• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3. Pariwisata

2.3.5. Ekowisata

Konsep ekowisata bermula dari para konservasionis sebagai suatu strategi konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Konsep ini kemudian berkembang begitu cepat ke berbagai belahan dunia sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian sumberdaya alam dan ekosistemnya. Pola hidup back to nature telah menjadi gaya hidup dan kebanggaan masyarakat modern saat ini.

Istilah ekowisata pertama kali diperkenalkan oleh Hector Ceballos- Lascurain pada tahun 1988 (Mitchel, 1998; Furze et al., 1987; Wall et al., 1998) yang kemudian mendefinisikannya sebagai suatu perjalanan bertanggung jawab

ke lingkungan alami yang mendukung konservasi dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Sedangkan definisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society pada tahun 1990, yaitu suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat (Fandeli, 2000). Boo (1992) kemudian menuliskannya sebagai wisata-eko (eco-tourism) yang berarti wisata ekologis. Hal ini sangat dimungkinkan karena konsep ini dilahirkan atas kegiatan wisata yang dilakukan dengan memanfaatkan kondisi ekologis kawasan atau merupakan sebuah hubungan timbal balik antara kegiatan wisata dengan lingkungan alamiah. Selanjutnya, beberapa terminologi mengenai ekowisata yang banyak digunakan oleh berbagai pihak yang cenderung membingungkan seperti halnya: green tourism, low impact tourism, smale scale tourism, low density tourism, soft tourism dan lain sebagainya akan menimbulkan kerancuan dalam mencari bentuk pengembangan konsep tersebut dilapangan (Avenzora, 2003).

Konsep ini kemudian berkembang sangat pesat, dan mulai dikaitkan dengan tujuan konservasi dan presevasi. Tujuan konservasi merupakan upaya pelestarian terhadap berbagai potensi sumber daya tarik wisata dan lingkungan sekitarnya, sedangkan preservasi sebagai upaya untuk dapat mempertahankan segala sesuatu yang berkaitan dengan kelestarian nilai daya tarik dan lingkungan. dengan demikian ekowisata dinyatakan sebagai sebuah konsep wisata yang mendayagunakan dan mempertahankan kelestarian ekosistem dari lingkungan yang masih alami.

Goodwin (1996) mendefinisikan ekowisata sebagai sebuah bentuk perjalanan wisata ke kawasan yang masih alami yang dilakukan dengan tujuan konservasi lingkungan hidup dan melestarikan kehidupan serta kesejahteraan masyarakat lokal . Hal yang sama juga dinyatakan oleh Williams (1999) yang menyatakan ekowisata sebagai sebuah bentuk baru berwisata yang dilakukan secara bertanggung jawab kekawasan alami yang menciptakan industri wisata baru.

Australian Department of Tourism (Fandeli, 2000) memasukkan unsur pendidikan kedalam bentuk ekowisata ini dengan mendefinisikan ekowisata

adalah wisata yang berbasis pada alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Hal yang sapa dikemukakan oleh Keisler (1997) dan Weaver (2005), yaitu konsep ekowisata memiliki sifat pendidikan (edukasi) dimana kegiatannya mengajak penduduk setempat, pengunjung, wisatawan dan seluruh komponen yang terkait dengan penyelenggaraan dan atau pengelolaan agar lebih peka terhadap lingkungan, kelestarian sumber daya alan dan daya tarik wisata lainnya serta dapat memberikan kenangan dan kepuasaan wisatawan. Dari definisi ini terlihat bahwa usaha tersebut tidak hanya berorientasi pada kegiatan bisnis semata akan tetapi juga ikut berperan dalam upaya pelestarian sumber daya alam, lingkungan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

Dilain pihak, Supriatna (1995) melihat bahwa keterkaitan antara wisata alam merupakan berbagai jenis kegiatan wisata seperti: wisata massal, wisata petualangan, wisata berdampak ringan, dan kegiatan wisata yang memanfaatkan alam sebagai kawasan yang dituju oleh wisatawan, sehingga ekowisata juga merupakan bagian dari wisata alam yang definisi awalnya merupakan sebuah kegiatan wisata yang dilakukan di alam. Hal ini tentunya akan menimbulkan berbagai kerancuan mengenai konsep ekowisata, karena pada dasarnya ekowisata dilakukan sebagai sebuah kegiatan yang dikaitkan dengan lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan masyarakat sekitarnya (Kodhyat, 1998).

Selain itu ekowisata bertujuan menterpadukan pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan, membuka lapangan kerja baru bagi penduduk setempat, serta memberikan pendidikan kepada pengunjung tentang arti dan manfaat lingkungan (Wunder, 2000). Ecotourism Research Group (1996), sebuah organisasi masyarakat yang bergerak dalam bidang kepariwisataan di Amerika, memberikan pengertian yang lebih proaktif dengan menyatakan bahwa keutamaan ekowisata adalah untuk upaya pelestarian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal tanpa adanya intervensi dari pihak luar dalam perkembangan kawasan wisata.

Penelitian yang dilakukan oleh Fennel (2001) menunjukkan variasi pengertian mengenai ekowisata, tetapi terdapat beberapa unsur utama yang paling dominan dari penelitian tersebut yaitu usaha konservasi (41,2%) dan pada

kawasan alami (44,7%). Hal ini membuktikan bahwa pengertian dasar yang telah dibangun oleh Lascurain (1997) masih menjadi fokus utama dari konsep tersebut. Indikator yang dapat digunakan dalam konsep tersebut dilapangan dikembangkan oleh Fennels (2001), dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Unsur unsur penting dalam ekowisata

Unsur Sub unsur Jumah batasan %

Konservasi 33 41,2

Landasan Ekologi 29 34,1

Ekologi,budaya, ekonomi 28 32,9 Ekologi dan budaya 21 24,7 Ekologi dan ekonomi 6 7,1

Ekonomi 1 1,2

Tempat pelaksanaan Kawasan alami 38 44,7 Kawasan konservasi/lindung 3 3,5 Kawasan pedesaan 2 2,4 Kawasan belum dikembangkan 2 2,4 Pendidikan Pendidikan 9 10,6 Pemahaman 6 7,1 Interpretasi 4 4,7 Pembelajaran 4 4,7 Penelitian 3 3,5 Etika Penghormatan 7 8,2 Tanggungjawab 6 7,1 Manfaat setempat Ekonomi 19 22,4

Kesejahteraan 8 9,4 Pengembangan Masyarakat 1 1,2 Budaya Umum 38 44,7 Adat istiadat 3 3,5 Masyarakat Asli 1 1,2 Situs Purbakala 1 1,2 Misi usaha Bisnis/Pemasaran 9 10,6 Dampak Minimal/ rendah 13 15,3 Non consumptive 2 2,4

Pengelolaan Umum 7 8,2

Sumberdaya 2 2,4

Keberlanjutan Pembangunan berkelanjutan 21 24,7 Tujuan konservasi dan keberlanjutan 1 1,2 Sumber : dimodifikasi dari Fennels (2001) dalam Sekartjakrarini (2004)

Pengertian yang disepakati bersama diakui penting ketika pertemuan puncak ekowisata di Quebec, Canada, tahun 2002. Pertemuan ekowisata pertama terbesar di dunia tersebut dihadiri oleh ketiga kelompok pelakunya, yaitu: pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pertemuan ini menyepakati bahwa ekowisata bukanlah tujuan, namun suatu alat untuk konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Dalam kaitan ini, ekowisata seharusnya dipahami sebagai konsep operasional untuk menuju pembangunan pariwisata berkelanjutan, yang dicirikan bahwa ekowisata: 1) terkait dengan pemanfaatan lingkungan secara lestari; 2) berpihak

pada pembentukan masyarakat madani dan peka terhadap tata nilai budaya dan sosial masyarakat adat maupun masyarakat lokal; 3) mampu menjawab pergeseran nilai, minat, preferensi yang berkembang di sisi pasar; dan 4) mampu memberikan konstribusi terhadap pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Sehingga lahirlah pengertian ekowisata, yaitu : suatu konsep pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan pariwisata berbasis pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan, serta berintikan partisipasi aktif masyarakat, dan dengan penyajian produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimal, memberikan konstribusi positif terhadap pembangunan ekonomi daerah, dan diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan alam binaan, serta kawasan budaya (Sekartjakarini & N.K Legoh, 2004; Sekartjakrarini, 2009). Penerapan konsep ekowisata yang diberlakukan bagi kawasan-kawasan sebagaimana disebutkan dalam batasan tersebut, mengartikan bahwa konsep ini berlaku bagi pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata yang mengambil tempat di antara lain : kawasan konservasi hutan dan laut, kawasan budaya, kawasan pulau-pulau kecil dan pesisir, kawasan rural binaan dan pedesaan serta kawasan-kawasan lain yang memiliki kerentanan ekologis yang tinggi seperti misalnya kawasan karst dan kawasan esensial. Lebih lanjut Sekartjakrarini (2009) mengartikan bahwa ekowisata sebagai konsep pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata berbasis lingkungan alam dan budaya masyarakat setempat dengan azas pemanfaatan dan operasional yang berfokus pada :

1. perlindungan sumber-sumber untuk mempertahankan kelangsungan ekologi lingkungan kawasan (ecologically sustainable) dan kelestarian budaya masyarakat setempat;

2. pengelolaan operasional kegiatan dengan dampak lingkungan minimal/sekecil mungkin (enviro-management);

3. partisipasi dan pemberdayaan masyarakat setempat sebagai bagian dari upaya menyadarkan, memampukan, memartabatkan dan memandirikan rakyat menuju peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup, dengan bertumpu pada kegiatan usaha masyarakat itu sendiri, dan peningkatan keahlian profesi; dan 4. pengembangan dan penyajian atraksi wisata dalam bentuk program

Menurut Hafield (1995), suatu kegiatan wisata dapat dikatakan sebagai ekowisata jika telah memenuhi empat dimensi, yaitu : 1) dimensi konservasi, yaitu kegiatan wisata tersebut membantu usaha pelestarian alam setempat dengan dampak negatif seminimal mungkin; 2) dimensi pendidikan, yaitu wisatawan mendapatkan ilmu pengetahuan mengenai ekosistem, keunikan biologi, dan kehidupan sosial di tempat yang dikunjungi; 3) dimensi sosial/kemasyarakatan, yaitu masyarakat setempat yang menjadi aktor utama dalam penyelenggaraan kegiatan wisata tersebut; dan 4) dimensi ekonomi, yaitu menumbuhkan kegiatan perekonomian yang berbasis kemasyarakatan.

Sekartjakrarini (2009) merumuskan prinsip ekowisata, yaitu: 1) konservasi: melindungi melindungi dan melestarikan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (SDAHE); 2) edukasi dan rekreasi: penyajian produk-produk layak pasar yang bermuatan pendidikan, pembelajaran, dan rekreasi dari nilai-nilai karakteristik (alam dan budaya) setempat; 3) partisipasi dan interaksi masyarakat: melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, pengelolaan kawasan, termasuk kondisi sosial budaya masyarakat setempat yang berpotensi konflik, seperti penggunaan lahan oleh masyarakat (ladang, perkebunan, pertanian, pemukiman, dan lokasi pemanfaatan/ pengambilan hasil hutan non kayu); 4) ekonomi: pemanfaatan kawasan yang memberikan insentif ekonomi bagi masyarakat seperti kegiatan pariwisata yang bisa membuka berbagai peluang lapangan kerja, dan memberikan PAD kepada pemerintah daerah; dan 5) kendali: menekan dampak negatif dari rangkaian kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan kawasan dengan berpedoman pada aturan dan perundang- undangan yang berlaku.

Beberapa contoh penerapan konsep ekowisata: Pengembangan ekowisata di Belize

Pengembangan ekowisata di Belize berawal dari berkembangnya minat dan selera masyarakat terhadap kegiatan wisata yang berbasis pada sumber daya alam, lingkungan, dan nilai masyarakat lokal yang masih asli dan belum tercemar antara lain : bentang alam, cagar alam, kawasan sungai, atraksi budaya termasuk didalamnya upacara adat. Dalam pengembangan kawasan wisata di Cagar Biosfer Community Babon dan Cook Wildlife Sanctuary bertumpu pada:

1. Lingkungan yang masih asli

2. Pola perencanaan pengembangan kawasan yng dapat meningkatkan daya tarik wisata yang dapat menjamin kelestarian kawasan

3. Peningkatan pendapatan masyarakat lokal

4. Kerjasama antar sektor terkait dalam pengembangan kawasan 5. Partisipasi aktif dari masyarakat setempat

Manfaat yang dihasilkan dalam pengembangan kawasan dengan menggunakan konsep ekowisata dirasakan langsung oleh para stakeholdernya antara lain:

1. Terciptanya perlindungan dan pengendalian serta peningkatan mutu lingkungan

2. Sarana penciptaan iklim ramah lingkungan

3. Upaya pelestarian sumber daya alam dan penghargan terhadap gaya hidup pedesaan serta peningkatan nilai budaya lokal

4. Sumber pendapatan desa dan penciptaan lahan kerja baru. Pengembangan ekowisata di Equador

Pengembangan ekowisata di Equador merupakan sebuah model pengembangan kawasan wisata yang memanfaatkan taman nasional perlindungan hutan Amazon (Rain Forest Amazon), kawasan hidupan satwa liar (Catopaxi National Park) dan kawasan DAS Arkansas serta berbagai ODTW lainnya yang mempunyai keunikan bentang alam dan daya tarik ekosistem hutan tropis cagar budaya (Cultural Heritage) dan budaya khas masyarakat Indian yang sangat terkenal dan telah terpelihara sejak 800 tahun yang lalu. Dalam kawasan ini terdapat lebih dari 800 jenis pohon endemis, 600 jenis reptil dan berbagai keunikan lainnya .

Sistem pengembangan kawasan wisata tersebut lebih ditekankan pada : 1. Upaya pelestarian dan pengendalian Sumber Daya alam khususnya

lingkungan sekitar sungai serta perlindungan spesies liar.

2. Pembangunan sumber daya manusia berupa peningkatan kualitas pengelolaan obyek wisata, pemandu wisata dan pendidikan ekologi (Eko-Esquala- Ekology).

3. Pemberdayaan potensi masyarkat dalam penciptaan usaha kecil berupa kerajinan tangan, pengembangan hasil hutan non kayu, toko dan lain-lain. 4. Pengembangan infrstruktur wisata yang sangat khas ekologis (eko-lodge) dan

pengembangan jasa jasa angkutan.

5. Peningkatan kerjasama antr lembaga terkait, usaha swasta dan partisipasi amsyarakat yang dikembangkan dalam pola kegiatan lintas alam, sepeda gunung, bird watching dan wisata sungai (arung jeram, dayung dan kayaking).

Tujuan utama pengembangan ekowisata adalah sebagai kawasan pelestarian alam, sumber daya hayati dan nilai nilai tradisional; meningkatkan kegiatan pertanian dan peternakan; sebagai upaya untuk menghindari illegal logging; dan memberdayakan potensi masyarakat hutan dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya.

Dari tujuan tersebut dihasilkan lebih dari $250 juta pertahun dengan jumlah visitasi sebesar 10000 wisatwan per tahun, pemberdayakan potensi masyarakat sekitar dengan pemanfaatan kawasan multiguna, peluang kerja dan peluang berusaha dan menciptkan kawasan wisata yang menarik yang berdampak lingkungan rendah (Ecotourism Research Group 1996; 180).

Pengembangan Ekowisata di South East Quensland

Pengembangan wisata pada kawasan ini berorientasi pada citra lingkungan fisik yang ada dan menjadi daya tarik khas yang ditunjang oleh minat dan kemampuan ekonomi masyarakat serta aksesibilitas yang sangat tinggi. Potensi daya tarik yang merupakan obyek wisata antara lain : bentang alam yang sangat indah, keindahan pantai pasir emas yang dilatari oleh kaki gunung yang hijau (Green behind Gold), potensi sungai, budi daya pertanian dan hidupan liar.

Pengembangan ekowisata tersebut mencakup beberapa hal yaitu:

1. Prakarsa dan kegiatan ekowisata didasarkan oleh National Ecotourism Strategy yang dikeluarkan oleh Environment Australia (EA), yang bertujuan untuk mengenali berbagai isu yang berkaitan dengan strategi pengembangan wisata nasional

2. Metodologi yang tepat mengenai daya dukung, kemampuan untuk dapat menampung kegiatan wisata pada kawasan tersebut

3. Proses perencanaan yang mantap yang memudahkan untuk pengembang untuk menetapkan berbagai pilihan untuk berbagai kegiatan wisata

4. Identifikasi jalur jalur terkait, lokal dan regional termasuk kawasan kawasan yang dipergunakan oleh penduduk lokal

5. Kemitraan dan kooperatif untuk pengutan antar lembaga yang bertanggung jawab terhadap manajemen , perencanaan antar sektor publik dan swasta 6. Peran serta masyarakat yang bertumu pada perencanaanprinsip prisip

penting yang menguntungkan masyarkat lokal .

Sistem pengembangan kawasan tersebut bertumpu pada : lingkungan alam yang masih asli dan belum tercemar, manfaat sosial ekonomi masyarakat sebagai tuan rumah (host), peningkatan pemahaman akan pentingnya pelestarian lingkungan , nilai budaya serta pengalaman , keberlanjutan ekologis dan tidak menurunkan mutu lingkungan, dan pola manajemen yang menjamin keberlangsungan pengelolaan.

Dari sistem dan pengembangan kawasan maka diperoleh manfaat sebagai berikut (Project Quensland state Goverment 1993 : 89):

1. Terciptanya strategi pengembangan yang mantap

2. Terciptanya mekanisme kerja antar lembaga yang bertanggung jawab serta manajemen antar sektor publik dan swasta

3. Terciptanya sumber data lingkungan yang memadai dengan mengidentifikasi berbagai aspek, dampak serta kegiatan pembangunan yang dilakukan pada kawasan tersebut

4. Adanya pendekatan terkoordinasi untuk mencegah duplikasi dan tumpang tindih antar lembaga

5. Adanya peran serta antara berbagai pihak serta

III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kawasan Suaka Margasatwa Nantu, Kawasan Hutan Lindung Boliyohuto, dan Kawasan Hutan Produksi Terbatas Boliyohuto, yang sedang dalam pengajuan sebagai Taman Nasional Nantu-Boliyohuto di Kabupaten Gorontalo Propinsi Gorontalo (Gambar 3.1.). Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2007 – Juli 2009.

Gambar 3.1. Lokasi Penelitian di CTN Nantu-Boliyohuto

Dokumen terkait