedjo dan Kertasapoetra (1988) dalam “Soil Chemistry and Plant Nutrition”menyatakan bahwa unsur hara makro dapat digolongkan pula menjadi : (1) unsur pembangun/ pembentuk: C, H, O, N, P, S. (2) unsure pengatur: P, S, K, Ca, Mg dan unsure hara renik. Tanaman memerlukan C, O, H, N, P, dan S dalam jumlah banyak yang terutama untuk membangun jaringan, sedangkan Fe, Mg, Mn, Zn, Cu, Bo, dan biasanya juga Mo, walaupun diperlukan dalam jumlah sedikit adalah penting untuk pembentukan enzim K.

Seperti telah dikemukakan Hakim et al. (1986) bahwa 13 unsur hara yang berasal dari tanah, yang secara relatif 6 diantaranya dibutuhkan lebih banyak. Unsur- unsur tersebut adalah N, P, K,Ca, Mg, dan S. Keenam unsur ini sering mendapat perhatian yang serius, karena kurang dan lambat tersedia dalam tanah terutama N, P,

dan K. Unsur-unsur hara yang lain seperti Mn, Cu, Zn, Mo, B, Cl, dan Fe digunakan oleh tanaman lebih sedikit. Ini berarti bahwa unsur tersebut kurang berarti bagi tanaman dibandingkan dengan unsur makro kecuali besi.

Menurut Hakim et al. (1986), berdasarkan kebutuhannya bagi tanaman maka unsur hara esensial dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok unsur hara makro dan kelompok unsur hara mikro. Tumbuhan tingkat tinggi memperoleh C dan O langsung dari udara berupa CO2

Dokumen terkait