• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DALAM PERJANJIAN

E. Eksekusi Hak Tanggungan Pada Kredit Macet

Eksekusi adalah suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara. Tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata.16

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

14

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Revisi (Jakarta : Kencana, 2011), h., 71

15

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Revisi (Jakarta : Kencana, 2011), h., 73

16

Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), h., 1

beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahn yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.17

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada pengaturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan serta norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat.18

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis-normatif, yaitu penelitian yang menggunakan studi hukum (normatif). Maka dalam studi hukum, pendekatan yang dilakukan adalah Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) dan Pendekatan konsep (Conceptual Approach).

Undang-Undang Untuk Meneliti Aturan-aturan yang menbahas mengenai pengaturan pemberian kredit dengan jaminan dan eksekusi jaminan oleh bank. Sedangkan pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep pemberian kredit. Dengan pendekatan ini, Penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang akan dibahas.19

17

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986,

Cet- III), h., 42

18

Soerdjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di dalam

Penelitian Hukum (Jakarta: Pusat Dokumentasi Universitas Indoesia, 1979), h., 18

19

3. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder, yaitu : a. Data primer : Merupakan bahan penelitian yang berupa fakta-fakta

empiris sebagai perilaku maupun hasil perilaku manusia. Baik dalam bentuk perilaku verbal perilaku nyata, maupun perilaku yang terdorong dalam barbagai hasil perilaku atau catatan-catatan/ arsip.20 Data primer diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian yaitu dengan cara wawancara langsung dan observasi atau pengamatan secara langsung dilapangan

b. Data sekunder ; Merupakan bahan hukum dalam penelitian yang di ambil dari studi kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Data sekunder diperoleh dengan studi dokumentasi dan penelusuran literatur yang berkaitan dengan kartu kredit dan kredit bermasalah dan teori yang mendukungnya.

c. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya

memiliki suatu autoritas mutlak dan mengikat. Berupa ketentuan hukum yang mengikat seperti, peraturan perundang-undangan, catatan resmi dan lain-lain yang berkaitan dengan kredit dan kredit bermasalah.

d. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap/ mengenai bahan hukum primer. Seperti doktrin, jurnal, karya ilmiah dibidang hukum dan lain-lain.

20

e. Bahan hukum tersier ( non hukum) adalah bahan hukum yang relevan seperti kamus hukum, ensiklopedia dan kamus hukum lain yang masih relevan.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat diruang perpustakaan.21 Data diperoleh dengan membaca literature-literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian seperti : buku-buku tentang Hukum Perbankan dan Hukum Jaminan, jurnal, artikel, maupun informasi yang ada dimedia cetak maupun elektronik.

5. Satuan Pengamatan dan Satuan Analisis

a. Satuan pengamatan adalah satuan tempat untuk memperoleh informasi tentang satuan analisis. Pada penelitian ini yang menjadi satuan pengamatan adalah Putusan Nomor : 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg.

b. Satuan analisis adalah objek yang menjadi pusat perhatian yang dari padanya terkandung informasi yang ingin diketahui. Sedangkan yang menjadi satuan analisis adalah kredit bermasalah pada perjanjian kredit dengan jaminan.

21

Syamsir Salam dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta : UIN Press, 2006), h., 4

6. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analitis, yaitu metode yang berusaha mengumpulkan data yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. 22

7. Pedoman Penulisan Skripsi

Penulisan dan penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2015.” G. Sistematika Penulisan

Pada penulisan skripsi ini disusun berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015”

dengan sistematika yang terbagi dalam 5 (lima) bab. Dimana masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-bab sesuai pokok-pokok pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perincian sebagai berikut :

Pada bab satu ini berisi tentang latar belakang penulisan skripsi, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (review) studi terdahulu, kerangka teoritis dan konseptual, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

22

Bab ke dua berisi tentang, pengaturan kredit dan jaminan kredit perbankan. Dalam bab ini menguraikan tinjauan umum tentang kredit dan jaminan kredit serta aturannya di dalam undnag-undang.

Bab tiga berisi tentang penyelesaian kredit bermasalah dalam perjanjian kredit dengan jaminan dan eksekusinya. Dalam bab ini menguraikan penyelesaian kredit bermasalah serta eksekusi jaminan kredit.

Bab empat berisi tentang analisis penyelesaian kredit bermasalah pada perjanjian kredit dengan jaminan (analisis putusan nomor : 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg). Dalam bab ini penulis menganalisis tentang putusan yang diangkat yang merupakan inti dari permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

Bab lima berisikan seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya,yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini. Pada bab ini dilengkapi dengan saran-saran penulis.

18

A. Tinjauan Umum Tentang Kredit

Kredit adalah istilah yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Perkataan kredit bukan hanya dikenal oleh masyarakat perkotaan, tetapi juga dikenal oleh masyarakat di pedesaan. Para karyawan, ibu rumah tangga, bahkan masyarakat sekarang ini banyak melakukan kegiatan konsumsi melaui kegiatan perkreditan. Hal ini menandakan bahwa kredit sudah menyapu dengan pola dan gaya hidup masyarakat, baik di kota maupun di desa.1

Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti

kepercayaan (truth atau faith). Oleh karena itu dasar dari kredit ialah kepercayaan.

Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan.2

Dalam praktek dunia perbankan, pemberian fasilitas kredit oleh bank kepada nasabahnya akan dimulai dengan diajukannya permohonan atau aplikasi oleh nasabah. Aplikasi yang diajukan nasabah harus dilengkapi dengan data yang dikehendaki bank. Selanjutnya berdasarkan data tersebut bank akan menganalisis

1

Julius R. Latumaerissa, Mengenal Aspek-Aspek Operasi Bank Umum (Jakarta : Bumi Aksara, 1999), h., 43

2

Thomas Suyatno, dkk, Dasar – Dasar Perkreditan Edisi Keempat (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995), h., 12

sesuai dengan ketentuan dan prosedur untuk sampai pada satu keputusan, disetujui atau tidak permohonan kredit yang diajukan.

Dengan tingkat persaingan sekarang, setiap bank berupaya untuk memberikan pelayanan yang cepat kepada para nasabahnya, termasuk dalam menentukan jangka waktu lamanya suatu permohonan kredit harus diputuskan. Berkaitan dengan jangka waktu pemutusan kredit, ada bank yang menentukan pemutusan dua minggu, satu minggu, bahkan ada yang beberapa hari.

1. Kredit Menurut Undang-Undang Perbankan

Kredit atau biasa disebut Pembiayaan dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dijelaskan pada Pasal 1 ayat (25), Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan

istishna‟;

d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 (UU Perbankan) mendefinisikan kredit sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Berdasarkan pasal tersebut terdapat beberapa unsur perjanjian kredit yaitu :

a. Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu; b. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

bank dengan pihak lain

c. Terdapat kewajiban pihak peminjam untuk melunasi utangnya dalam jangka waktru tertentu;

d. Pelunasan utang yang disertai dengan bunga.

Unsur pertama dari Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu; uang di sini seiogianya ditafsirkan sebagai sejumlah dana (tunai dan saldo rekening giro) baik dalam mata uang rupiah

maupun valuta asing. Dalam pengertian “penyediaan tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu” adalah cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari, pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang (factoring) dan

pengambilalihan (pembelian) kredit atau piutang dari pihak lain seperti negosiasi hasil ekspor.

Unsur kedua dari kredit adalah persetujuan atau kesepakatan antara bank dan debitur. Sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata, agar suatu perjanjian menjadi sah diperlukan empat syarat, yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan untuk membuat perjanjian, terdapat obyek tertentu dan ada suatu kausa (cause) yang halal. Selain kesepakatan antara debitur dan kreditur juga

diperlukan ketiga syarat lain tersebut di atas sebagai dasar untuk menyatakan sahnya suatu perjanjian.

Unsur ketiga dari kredit adalah adanya kewajiban debitur untuk mengembalikan jumlah keseluruhan kredit yang dipinjam kepada kreditur dalam 1 vide Pasal 1 angka 11 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 jangka waktu tertentu. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari adanya hubungan pinjam meminjam antara debitur dan kreditur.

Unsur yang terakhir adalah adanya pengenaan bunga terhadap kredit yang dipinjamkan. Bunga merupakan nilai tambah yang diterima kreditur dari debitur atas sejumlah uang yang dipinjamkan kepada debitur dimaksud. Selain

pengertian mengenai Kredit sebagaimana dimaksud di atas, dalam UU Perbankan juga dikenal adanya Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang merupakan bentuk penyediaan dana yang dilakukan oleh Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

2. Regulasi Bank Indonesia Terkait Pemberian Kredit

Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang Otoritas

Jasa Keuangan atau biasa disebut OJK. Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan selain yang

diatur dalam pasal tertentu, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK membantu

Bank Indonesia melakukan himbauan moral kepada Perbankan.

Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Namun mengingat sebagai lembaga intermediasi, sebagian besar dana bank

berasal dari dana masyarakat, maka pemberian kredit perbankan banyak dibatasi oleh ketentuan undang-undang dan ketentuan Bank Indonesia.

Menurut ketentuan Pasal 1 butir 5 Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utang setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Uundang-Undang Perbankan telah mengamanatkan agar bank senantiasa berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan usahanya, termasuk dalam memberikan kredit. Selain itu, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan juga menetapkan peraturan-peraturan dalam pemberian kredit oleh perbankan. Salah satunya adalah Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum.

Sebagaimana telah dikemukakan, bank dalam melakukan kegiatan usaha terutama dengan menggunakan dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus berpegang pada azas-azas perkreditan yang sehat guna melindungi dan memelihara kepentingan dan kepercayaan masyarakat.

Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan azas-azas perkreditan yang sehat, maka diperlukan suatu kebijakan perkreditan yang tertulis. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum untuk memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan pedoman penyusunan kebijakan perkreditan bank dalam SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995. Berdasarkan SK Dir BI tersebut, Bank Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang disetujui oleh dewan komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :

a. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan; b. Organisasi dan manajemen perkreditan; c. Kebijakan persetujuan kredit;

d. Dokumentasi dan administrasi kredit; e. Pengawasan kredit;

f. Penyelesaian kredit bermasalah.

Kebijakan perkreditan bank dimaksud wajib disampaikan kepada Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditan bank wajib mematuhi kebijakan perkreditan bank yang telah disusun secara konsekuen dan konsisten.

3. Penggolongan Kredit

Beragam jenis usaha, menyebabkan beragam pula kebutuhan akan dana. Kebutuhan dana yang beragam menyebabkan jenis kredit juga menjadi beragam. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dana yang diinginkan nasabah. Secara umum penggolongan kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain :3

1) Dilihat dari Segi Kegunaan a. Kredit Investasi

Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk keperluan usaha atau membangun proyek atau pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. Contoh kredit investasi misaalnya untuk membangun pabrik atau membeli mesin-mesin. Masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan dibutuhkan modal yang relative besar pula.

b. Kredit Modal Kerja

Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Sebagai contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.

3

2) Dilihat dari Segi Tujuan Kredit a. Kredit Produktif

Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. Sebagai contohnya kredit untuk membangun pabrik yang nantinya akan menghasilkan barang dan kredit pertanian akan menghasilkan produk pertanian, kredit pertambangan menghasilkan bahan tambang atau kredit industrin akan menghasilkan barang industry.

b. Kredit Konsumtif

Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribaadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh kredit perumahan, kredit mobil pribadi, kredit perabotan rumah tangga, dan kredit konsumtif lainnya.

c. Kredit Perdagangan

Merupakan kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan untuk membiayai aktivitas perdagangannya seperti untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli

barang dalam jumlah besar. Contoh kredit ini misalnya kredit ekspor dan impor.

3) Dilihat dari Segi Jangka Panjang a. Kredit jangka pendek

Merupa kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kredit. Contohnya untuk peternakan, misalnya kredit pertenakan ayam atau jika untuk pertanian misalnya tanaman padi atau palawija.

b. Kredit jangka menengah

Jangaka waktu kreditnya berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga tahun dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi. Sebagai contoh kredit untuk pertanian seperti jeruk atau pertenakan kambing.

c. Kredit jangka panjang

Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling apanjang. Kreedit jangka panjang waktu pengembaliannya diatas tiga tahun atau lima tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet , kelapa sawit atau manufaktur dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.

4) Dilihat dari Segi Jaminan a. Kredit dengan jaminan

Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak beerwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi minimal senilai jaminan aatau untuk kredit tertentu jaminan harus melebihi jumlah kredit yang diajukan si calon debitur.

b. Kredit tanpa jaminan

Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitaas atau nama baik si calon debitur selama berhubungan dengan bank atau pihak lain.

5) Dilihat dari Segi Sektor Usaha

a. Kredit pertanian, meerupakan kredit yang dibiayai untuk sector perkebunan atau pertanian

b. Kredit peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk sector peternakan baik jangka pendek maupunjangka panjang.

c. Kredit industry, merupakan kredit yang diberikan untuk membiayai industry, baik industry kecil, industry menengah atau industry besar.

d. Kredit pertambangan, merupakan kredit yang diberikan kepada usaha tambang.

e. Kredit pendidikan, murapakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa.

f. Kredit profesi, merupakan kredit yang diberikan kepada para kalangan professional seperti dosen, doketr atau pengacara.

g. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan dan biasanya berjangka panjang. Dan sektor-sektor lainnya.

4. Wanprestasi Dalam Kredit

Wanprestasi biasa disebut juga dengan istilah “cidera janji”. Dalam bahasa Inggris, wanprestasi sering disebut dengan “default” atau

nonfulfillment” atau “breach of contract” adalah tidak dilaksanakannya suatu

prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama, seperti yang tersebut dalam kontrak yang bersangkutan.

Wanprestasi dalam kredit adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.4

4

Ah Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum Positif & Hukum

Konsekuensi yuridis dari tindakan wanprestasi adalah timbul hak dari pihak yang dirugikan dalam kontrak tersebut untuk menuntut ganti kerugian dari pihak yang telah merugikannya, yaitu pihak yang telah melakukan wanprestasi.5

Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur atau Juru Sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau Juru Sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa pesoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilan yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak6

B. Hubungan Jaminan Dalam Perjanjian Kredit

Pada dasarnya istilah jaminan berasal dari kata “jamin” yang berarti

“tanggung”, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan.7 Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998, Pasal 1 angka 23 tentang Perbankan, Jaminan adalah keyakinan atas kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikannya.

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh ke dua pihak atau lebih, masing-masing sepakat untuk menaati apa yang tesebut

5

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2012) h., 17

6

Ah Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum Positif & Hukum

Islam (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h., 49

7

Ah Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum Positif & Hukum

dalam persetujuan itu. Perjanjian Kredit adalah perjanjian pokok (principal) yang

bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah

assessor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian

pokok. Arti riil ialah bahwa terjadinya pejanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur.8

Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dalam kegiatan pinjam-meminjam uang yang terjadi di masyarakat dapat diperhatikan bahwa umumnya sering dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi pinjaman.

Kegiatan pinjam-meminjam uang yang dikaitkan dengan persyaratan penyerahan jaminan utang banyak dilakukan oleh perorangan dan berbagai badan usaha. Dalam pelaksanaan penilaian jaminan utang dari segi hukum, pihak pemberi pinjaman seharusnya melakukannya menurut (berdasarkan) ketentuan hukum yang berkaitan dengan objek jaminan utang dan ketentuan hukum tentang penjaminan utang yang disebut sebagai hukum jaminan.

Sementara itu, bank konvensional (bank yang melakukan kegiatan usaha

Dokumen terkait