• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAS sebagai ekosistem adalah DAS yang terdiri dalam dua komponen, yaitu komponen fisik wilayah dan komponen hayati serta kehadiran manusia sebagai pengelola. Komponen fisik wilayah bersifat relatif konstan dan hayati yang relatif dinamik serta rentan terhadap gangguan. Komponen ini memiliki peran dalam perlakuan terhadap air pada siklus hidrologi yang terjadi. Dalam

Universitas Indonesia ekosistem akan terjadi suatu keterkaitan antar komponen yang menyusunnya dimana terjadi hubungan saling mempengaruhi satu sama lain.

Karena DAS merupakan suatu ekosistem, maka terhadap setiap masukan yang terjadi ke dalam ekosistem tersebut dapat dilakukan evaluasi dari proses yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat output dari ekosistem tersebut.

Input berupa curah hujan sedangkan output berupa debit air sungai dan/atau

muatan sedimen. Komponen-koponen ekosistem DAS di kebanyakan daerah di Indonesia terdiri atas manusia, vegetasi, tanah dan sungai. Hujan yang jatuh di suatu DAS akan mengalami interaksi dengan komponen-komponen ekosistem DAS tersebut, yang pada gilirannya akan menghasilkan output berupa debit, muatan sedimen dan material lainnya yang terbawa oleh aliran sungai (Asdak, 2002) .

Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena memiliki fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain dari segi fungsi tata air. Oleh karena itu, DAS hulu seringkali menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS mengingat bahwa dalam suatu DAS, daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi (Asdak, 2002).

Seiring pertumbuhan jumlah manusia Indonesia yang semakin meningkat pesat, beserta berbagai kebutuhan untuk memenuhi hajat hidupnya terutama ruang untuk tempat tinggal dan tempat mencari nafkah, maka tak dapat dipungkiri jika pada akhirnya campur tangan manusia dengan kemajuan ilmu pengetehuan dan teknologi (iptek) yang dikuasainya menjadi faktor yang cukup dominan dalam manentukan berbagai proses terutama proses hidrologis dalam DAS.

Universitas Indonesia 2.1.6 Morfometri DAS

Parameter morfometri DAS perlu diidentifikasi sebagai karakteristik DAS terutama dalam kaitannya dengan proses pengaturan (drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS tersebut. Proses-proses yang terjadi antara lain adalah banyaknya air hujan yang dialirkan secara langsung atau tertahan di dalam DAS, cepat atau lambatnya air hujan tersebut dialirkan atau tertahan di dalam DAS, dan waktu tempuh air hujan yang jatuh dari tempat terjauh dalam DAS menuju outlet (waktu konsentrasi). Semua parameter tersebut sangat mempengaruhi terjadinya fluktuasi banjir, baik banjir yang berbentuk genangan (inundasi) maupun banjir bandang yang mungkin terjadi di DAS tersebut.

Morfometri DAS merupakan karakteristik DAS yang bersifat kuantitatif. Parameter morfometri DAS merupakan karakteristik DAS yang sangat penting, dalam kaitannya dengan respon air hujan yang jatuh di dalam DAS tersebut menjadi runoff. Dalam kaitannya dengan analisis hubungan hujan yang jatuh dengan runoff yang terjadi, informasi morfometri DAS umumnya diperlukan untuk menggambarkan adanya hubungan atau keterkaitan antara runoff yang terukur sebagai debit atau tersaji dalam bentuk hidrograf dengan parameter morfometri tersebut. Sebagai contoh parameter bentuk DAS berhubungan erat dengan bentuk hidrograf suatu DAS.

Kerapatan jaringan sungai, gradien sungai dan lain-lain akan mempengaruhi banyaknya air hujan dialirkan secara langsung atau tertahan di dalam DAS. Cepat atau lambatnya air hujan tersebut dialirkan atau tertahan di dalam DAS, dan waktu tempuh yang digunakan oleh air hujan yang jatuh dari tempat terjauh dalam DAS menuju outlet (waktu konsentrasi). Semua parameter tersebut sangat mempengaruhi terjadinya fluktuasi banjir. Berikut adalah komponen morfometri DAS yang dikaji dalam penelitian ini:

Universitas Indonesia 2.1.6.1 Bentuk DAS

Koefisien corak/bentuk DAS merupakan perbandingan antara luas DAS dengan panjang sungainya. Bentuk DAS ini mempunyai pengaruh terhadap pola aliran sungai dan ketajaman puncak debit banjir, yaitu berpengaruh terhadap kecepatan terpusatnya aliran. Setelah Daerah Aliran Sungai ditentukan batasnya, maka bentuk DAS dapat diketahui. Bentuk DAS ini sukar untuk dinyatakan secara kuantitatif. Dengan membandingkan konfigurasi DAS, dapat dibuat suatu indeks yang didasarkan pada circularity

ratio DAS. Umumnya bentuk DAS dapat dibedakan menjadi bentuk :

memanjang, radial (membulat), paralel (elips) dan kompleks.

Berdasarkan Miller (1953 dalam Seyhan, 1977), penentuan bentuk DAS dapat menggunakan rumus circularity ratio sebagai berikut:

..…….(2.1)

Keterangan:

A : Luas DAS ( km2 )

P : Keliling (perimeter) DAS (km) 2.1.6.2 Kerapatan Jaringan Sungai

Kerapatan jaringan sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut dapat diperoleh dengan persamaan 2.2 :

…….. (2.2) Keterangan:

Dd : indeks kerapatan jaringan sungai (km/km2)

L : jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungai (km) A : luas DAS (km2)

Universitas Indonesia Adapun klasifikasi indeks kerapatan jaringan sungai tersebut adalah :

- Dd: < 0,25 km/km2 : Rendah - Dd: 0,25 - 10 km/km2 : Sedang - Dd: 10 - 25 km/km2 : Tinggi - Dd: > 25 km/km2 : Sangat tinggi

Berdasarkan indeks tersebut di atas, dapat diperkirakan suatu gejala yang berhubungan dengan aliran sungai, yaitu :

- Jika nilai Dd rendah, maka alur sungai melewati batuan dengan resistensi keras sehingga angkutan sedimen yang terangkut aliran sungai lebih kecil jika dibandingkan pada alur sungai yang melewati batuan dengan resistensi yang lebih lunak, apabila kondisi lain yang mempengaruhinya sama.

- Jika nilai Dd sangat tinggi, maka alur sungainya melewati batuan yang kedap air.

Keadaan ini akan menunjukan bahwa air hujan yang menjadi aliran akan lebih besar jika dibandingkan suatu daerah dengan Dd rendah melewati batuan yang permeabilitasnya besar.

Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1977), biasanya indeks kerapatan jaringan sungai adalah 0,3 - 0,5, dan dianggap sebagai indeks yang menunjukan keadaan topografi dan geologi dalam DAS. Indeks kerapatan jaringan sungai akan kecil pada kondisi geologi yang permeabel, di pegunungan-pegunungan dan di lereng-lereng curam, tetapi besar untuk daerah yang banyak curah hujannya.

Menurut Lynsley (1949), jika nilai kerapatan jaringan sungai lebih kecil dari 1 mile/mile2 (0,62 km/km2), maka DAS akan mengalami penggenangan, sedangkan jika nilai kerapatan jaringan sungai lebih besar dari 5 mile/mile2 (3,10 km/km2), maka DAS akan sering mengalami kekeringan.

Universitas Indonesia 2.1.6.3 Pola Aliran Sungai

Sungai dalam suatu DAS mengikuti aturan yaitu bahwa aliran sungai dihubungkan oleh suatu jaringan satu arah dimana cabang dan anak sungai mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk pola tertentu. Pola tersebut tergantung dari kondisi topografi, geologi, iklim, dan vegetasi yang terdapat di dalam DAS yang bersangkutan. Secara keseluruhan kondisi tersebut menentukan karakteristik sungai dalam hal pola alirannya. Menurut Soewarno (1991), terdapat beberapa pola aliran yang ada, yaitu:

a. Dendritik, pada umumnya terdapat pada daerah dengan batuan sejenis dan penyebarannya luas, misalnya suatu daerah ditutupi oleh endapan sedimen yang luas dan terletak pada suatu bidang horizontal di daerah dataran rendah. Penampakan dari pola aliran ini seperti percabangan pohon dengan cabang yang tidak teratur dengan arah dan sudut beragam.

b. Radial, pola ini biasanya dijumpai di daerah lereng gunung api atau daerah dengan topografi berbentuk kubah.

c. Rektangular, terdapat di daerah batuan kapur.

d. Trelis, biasanya dijumpai pada daerah dengan lapisan sedimen di daerah pegunungan lipatan. Penampakan dari pola aliran ini yaitu percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus dan sungai utama hampir sejajar.

Pada pola aliran dendritik yang mencirikan sebagian besar sungai-sungai di Indonesia, dapat dijumpai dalam kondisi yang berbeda-beda menurut batuannya.

Kombinasi pola aliran dendritik dan trelis dapat dijumpai pada rangkaian pegunungan yang sejajar dan terdapat pada batuan struktural terlipat dengan tekstur halus sampai sedang. Pada topografi dengan lereng seragam, pola aliran yang terbentuk adalah denditrik medium, sedangkan pada topografi berteras kecil, pola aliran denditrik yang terbentuk adalah dendritik halus.

Universitas Indonesia Bentuk pola dendritik yang lain adalah kombinasi dendritik rektangular yang terdapat pada batuan metamorf dengan puncak membulat. Pola ini memiliki saluran yang hampir sejajar, dalam dan bertekstur halus hingga sedang. Bentuk ini terjadi pada daerah basah. Pada batuan metamorf dengan bentuk topografi berpuncak sejajar, dapat membentuk pola dendritik rektangular halus dan terjadi pada daerah kering. Pada batuan beku, bentuk pola aliran yang terbentuk sedikit berbeda, yaitu pada topografi yang menyerupai bukit membulat di daerah basah, pola aliran yang terbentuk adalah dendritik medium.

Dokumen terkait