• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

E. Ekosistem Pendidikan

1.

Konsep Tri Pusat Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara sebagaimana dikenal masyarakat Indonesia sebagai Bapak Pendidikan. Beliau adalah orang yang paling banyak mencetuskan ide-ide cemerlang ke dalam dunia pendidikan. Di antara idenya yang dikenal oleh insan pendidikan adalah tentang konsep Tri Pusat Pendidikan Ki Hajar Dewantara. Istilah Tri Pusat Pendidikan merupakan istilah yang digunakan olehnya untuk menggambarkan lembaga atau lingkungan pendidikan yang ada di sekitar manusia dan yang mempengaruhi perilaku peserta didik. Ki Hajar Dewantara, mengemukakan sistem Tricentra dengan menyatakan: “Di dalam hidupnya anak-anak adalah tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya yaitu: alam-keluarga, alam-perguruan dan alam pergerakan-pemuda.” Pendidikan merupakan hal paling utama dalam kehidupan, karena dengan pendidikan manusia akan mulia dan bahagia dunia dan akhirat. Hak dan tanggung jawab pendidikan ini dibebankan kepada semua individu manusia. Terdapat tiga lingkungan utama yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan pendidikan manusia yaitu keluarga, Lingkungan Perguruan/sekolah dan masyarakat. Setiap lingkungan tersebut mempunyai peran yang penting dalam pendidikan. Majlis Luhur Taman Siswa, Karya Ki Hajar

Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan, (Yogyakarta,

Percetakan Taman Siswa, 1962).

2.

Tri Pusat Pendidikan: Keluarga, Guru dan Masyarakat Pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, guru dan masyarakat. Lebih lanjut, Arie Budhiman (2017) berpendapat bahwa guru, keluarga, dan masyarakat memiliki peran penting dalam penguatan pendidikan karakter (PPK), Oleh karena itu, ketiga komponen itu

disebut Tri Pusat Pendidikan (TPP). Diharapkan TPP dapat saling bekerja sama sesuai peran masing-masing. Bangsa Indonesia harus memelihara semboyan pendidikan yang disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu “Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mbangun karso, Tut wuri handayani” (JPP, Jakarta. 2017).

Program PPK mempunyai peran penting dalam membentuk generasi muda yang tangguh, cerdas, dan berkarakter. Untuk mencapai tujuan tersebut, bukan hanya guru yang menjadi tombak utama, akan tetapi keluarga dan masyarakat turut serta dalam mewujudkannya, karena masing-masing saling mempengaruhi. Landasan PPK dan pemberdayaan masyarakat membangun karakter yang cerdas mengau pada Nawa Cita program kerja Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. PPK merupakan program Kemendikbud yang dilaksanakan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi) dan olah raga (kinestetik) sesuai dengan falsafah Pancasila.

Dalam rangka mengimplementasikan PPK, Kemendikbud berencana untuk menjadikan sekolah sebagai ekosistem pendidikan. Pengimplementasian konsep tersebut menggunakan tiga prinsip salah satunya manajemen pendidikan berbasis sekolah (UU nomor 20 tahun 2013 tentang Sisdiknas). Lebih lanjut menurut Mendikbud ekosistem pendidikan merupakan rancangan Ki Hadjar Dewantara atau yang dikenal dengan tri pusat pendidikan, yakni sekolah, lingkungan masyarakat dan keluarga. Ia mengatakan bahwa selama ini dari ketiga komponen tersebut komponen keluarga bergerak sendiri-sendiri dalam mendidik anak. “Pusat manajemennya siswa berada dimana- mana artinya siswa dapat belajar di mana saja. Manakala sekolah mengambil tanggung jawab, maka seluruh aktivitas di masyarakat dan keluarga menjadi tanggung jawab

disebut Tri Pusat Pendidikan (TPP). Diharapkan TPP dapat saling bekerja sama sesuai peran masing-masing. Bangsa Indonesia harus memelihara semboyan pendidikan yang disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu “Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mbangun karso, Tut wuri handayani” (JPP, Jakarta. 2017).

Program PPK mempunyai peran penting dalam membentuk generasi muda yang tangguh, cerdas, dan berkarakter. Untuk mencapai tujuan tersebut, bukan hanya guru yang menjadi tombak utama, akan tetapi keluarga dan masyarakat turut serta dalam mewujudkannya, karena masing-masing saling mempengaruhi. Landasan PPK dan pemberdayaan masyarakat membangun karakter yang cerdas mengau pada Nawa Cita program kerja Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. PPK merupakan program Kemendikbud yang dilaksanakan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi) dan olah raga (kinestetik) sesuai dengan falsafah Pancasila.

Dalam rangka mengimplementasikan PPK, Kemendikbud berencana untuk menjadikan sekolah sebagai ekosistem pendidikan. Pengimplementasian konsep tersebut menggunakan tiga prinsip salah satunya manajemen pendidikan berbasis sekolah (UU nomor 20 tahun 2013 tentang Sisdiknas). Lebih lanjut menurut Mendikbud ekosistem pendidikan merupakan rancangan Ki Hadjar Dewantara atau yang dikenal dengan tri pusat pendidikan, yakni sekolah, lingkungan masyarakat dan keluarga. Ia mengatakan bahwa selama ini dari ketiga komponen tersebut komponen keluarga bergerak sendiri-sendiri dalam mendidik anak. “Pusat manajemennya siswa berada dimana- mana artinya siswa dapat belajar di mana saja. Manakala sekolah mengambil tanggung jawab, maka seluruh aktivitas di masyarakat dan keluarga menjadi tanggung jawab

sekolah”.

3.

Menguatkan Pendidikan melalui Tri Pusat Pendidikan Penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, antara lain dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Oleh karena itu, revoluasi mental melalui penguatan karakter dan literasi dalam dunia pendidikan merupakan upaya konstruktif dan ikhtiar dalam mencerdaskan bangsa. Pendidikan akan kuat jika semua elemen pendidikan berfungsi secara optimal. Pendidikan itu sendiri tidak dapat hanya dilakukan di lingkungan sekolah, melainkan di tiga lingkungan pendidikan yaitu lingkungan pendidikam keluarga (pendidikan informal), sekolah (pendidikan formal) dan masyarakat (pendidikan non formal). Ki Hajar Dewantara mengemukakan sistem Tri Centra yaitu “Di dalam hidupnya anak-anak ada 3 (tiga) tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda” (Abdul Jalil, Pendiri Ketua Umum Komunitas Rumah Literasi dan Penulis Indonesia - Kertas Pena). Konsep ini yang dikenal dengan istilah tri pusat pendidikan. Tiga tempat pergaulan atau lembaga pendidikan tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membentuk kepribadian serta tingkah laku anak. Jadi baik buruknya akhlak seseorang dan tinggi rendahnya kecakapan atau keahlian seseorang dipengaruhi oleh tiga lingkungan pendidikan tersebut. Salah satu bentuk penguatan tri pusat pendidikan adalah pelibatan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan, khususnya di sekolah.

Guru, orang tua/keluarga, dan masyarakat menjadi garda terdepan sebagai sumber kekuatan dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Tri pusat pendidikan menjadi tempat persemaian dan lahan subur dalam membentuk karakter atas dasar nilai-nilai kearifan lokal sebagai simbol budaya. Memposisikan ketiga aspek ini dalam proses pelaksanaan

pendidikan, sehingga masyarakat bebas memilih jalur pendidikan yang paling tepat untuk anak-anaknya.

4.

Kemendikbud berencana akan menjadikan sekolah menjadi Ekosistem Pendidikan

Menurut Mendikbud, kementerian yang dipimpinnya merencanakan akan mengubah metode pembelajaran dari sebelumnya guru aktif menjadi siswa aktif. Perubahan metode pembelajaran siswa aktif melalui penugasan atau proyek, kerja kelompok, bermain peran dan sedikit ceramah dalam kelas. Kemudian, prinsip implementasi lainnya, yakni kurikulum berbasis luas. Artinya, sekolah diharuskan memanfaatkan lingkungan untuk menjadi sumber belajar, baik di keluarga dan masyarakat. sekolah harus memanfaatkannya untuk sumber belajar siswa. Perlakuan individu pada siswa dan guru membantu anak untuk mengaktualisasikan diri. (republika.co.id, Jakarta 2 Juli 2017, diakses tanggal 29 Juni 2018).

Strategi Kemendikbud pada periode 2014-2019 tidak semata-mata pada terbentuknya insan pendidikan yang cerdas, tetapi juga ekosistem pendidikan yang cerdas dan berkarakter dengan dilandasi pada semangat gotong royong. Bukan hanya membentuk anak pandai dan cerdas, akan tetapi juga menciptakan kehidupan warga yang cerdas. Deangan demikian, perlu dicerdaskan ekosistemnya.” (Dirjen PAUD dan Dikams 2015). Berdasarkan strategi tersebut, dirasa perlu adanya Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, yang salah satu aksinya sebagai penguatan ekosistem pendidikan. Untuk itu perlu diperkuat para pelaku pendidikan, seperti kepala sekolah, guru, komite sekolah, orang tua, dan juga pegiat pendidikan yang aktif dalam community development.

Keterlibatan orang tua dalam proses pembelajaran di sekolah itu penting dan oleh karena itu harus dilindungi.

pendidikan, sehingga masyarakat bebas memilih jalur pendidikan yang paling tepat untuk anak-anaknya.

4.

Kemendikbud berencana akan menjadikan sekolah menjadi Ekosistem Pendidikan

Menurut Mendikbud, kementerian yang dipimpinnya merencanakan akan mengubah metode pembelajaran dari sebelumnya guru aktif menjadi siswa aktif. Perubahan metode pembelajaran siswa aktif melalui penugasan atau proyek, kerja kelompok, bermain peran dan sedikit ceramah dalam kelas. Kemudian, prinsip implementasi lainnya, yakni kurikulum berbasis luas. Artinya, sekolah diharuskan memanfaatkan lingkungan untuk menjadi sumber belajar, baik di keluarga dan masyarakat. sekolah harus memanfaatkannya untuk sumber belajar siswa. Perlakuan individu pada siswa dan guru membantu anak untuk mengaktualisasikan diri. (republika.co.id, Jakarta 2 Juli 2017, diakses tanggal 29 Juni 2018).

Strategi Kemendikbud pada periode 2014-2019 tidak semata-mata pada terbentuknya insan pendidikan yang cerdas, tetapi juga ekosistem pendidikan yang cerdas dan berkarakter dengan dilandasi pada semangat gotong royong. Bukan hanya membentuk anak pandai dan cerdas, akan tetapi juga menciptakan kehidupan warga yang cerdas. Deangan demikian, perlu dicerdaskan ekosistemnya.” (Dirjen PAUD dan Dikams 2015). Berdasarkan strategi tersebut, dirasa perlu adanya Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, yang salah satu aksinya sebagai penguatan ekosistem pendidikan. Untuk itu perlu diperkuat para pelaku pendidikan, seperti kepala sekolah, guru, komite sekolah, orang tua, dan juga pegiat pendidikan yang aktif dalam community development.

Keterlibatan orang tua dalam proses pembelajaran di sekolah itu penting dan oleh karena itu harus dilindungi.

Menurutnya, pembentukan Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga juga untuk merespon situasi pendidikan saat ini, yakni dimana orang tua cenderung menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan anak pada sekolah. Padahal waktu anak di sekolah sangat terbatas. Efeknya, ada ruang kosong saat si anak usai pembelajaraan di sekolah yang kemudian dimanfaatkan pihak luar dengan mencetuskan ide-ide yang seharusnya dihindari. “Salah satu contohnya yaitu rencana pagelaran pesta bikini setelah UN beberapa waktu lalu. Sekolah tidak mengantisipasinya, sementara orang tua sudah menyerahkan urusan anak ke sekolah. Oleh karenanya komunikasi antara sekolah dengan orang tua perlu dirajut kembali. Selama ini orang tua menyerahkan anak ke sekolah. Ini perlu dievaluasi kembali. Monitoring anak mutlak 24 jam perlu ada harmonisasi perhatian sehingga anak tetap mendapatkan informasi yang sama antara di sekolah dengan di keluarga. Jangan sampai apa yang diajarkan di sekolah ternyata lain dengan kenyataan di keluarga, lain pula di masyarakat. Inilah perlunya penguatan ekosistem pendidikan, Ananto (2018) dalam seminar bertemakan Breakthrough in Education:

Accomodating Global Issues (Terobosan- terobosan dalam

Pendidikan: Mengakomodasi Isu-isu Global) menyampaikan persoalan dunia pada 2050, terkait dengan masalah demografi, permintaan sumber daya (terdidik dan profesional), globalisasi, dan perubahan iklim. ''Menghadapi tantangan tahun 2050, Indonesia mengusung visi baru pendidikan dan kebudayaan 2015-2019; Visi baru tersebut yaitu terbentuknya insan serta ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter dengan dilandasi semangat gotong-royong. ''Untuk mewujudkan ini, perlu strategi-strategi yang tepat guna.

Paling tidak, ada tiga strategi penting yang bisa dilakukan 1) penguatan pelaku pendidikan dan kebudayaan; antara lain dengan melakukan penguatan terhadap siswa, guru, kepala

sekolah, orang tua, dan pemimpin institusi pendidikan dalam ekosistem pendidikan, 2) peningkatan mutu dan akses, yakni meningkatkan mutu pendidikan sesuai lingkup Standar Nasional Pendidikan (SNP) untuk mengoptimalkan capaian Wajib Belajar 12 tahun, meningkatkan ketersediaan serta keterjangkauan layanan pendidikan, khususnya bagi masyarakat terpinggirkan, dan fokus kebijakan didasarkan pada percepatan peningkatan mutu dan akses untuk menghadapi persaingan global dengan pemahaman akan keberagaman; dan pengembangan efektivitas birokrasi melalui perbaikan tata kelola dan pelibatan publik. Pelibatan publik dalam seluruh aspek pengelolaan kebijakan dengan berbasis data, riset dan bukti lapangan. Selanjutnya, yaitu membantu penguatan kapasitas tata kelola birokrasi pendidikan di daerah, serta mengembangkan koordinasi dan kerjasama lintas sektor di tingkat nasional.

Dokumen terkait