• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Karakterisitik Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir Pantura Jakarta

4.2.3 Ekosistem Terumbu Karang

Dari hasil pengamatan dan studi literatur terkait dengan data ekosistem terumbu karang yang dianalisis mencakup luasan (sebaran habitat) dan persentasi tutupan karang hidup. Analisis sebaran ekosistem terumbu karang dilakukan dengan menggunakan analisis sistem informasi geografis. Berdasarkan interpretasi citra, ekosistem terumbu karang dijumpai di kepulauan Seribu yang merupakan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu hasil pemekaran dari Kotamadya Jakarta Utara sebagai induk.

Dilokasi kajian di sepanjang Pantai Utara Jakarta tidak ditemukan adanya ekosistem terumbu karang sehingga tutupan karang hidup bisa dikatakan sangat rendah atau tidak ada. Dimensi daya adaptasi pada pengukuran dan skor penilaian parameter tutupan karang hidup berada pada skor 1 (satu).

Ekosistem terumbu karang tidak berkembang baik di perairan Teluk Jakarta. Hal ini disebabkan oleh tingginya pencemaran dan suspensi padatan terlarut (sedimen) sehingga terumbu karang tidak dapat tumbuh dengan baik. 4.2.4 Sumberdaya Pesisir Pantura Jakarta

Berdasarkan hasil penafsiran dari citra satelit ALOS tahun 2006 melalui penerapan elemen-elemen penafsiran yang dikombinasikan dengan prosedur eliminasi dalam proses identifikasi dan pengecekan dengan kompilasi data digital dan hard copy peta Rupa Bumi Bakosurtanal, diperoleh beberapa kelas utama pada daerah pengamatan (area of interest/AOI) pada citra satelit kawasan pesisir

Teluk Jakarta yakni: 1) Vegetasi alami; 2) Tanaman budidaya; 3) Lahan termanfaatkan (non vegetasi); 4) Lahan terbuka; dan 5) Tubuh/badan air.

Menurut Amri K et al. (2008) menyatakan bahwa kawasan pesisir bagian barat Teluk Jakarta terdiri dari berbagai jenis pemanfaatan lahan mulai dari kegiatan pemukiman, perikanan budidaya tambak, pemancingan, kawasan konservasi hutan lindung/suaka marga satwa, pelabuhan pendaratan ikan (TPI), pelelangan, industri perikanan dan industri non perikanan, sarana transportasi (jalan) dan lalu lintas kapal. Pada lokasi tertentu masih dijumpai adanya jenis-jenis vegetasi (belukar dan tanaman keras) maupun vegetasi mangrove.

Populasi mangrove didominasi oleh tanaman bakau (Rhyzopora) dan api-api (Avicennia marina). Keberadaan dan kondisinya sudah dalam kondisi mengkhawatirkan, dimana populasi mangrove yang ada sudah banyak yang berkurang dengan kegiatan pembukaan dan pemanfaatan lahan pesisir. Hampir semua populasi mangrove yang ada di wilayah pesisir Teluk Jakarta tumbuh di perairan dangkal dengan kedalaman sekitar 1 meter dan sebagian lainnya berada pada lokasi pertambakan udang/ikan. Pada lokasi pantai tertentu terjadi penuruan kualitas pantai akibat abrasi/erosi, pembukaan lahan secara berlebihan, tumpukan sampah, sedimentasi yang mengakibatkan kekeruhan berlebihan pada badan air (muara sungai).

Vegetasi alami yang umum ditemui pada wilayah pesisir Teluk Jakarta adalah vegetasi hutan pantai dataran rendah yang umumnya didominasi ekosistem mangrove, semak, semak-belukar, dan semak rawa. Pada kawasan pantai yang tidak terkena genangan air dapat ditemukan tanaman/kebun kelapa, disamping itu juga ditemukan keberadaan hutan kota pada lokasi-lokasi tertentu. Tanaman budidaya tidak dikenali secara khusus karena umumnya terdeteksi secara tercampur (mixing) dengan pemukiman sehingga dalam analisa ini dikelompokkan kedalam kelompok ‘perkebunan mix pemukiman’. Lahan termanfaatkan dari pengamatan citra dapat dibedakan antara lahan pemukiman sebagai daerah hunian dan kawasan industri yang terpola atau terpusat pada suatu wilayah tertentu. Disamping itu, lahan termanfaatkan juga bisa diidentifikasi sebagai lahan untuk reklamasi pantai, lahan sawah pasang surut, lahan tambak budidaya ikan maupun udang. Pemanfaatan lainnya lahan pada lokasi

pengamatan yang memiliki luasan yang cukup besar adalah bandara (air port), lapangan terbuka, lapangan golf, dan taman rekreasi yang terdapat di kawasan tertentu. Khusus untuk badan air (water body) dengan mudah dapat dibedakan antara laut, danau, sungai maupun rawa.

Dari hasil penelitian Amri et al. (2006) menyatakan bahwa analisa tutupan lahan hasil interpretasi citra satelit ALOS Teluk Jakarta tahun 2006, ditetapkan atau ditemukan beberapa kelas penutupan lahan seperti tersebut di atas dengan luasan masing-masing kategori tutupan lahan seperti tertera pada Tabel 19, sementara sebaran spasialnya disajikan dalam peta Gambar 12.

Tabel 19 Persentase luasan masing-masing tutupan lahan dari daerah penelitian pesisir Teluk Jakarta

No Penutupan lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Awan 638,82 0,31 2 Bandara 1.731,18 0,83 3 Danau 196,48 0,09 4 Hutan Kota 59,94 0,03 5 Hutan Pantai 93,37 0,05 6 Kawasan Industri 3.699,08 1,78 7 Kebun kelapa 38,95 0,02 8 Lahan kosong 689,26 0,33 9 Lapangan golf 102,30 0,05 10 Laut 129.119,05 62,25 11 Mangrove 958,81 0,46 12 Pemukiman 20.723,91 9,99

13 Perkebunan mix pemukiman 10.036,20 4,84

14 Reklamasi pantai 15,38 0,01 15 Sawah 27.051,13 13,04 16 Semak 153,43 0,07 17 Semak rawa 186,19 0,09 18 Semak belukar 199,86 0,10 19 Sungai 402,54 0,19 20 Taman monas 85,41 0,04 21 Taman rekreasi 317,84 0,15 22 Tambak 10.934,28 5,27 Jumlah 207.433,20 100

Gambar 12 Penggunaan lahan sumberdaya pesisir Teluk Jakarta dan sekitarnya (Amri et al. 2008)

Dari Tabel 18 di atas terlihat persentase dan luasan masing-masing tutupan lahan yang luasnya sangat bervariasi, sementara dari Gambar 12 terlihat penyebaran spasial kelas penutupan lahan tersebut. Kelas laut (perairan) mendominasi luasan mencapai 62,2% dari total keseluruhan luas area pengamatan. Pemanfaatan lahan berupa sawah menempati urutan utama dalam pemanfaatan lahan pesisir Teluk Jakarta yang mencapai 13%, diikuti oleh pemukiman (9,99%), tambak (ikan maupun udang) sekitar 5,27% dan industri (1,78%). Khusus di daerah pantai, luasan hutan pantai dan mangrove yang terdeteksi di sepanjang Teluk Jakarta masing-masing tercatat 93,37 ha (0,045%) dan 958,81 ha (0,642%).

Secara umum terlihat bahwa tipe penutupan lahan di pesisir Teluk Jakarta yang paling dominan umumnya untuk kegiatan perikanan budidaya tambak ikan/udang, pelabuhan pendaratan ikan/TPI, pasar ikan, industri perikanan

Vulnerability Assessment in the North Coast Jakarta. Under supervisor by SETYO BUDI SUSILO and DJISMAN MANURUNG.

Coastal zone is vulnerable to sea level rise due to global warming. Coastal area in the North Coast of Jakarta is also vulnerable to the impact that could affect the sustainability of coastal zone management. A study has been conducted on this area to identify the level of coastal vulnerability index spatially (5 coastal districts) and determine the coastal vulnerability index and the predicted value of vulnerability in the future. Components of vulnerability following the division of Polsky, namely: exposure, sensitivity and adaptive capacity. Analysis of components based on data directly observable dimensions of vulnerability and the parameter value is transformation of quantitative and qualitative into scoring value of the coastal vulnerability index. The study shows that Coastal Vulnerability Index in the five coastal districts is moderate, namely: Koja (13.15), Cilincing (11.73), Tanjung Priuk (10.00), Pademangan (9.86) and Penjaringan (9.78). Prediction the vulnerability dynamic the next 10 years, 3 districts will experiences a high vulnerability (Penjaringan, Pademangan, and Cilincing) and 2 districts will experiences a very high vulnerability (Tanjung Priuk, and Koja).

1. PENDAHULUAN

Dokumen terkait