• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. STRATEGI DAN KEGIATAN PENGEMBANGAN KAPASITAS

D. Komoditas Unggulan Lembaga

D.2. Ekosistem Pesisir

D.2.1

Rehabilitasi Terumbu Karang Dengan Bioreeftek

Artificial reef/terumbu buatan untuk program rehabilitasi relatif mahal dalam proses pembuatannya. Kami mengembangkan metode rehabilitasi terumbu buatan dengan substrat alami yakni tempurung kelapa yang disebut “Bioreeftek”. Secara terminologi,

BIOREEFTEK terdiri dari tiga kata, yaitu BIO yang berarti hidup/hayat; REEF berarti

terumbu/batu; dan TEK adalah Teknologi. BIOREEFTEK merupakan teknologi hijau yang memanfaatkan bahan alami (tempurung kelapa) sebagai media untuk penempelan larva planula karang sampai menjadi koloni individu baru (terumbu).

Diharapkan nantinya hasil ini diaplikasikan di lapangan dan menempelnya larva planula karang di media tersebut. Bahan utama dari media ini sangat murah dan mudah didapat khsusunya di sekitar wilayah pesisir Indonesia. Tempurung kelapa sebagai bahan utama bioreeftek merupakan konsep baru terumbu buatan yang sangat sesuai di Indonesia dalam menunjang program rehabilitasi ekosistem terumbu karang. Adapun tujuan

Masterplan PUI Observasi Kelautan_BROL_2017 40 penerapan teknologi BIOREEFTEK ini adalah untuk menciptakan dan memberikan alternatif teknologi konservasi dan rehabilitasi terumbu karang yang terbuat dari bahan alami dan biaya pembuatannya relatif murah. Penerapan teknologi BIOREEFTEK ini diharapkan dapat menunjang kegiatan konservasi dan rehabilitasi ekosistem terumbu karang di kawasan pesisir Indonesia.

Gambar 7. Bioreeftek

Proses Peletakkan (Deploy) dan Monitoring

Pengamatan larva planula karang dan asosiasinya (seperti: ikan karang, dll) dilakukan dengan menggunakan metode time swim. Metode Time Swim yaitu suatu metode dimana penyelam berenang dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam survey ini waktu yang digunakan ± selama 30 menit, dan menyelam/snorkeling langsung pada lokasi bioreeftek yang telah di deploy.

Penentuan lokasi deploy Bioreeftek

Sebelum melakukan deploy/peletakkan media bioreeftek, hal yang harus diperhatikan adalah lokasi. Dimana media tersebut harus diletakkan pada tempat/daerah yang terumbu karang/biodiversity-nya tinggi dengan asumsi larva planula di tempat tersebut lebih berpeluang besar menempelnya larva planula karang.

Masterplan PUI Observasi Kelautan_BROL_2017 41

Gambar 8. Metode Time swim yang digunakan pada saat survey/monitoring

Pengamatan Penempelanan (Settlement/Recruitment) Planula Karang

Adapun prosedur yang dilakukan dalam pengamatan ini adalah :

• Mengamati planula karang yang menempel pada masing-masing substrat. • Mencatat seluruh hasil pengamatan pada alat tulis bawah air (sabak). • Mengambil gambar bioreeftek yang telah ditumbuhi planula karang.

Relokasi BIOREEFTEK adalah pemindahan BIOREEFTEK yang sudah ditumbuhi karang ke lokasi lain yang memiliki kondisi karang kurang baik, dengan langkah sbb:

Gambar 9. Langkah – Langkah Pemindahan BIOREEFTEK ke Lokasi dengan kondisi karang Kurang Baik

2

3

4

Masterplan PUI Observasi Kelautan_BROL_2017 42

Gambar 10. Peta sebaran Bioreeftek di beberapa wilayah di Indonesia

Pengamatan dan Pengukuran Pertumbuhan Biota yang Berasosiasi dengan Karang

Adapun prosedur yang dilakukan dalam pengukuran ini adalah :

• Mengukur pertumbuhan biota yang tumbuh pada masing-masing substrat.

• Pertumbuhan biota yang diukur adalah panjang vertikal (tinggi) dan panjang horizontal (lebar).

• Mencatat seluruh hasil pengukuran pada alat tulis bawah air (sabak). • Mengambil gambar bioreef yang telah ditumbuhi biota.

Tabel 16. Diseminasi Bioreeftek di beberapa lokasi di Indonesia

No. LOKASI TAHUN SUMBER DANA SUMBER DATA KETERANGAN

1

Kupang (Pantai Londa Lima) & Waingapu, NTT

2009 APBN BPOL

Kegiatan IPTEKMAS BPOL, Pemda NTT (Diskanlut), Universitas Nusa Cendana

2 Pemuteran, Bali 2009 -

2010 APBN BPOL

Deploy dan monitoring (visual sensus)

3 Kabupaten Tanah

Bumbu, Kalsel 2010 APBN

BPOL/BPSPL-Ponitianak

Kegiatan Peningkatan Kapasitas SDM dalam rangka propagasi karang Bioreef (Drijen KP3K, BPSPL)

Masterplan PUI Observasi Kelautan_BROL_2017 43 4 SMK Negeri 1 Kabupaten Alas, Sumbawa, NTB 2011 APBN & Swakelola BPOL & SMK Negeri 1 Kab. Alas

Kegiatan Pelatihan terumbu buatan (artificial reef)

5 Taman Nasional Bunaken - APBD Diskanlut Provinsi/ BTNB 6 Madura 2012 APBN/Swakelola Universitas Trunojoyo, Madura & Dirjen KP3K

Kegiatan Pelatihan terumbu buatan (artificial reef)

7 Pulau Medang, NTB 2013 APBN Dirjen KP3K/BPOL Kegiatan Pelatihan terumbu

buatan (artificial reef)

8 Nusa Penida 2012 APBN/RISTEK BPOL

Kegiatan Peningkatan Kemampuan Peneliti & Perekayasa (PKPP) RISTEK

9 Pulau Tikus/ Kampala

FP-UNIB, Bengkulu 2014 - 2015 Swakelola Kampala FP-UNIB, Pemda-Bengkulu 10 Bali 2015 APBN P3TKP

11 Semarang 2015 APBD Balai Diklat

Privinsi Jateng

Kegiatan Pelatihan terumbu buatan (artificial reef)

12 TN Wakatobi 2016 Swakelola

Diskanlut Kabupaten Wakatobi

Tabel 17. Paten, Penghargaan dan Tanda Jasa

No. KEGIATAN TAHUN KETERANGAN

1 Mendapatkan HAKI 2012 Paten dari Kemenkum HAM

2

Satyalencana Wirakarya 2013

Mendapatkan Satya lencana wirakarya dari Presiden RI SBY

3 Hari Kebangkitan Teknologi

Nasional 2015

Penghargaan dari Menteri Ristek Dikti (salah satu dari 20 Karya

Unggulan Teknologi Anak Bangsa)

4 Inovasi terbaik lingkup KKP 2015 Penghargaan Inovator Bioreeftek dari Menteri KKP

Dasar Pengajuan Produk Unggulan Iptek

Berdasarkan uraian diatas maka, diperlukan diseminasi lebih lanjut secara lebih luas lagi khususnya di beberapa lokasi perairan pesisir di Indonesia, agar proses rehabilitasi terumbu karang bisa berkembang dan berjalan secara signifikan dalam menunjang program pemerintah yakni luas kawasan konservasi perairan di Indonesia di tahun 2020 20 juta hektar.

Masterplan PUI Observasi Kelautan_BROL_2017 44

D.2.2 Sistem Pemantauan Mangrove untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim

Mangrove merupakan ekosistem pesisir yang memiliki fungsi penting bagi masyarakat pesisir. Selain bermanfaat bagi perikanan, perlindungan pesisir dan kualitas perairan, mangrove memiliki kemampuan untuk menyerap CO2 di atmosfer yang merupakan polutan hasil pembakaran karbon dari aktifitas industri, tranportasi dan perubahan lahan. Fungsi mangrove sebagai penyerap CO2 sekaligus menyimpan karbon tersebut menjadikan mangrove sebagai carbon sink yang signifikan dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

Selain berfungsi sebagai carbon sink, mangrove memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim, yaitu kenaikan permukaan laut (sea level rise, SLR). Informasi tentang laju kenaikan muka laut dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi hutan mangrove di wilayah Indonesia masih sedikit diketahui. Sistem Pemantauan Mangrove untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap potensi mangrove sebagai carbon sink dan tingkat kerentanan ekosistem mangrove terhadap perubahan iklim. Hasil kegiatan ini memberikan kontribusi pada program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sekaligus mendukung upaya penurunan laju degradasi kerusakan ekosistem mangrove di Indonesia.

Konsep Sistem Pemantauan

Sistem Pemantauan Mangrove untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim merupakan stasiun monitoring yang permanen yang mengaplikasikan Metode RSET – MH (Rod Surface Elevation Table – Marker Horizon) dengan modifikasi teknik yang telah diterapkan untuk mengetahui proses geomorfologi dan biofisik mangrove (Gambar 1). Metode tersebut dikembangkan untuk menyediakan informasi tentang trend akresi vertikal, elevasi permukaan, dan shallow subsidence yang merupakan indikator respon mangrove terhadap sea level rise sekaligus paramater yang digunakan untuk menentukan pertambahan kandungan karbon di lapisan tanah. Selain pengukuran tanah, sistem ini juga mengukur produktivitas mangrove yang meliputi pertumbuhan pohon dan

Masterplan PUI Observasi Kelautan_BROL_2017 45 akar dan produksi serasah. Sistem ini diintegrasikan dengan pemetaan mangrove dan pemantauan hidrologi dengan pengukuran pasang surut.

Gambar 11. Konsep Sistem Pemantauan Pemantauan Mangrove untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim

Lokasi dan Waktu Aplikasi Sistem Pemantauan

Konsep Sistem Pemantauan Mangrove untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim mulai diujicobakan oleh peneliti BROL di Muara Porong pada tahun 2011. Kemudian, model sistem ini diaplikasi dan dikembangkan BROL di tiga lokasi (Gambar 2) dengan karakteristik berbeda yaitu:

1. Kawasan Estuari, restorasi mangrove: Hutan Mangrove Estuari Perancak di sekitar kantor BPOL, Desa Budeng, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, Bali (Tahun 2012 - sekarang);

2. Kawasan Hutan Pantai, hutan terdegradasi: Hutan Mangrove di area Stasiun Kelautan Universitas Riau di Kelurahan Purnama, Kecamatan Dumai Barat, Riau (Tahun 2015 – sekarang); serta

3. Kawasan Hutan Pantai, hutan konservasi: Mangrove Nusa Lembongan, Desa Jungut Batu, Kecamatan Nusa Penida, Kab. Klungkung, Bali (Tahun 2016 – sekarang).

Masterplan PUI Observasi Kelautan_BROL_2017 46 Hingga kini, sistem ini telah diaplikasikan di lebih dari 10 lokasi di Indonesia yang telah dibangun BROL dan mitra kegiatan penelitian, yaitu CIFOR dan Pusat Riset Kelautan – BRSDM KKP.

Gambar 12. Lokasi stasiun pemantauan mangrove BROL.

Output Yang Dihasilkan

1. Data dan informasi dinamika geomorfologi dan produktivitas mangrove yang berkaitan dengan kapasitas mangrove sebagai carbon sink.

2. Data dan informasi geomorfologi dan hidrologi yang berkaitan dengan kerentanan ekosistem mangrove terhadap SLR.

3. Network system pemantauan mangrove – SLR regional

4. Keikutsertaan dalam kerjasama penelitian Blue Carbon internasional: Blue Forest - GEF, Blue Cares – SATREPS, APN Mangrove Research.

5. Publikasi internasional:

1. Frida Sidik, David Neil, Catherine E. Lovelock. 2016. Effect of high sedimentation rates on surface sediment dynamics and mangrove growth in the Porong River, Indonesia. Marine Pollution Bulletin 107. doi:10.1016/j.marpolbul.2016.02.048 2. Catherine E. Lovelock, Donald R. Cahoon, Daniel A. Friess, Glenn R.

Guntenspergen, Ken W. Krauss, Ruth Reef, Kerrylee Rogers, Megan L. Saunders, Frida Sidik, Andrew Swales, Neil Saintilan, Le Xuan Thuyen, Tran Triet. 2015. The vulnerability of Indo-Pacific mangrove forests to sea-level rise. Nature 526. doi:10.1038/nature15538

Masterplan PUI Observasi Kelautan_BROL_2017 47

Dasar Pengajuan Produk Unggulan IPTEK

Sistem ini akan memberikan scientific basis yang dibutuhkan bagi kebijakan perubahan iklim, seperti Rencana Aksi National-Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) dan Nationally Determined Contribution (NDC), serta kebijakan pengelolaan dan konservasi mangrove di Indonesia. Sistem ini akan terus diaplikasi secara luas dengan dukungan informasi dan panduan teknis dalam bentuk publikasi cetak dan portal informasi.

Masterplan PUI Observasi Kelautan_BROL_2017 48

Dokumen terkait