Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
HILDA ISRAA NIM : 1111048000034
KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
HILDA ISRAA NIM : 1111048000034
KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
iv
Putusan Nomor : 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. x + 80 halaman+ 62 halaman lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme penyelesaian kredit bermasalah dengan perjanjian kredit menggunakan jaminan atau agunan. Latar belakang penelitian ini adalah penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan oleh bank serta eksekusi benda yang dijaminkan jika terjadi cidera janji atau wanprestasi pada debitur, seperti kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Kupang No. 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg, dimana Debitur telah cidera janji dan merugikan pihak bank sebagai kreditur yang memberikan pinjaman. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian library research, yang mengkaji berbagai dokumen terkait dengan penelitian. Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Selanjutnya ada tigabahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa pihak Bank telah melakukan penyelesaian kredit bermasalah dan melakukan eksekusi benda yang dijaminkan sesuai dengan Pasal 1155 KUH Perdata, Pasal 15 ayat (3) jo. Pasal 29 Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia) dan Pasal 6 jo. Pasal 20 Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan. Putusan tersebut menurut penulis sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini terkait dengan Perjanjian Kredit dengan Jaminan.
Kata Kunci : Kredit Bermasalah, Perjanjian Kredit, Eksekusi Jaminan
Pembimbing : 1. Dra. Hafni Muchtar, SH., MH., MM.
2. Dedy Nursamsi, SH., M.Hum
v
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Tiada daya dan upaya
kecuali dengan pertolongan, bimbingan dan berkah dariNya. Shalawat serta salam
selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga,
sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Tiada cipta karya yang dapat
terlaksana melainkan atas petunjuk dariNya. Berkat rahmat dan ridho dariNya,
penulis dapat mengenyam pendidikan sampai jenjang ini, dan akhirnya penulis
sampai pada saat yang membahagiakan dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“MEKANISME PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH PADA PERJANJIAN
KREDIT DENGAN JAMINAN (Analisis Putusan Nomor : 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg)”
Dalam penulisan dan penyelesaian ini tentu tidaklah mudah. Namun, segala
hambatan menjadi ringan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.
2. Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum, Bapak Drs. Asep
Syarifuddin Hidayat, SH., MH dan Abu Thamrin, SH., M.Hum
3. Pembimbing Skripsi Penulis, Ibu Hafni Muchtar, SH., MH., MM. dan Bapak
vi
4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan
dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan bagi penulis.
5. Kedua orang tua Penulis, Ayahanda tercinta Alm. Hailir Manurung dan
Ibunda tersayang Maghdalena Simamora. Terimakasih atas kasih sayang,
motivasi, dukungan, doa, perhatian, ilmu pengetahuan, arti kedisiplinan, serta
segala hal yang selalu diberikan dengan tulus sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri. Terima
kasih atas Do’a – do’a yang selalu dipanjatkan, nasehat, serta semangat untuk
terus menuntut ilmu.
6. Abang – abang dan Kakakku tersayang yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada Penulis sampai dengan selesainya skripsi ini, khususnya
Kakakku Annisaa Naba’a. Terima kasih atas segala dukungan, perhatian, dan
kasih sayang yang telah kalian berikan.
7. Sahabat terbaik Penulis, Khoiriyah, yang telah menemani Penulis sejak dari
Sekolah Dasar sampai dengan menemani Penulis dalam pendaftaran masuk
UIN Jakarta. Terima kasih atas jasa dan kebaikanmu selama ini yang selalu
vii
support dan semangat kepada Penulis. Terima kasih untuk kalian semua,
semoga segala kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT.
9. Vinsensius Fererius Antares Thomas yang telah banyak membantu Penulis
dan menemani Penulis dalam penyusunan sampai dengan selesainya skripsi
ini. Terima kasih atas perhatian, kasih sayang, serta waktu yang telah
diberikan untuk Penulis.
10.Teman-teman seperjuangan penyusunan skripsi Rachmatsyah Akbar, Fanny
Fatwati Putri, Tazkiatun Nafs Az Zahra, Novita Akria Putrid an yang lainnya
yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas dukungan dan
semangat yang kalian berikan.
11.Teman-teman seperjuangan Ilmu Hukum angkatan 2011 khususnya Ilmu
Hukum A, kepada Shinta, Tazkia, Chairunisa, Septiana, Ida, Fanny, Dhurifah,
Endang, Sri, Ummu, Novita, yang telah mewarnai kehidupan dibangku
perkuliahan selama delapan semester ini. Teman-teman Hukum Bisnis dan
Kelembagaan Negara yang lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu
per-satu. Terima kasih karena telah banyak membantu penulis dan memberikan
dukungan.
viii
dari setiap kegiatan yang banyak memberikan manfaat, ilmu pengetahuan,
serta pengalaman yang sangat menginspirasi.
13.Teman-teman KKN Sagara, Ayas, Dani, Sulton, Soghi, Hakim, Muhyidin,
Pram, Jali, Owi, Hadyan, Opitasari, Rosabella, Ayu, Ndu dan Anisa. Yang
telah memberikan banyak kenangan selama KKN kepada penulis. Terima
kasih untuk kalian semua.
Atas seluruh bantuan dari semua pihak baik material maupun immaterial,
Penulis berdoa semoga Allah SWT memberi balasan yang berlipat. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan bagi
pembaca umumnya
Jakarta,23 September 2015
ix
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ... 8
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9
F. Metode Penelitian ... 12
G. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II HUBUNGAN JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT A. Tinjauan Umum Tentang Kredit ... 18
1. Kredit Menurut Undang-Undang Perbankan ... 19
2. Regulasi Bank Indonesia Terkait Pemberian Kredit ... 22
3. Prinsip Pemberian Kredit ... 25
x
3. Jaminan Kredit Sebagai Pengaman Pelunasan Kredit ... 35
4. Pengikatan Jaminan ... 36
BAB III PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN DAN EKSEKUSINYA A. Kredit Bermasalah Dan Penyebabnya ... 37
B. Kedudukan Kreditur Pemegang Benda Jaminan / Hak Tanggungan ... 40
C. Mekanisme Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada Perjanjian Kartu Kredit Dengan Jaminan ... 42
D. Eksekusi Jaminan ... 47
E. Eksekusi Hak Tanggungan Pada Kredit Macet ... 48
BABIV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KUPANG NOMOR 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg A. PT Bank Central Asia Tbk ... 57
B. Posisi Kasus ... 58
1. Pihak yang berperkara ... 58
2. Pertimbangan Hukum ... 63
xi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 79
1
A. Latar Belakang Masalah
Mengenal dan memahami bisnis perbankan di Indonesia merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari mengenal dan memahami perekonomian
Indonesia. Sangat erat kaitannya antara kestabilan perbankan dengan kestabilan
perekonomian, demikian pula sebaliknya. Dengan begitu, peran yang diemban
oleh lembaga perbankan ini sedemikian besarnya sehingga sangat sulit bagi kita
untuk mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang baik tanpa didukung penuh
oleh lembaga perbankan.1
Perbankan menurut Undang-Undang adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang bank: mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Dalam Undang-Undang
dijelaskan bahwa sektor perbankan memiliki posisi strategis sebagai lembaga
intermediasi dan penunjang sistem pembayaran. Pada saat ini, lembaga keuangan
tidak hanya melakukan kegiatan berupa pembiayaan investasi perusahaan, namun
juga berkembang menjadi pembiayaan untuk sektor konsumsi, distribusi, modal
kerja, dan jasa lainnya.2
1
Augustinus Sipahutar, Mangasa. Persoalan-Persoalan Perbankan Indonesia (Jakarta : Gorga Media, 2007), h., 5
2
Salah satu produk perbankan adalah memberikan kredit, atau dalam
perbankan syariah dikenal dengan istilah pembiayaan. Dalam kegiatan bank
melakukan pemberian kredit, sudah pasti akan terjadi suatu perjanjian kredit.3 Perjanjian kredit adalah perjanjian pemberian kredit antara pemberi kredit
dengan penerima kredit. Apabila kreditur dan debitur telah membuat perjanjian,
maka lahirlah hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak. Kreditur
berkewajiban menyerahkan uang yang diperjanjikan dengan hak untuk menerima
kembali uang tersebut dari debitur tepat pada waktunya disertai bunga dan biaya.4 Sekarang ini hampir tidak ada satu kehidupan ekonomi yang tidak
bersentuhan dengan bank, khususnya yang berkenaan dengan pendanaan usaha di
bidang industri, perdagangan bahkan dibidang kehidupan rumah tangga biasa.5 Kegiatan pembangunan di bidang ekonomi tentu membutuhkan
penyediaan modal yang besar. Demikian pula halnya dengan suatu usaha yang
bergerak dalam bidang ekonomi dalam upaya meningkatkan proses produksinya
akan membutuhkan pendanaan seperti sebagai salah satu sumber dana yang
diantaranya dalam bentuk penyediaan perkreditan.
Dalam praktek perbankan untuk lebih mengamankan dana yang disalurkan
bank (kreditur) kepada peminjam (debitur) diperlukan pengaman berupa jaminan.
Adapun jaminan yang banyak digunakan adalah jaminan tanah didasarkan pada
3
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis (Bandung : ALUMNI, 1994), h., 107
4
Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis, Jaminan Fidusia (Jakarta : Radja GrafIndo Perkasa, 2000), h., 2
5
pertimbangan bahwa tanah paling aman dan mempunyai nilai ekonomi relatif
tinggi. Jaminan hak tanggungan berupa tanah dianggap paling aman dan efektif
karena mudahnya dalam mengidentifikasi obyek hak tanggungan, jelas dan pasti
eksekusinya. Disamping itu, hutang yang dijamin dengan hak tanggungan harus
dibayar terlebih dahulu dari tagihan lainnya dengan uang hasil pelelangan tanah
yang menjadi obyek hak tanggungan.6
Hak dan kewajiban debitur dalam perjanjian pinjam meminjam uang atau
perjanjian kredit bersifat timbal balik dengan hak dan kewajiban kreditur. Bagi
Perbankan pemberian kredit kepada dunia usaha selalu mengandung resiko,
namun selama kedua belah pihak melaksanakan hak dan kewajibannya dengan
baik maka tidak akan terjadi perselisihan.
Oleh karenanya untuk mengamankan pengembalian dana yang disalurkan
perlu dilakukan pengikatan jaminan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) telah memberikan pengaman kepada kreditur dalam menyalurkan
kredit kepada debitur, yakni dengan memberikan jaminan khusus Jaminan khusus
berupa kebendaan yang diminta oleh bank dalam penyaluran kredit merupakan
realisasi dari prinsip kehati-hatian perbankan (Prudential banking principle).7 Sehubungan dengan hal tersebut dalam Hukum Perdata dikenal dua jenis
hak kebendaan berdasarkan sifatnya, yaitu hak kebendaan yang memberikan
6
Agus Yudha Hernoko, Lembaga Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Penunjang Kegiatan
Perkreditan Perbankan Nasional (Surabaya : UNAIR, 1998), h.,7
7
kenikmatan dan hak kebendaan yang memberikan jaminan. Hak kebendaan yang
bersifat memberi jaminan ini senantiasa tertuju pada benda orang lain, baik benda
bergerak atau tidak bergerak.8
Fungsi jaminan kebendaan dalam suatu pinjaman hanya sebagai tambahan
saja, bukan yang utama. Artinya, jika analisis kreditor menyatakan bahwa seorang
debitur tidak dapat dipercaya, maka ketidak percayaan tersebut tidak dapat diganti
dengan pemberian suatu jaminan utang.9
Oleh karena itu, peranan penting dari jaminan tersebut adalah guna
memberikan hak dan kekuasaan kepada bank selaku kreditur untuk mendapatkan
pelunasan dengan barang-barang jaminan tersebut, apabila pihak peminjam
(debitur) cidera janji tidak membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah
ditetapkan dalam perjanjian. Hal itu mungkin saja terjadi, karena tidak semua
nasabah yang mendapatkan pinjaman dari bank dapat menggunakan dananya
dengan benar dan berhasil. Fakta yang sering kali terjadi dilapangan adalah
debitur terlambat dalam melakukan pembayaran baik cicilan maupun bunga. Hal
ini pada akhirnya dapat menimbulkan masalah kemacetan, atau biasa disebut
dengan kredit bermasalah/kredit macet.
Kredit bermasalah merupakan bagian dari pengelolaan kredit bank, karena
kredit bermasalah itu sendiri risiko yang dihadapi oleh bisnis perbankan. Hampir
semua perbankan memiliki kredit bermasalah, bahkan dalam beberapa kasus,
8
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata, Hukum Benda (Yogyakarta : Liberty, 2000), h., 96
9
kredit bermasalah di Indonesia berakhir ke penutupan beberapa bank. Sebagai
lembaga bisnis, perbankan harus meminimalisir kredit bermasalah tersebut
sehingga kepercayaan masyarakat ke perbankan akan tetap terjaga.10
Seperti kasus yang terjadi di Kupang, NTT pada Putusan Pengadilan
Negeri Kupang Nomor 73/Pdt.G/ 2013 PN.Kpg terkait dengan penyelesaian
kredit bermasalah atau macet pada perjanjian kredit dengan jaminan oleh PT
Bank Central Asia Tbk kepada Nasabahnya Irwan Marloanto yang sudah
menunggak dalam pembayaran cicilan kreditnya kepada pihak BCA sehingga
pihaknya mengirimkan surat teguran pembayaran pinjaman guna menyelesaikan
kredit bermasalah/macet ini.
Namun nasabah BCA tersebut, yakni Irwan tidak menggubris surat
teguran tersebut. Sampai pada surat teguran pembayaran pinjaman yang ketiga
tetap tidak ada itikad baik dari Irwan selaku debitur atau nasabah BCA untuk
melunasi pinjaman yang sudah menunggak. Pihak BCA yang menyadari tidak
adanya itikad baik dari debitur, akhirnya melakukan pengumuman pelelangan aset
atas jaminan pinjaman yang di tangguhkan kepada BCA melalui Koran Pos
Kupang. Irwan yang mengetahui pengumuman pelelangan aset jaminannya di
Koran Pos Kupang merasa sangat dirugikan secaara inmateriil dan merugikan
kredibilitas dan nama baiknya, sehingga Irwan menggugat PT Bank Central Asia
Tbk pada Pengadilan Negeri Kupang.
10
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Mekanisme Penyelesaian Kredit
Bermasalah Pada Perjanjian Kredit Dengan Jaminan (Analisis Putusan
Nomor : 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg)”
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Pada sub bab ini penulis membagi menjadi dua pembahasan yaitu tentang
pembatasan masalah dan perumusan masalah yang penjelasannya sebagai berikut:
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, agar
pembahasan permasalahan skripsi ini tidak melebar dan lebih fokus pada
masalah, mengingat luasnya cakupan mengenai permasalahan kredit di dunia
Perbankan Indonesia, maka permasalahan ini penulis batasi hanya dilihat dari
mekanisme penyelesaian kredit bermasalah/macet pada perjanjian kredit
dengan jaminan dan proses eksekusi pelelangan yang ditinjau dari segi
yuridis, yaitu berdasarkan ketentuan Peraturan Bank Indonesia dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku pada saat ini.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang penulis batasi, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana mekanisme penyelesaian kredit bermasalah dalam perjanjian
b. Bagaimana pelaksanaan eksekusi jaminan/ hak tanggungan atas alasan
debitur cidera janji?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan skripsi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan
penulisan secara umum dan tujuan penulisan secara khusus. Adapun
penjabaran dari tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
Tujuan khusus dari penulisan skripsi ini adalah :
1) Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian kredit bermasalah pada
perjanjian kredit dengan jaminan sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku.
2) Untuk mengetahui tata cara eksekusi barang yang dijaminkan jika
debitur cidera janji.
b. Tujuan Umum
1) Kepentingan Akademis
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang hukum bisnis
khususnya dalam hukum Perbankan dan Hukum Jaminan.
2) Kepentinga Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi perkembangan hukum
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan dapat berguna untuk menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan khususnya tentang perkreditan dan hukum
jaminan yang berlaku sekarang ini.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis diharapkan dapat membantu dan menambah pengetahuan
jika suatu saat dihadapkan pada kasus serupa yang berkaitan dengan
penyelesaian kredit macet pada perjanjian kredit dengan jaminan, sesuai
dengan pengaturan-pengaturan yang terdapat di dalamnya dan menjadi
jalan keluar untuk menyelesaikan masalah.
D. Tinjauan (Review) Kajian Skripsi Terdahulu
Untuk menghindari kesamaan dalam penulisan skripsi, maka penulis akan
mereview beberapa skripsi terdahulu yang relevan dengan judul yang penulis
ajukan. Ada penelitian mengenai pemberian kredit pada skripsi yg berjudul
"Pengaturan Kredit Konstruksi Terhadap Developer di PT Bank Tabungan
Negara (Analisis Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP/2013)" yang
disusun oleh Ainul Arifatul Ulum (1110048000005) Ilmu Hukum Bisnis, Fakultas
Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014. di dalam
skripsi tersebut membahas tentang pengaturan pemberian kredit konstruksi oleh
PT BTN terhadap Developer dianalisis dari Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
akan dilakukan penulis adalah bahwa penelitian yg akan penulis angkat adalah
mengenai "Mekanisme Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada Perjanjian Kredit
Dengan Jaminan (Analisis Putusan Nomor : 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg)”.
Yang ke dua, penelitian yang berjudul “Pembebanan Hak Tanggungan
Dalam Perjanjian Kredit Bank” yang disusun oleh Ni Ketut Lilik Purnama Dewi
(0516051244) Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum Universitas Udayana
Denpasar, 2013. Di dalam penelitian ini membahas terkait dengan pembebanan
Hak Tanggungan, bagaimana akibat hukum terhadap surat kuasa membebankan
hak tanggungan yang tidak dilanjutkan ke Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT) dalam hal terjadinya hutang Bank. Sedangkan penelitian yang akan
penulis teliti tentang penyelesaian kredit bermasalah dalam perjanjian kredit
dengan jaminan. Sepanjang penelusuran penulis pada judul skripsi di
perpustakaan FSH UIN, maka skripsi yg berjudul " Mekanisme Penyelesaian
Kredit Bermasalah Pada Perjanjian Kredit Dengan Jaminan (Analisis Putusan
Nomor : 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg) ", belum pernah diangkat sebelumnya sebagai
suatu judul skripsi.
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual
Untuk memudahkan pemahaman dalam penulisan ini, maka penulis akan
mencantumkan beberapa istilah yang sering digunakan atau dominan digunakan
dalam penelitian ini. Istilah yang dicantumkan dalam tinjauan pustaka ini juga
dapat dijadikan sebagai konsep atau kerangka berpikir untuk memahami dan
1. Kerangka Teoritis
Kredit adalah istilah yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Para
karyawan, ibu-ibu rumah tangga, bahkan masyarakat sekarang ini banyak
melakukan kegiatan konsumsi melalui kegiatan perkreditan. Secara etimologi
istilah kredit berasal dari bahasa Latin, yaitu kata latin credo berarti saya
percaya (I trust).
Dalam praktek dunia perbankan, pemberian fasilitas kredit oleh bank
kepada nasabahnya akan dimulai dengan diajukannya permohonan/ aplikasi
oleh nasabah. Aplikasi yang diajukan nasabah harus dilengkapi dengan data
yang dikehendaki bank. Selanjutnya berdasarkan data tersebut bank akan
menganalisis sesuai dengan ketentuan dan prosedur untuk sampai pada satu
keputusan, disetujui atau tidak permohonan kredit yang diajukan.11
Kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh
bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus
memerhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah merupakan factor penting
yang harus diperhatikan oleh bank karena jaminan memberikan keyakinan
atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi
kewajibannya sesuai dengan perjanjian.12
11
Julius R. Latumaerissa, Mengenal Aspek-Aspek Operasi Bank Umum (Jakarta : Bumi Aksaara, 1999), h., 43
12
2. Kerangka Konseptual
Pada bagian ini akan dikemukakan konsep dasar yang digunakan sebagai
dasar operasional dalam penelitian ini, antara lain :
a. Kredit
Pengertian kredit pada pasal 1 angka 11 Undang-Undang nomor 10 tahun
1998 tentang perubahan undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang
perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu,berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.
b. Kredit Bermasalah
Kredit Bermasalah secara umum adalah semua kredit yang mengandung
resiko tinggi. Kredit bermasalah adalah kredit-kredit yang mengandung
kelemahan atau tidak memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan
oleh bank.13
c. Perjanjian Kredit dan Perjanjian Jaminan
Perjanjian Kredit adalah perjanjian pokok (principal) yang bersifat riil.
Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya.
13
Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian
pokok. Arti riil ialah bahwa terjadinya pejanjian kredit ditentukan oleh
penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur.14 d. Jaminan dan Agunan
Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan
Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu
keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai
dengan yang diperjanjikan. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 butir 3
yang dimaksud Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan
nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.15 e. Eksekusi
Eksekusi adalah suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan
kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara. Tindakan yang
berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata.16
F. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode,
sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
14
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Revisi (Jakarta : Kencana, 2011), h., 71
15
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Revisi (Jakarta : Kencana, 2011), h., 73
16
beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, untuk kemudian
mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahn yang timbul
dalam gejala yang bersangkutan.17
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum
yang terdapat pada pengaturan perundang-undangan dan keputusan
pengadilan serta norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang
menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat.18
2. Pendekatan Masalah
Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis-normatif,
yaitu penelitian yang menggunakan studi hukum (normatif). Maka dalam
studi hukum, pendekatan yang dilakukan adalah Pendekatan
Perundang-undangan (Statute Approach) dan Pendekatan konsep (Conceptual Approach).
Undang-Undang Untuk Meneliti Aturan-aturan yang menbahas mengenai
pengaturan pemberian kredit dengan jaminan dan eksekusi jaminan oleh bank.
Sedangkan pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep
pemberian kredit. Dengan pendekatan ini, Penulis akan mendapatkan
informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang akan dibahas.19
17
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986, Cet- III), h., 42
18
Soerdjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di dalam
Penelitian Hukum (Jakarta: Pusat Dokumentasi Universitas Indoesia, 1979), h., 18
19
3. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder, yaitu :
a. Data primer : Merupakan bahan penelitian yang berupa fakta-fakta
empiris sebagai perilaku maupun hasil perilaku manusia. Baik dalam
bentuk perilaku verbal perilaku nyata, maupun perilaku yang terdorong
dalam barbagai hasil perilaku atau catatan-catatan/ arsip.20 Data primer diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian yaitu dengan cara
wawancara langsung dan observasi atau pengamatan secara langsung
dilapangan
b. Data sekunder ; Merupakan bahan hukum dalam penelitian yang di ambil
dari studi kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan non hukum. Data sekunder diperoleh dengan
studi dokumentasi dan penelusuran literatur yang berkaitan dengan kartu
kredit dan kredit bermasalah dan teori yang mendukungnya.
c. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
memiliki suatu autoritas mutlak dan mengikat. Berupa ketentuan hukum
yang mengikat seperti, peraturan perundang-undangan, catatan resmi dan
lain-lain yang berkaitan dengan kredit dan kredit bermasalah.
d. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap/ mengenai bahan hukum primer. Seperti doktrin, jurnal, karya
ilmiah dibidang hukum dan lain-lain.
20
e. Bahan hukum tersier ( non hukum) adalah bahan hukum yang relevan
seperti kamus hukum, ensiklopedia dan kamus hukum lain yang masih
relevan.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan
bantuan bermacam-macam material yang terdapat diruang perpustakaan.21 Data diperoleh dengan membaca literature-literatur yang berhubungan
dengan masalah penelitian seperti : buku-buku tentang Hukum Perbankan
dan Hukum Jaminan, jurnal, artikel, maupun informasi yang ada dimedia
cetak maupun elektronik.
5. Satuan Pengamatan dan Satuan Analisis
a. Satuan pengamatan adalah satuan tempat untuk memperoleh informasi
tentang satuan analisis. Pada penelitian ini yang menjadi satuan
pengamatan adalah Putusan Nomor : 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg.
b. Satuan analisis adalah objek yang menjadi pusat perhatian yang dari
padanya terkandung informasi yang ingin diketahui. Sedangkan yang
menjadi satuan analisis adalah kredit bermasalah pada perjanjian kredit
dengan jaminan.
21
6. Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode
penelitian yang bersifat deskriptif analitis, yaitu metode yang berusaha
mengumpulkan data yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, analisis
data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan
data sekunder. 22
7. Pedoman Penulisan Skripsi
Penulisan dan penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2015.”
G. Sistematika Penulisan
Pada penulisan skripsi ini disusun berdasarkan buku “Pedoman Penulisan
Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015”
dengan sistematika yang terbagi dalam 5 (lima) bab. Dimana masing-masing bab
terdiri atas beberapa sub-bab sesuai pokok-pokok pembahasan dan materi yang
diteliti. Adapun perincian sebagai berikut :
Pada bab satu ini berisi tentang latar belakang penulisan skripsi, pembatasan
dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (review) studi
terdahulu, kerangka teoritis dan konseptual, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
22
Bab ke dua berisi tentang, pengaturan kredit dan jaminan kredit perbankan.
Dalam bab ini menguraikan tinjauan umum tentang kredit dan jaminan kredit
serta aturannya di dalam undnag-undang.
Bab tiga berisi tentang penyelesaian kredit bermasalah dalam perjanjian kredit
dengan jaminan dan eksekusinya. Dalam bab ini menguraikan penyelesaian kredit
bermasalah serta eksekusi jaminan kredit.
Bab empat berisi tentang analisis penyelesaian kredit bermasalah pada
perjanjian kredit dengan jaminan (analisis putusan nomor : 73/Pdt.G/2013
PN.Kpg). Dalam bab ini penulis menganalisis tentang putusan yang diangkat
yang merupakan inti dari permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.
Bab lima berisikan seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya,yang berisikan
kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini. Pada bab ini dilengkapi
18
A. Tinjauan Umum Tentang Kredit
Kredit adalah istilah yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia.
Perkataan kredit bukan hanya dikenal oleh masyarakat perkotaan, tetapi juga
dikenal oleh masyarakat di pedesaan. Para karyawan, ibu rumah tangga, bahkan
masyarakat sekarang ini banyak melakukan kegiatan konsumsi melaui kegiatan
perkreditan. Hal ini menandakan bahwa kredit sudah menyapu dengan pola dan
gaya hidup masyarakat, baik di kota maupun di desa.1
Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti
kepercayaan (truth atau faith). Oleh karena itu dasar dari kredit ialah kepercayaan.
Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa
penerima kredit (debitur) dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala
sesuatu yang telah dijanjikan.2
Dalam praktek dunia perbankan, pemberian fasilitas kredit oleh bank
kepada nasabahnya akan dimulai dengan diajukannya permohonan atau aplikasi
oleh nasabah. Aplikasi yang diajukan nasabah harus dilengkapi dengan data yang
dikehendaki bank. Selanjutnya berdasarkan data tersebut bank akan menganalisis
1
Julius R. Latumaerissa, Mengenal Aspek-Aspek Operasi Bank Umum (Jakarta : Bumi Aksara, 1999), h., 43
2
sesuai dengan ketentuan dan prosedur untuk sampai pada satu keputusan,
disetujui atau tidak permohonan kredit yang diajukan.
Dengan tingkat persaingan sekarang, setiap bank berupaya untuk
memberikan pelayanan yang cepat kepada para nasabahnya, termasuk dalam
menentukan jangka waktu lamanya suatu permohonan kredit harus diputuskan.
Berkaitan dengan jangka waktu pemutusan kredit, ada bank yang menentukan
pemutusan dua minggu, satu minggu, bahkan ada yang beberapa hari.
1. Kredit Menurut Undang-Undang Perbankan
Kredit atau biasa disebut Pembiayaan dalam UU No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, dijelaskan pada Pasal 1 ayat (25), Pembiayaan
adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan
istishna‟;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau
UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau
diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 10 Tahun 1998 (UU Perbankan) mendefinisikan kredit
sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Berdasarkan pasal tersebut terdapat beberapa unsur perjanjian kredit
yaitu :
a. Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu;
b. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain
c. Terdapat kewajiban pihak peminjam untuk melunasi utangnya dalam
jangka waktru tertentu;
d. Pelunasan utang yang disertai dengan bunga.
Unsur pertama dari Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu; uang di sini seiogianya ditafsirkan sebagai
maupun valuta asing. Dalam pengertian “penyediaan tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu” adalah cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada
rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari,
pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang (factoring) dan
pengambilalihan (pembelian) kredit atau piutang dari pihak lain seperti
negosiasi hasil ekspor.
Unsur kedua dari kredit adalah persetujuan atau kesepakatan antara
bank dan debitur. Sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata, agar suatu
perjanjian menjadi sah diperlukan empat syarat, yaitu kesepakatan para pihak,
kecakapan untuk membuat perjanjian, terdapat obyek tertentu dan ada suatu
kausa (cause) yang halal. Selain kesepakatan antara debitur dan kreditur juga
diperlukan ketiga syarat lain tersebut di atas sebagai dasar untuk menyatakan
sahnya suatu perjanjian.
Unsur ketiga dari kredit adalah adanya kewajiban debitur untuk
mengembalikan jumlah keseluruhan kredit yang dipinjam kepada kreditur
dalam 1 vide Pasal 1 angka 11 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 jangka waktu
tertentu. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari adanya hubungan pinjam
meminjam antara debitur dan kreditur.
Unsur yang terakhir adalah adanya pengenaan bunga terhadap kredit
yang dipinjamkan. Bunga merupakan nilai tambah yang diterima kreditur dari
pengertian mengenai Kredit sebagaimana dimaksud di atas, dalam UU
Perbankan juga dikenal adanya Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang
merupakan bentuk penyediaan dana yang dilakukan oleh Bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.
2. Regulasi Bank Indonesia Terkait Pemberian Kredit
Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan,
aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan
dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang Otoritas
Jasa Keuangan atau biasa disebut OJK. Adapun lingkup pengaturan dan
pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan selain yang
diatur dalam pasal tertentu, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK membantu
Bank Indonesia melakukan himbauan moral kepada Perbankan.
Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung
risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank.
berasal dari dana masyarakat, maka pemberian kredit perbankan banyak
dibatasi oleh ketentuan undang-undang dan ketentuan Bank Indonesia.
Menurut ketentuan Pasal 1 butir 5 Peraturan Bank Indonesia No.
7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang dimaksud
dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utang setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Uundang-Undang Perbankan telah mengamanatkan agar bank
senantiasa berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan
usahanya, termasuk dalam memberikan kredit. Selain itu, Bank Indonesia
sebagai otoritas perbankan juga menetapkan peraturan-peraturan dalam
pemberian kredit oleh perbankan. Salah satunya adalah Kewajiban
Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank
Umum.
Sebagaimana telah dikemukakan, bank dalam melakukan kegiatan
usaha terutama dengan menggunakan dana masyarakat yang dipercayakan
kepada bank. Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang
mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan
usaha bank, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus berpegang pada
azas-azas perkreditan yang sehat guna melindungi dan memelihara kepentingan
Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan
berdasarkan azas-azas perkreditan yang sehat, maka diperlukan suatu
kebijakan perkreditan yang tertulis. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank
Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum untuk
memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan pedoman
penyusunan kebijakan perkreditan bank dalam SK Dir BI No.
27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995. Berdasarkan SK Dir BI tersebut,
Bank Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang
disetujui oleh dewan komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan
mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :
a. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan;
b. Organisasi dan manajemen perkreditan;
c. Kebijakan persetujuan kredit;
d. Dokumentasi dan administrasi kredit;
e. Pengawasan kredit;
f. Penyelesaian kredit bermasalah.
Kebijakan perkreditan bank dimaksud wajib disampaikan kepada Bank
Indonesia. Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditan
bank wajib mematuhi kebijakan perkreditan bank yang telah disusun secara
3. Penggolongan Kredit
Beragam jenis usaha, menyebabkan beragam pula kebutuhan akan
dana. Kebutuhan dana yang beragam menyebabkan jenis kredit juga menjadi
beragam. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dana yang diinginkan
nasabah. Secara umum penggolongan kredit dapat dilihat dari berbagai segi
antara lain :3
1) Dilihat dari Segi Kegunaan
a. Kredit Investasi
Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya
digunakan untuk keperluan usaha atau membangun proyek atau
pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. Contoh kredit
investasi misaalnya untuk membangun pabrik atau membeli
mesin-mesin. Masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif
lebih lama dan dibutuhkan modal yang relative besar pula.
b. Kredit Modal Kerja
Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk
keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Sebagai
contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku,
membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan
dengan proses produksi perusahaan.
3
2) Dilihat dari Segi Tujuan Kredit
a. Kredit Produktif
Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau
investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau
jasa. Sebagai contohnya kredit untuk membangun pabrik yang
nantinya akan menghasilkan barang dan kredit pertanian akan
menghasilkan produk pertanian, kredit pertambangan
menghasilkan bahan tambang atau kredit industrin akan
menghasilkan barang industry.
b. Kredit Konsumtif
Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribaadi. Dalam
kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan,
karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau
badan usaha. Sebagai contoh kredit perumahan, kredit mobil
pribadi, kredit perabotan rumah tangga, dan kredit konsumtif
lainnya.
c. Kredit Perdagangan
Merupakan kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan
untuk membiayai aktivitas perdagangannya seperti untuk membeli
barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil
penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan
barang dalam jumlah besar. Contoh kredit ini misalnya kredit
ekspor dan impor.
3) Dilihat dari Segi Jangka Panjang
a. Kredit jangka pendek
Merupa kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun
atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk
keperluan modal kredit. Contohnya untuk peternakan, misalnya
kredit pertenakan ayam atau jika untuk pertanian misalnya
tanaman padi atau palawija.
b. Kredit jangka menengah
Jangaka waktu kreditnya berkisar antara satu tahun sampai dengan
tiga tahun dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan
investasi. Sebagai contoh kredit untuk pertanian seperti jeruk atau
pertenakan kambing.
c. Kredit jangka panjang
Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling apanjang.
Kreedit jangka panjang waktu pengembaliannya diatas tiga tahun
atau lima tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang
seperti perkebunan karet , kelapa sawit atau manufaktur dan untuk
4) Dilihat dari Segi Jaminan
a. Kredit dengan jaminan
Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. Jaminan
tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak beerwujud
atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan
dilindungi minimal senilai jaminan aatau untuk kredit tertentu
jaminan harus melebihi jumlah kredit yang diajukan si calon
debitur.
b. Kredit tanpa jaminan
Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang
tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha,
karakter serta loyalitaas atau nama baik si calon debitur selama
berhubungan dengan bank atau pihak lain.
5) Dilihat dari Segi Sektor Usaha
a. Kredit pertanian, meerupakan kredit yang dibiayai untuk sector
perkebunan atau pertanian
b. Kredit peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk sector
peternakan baik jangka pendek maupunjangka panjang.
c. Kredit industry, merupakan kredit yang diberikan untuk
membiayai industry, baik industry kecil, industry menengah atau
d. Kredit pertambangan, merupakan kredit yang diberikan kepada
usaha tambang.
e. Kredit pendidikan, murapakan kredit yang diberikan untuk
membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula
berupa kredit untuk para mahasiswa.
f. Kredit profesi, merupakan kredit yang diberikan kepada para
kalangan professional seperti dosen, doketr atau pengacara.
g. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan
atau pembelian perumahan dan biasanya berjangka panjang. Dan
sektor-sektor lainnya.
4. Wanprestasi Dalam Kredit
Wanprestasi biasa disebut juga dengan istilah “cidera janji”. Dalam
bahasa Inggris, wanprestasi sering disebut dengan “default” atau
“nonfulfillment” atau “breach of contract” adalah tidak dilaksanakannya suatu
prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama,
seperti yang tersebut dalam kontrak yang bersangkutan.
Wanprestasi dalam kredit adalah tidak memenuhi atau lalai
melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang
dibuat antara kreditur dengan debitur.4
4
Ah Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum Positif & Hukum
Konsekuensi yuridis dari tindakan wanprestasi adalah timbul hak dari
pihak yang dirugikan dalam kontrak tersebut untuk menuntut ganti kerugian
dari pihak yang telah merugikannya, yaitu pihak yang telah melakukan
wanprestasi.5
Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan
somasi oleh kreditur atau Juru Sita. Somasi itu minimal telah dilakukan
sebanyak tiga kali oleh kreditur atau Juru Sita. Apabila somasi itu tidak
diindahkannya, maka kreditur berhak membawa pesoalan itu ke pengadilan.
Dan pengadilan yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau
tidak6
B. Hubungan Jaminan Dalam Perjanjian Kredit
Pada dasarnya istilah jaminan berasal dari kata “jamin” yang berarti
“tanggung”, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan.7 Menurut
Undang-undang No. 10 Tahun 1998, Pasal 1 angka 23 tentang Perbankan,
Jaminan adalah keyakinan atas kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi
kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikannya.
Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana dua orang atau dua pihak saling
berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh ke
dua pihak atau lebih, masing-masing sepakat untuk menaati apa yang tesebut
5
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2012) h., 17
6
Ah Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum Positif & Hukum
Islam (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h., 49
7
Ah Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum Positif & Hukum
dalam persetujuan itu. Perjanjian Kredit adalah perjanjian pokok (principal) yang
bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah
assessor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian
pokok. Arti riil ialah bahwa terjadinya pejanjian kredit ditentukan oleh
penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur.8
Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam
kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dalam
kegiatan pinjam-meminjam uang yang terjadi di masyarakat dapat diperhatikan
bahwa umumnya sering dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh
pihak peminjam kepada pihak pemberi pinjaman.
Kegiatan pinjam-meminjam uang yang dikaitkan dengan persyaratan
penyerahan jaminan utang banyak dilakukan oleh perorangan dan berbagai badan
usaha. Dalam pelaksanaan penilaian jaminan utang dari segi hukum, pihak
pemberi pinjaman seharusnya melakukannya menurut (berdasarkan) ketentuan
hukum yang berkaitan dengan objek jaminan utang dan ketentuan hukum tentang
penjaminan utang yang disebut sebagai hukum jaminan.
Sementara itu, bank konvensional (bank yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip bunga) sebagai salah satu badan usaha yang memberikan
pinjaman uang kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit mensyaratkan
adanya penyerahan jaminan kredit oleh pemohon kredit. Dalam kegiatan
8
operasional bank konvensional pada umumnya ditemukan adanya jaminan utang
atau yang lazim disebut jaminan kredit.9
1. Jaminan Kredit
Jaminan kredit atau jaminan utang pada umumnya dipersyaratkan dalam
suatu pemberian kredit. Dari beberapa ketentuan yang berlaku di bidang
perbankan dapat disimpulkan bahwa jaminan keredit hampir selalu di
persyaratkan pada setiap skim perkreditan. Tetapi sepanjang yang dapat
diketahui tidak terdapat suatu alasan bagi bank untuk mensyaratkan adanya
kewajiban (calon) debitur untuk menyerahkan (memberikan) sesuatu jaminan
kredit, kecuali karena adanya ketentuan hukum jaminan yang berlaku,
misalnya ketentuan pasal 1131 KUH Perdata tentang kedudukan harta pihak
yang berutang sebagai jaminan atas utangnya.10
Pengertian Jaminan Kredit/Jaminan Utang adalah pemberian keyakinan
kepada pihak kreditor atas pembayaran utang-utang yang telah diberikannya
kepada debitor, dimana hal ini terjadi karena hukum ataupun terbit dari suatu
perjanjian yang bersifat assessoir terhadap perjanjian pokoknya-berupa
perjanjian yang menerbitkan utang-piutang.11
9
M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007), h., 3
10
M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007), h., 102
11
2. Dasar Hukum Jaminan
Dalam hukum positif Indonesia terdapat berbagai peraturan
perundang-undangan yang mengatur jaminan dalam rangka melaksanakan sistem
kehati-hatian (prudential) yang harus dilakukan oleh industry perbankan, termasuk
perbankan syari‟ah. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain dapat
dilihat dalam ketentuan-ketentuan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
yang telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, Peraturan
Perundang-undnagan Bank Indonesia dan KUH Perdata. Berikut beberapa pasal yang
terkait urgensitas jaminan di perbankan :12
a. Dalam UU No. 10 tahun 1998 terdapat pada pasal 8 dan penjelasan pasal 8
ayat (1) serta pasal 12 ayat (1) berikut ini:
Pasal 8 ayat (1) berbunyi :
“…Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syari‟ah, Bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan
dimaksud sesuai dengan yang di perjanjikan”
Penjelasan atas Pasal 8 ayat (1) berbunyi :
“Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syari‟ah yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan bank. Untuk memeperoleh keyakinan tersebut,
12
Ah Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum Positif &
sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur. Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsure pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsure-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan Nasabah Debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan…”
Pasal 12A ayat (1) berbunyi :
“Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam Nasabah Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan yang dibeli tersebut
dicairkan secepatnya”
b. Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/7/PBI/2003 tentang Kualitas
Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah Pasal 2 ayat (1) dan penjelasannya,
dan pada PAPSI (Pedoman Akuntansi Perbankan Syari‟ah Indonesia)
tahun 2003 Bank Indonesia :
Penanaman dana Bank Syariah pada Aktiva Produktif wajib dilaksanakan
berdasarkan prinsip kehati-hatian. Pasal 2 ayat (1),
“Yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian dalam penanaman dana yaitu penanaman dana dilakukan antara lain berdasarkan : 1) Analisis kelayakan usaha dengan memperhatikan sekurang-kurangnya factor 5C (Character, Capital, Capacity, Conditional of economy dan Collateral); 2) Penilaian terhadap aspek prospek usaha, kondisi keuangan dan
kemampuan membayar”
PAPSI (Pedoman Akutansi Perbankan Syariah Indonesia) Tahun 2003
“Pada prinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak dipersyaratkan
apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal
yang telah disepakati bersama dalam akad”
c. Dalam KUH Perdata pasal 1131 dan Pasal 1132
Pasal 1131 KUH Perdata,
“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada di kemudian hari,
menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”
Pasal 1132 KUH Perdata,
“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menguntungkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseimbangan yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada
alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”
3. Jaminan Kredit Sebagai Pengaman Pelunasan Kredit
Bank sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada debitur wajib
melakukan upaya pengamanan agar kredit tersebut dapat dilunasi debitur yang
bersangkutan. Kredit yang tidak dilunasi oleh debitur baik seluruhnya maupun
sebagian akan merupakan kerugian bagi bank. Kerugian yang menunjukan
jumlah yang relative besar akan memengaruhi tingkat kesehatan bank dan
kelanjutan usaha bank. Oleh karena itu, sekecil apapun nilai uang dari kredit
yang telah diberikan kepada debitur harus tetap diamankan sesuai dengan
prinsip kehati-hatian.
Keterkaitan jaminan kredit dengan pengamanan kredit dapat disimpulkan
dari ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata sehingga merupakan upaya lain atau
pada waktu debitur ingkar janji kepada bank.bila di kemudian hari debitur
ingkar janji, yaitu tidak melunasi utang sesuai dengan ketentuan perjanjian
kredit, maka hal tersebut dinyatakan sebagai kredit macet. Pada saat debitur
ingkar janji, fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit akan
terlaksana dengan baik.13
4. Pengikatan Jaminan Kredit
Terhadap setiap objek jaminan kredit yang diserahkan debitur dan
disetujuin bank, harus segera diikat sebagai jaminan utang. Bank seharunya
mengikat objek jaminan kredit secara sempurna, yaitu dengan mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan
utang.
Pengikatan atau penguasaan jaminan kredit seharusnya dilakukan sebelum
diizinkannya debitur menarik dana kredit. Keharusan pengikatan dan
penguasaan jaminan kredit merupakan bagian dari persyaratan administrative
yang sudah diselesaikan sebelum kredit disalurkan dananya kepada debitur.14
13
M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007), h., 104
14
37
A. Kredit Bermasalah dan Penyebabnya
Setiap bank sesekali tentu akan menjumpai pinjaman yang membawa
risiko lebih besar dari pada yang diperkirakan saat memberikan pesetujuan
permohonan kredit dalam portofolio perkreditannya.1 Risiko atas kredit adalah tidak tertagihnya kredit yang telah disalurkannya, baik pokok pinjaman yang
diberikan, maupun bunganya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.2
Perkembangan pemberian kredit yang paling tidak menggembirakan bagi
pihak bank adalah apabila kredit yang diberikannya ternyata menjadi kredit
bermasalah. Hal ini terutama disebabkan oleh kegagalan pihak debitur
memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran (cicilan) pokok kredit
beserta bunga yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian
kredit.3
Kredit bermasalah merupakan kredit yang telah disalurkan oleh bank,
dan nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atau melakukan angsuran
sesuai dengan perjanjian yang telah di tanda tangani oleh bank dan nasabah.
Kredit bermasalah akan berakibat pada kerugian bank, yaitu kerugian karena
tidak diterimanya kembali dana yang telah disalurkan, maupun pendapatan
1
Julius R. Latumaerissa, Mengenal Aspek-Aspek Operasi Bank Umum (Jakarta : Bumi Aksara, 1999), h., 70
2
Ismail, Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi (Jakarta : Kencana, 2011), h., 122
3
bunga yang tidak dapat diterima. Artinya bank kehilangan kesempatan
mendapatkan bunga, yang berakibat pada penurunan pendapatan secara total.4 Beberapa pengertian mengenai kategori kolektibilitas kredit berdasarkan
ketentuan yang dibuat Bank Indonesia, sebagai berikut.
1. Kredit Lancar, kredit yang tidak mengalami penundaan pengembalian
pokok pinjaman dan pembayaran bunga.
2. Kredit dengan perhatian khusus, merupakan kredit yang masih
digolongkan lancar, akan tetapi mulai terdapat tunggakan. Ditinjau dari
segi kemampuan membayar, yang tergolong kredit dalam perhatian khusus
apabila terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga sampai dengan
90 hari.
3. Kredit Kurang Lancar, kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan
pembayaran bunganya telah melampaui 90 hari sampai dengan kurang dari
180 hari dari waktu yang diperjanjikan.
4. Kredit Diragukan, kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan
pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama 180 hari hingga
270 hari atau dua kali dari jadwal yang diperjanjikan.
5. Kredit Macet, kredit yang pokok pinjaman dan pembayaran bunganya
telah mengalami penundaan melampaui 270 hari atau lebih sejak jatuh
tempo5
4
Ismail, Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi (Jakarta : Kencana, 2011), h., 124
5
Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah atau non performing loan
(NPL) tersebut adalah apabila kualitas kredit tersebut tergolong pada tingkat
kolektibilitas kurang lancar, diragukan, atau macet.6
Pada dasarnya pejabat dan karyawan bank telah menyadari akibat fatal
yang akan timbul apabila terjadi kredit bermasalah. Penyebab timbulnya kredit
bermasalah umumnya adalah :
1. Pihak Nasabah (Debitur)
a. Manajemen (pengelolaan) usaha yang menunjukan perubahan,
misalnya terjadi penggantian pengurus, perselisihan,
ketidakmampuan menangani ekspansi usaha, dan lainnya.
b. Operasional usaha yang semakin memburuk, misalnya kehilangan
pelanggan, berkurangnya pasokan bahan baku, mesin-mesin yang
kurang berfungsi, dan lainnya.
c. Itikad yang kurang baik, misalnya debitur sudah merencanakan
melakukan penipuan atau pembobolan bank melalui sektor kredit.
2. Pihak Bank (Kreditur)
a. Kemampuan sumber daya manusia, misalnya pejabat bank kurang
memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengelola
perkreditan.
b. Kelemahan bank dalam melakukan pembinaan dan pengawasan,
misalnya pejabat bank belum menyadari pentingnya monitoring
atas kredit yang telah diberikan ke debitur.
6
c. Itikad yang kurang baik dari pejabat bank, misalnya terjadi kolusi
dengan pihak debitur untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
3. Pihak Lainnya
a. Force Majeur, yakni adanya peristiwa yang tidak terduga yang
menimbulkan risiko kemacetan. Keadaan ini terjadi akibat adanya
bencana alam, kebakaran, perampokan, dan lainnya.
b. Kondisi perekonomian negara yang tidak mendukung
perkembangan iklim usaha, misalnya krisi moneter.7
B. Kedudukan Kreditur Pemegang Benda Jaminan/ Hak Tanggungan
Undang – undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, telah
diundangkan tanggal 9 April 1996 dan berlaku sejak diundangkan. Undang –
undang ini merupakan amanat (pelaksanaan) dari Pasal 51 Undang-undang
Pokok Agraria. Pengertian Hak Tanggungan menurut Undang-undang Nomor
4 Tahun 1996, diatur dalam Pasal 1 butir 1 yang menyatakan bahwa :
―Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksudkan dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu,
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lain‖.
Dari ketentuan Pasal 1 butir 1 ini dapat disimpulkan bahwa Hak Tanggungan
adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu yang
7
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur lain.8
Pada prinsipnya lembaga keuangan bank atau bukan bank akan
meminta jaminan dari pihak debitur yang diikat dengan hak tanggungan
dengan alasan apabila terjadi wanprestasi (cidera janji) dari pihak debitur,
lembaga tersebut akan cepat memperoleh piutangnya kembali. Cukup dengan
membawa sertifikat hak tanggungan sudah langsung dapat mengajukan
permohonan ekesekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah mana
obyek tanggungan itu berada.
Jadi fakta perjanjian kredit tidak diperlukan lagi karena sertifikat hak
tanggungan sudah cukup membuktikan adanya utang-piutang antara kreditur
dengan debitur. Kreditur Pemegang Hak Tanggungan dalam kedudukannya
sebagai Kreditur preferen pada prinsipnya mendapat kedudukan yang
didahulukan dibandingkan dengan kreditur-kreditur lainnya. Kedudukan yang
didahulukan ini dalam BW (KUH Perdata) pada pasal 1133 ayat 1 BW (KUH
Perdata) dinyatakan bahwa :
― Hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa, dari gadai dan dari hipotik‖, dimana apabila debitur wansprestasi
(cidera janji), kreditur pemegang hak tanggungan akan mempunyai hak yang
didahulukan dalam pelunasan piutangnya dibandingkan dengan
kreditur-kreditur lainnya yang bukan pemegang hak tanggungan.‖
Sifat pemenuhan piutang yang didahulukan ini disebut dengan kreditur
preferen.
8
Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan Hukum Perikatan
Menurut J. Satrio memberikan penjelasan tentang hak didahulukan
disini adalah sebagai berikut:
―Didahulukan disini adalah didahulukan dalam mengambil pelunasan atas
penjualan eksekusi benda hipotik (hak tanggungan). Bahwa kedudukan
―preferen‖ (lebih didahulukan) berkaitan dengan hasil eksekusi, akan tampak
jelas kalau kita hubungkan dengan pasal 1132 KUHPerdata, yang mengatakan
bahwa pada asasnya para kreditur berbagi pond’s-pond’s harta benda milik
debitur. Dengan memperjanjikan dan memasang hak tanggungan–dulu
hipotik- maka kreditur menjadi preferent atas hasil penjualan benda tertentu
milik debitur - atau milik pemberi jaminan — yang diberikan sebagai jaminan
khusus, dalam arti, menyimpang dari asas Pasal 1132 tersebut di atas, ia
berhak mengambil lebih dulu uang hasil hipotik‖.9
Apa yang dikatakan Satrio dapat disimpulkan bahwa yang menjadi
unsur dari kedudukan yang diutamakan atau didahulukan dari kreditu