• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme penyelesaian kredit bermasalah pada perjanjian kredit dengan jaminan (analisis putusan nomor : 73/pdt.g/2013pn.kpg)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mekanisme penyelesaian kredit bermasalah pada perjanjian kredit dengan jaminan (analisis putusan nomor : 73/pdt.g/2013pn.kpg)"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

HILDA ISRAA NIM : 1111048000034

KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

HILDA ISRAA NIM : 1111048000034

KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)
(4)
(5)
(6)

iv

Putusan Nomor : 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. x + 80 halaman+ 62 halaman lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme penyelesaian kredit bermasalah dengan perjanjian kredit menggunakan jaminan atau agunan. Latar belakang penelitian ini adalah penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan oleh bank serta eksekusi benda yang dijaminkan jika terjadi cidera janji atau wanprestasi pada debitur, seperti kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Kupang No. 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg, dimana Debitur telah cidera janji dan merugikan pihak bank sebagai kreditur yang memberikan pinjaman. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian library research, yang mengkaji berbagai dokumen terkait dengan penelitian. Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Selanjutnya ada tigabahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa pihak Bank telah melakukan penyelesaian kredit bermasalah dan melakukan eksekusi benda yang dijaminkan sesuai dengan Pasal 1155 KUH Perdata, Pasal 15 ayat (3) jo. Pasal 29 Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia) dan Pasal 6 jo. Pasal 20 Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan. Putusan tersebut menurut penulis sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini terkait dengan Perjanjian Kredit dengan Jaminan.

Kata Kunci : Kredit Bermasalah, Perjanjian Kredit, Eksekusi Jaminan

Pembimbing : 1. Dra. Hafni Muchtar, SH., MH., MM.

2. Dedy Nursamsi, SH., M.Hum

(7)

v

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Tiada daya dan upaya

kecuali dengan pertolongan, bimbingan dan berkah dariNya. Shalawat serta salam

selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga,

sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Tiada cipta karya yang dapat

terlaksana melainkan atas petunjuk dariNya. Berkat rahmat dan ridho dariNya,

penulis dapat mengenyam pendidikan sampai jenjang ini, dan akhirnya penulis

sampai pada saat yang membahagiakan dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“MEKANISME PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH PADA PERJANJIAN

KREDIT DENGAN JAMINAN (Analisis Putusan Nomor : 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg)”

Dalam penulisan dan penyelesaian ini tentu tidaklah mudah. Namun, segala

hambatan menjadi ringan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak

Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.

2. Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum, Bapak Drs. Asep

Syarifuddin Hidayat, SH., MH dan Abu Thamrin, SH., M.Hum

3. Pembimbing Skripsi Penulis, Ibu Hafni Muchtar, SH., MH., MM. dan Bapak

(8)

vi

4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

khususnya Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu

pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan

dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan bagi penulis.

5. Kedua orang tua Penulis, Ayahanda tercinta Alm. Hailir Manurung dan

Ibunda tersayang Maghdalena Simamora. Terimakasih atas kasih sayang,

motivasi, dukungan, doa, perhatian, ilmu pengetahuan, arti kedisiplinan, serta

segala hal yang selalu diberikan dengan tulus sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri. Terima

kasih atas Do’a – do’a yang selalu dipanjatkan, nasehat, serta semangat untuk

terus menuntut ilmu.

6. Abang – abang dan Kakakku tersayang yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada Penulis sampai dengan selesainya skripsi ini, khususnya

Kakakku Annisaa Naba’a. Terima kasih atas segala dukungan, perhatian, dan

kasih sayang yang telah kalian berikan.

7. Sahabat terbaik Penulis, Khoiriyah, yang telah menemani Penulis sejak dari

Sekolah Dasar sampai dengan menemani Penulis dalam pendaftaran masuk

UIN Jakarta. Terima kasih atas jasa dan kebaikanmu selama ini yang selalu

(9)

vii

support dan semangat kepada Penulis. Terima kasih untuk kalian semua,

semoga segala kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT.

9. Vinsensius Fererius Antares Thomas yang telah banyak membantu Penulis

dan menemani Penulis dalam penyusunan sampai dengan selesainya skripsi

ini. Terima kasih atas perhatian, kasih sayang, serta waktu yang telah

diberikan untuk Penulis.

10.Teman-teman seperjuangan penyusunan skripsi Rachmatsyah Akbar, Fanny

Fatwati Putri, Tazkiatun Nafs Az Zahra, Novita Akria Putrid an yang lainnya

yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas dukungan dan

semangat yang kalian berikan.

11.Teman-teman seperjuangan Ilmu Hukum angkatan 2011 khususnya Ilmu

Hukum A, kepada Shinta, Tazkia, Chairunisa, Septiana, Ida, Fanny, Dhurifah,

Endang, Sri, Ummu, Novita, yang telah mewarnai kehidupan dibangku

perkuliahan selama delapan semester ini. Teman-teman Hukum Bisnis dan

Kelembagaan Negara yang lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu

per-satu. Terima kasih karena telah banyak membantu penulis dan memberikan

dukungan.

(10)

viii

dari setiap kegiatan yang banyak memberikan manfaat, ilmu pengetahuan,

serta pengalaman yang sangat menginspirasi.

13.Teman-teman KKN Sagara, Ayas, Dani, Sulton, Soghi, Hakim, Muhyidin,

Pram, Jali, Owi, Hadyan, Opitasari, Rosabella, Ayu, Ndu dan Anisa. Yang

telah memberikan banyak kenangan selama KKN kepada penulis. Terima

kasih untuk kalian semua.

Atas seluruh bantuan dari semua pihak baik material maupun immaterial,

Penulis berdoa semoga Allah SWT memberi balasan yang berlipat. Penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan bagi

pembaca umumnya

Jakarta,23 September 2015

(11)

ix

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ... 8

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9

F. Metode Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II HUBUNGAN JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT A. Tinjauan Umum Tentang Kredit ... 18

1. Kredit Menurut Undang-Undang Perbankan ... 19

2. Regulasi Bank Indonesia Terkait Pemberian Kredit ... 22

3. Prinsip Pemberian Kredit ... 25

(12)

x

3. Jaminan Kredit Sebagai Pengaman Pelunasan Kredit ... 35

4. Pengikatan Jaminan ... 36

BAB III PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN DAN EKSEKUSINYA A. Kredit Bermasalah Dan Penyebabnya ... 37

B. Kedudukan Kreditur Pemegang Benda Jaminan / Hak Tanggungan ... 40

C. Mekanisme Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada Perjanjian Kartu Kredit Dengan Jaminan ... 42

D. Eksekusi Jaminan ... 47

E. Eksekusi Hak Tanggungan Pada Kredit Macet ... 48

BABIV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KUPANG NOMOR 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg A. PT Bank Central Asia Tbk ... 57

B. Posisi Kasus ... 58

1. Pihak yang berperkara ... 58

2. Pertimbangan Hukum ... 63

(13)

xi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(14)

1

A. Latar Belakang Masalah

Mengenal dan memahami bisnis perbankan di Indonesia merupakan

bagian yang tidak dapat dipisahkan dari mengenal dan memahami perekonomian

Indonesia. Sangat erat kaitannya antara kestabilan perbankan dengan kestabilan

perekonomian, demikian pula sebaliknya. Dengan begitu, peran yang diemban

oleh lembaga perbankan ini sedemikian besarnya sehingga sangat sulit bagi kita

untuk mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang baik tanpa didukung penuh

oleh lembaga perbankan.1

Perbankan menurut Undang-Undang adalah segala sesuatu yang

menyangkut tentang bank: mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan

proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Dalam Undang-Undang

dijelaskan bahwa sektor perbankan memiliki posisi strategis sebagai lembaga

intermediasi dan penunjang sistem pembayaran. Pada saat ini, lembaga keuangan

tidak hanya melakukan kegiatan berupa pembiayaan investasi perusahaan, namun

juga berkembang menjadi pembiayaan untuk sektor konsumsi, distribusi, modal

kerja, dan jasa lainnya.2

1

Augustinus Sipahutar, Mangasa. Persoalan-Persoalan Perbankan Indonesia (Jakarta : Gorga Media, 2007), h., 5

2

(15)

Salah satu produk perbankan adalah memberikan kredit, atau dalam

perbankan syariah dikenal dengan istilah pembiayaan. Dalam kegiatan bank

melakukan pemberian kredit, sudah pasti akan terjadi suatu perjanjian kredit.3 Perjanjian kredit adalah perjanjian pemberian kredit antara pemberi kredit

dengan penerima kredit. Apabila kreditur dan debitur telah membuat perjanjian,

maka lahirlah hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak. Kreditur

berkewajiban menyerahkan uang yang diperjanjikan dengan hak untuk menerima

kembali uang tersebut dari debitur tepat pada waktunya disertai bunga dan biaya.4 Sekarang ini hampir tidak ada satu kehidupan ekonomi yang tidak

bersentuhan dengan bank, khususnya yang berkenaan dengan pendanaan usaha di

bidang industri, perdagangan bahkan dibidang kehidupan rumah tangga biasa.5 Kegiatan pembangunan di bidang ekonomi tentu membutuhkan

penyediaan modal yang besar. Demikian pula halnya dengan suatu usaha yang

bergerak dalam bidang ekonomi dalam upaya meningkatkan proses produksinya

akan membutuhkan pendanaan seperti sebagai salah satu sumber dana yang

diantaranya dalam bentuk penyediaan perkreditan.

Dalam praktek perbankan untuk lebih mengamankan dana yang disalurkan

bank (kreditur) kepada peminjam (debitur) diperlukan pengaman berupa jaminan.

Adapun jaminan yang banyak digunakan adalah jaminan tanah didasarkan pada

3

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis (Bandung : ALUMNI, 1994), h., 107

4

Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis, Jaminan Fidusia (Jakarta : Radja GrafIndo Perkasa, 2000), h., 2

5

(16)

pertimbangan bahwa tanah paling aman dan mempunyai nilai ekonomi relatif

tinggi. Jaminan hak tanggungan berupa tanah dianggap paling aman dan efektif

karena mudahnya dalam mengidentifikasi obyek hak tanggungan, jelas dan pasti

eksekusinya. Disamping itu, hutang yang dijamin dengan hak tanggungan harus

dibayar terlebih dahulu dari tagihan lainnya dengan uang hasil pelelangan tanah

yang menjadi obyek hak tanggungan.6

Hak dan kewajiban debitur dalam perjanjian pinjam meminjam uang atau

perjanjian kredit bersifat timbal balik dengan hak dan kewajiban kreditur. Bagi

Perbankan pemberian kredit kepada dunia usaha selalu mengandung resiko,

namun selama kedua belah pihak melaksanakan hak dan kewajibannya dengan

baik maka tidak akan terjadi perselisihan.

Oleh karenanya untuk mengamankan pengembalian dana yang disalurkan

perlu dilakukan pengikatan jaminan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata) telah memberikan pengaman kepada kreditur dalam menyalurkan

kredit kepada debitur, yakni dengan memberikan jaminan khusus Jaminan khusus

berupa kebendaan yang diminta oleh bank dalam penyaluran kredit merupakan

realisasi dari prinsip kehati-hatian perbankan (Prudential banking principle).7 Sehubungan dengan hal tersebut dalam Hukum Perdata dikenal dua jenis

hak kebendaan berdasarkan sifatnya, yaitu hak kebendaan yang memberikan

6

Agus Yudha Hernoko, Lembaga Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Penunjang Kegiatan

Perkreditan Perbankan Nasional (Surabaya : UNAIR, 1998), h.,7

7

(17)

kenikmatan dan hak kebendaan yang memberikan jaminan. Hak kebendaan yang

bersifat memberi jaminan ini senantiasa tertuju pada benda orang lain, baik benda

bergerak atau tidak bergerak.8

Fungsi jaminan kebendaan dalam suatu pinjaman hanya sebagai tambahan

saja, bukan yang utama. Artinya, jika analisis kreditor menyatakan bahwa seorang

debitur tidak dapat dipercaya, maka ketidak percayaan tersebut tidak dapat diganti

dengan pemberian suatu jaminan utang.9

Oleh karena itu, peranan penting dari jaminan tersebut adalah guna

memberikan hak dan kekuasaan kepada bank selaku kreditur untuk mendapatkan

pelunasan dengan barang-barang jaminan tersebut, apabila pihak peminjam

(debitur) cidera janji tidak membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah

ditetapkan dalam perjanjian. Hal itu mungkin saja terjadi, karena tidak semua

nasabah yang mendapatkan pinjaman dari bank dapat menggunakan dananya

dengan benar dan berhasil. Fakta yang sering kali terjadi dilapangan adalah

debitur terlambat dalam melakukan pembayaran baik cicilan maupun bunga. Hal

ini pada akhirnya dapat menimbulkan masalah kemacetan, atau biasa disebut

dengan kredit bermasalah/kredit macet.

Kredit bermasalah merupakan bagian dari pengelolaan kredit bank, karena

kredit bermasalah itu sendiri risiko yang dihadapi oleh bisnis perbankan. Hampir

semua perbankan memiliki kredit bermasalah, bahkan dalam beberapa kasus,

8

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata, Hukum Benda (Yogyakarta : Liberty, 2000), h., 96

9

(18)

kredit bermasalah di Indonesia berakhir ke penutupan beberapa bank. Sebagai

lembaga bisnis, perbankan harus meminimalisir kredit bermasalah tersebut

sehingga kepercayaan masyarakat ke perbankan akan tetap terjaga.10

Seperti kasus yang terjadi di Kupang, NTT pada Putusan Pengadilan

Negeri Kupang Nomor 73/Pdt.G/ 2013 PN.Kpg terkait dengan penyelesaian

kredit bermasalah atau macet pada perjanjian kredit dengan jaminan oleh PT

Bank Central Asia Tbk kepada Nasabahnya Irwan Marloanto yang sudah

menunggak dalam pembayaran cicilan kreditnya kepada pihak BCA sehingga

pihaknya mengirimkan surat teguran pembayaran pinjaman guna menyelesaikan

kredit bermasalah/macet ini.

Namun nasabah BCA tersebut, yakni Irwan tidak menggubris surat

teguran tersebut. Sampai pada surat teguran pembayaran pinjaman yang ketiga

tetap tidak ada itikad baik dari Irwan selaku debitur atau nasabah BCA untuk

melunasi pinjaman yang sudah menunggak. Pihak BCA yang menyadari tidak

adanya itikad baik dari debitur, akhirnya melakukan pengumuman pelelangan aset

atas jaminan pinjaman yang di tangguhkan kepada BCA melalui Koran Pos

Kupang. Irwan yang mengetahui pengumuman pelelangan aset jaminannya di

Koran Pos Kupang merasa sangat dirugikan secaara inmateriil dan merugikan

kredibilitas dan nama baiknya, sehingga Irwan menggugat PT Bank Central Asia

Tbk pada Pengadilan Negeri Kupang.

10

(19)

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Mekanisme Penyelesaian Kredit

Bermasalah Pada Perjanjian Kredit Dengan Jaminan (Analisis Putusan

Nomor : 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg)”

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Pada sub bab ini penulis membagi menjadi dua pembahasan yaitu tentang

pembatasan masalah dan perumusan masalah yang penjelasannya sebagai berikut:

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, agar

pembahasan permasalahan skripsi ini tidak melebar dan lebih fokus pada

masalah, mengingat luasnya cakupan mengenai permasalahan kredit di dunia

Perbankan Indonesia, maka permasalahan ini penulis batasi hanya dilihat dari

mekanisme penyelesaian kredit bermasalah/macet pada perjanjian kredit

dengan jaminan dan proses eksekusi pelelangan yang ditinjau dari segi

yuridis, yaitu berdasarkan ketentuan Peraturan Bank Indonesia dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku pada saat ini.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang penulis batasi, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana mekanisme penyelesaian kredit bermasalah dalam perjanjian

(20)

b. Bagaimana pelaksanaan eksekusi jaminan/ hak tanggungan atas alasan

debitur cidera janji?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan

penulisan secara umum dan tujuan penulisan secara khusus. Adapun

penjabaran dari tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Tujuan Umum

Tujuan khusus dari penulisan skripsi ini adalah :

1) Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian kredit bermasalah pada

perjanjian kredit dengan jaminan sesuai dengan perundang-undangan

yang berlaku.

2) Untuk mengetahui tata cara eksekusi barang yang dijaminkan jika

debitur cidera janji.

b. Tujuan Umum

1) Kepentingan Akademis

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang hukum bisnis

khususnya dalam hukum Perbankan dan Hukum Jaminan.

2) Kepentinga Praktis

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi perkembangan hukum

(21)

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan dapat berguna untuk menambah ilmu

pengetahuan dan wawasan khususnya tentang perkreditan dan hukum

jaminan yang berlaku sekarang ini.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis diharapkan dapat membantu dan menambah pengetahuan

jika suatu saat dihadapkan pada kasus serupa yang berkaitan dengan

penyelesaian kredit macet pada perjanjian kredit dengan jaminan, sesuai

dengan pengaturan-pengaturan yang terdapat di dalamnya dan menjadi

jalan keluar untuk menyelesaikan masalah.

D. Tinjauan (Review) Kajian Skripsi Terdahulu

Untuk menghindari kesamaan dalam penulisan skripsi, maka penulis akan

mereview beberapa skripsi terdahulu yang relevan dengan judul yang penulis

ajukan. Ada penelitian mengenai pemberian kredit pada skripsi yg berjudul

"Pengaturan Kredit Konstruksi Terhadap Developer di PT Bank Tabungan

Negara (Analisis Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP/2013)" yang

disusun oleh Ainul Arifatul Ulum (1110048000005) Ilmu Hukum Bisnis, Fakultas

Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014. di dalam

skripsi tersebut membahas tentang pengaturan pemberian kredit konstruksi oleh

PT BTN terhadap Developer dianalisis dari Surat Edaran Bank Indonesia Nomor

(22)

akan dilakukan penulis adalah bahwa penelitian yg akan penulis angkat adalah

mengenai "Mekanisme Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada Perjanjian Kredit

Dengan Jaminan (Analisis Putusan Nomor : 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg)”.

Yang ke dua, penelitian yang berjudul “Pembebanan Hak Tanggungan

Dalam Perjanjian Kredit Bank” yang disusun oleh Ni Ketut Lilik Purnama Dewi

(0516051244) Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum Universitas Udayana

Denpasar, 2013. Di dalam penelitian ini membahas terkait dengan pembebanan

Hak Tanggungan, bagaimana akibat hukum terhadap surat kuasa membebankan

hak tanggungan yang tidak dilanjutkan ke Akta Pemberian Hak Tanggungan

(APHT) dalam hal terjadinya hutang Bank. Sedangkan penelitian yang akan

penulis teliti tentang penyelesaian kredit bermasalah dalam perjanjian kredit

dengan jaminan. Sepanjang penelusuran penulis pada judul skripsi di

perpustakaan FSH UIN, maka skripsi yg berjudul " Mekanisme Penyelesaian

Kredit Bermasalah Pada Perjanjian Kredit Dengan Jaminan (Analisis Putusan

Nomor : 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg) ", belum pernah diangkat sebelumnya sebagai

suatu judul skripsi.

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual

Untuk memudahkan pemahaman dalam penulisan ini, maka penulis akan

mencantumkan beberapa istilah yang sering digunakan atau dominan digunakan

dalam penelitian ini. Istilah yang dicantumkan dalam tinjauan pustaka ini juga

dapat dijadikan sebagai konsep atau kerangka berpikir untuk memahami dan

(23)

1. Kerangka Teoritis

Kredit adalah istilah yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Para

karyawan, ibu-ibu rumah tangga, bahkan masyarakat sekarang ini banyak

melakukan kegiatan konsumsi melalui kegiatan perkreditan. Secara etimologi

istilah kredit berasal dari bahasa Latin, yaitu kata latin credo berarti saya

percaya (I trust).

Dalam praktek dunia perbankan, pemberian fasilitas kredit oleh bank

kepada nasabahnya akan dimulai dengan diajukannya permohonan/ aplikasi

oleh nasabah. Aplikasi yang diajukan nasabah harus dilengkapi dengan data

yang dikehendaki bank. Selanjutnya berdasarkan data tersebut bank akan

menganalisis sesuai dengan ketentuan dan prosedur untuk sampai pada satu

keputusan, disetujui atau tidak permohonan kredit yang diajukan.11

Kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh

bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus

memerhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip

Syariah yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian

kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah merupakan factor penting

yang harus diperhatikan oleh bank karena jaminan memberikan keyakinan

atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi

kewajibannya sesuai dengan perjanjian.12

11

Julius R. Latumaerissa, Mengenal Aspek-Aspek Operasi Bank Umum (Jakarta : Bumi Aksaara, 1999), h., 43

12

(24)

2. Kerangka Konseptual

Pada bagian ini akan dikemukakan konsep dasar yang digunakan sebagai

dasar operasional dalam penelitian ini, antara lain :

a. Kredit

Pengertian kredit pada pasal 1 angka 11 Undang-Undang nomor 10 tahun

1998 tentang perubahan undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang

perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu,berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga.

b. Kredit Bermasalah

Kredit Bermasalah secara umum adalah semua kredit yang mengandung

resiko tinggi. Kredit bermasalah adalah kredit-kredit yang mengandung

kelemahan atau tidak memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan

oleh bank.13

c. Perjanjian Kredit dan Perjanjian Jaminan

Perjanjian Kredit adalah perjanjian pokok (principal) yang bersifat riil.

Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya.

13

(25)

Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian

pokok. Arti riil ialah bahwa terjadinya pejanjian kredit ditentukan oleh

penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur.14 d. Jaminan dan Agunan

Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank

Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan

Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu

keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai

dengan yang diperjanjikan. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 butir 3

yang dimaksud Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan

nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.15 e. Eksekusi

Eksekusi adalah suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan

kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara. Tindakan yang

berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata.16

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode,

sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

14

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Revisi (Jakarta : Kencana, 2011), h., 71

15

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Revisi (Jakarta : Kencana, 2011), h., 73

16

(26)

beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, untuk kemudian

mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahn yang timbul

dalam gejala yang bersangkutan.17

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode

yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum

yang terdapat pada pengaturan perundang-undangan dan keputusan

pengadilan serta norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang

menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat.18

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis-normatif,

yaitu penelitian yang menggunakan studi hukum (normatif). Maka dalam

studi hukum, pendekatan yang dilakukan adalah Pendekatan

Perundang-undangan (Statute Approach) dan Pendekatan konsep (Conceptual Approach).

Undang-Undang Untuk Meneliti Aturan-aturan yang menbahas mengenai

pengaturan pemberian kredit dengan jaminan dan eksekusi jaminan oleh bank.

Sedangkan pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep

pemberian kredit. Dengan pendekatan ini, Penulis akan mendapatkan

informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang akan dibahas.19

17

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986, Cet- III), h., 42

18

Soerdjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di dalam

Penelitian Hukum (Jakarta: Pusat Dokumentasi Universitas Indoesia, 1979), h., 18

19

(27)

3. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder, yaitu :

a. Data primer : Merupakan bahan penelitian yang berupa fakta-fakta

empiris sebagai perilaku maupun hasil perilaku manusia. Baik dalam

bentuk perilaku verbal perilaku nyata, maupun perilaku yang terdorong

dalam barbagai hasil perilaku atau catatan-catatan/ arsip.20 Data primer diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian yaitu dengan cara

wawancara langsung dan observasi atau pengamatan secara langsung

dilapangan

b. Data sekunder ; Merupakan bahan hukum dalam penelitian yang di ambil

dari studi kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder dan bahan non hukum. Data sekunder diperoleh dengan

studi dokumentasi dan penelusuran literatur yang berkaitan dengan kartu

kredit dan kredit bermasalah dan teori yang mendukungnya.

c. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya

memiliki suatu autoritas mutlak dan mengikat. Berupa ketentuan hukum

yang mengikat seperti, peraturan perundang-undangan, catatan resmi dan

lain-lain yang berkaitan dengan kredit dan kredit bermasalah.

d. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

terhadap/ mengenai bahan hukum primer. Seperti doktrin, jurnal, karya

ilmiah dibidang hukum dan lain-lain.

20

(28)

e. Bahan hukum tersier ( non hukum) adalah bahan hukum yang relevan

seperti kamus hukum, ensiklopedia dan kamus hukum lain yang masih

relevan.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan

bantuan bermacam-macam material yang terdapat diruang perpustakaan.21 Data diperoleh dengan membaca literature-literatur yang berhubungan

dengan masalah penelitian seperti : buku-buku tentang Hukum Perbankan

dan Hukum Jaminan, jurnal, artikel, maupun informasi yang ada dimedia

cetak maupun elektronik.

5. Satuan Pengamatan dan Satuan Analisis

a. Satuan pengamatan adalah satuan tempat untuk memperoleh informasi

tentang satuan analisis. Pada penelitian ini yang menjadi satuan

pengamatan adalah Putusan Nomor : 73/Pdt.G/2013 PN.Kpg.

b. Satuan analisis adalah objek yang menjadi pusat perhatian yang dari

padanya terkandung informasi yang ingin diketahui. Sedangkan yang

menjadi satuan analisis adalah kredit bermasalah pada perjanjian kredit

dengan jaminan.

21

(29)

6. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode

penelitian yang bersifat deskriptif analitis, yaitu metode yang berusaha

mengumpulkan data yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, analisis

data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan

data sekunder. 22

7. Pedoman Penulisan Skripsi

Penulisan dan penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2015.”

G. Sistematika Penulisan

Pada penulisan skripsi ini disusun berdasarkan buku “Pedoman Penulisan

Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015”

dengan sistematika yang terbagi dalam 5 (lima) bab. Dimana masing-masing bab

terdiri atas beberapa sub-bab sesuai pokok-pokok pembahasan dan materi yang

diteliti. Adapun perincian sebagai berikut :

Pada bab satu ini berisi tentang latar belakang penulisan skripsi, pembatasan

dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (review) studi

terdahulu, kerangka teoritis dan konseptual, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

22

(30)

Bab ke dua berisi tentang, pengaturan kredit dan jaminan kredit perbankan.

Dalam bab ini menguraikan tinjauan umum tentang kredit dan jaminan kredit

serta aturannya di dalam undnag-undang.

Bab tiga berisi tentang penyelesaian kredit bermasalah dalam perjanjian kredit

dengan jaminan dan eksekusinya. Dalam bab ini menguraikan penyelesaian kredit

bermasalah serta eksekusi jaminan kredit.

Bab empat berisi tentang analisis penyelesaian kredit bermasalah pada

perjanjian kredit dengan jaminan (analisis putusan nomor : 73/Pdt.G/2013

PN.Kpg). Dalam bab ini penulis menganalisis tentang putusan yang diangkat

yang merupakan inti dari permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

Bab lima berisikan seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya,yang berisikan

kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini. Pada bab ini dilengkapi

(31)

18

A. Tinjauan Umum Tentang Kredit

Kredit adalah istilah yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia.

Perkataan kredit bukan hanya dikenal oleh masyarakat perkotaan, tetapi juga

dikenal oleh masyarakat di pedesaan. Para karyawan, ibu rumah tangga, bahkan

masyarakat sekarang ini banyak melakukan kegiatan konsumsi melaui kegiatan

perkreditan. Hal ini menandakan bahwa kredit sudah menyapu dengan pola dan

gaya hidup masyarakat, baik di kota maupun di desa.1

Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti

kepercayaan (truth atau faith). Oleh karena itu dasar dari kredit ialah kepercayaan.

Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa

penerima kredit (debitur) dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala

sesuatu yang telah dijanjikan.2

Dalam praktek dunia perbankan, pemberian fasilitas kredit oleh bank

kepada nasabahnya akan dimulai dengan diajukannya permohonan atau aplikasi

oleh nasabah. Aplikasi yang diajukan nasabah harus dilengkapi dengan data yang

dikehendaki bank. Selanjutnya berdasarkan data tersebut bank akan menganalisis

1

Julius R. Latumaerissa, Mengenal Aspek-Aspek Operasi Bank Umum (Jakarta : Bumi Aksara, 1999), h., 43

2

(32)

sesuai dengan ketentuan dan prosedur untuk sampai pada satu keputusan,

disetujui atau tidak permohonan kredit yang diajukan.

Dengan tingkat persaingan sekarang, setiap bank berupaya untuk

memberikan pelayanan yang cepat kepada para nasabahnya, termasuk dalam

menentukan jangka waktu lamanya suatu permohonan kredit harus diputuskan.

Berkaitan dengan jangka waktu pemutusan kredit, ada bank yang menentukan

pemutusan dua minggu, satu minggu, bahkan ada yang beberapa hari.

1. Kredit Menurut Undang-Undang Perbankan

Kredit atau biasa disebut Pembiayaan dalam UU No. 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah, dijelaskan pada Pasal 1 ayat (25), Pembiayaan

adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu

berupa:

a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan

istishna‟;

d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi

(33)

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau

UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau

diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka

waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah

dengan UU No. 10 Tahun 1998 (UU Perbankan) mendefinisikan kredit

sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Berdasarkan pasal tersebut terdapat beberapa unsur perjanjian kredit

yaitu :

a. Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu;

b. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

bank dengan pihak lain

c. Terdapat kewajiban pihak peminjam untuk melunasi utangnya dalam

jangka waktru tertentu;

d. Pelunasan utang yang disertai dengan bunga.

Unsur pertama dari Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang

dapat dipersamakan dengan itu; uang di sini seiogianya ditafsirkan sebagai

(34)

maupun valuta asing. Dalam pengertian “penyediaan tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu” adalah cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada

rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari,

pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang (factoring) dan

pengambilalihan (pembelian) kredit atau piutang dari pihak lain seperti

negosiasi hasil ekspor.

Unsur kedua dari kredit adalah persetujuan atau kesepakatan antara

bank dan debitur. Sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata, agar suatu

perjanjian menjadi sah diperlukan empat syarat, yaitu kesepakatan para pihak,

kecakapan untuk membuat perjanjian, terdapat obyek tertentu dan ada suatu

kausa (cause) yang halal. Selain kesepakatan antara debitur dan kreditur juga

diperlukan ketiga syarat lain tersebut di atas sebagai dasar untuk menyatakan

sahnya suatu perjanjian.

Unsur ketiga dari kredit adalah adanya kewajiban debitur untuk

mengembalikan jumlah keseluruhan kredit yang dipinjam kepada kreditur

dalam 1 vide Pasal 1 angka 11 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 jangka waktu

tertentu. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari adanya hubungan pinjam

meminjam antara debitur dan kreditur.

Unsur yang terakhir adalah adanya pengenaan bunga terhadap kredit

yang dipinjamkan. Bunga merupakan nilai tambah yang diterima kreditur dari

(35)

pengertian mengenai Kredit sebagaimana dimaksud di atas, dalam UU

Perbankan juga dikenal adanya Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang

merupakan bentuk penyediaan dana yang dilakukan oleh Bank yang

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Pembiayaan

berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu

dengan imbalan atau bagi hasil.

2. Regulasi Bank Indonesia Terkait Pemberian Kredit

Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan,

aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan

dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang Otoritas

Jasa Keuangan atau biasa disebut OJK. Adapun lingkup pengaturan dan

pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan selain yang

diatur dalam pasal tertentu, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia.

Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK membantu

Bank Indonesia melakukan himbauan moral kepada Perbankan.

Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung

risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank.

(36)

berasal dari dana masyarakat, maka pemberian kredit perbankan banyak

dibatasi oleh ketentuan undang-undang dan ketentuan Bank Indonesia.

Menurut ketentuan Pasal 1 butir 5 Peraturan Bank Indonesia No.

7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang dimaksud

dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi utang setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Uundang-Undang Perbankan telah mengamanatkan agar bank

senantiasa berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan

usahanya, termasuk dalam memberikan kredit. Selain itu, Bank Indonesia

sebagai otoritas perbankan juga menetapkan peraturan-peraturan dalam

pemberian kredit oleh perbankan. Salah satunya adalah Kewajiban

Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank

Umum.

Sebagaimana telah dikemukakan, bank dalam melakukan kegiatan

usaha terutama dengan menggunakan dana masyarakat yang dipercayakan

kepada bank. Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang

mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan

usaha bank, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus berpegang pada

azas-azas perkreditan yang sehat guna melindungi dan memelihara kepentingan

(37)

Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan

berdasarkan azas-azas perkreditan yang sehat, maka diperlukan suatu

kebijakan perkreditan yang tertulis. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank

Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum untuk

memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan pedoman

penyusunan kebijakan perkreditan bank dalam SK Dir BI No.

27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995. Berdasarkan SK Dir BI tersebut,

Bank Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang

disetujui oleh dewan komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan

mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :

a. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan;

b. Organisasi dan manajemen perkreditan;

c. Kebijakan persetujuan kredit;

d. Dokumentasi dan administrasi kredit;

e. Pengawasan kredit;

f. Penyelesaian kredit bermasalah.

Kebijakan perkreditan bank dimaksud wajib disampaikan kepada Bank

Indonesia. Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditan

bank wajib mematuhi kebijakan perkreditan bank yang telah disusun secara

(38)

3. Penggolongan Kredit

Beragam jenis usaha, menyebabkan beragam pula kebutuhan akan

dana. Kebutuhan dana yang beragam menyebabkan jenis kredit juga menjadi

beragam. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dana yang diinginkan

nasabah. Secara umum penggolongan kredit dapat dilihat dari berbagai segi

antara lain :3

1) Dilihat dari Segi Kegunaan

a. Kredit Investasi

Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya

digunakan untuk keperluan usaha atau membangun proyek atau

pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. Contoh kredit

investasi misaalnya untuk membangun pabrik atau membeli

mesin-mesin. Masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif

lebih lama dan dibutuhkan modal yang relative besar pula.

b. Kredit Modal Kerja

Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk

keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Sebagai

contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku,

membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan

dengan proses produksi perusahaan.

3

(39)

2) Dilihat dari Segi Tujuan Kredit

a. Kredit Produktif

Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau

investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau

jasa. Sebagai contohnya kredit untuk membangun pabrik yang

nantinya akan menghasilkan barang dan kredit pertanian akan

menghasilkan produk pertanian, kredit pertambangan

menghasilkan bahan tambang atau kredit industrin akan

menghasilkan barang industry.

b. Kredit Konsumtif

Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribaadi. Dalam

kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan,

karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau

badan usaha. Sebagai contoh kredit perumahan, kredit mobil

pribadi, kredit perabotan rumah tangga, dan kredit konsumtif

lainnya.

c. Kredit Perdagangan

Merupakan kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan

untuk membiayai aktivitas perdagangannya seperti untuk membeli

barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil

penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan

(40)

barang dalam jumlah besar. Contoh kredit ini misalnya kredit

ekspor dan impor.

3) Dilihat dari Segi Jangka Panjang

a. Kredit jangka pendek

Merupa kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun

atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk

keperluan modal kredit. Contohnya untuk peternakan, misalnya

kredit pertenakan ayam atau jika untuk pertanian misalnya

tanaman padi atau palawija.

b. Kredit jangka menengah

Jangaka waktu kreditnya berkisar antara satu tahun sampai dengan

tiga tahun dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan

investasi. Sebagai contoh kredit untuk pertanian seperti jeruk atau

pertenakan kambing.

c. Kredit jangka panjang

Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling apanjang.

Kreedit jangka panjang waktu pengembaliannya diatas tiga tahun

atau lima tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang

seperti perkebunan karet , kelapa sawit atau manufaktur dan untuk

(41)

4) Dilihat dari Segi Jaminan

a. Kredit dengan jaminan

Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. Jaminan

tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak beerwujud

atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan

dilindungi minimal senilai jaminan aatau untuk kredit tertentu

jaminan harus melebihi jumlah kredit yang diajukan si calon

debitur.

b. Kredit tanpa jaminan

Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang

tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha,

karakter serta loyalitaas atau nama baik si calon debitur selama

berhubungan dengan bank atau pihak lain.

5) Dilihat dari Segi Sektor Usaha

a. Kredit pertanian, meerupakan kredit yang dibiayai untuk sector

perkebunan atau pertanian

b. Kredit peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk sector

peternakan baik jangka pendek maupunjangka panjang.

c. Kredit industry, merupakan kredit yang diberikan untuk

membiayai industry, baik industry kecil, industry menengah atau

(42)

d. Kredit pertambangan, merupakan kredit yang diberikan kepada

usaha tambang.

e. Kredit pendidikan, murapakan kredit yang diberikan untuk

membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula

berupa kredit untuk para mahasiswa.

f. Kredit profesi, merupakan kredit yang diberikan kepada para

kalangan professional seperti dosen, doketr atau pengacara.

g. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan

atau pembelian perumahan dan biasanya berjangka panjang. Dan

sektor-sektor lainnya.

4. Wanprestasi Dalam Kredit

Wanprestasi biasa disebut juga dengan istilah “cidera janji”. Dalam

bahasa Inggris, wanprestasi sering disebut dengan “default” atau

nonfulfillment” atau “breach of contract” adalah tidak dilaksanakannya suatu

prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama,

seperti yang tersebut dalam kontrak yang bersangkutan.

Wanprestasi dalam kredit adalah tidak memenuhi atau lalai

melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang

dibuat antara kreditur dengan debitur.4

4

Ah Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum Positif & Hukum

(43)

Konsekuensi yuridis dari tindakan wanprestasi adalah timbul hak dari

pihak yang dirugikan dalam kontrak tersebut untuk menuntut ganti kerugian

dari pihak yang telah merugikannya, yaitu pihak yang telah melakukan

wanprestasi.5

Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan

somasi oleh kreditur atau Juru Sita. Somasi itu minimal telah dilakukan

sebanyak tiga kali oleh kreditur atau Juru Sita. Apabila somasi itu tidak

diindahkannya, maka kreditur berhak membawa pesoalan itu ke pengadilan.

Dan pengadilan yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau

tidak6

B. Hubungan Jaminan Dalam Perjanjian Kredit

Pada dasarnya istilah jaminan berasal dari kata “jamin” yang berarti

“tanggung”, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan.7 Menurut

Undang-undang No. 10 Tahun 1998, Pasal 1 angka 23 tentang Perbankan,

Jaminan adalah keyakinan atas kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi

kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikannya.

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana dua orang atau dua pihak saling

berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh ke

dua pihak atau lebih, masing-masing sepakat untuk menaati apa yang tesebut

5

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2012) h., 17

6

Ah Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum Positif & Hukum

Islam (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h., 49

7

Ah Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum Positif & Hukum

(44)

dalam persetujuan itu. Perjanjian Kredit adalah perjanjian pokok (principal) yang

bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah

assessor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian

pokok. Arti riil ialah bahwa terjadinya pejanjian kredit ditentukan oleh

penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur.8

Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam

kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dalam

kegiatan pinjam-meminjam uang yang terjadi di masyarakat dapat diperhatikan

bahwa umumnya sering dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh

pihak peminjam kepada pihak pemberi pinjaman.

Kegiatan pinjam-meminjam uang yang dikaitkan dengan persyaratan

penyerahan jaminan utang banyak dilakukan oleh perorangan dan berbagai badan

usaha. Dalam pelaksanaan penilaian jaminan utang dari segi hukum, pihak

pemberi pinjaman seharusnya melakukannya menurut (berdasarkan) ketentuan

hukum yang berkaitan dengan objek jaminan utang dan ketentuan hukum tentang

penjaminan utang yang disebut sebagai hukum jaminan.

Sementara itu, bank konvensional (bank yang melakukan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip bunga) sebagai salah satu badan usaha yang memberikan

pinjaman uang kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit mensyaratkan

adanya penyerahan jaminan kredit oleh pemohon kredit. Dalam kegiatan

8

(45)

operasional bank konvensional pada umumnya ditemukan adanya jaminan utang

atau yang lazim disebut jaminan kredit.9

1. Jaminan Kredit

Jaminan kredit atau jaminan utang pada umumnya dipersyaratkan dalam

suatu pemberian kredit. Dari beberapa ketentuan yang berlaku di bidang

perbankan dapat disimpulkan bahwa jaminan keredit hampir selalu di

persyaratkan pada setiap skim perkreditan. Tetapi sepanjang yang dapat

diketahui tidak terdapat suatu alasan bagi bank untuk mensyaratkan adanya

kewajiban (calon) debitur untuk menyerahkan (memberikan) sesuatu jaminan

kredit, kecuali karena adanya ketentuan hukum jaminan yang berlaku,

misalnya ketentuan pasal 1131 KUH Perdata tentang kedudukan harta pihak

yang berutang sebagai jaminan atas utangnya.10

Pengertian Jaminan Kredit/Jaminan Utang adalah pemberian keyakinan

kepada pihak kreditor atas pembayaran utang-utang yang telah diberikannya

kepada debitor, dimana hal ini terjadi karena hukum ataupun terbit dari suatu

perjanjian yang bersifat assessoir terhadap perjanjian pokoknya-berupa

perjanjian yang menerbitkan utang-piutang.11

9

M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007), h., 3

10

M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007), h., 102

11

(46)

2. Dasar Hukum Jaminan

Dalam hukum positif Indonesia terdapat berbagai peraturan

perundang-undangan yang mengatur jaminan dalam rangka melaksanakan sistem

kehati-hatian (prudential) yang harus dilakukan oleh industry perbankan, termasuk

perbankan syari‟ah. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain dapat

dilihat dalam ketentuan-ketentuan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

yang telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, Peraturan

Perundang-undnagan Bank Indonesia dan KUH Perdata. Berikut beberapa pasal yang

terkait urgensitas jaminan di perbankan :12

a. Dalam UU No. 10 tahun 1998 terdapat pada pasal 8 dan penjelasan pasal 8

ayat (1) serta pasal 12 ayat (1) berikut ini:

Pasal 8 ayat (1) berbunyi :

“…Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syari‟ah, Bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan

dimaksud sesuai dengan yang di perjanjikan”

Penjelasan atas Pasal 8 ayat (1) berbunyi :

“Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan

prinsip syari‟ah yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan bank. Untuk memeperoleh keyakinan tersebut,

12

Ah Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum Positif &

(47)

sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur. Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsure pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsure-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan Nasabah Debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan…”

Pasal 12A ayat (1) berbunyi :

“Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam Nasabah Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan yang dibeli tersebut

dicairkan secepatnya”

b. Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/7/PBI/2003 tentang Kualitas

Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah Pasal 2 ayat (1) dan penjelasannya,

dan pada PAPSI (Pedoman Akuntansi Perbankan Syari‟ah Indonesia)

tahun 2003 Bank Indonesia :

Penanaman dana Bank Syariah pada Aktiva Produktif wajib dilaksanakan

berdasarkan prinsip kehati-hatian. Pasal 2 ayat (1),

“Yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian dalam penanaman dana yaitu penanaman dana dilakukan antara lain berdasarkan : 1) Analisis kelayakan usaha dengan memperhatikan sekurang-kurangnya factor 5C (Character, Capital, Capacity, Conditional of economy dan Collateral); 2) Penilaian terhadap aspek prospek usaha, kondisi keuangan dan

kemampuan membayar”

PAPSI (Pedoman Akutansi Perbankan Syariah Indonesia) Tahun 2003

“Pada prinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak dipersyaratkan

(48)

apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal

yang telah disepakati bersama dalam akad”

c. Dalam KUH Perdata pasal 1131 dan Pasal 1132

Pasal 1131 KUH Perdata,

“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak

bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada di kemudian hari,

menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”

Pasal 1132 KUH Perdata,

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menguntungkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseimbangan yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada

alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”

3. Jaminan Kredit Sebagai Pengaman Pelunasan Kredit

Bank sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada debitur wajib

melakukan upaya pengamanan agar kredit tersebut dapat dilunasi debitur yang

bersangkutan. Kredit yang tidak dilunasi oleh debitur baik seluruhnya maupun

sebagian akan merupakan kerugian bagi bank. Kerugian yang menunjukan

jumlah yang relative besar akan memengaruhi tingkat kesehatan bank dan

kelanjutan usaha bank. Oleh karena itu, sekecil apapun nilai uang dari kredit

yang telah diberikan kepada debitur harus tetap diamankan sesuai dengan

prinsip kehati-hatian.

Keterkaitan jaminan kredit dengan pengamanan kredit dapat disimpulkan

dari ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata sehingga merupakan upaya lain atau

(49)

pada waktu debitur ingkar janji kepada bank.bila di kemudian hari debitur

ingkar janji, yaitu tidak melunasi utang sesuai dengan ketentuan perjanjian

kredit, maka hal tersebut dinyatakan sebagai kredit macet. Pada saat debitur

ingkar janji, fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit akan

terlaksana dengan baik.13

4. Pengikatan Jaminan Kredit

Terhadap setiap objek jaminan kredit yang diserahkan debitur dan

disetujuin bank, harus segera diikat sebagai jaminan utang. Bank seharunya

mengikat objek jaminan kredit secara sempurna, yaitu dengan mengikuti

ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan

utang.

Pengikatan atau penguasaan jaminan kredit seharusnya dilakukan sebelum

diizinkannya debitur menarik dana kredit. Keharusan pengikatan dan

penguasaan jaminan kredit merupakan bagian dari persyaratan administrative

yang sudah diselesaikan sebelum kredit disalurkan dananya kepada debitur.14

13

M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007), h., 104

14

(50)

37

A. Kredit Bermasalah dan Penyebabnya

Setiap bank sesekali tentu akan menjumpai pinjaman yang membawa

risiko lebih besar dari pada yang diperkirakan saat memberikan pesetujuan

permohonan kredit dalam portofolio perkreditannya.1 Risiko atas kredit adalah tidak tertagihnya kredit yang telah disalurkannya, baik pokok pinjaman yang

diberikan, maupun bunganya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.2

Perkembangan pemberian kredit yang paling tidak menggembirakan bagi

pihak bank adalah apabila kredit yang diberikannya ternyata menjadi kredit

bermasalah. Hal ini terutama disebabkan oleh kegagalan pihak debitur

memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran (cicilan) pokok kredit

beserta bunga yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian

kredit.3

Kredit bermasalah merupakan kredit yang telah disalurkan oleh bank,

dan nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atau melakukan angsuran

sesuai dengan perjanjian yang telah di tanda tangani oleh bank dan nasabah.

Kredit bermasalah akan berakibat pada kerugian bank, yaitu kerugian karena

tidak diterimanya kembali dana yang telah disalurkan, maupun pendapatan

1

Julius R. Latumaerissa, Mengenal Aspek-Aspek Operasi Bank Umum (Jakarta : Bumi Aksara, 1999), h., 70

2

Ismail, Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi (Jakarta : Kencana, 2011), h., 122

3

(51)

bunga yang tidak dapat diterima. Artinya bank kehilangan kesempatan

mendapatkan bunga, yang berakibat pada penurunan pendapatan secara total.4 Beberapa pengertian mengenai kategori kolektibilitas kredit berdasarkan

ketentuan yang dibuat Bank Indonesia, sebagai berikut.

1. Kredit Lancar, kredit yang tidak mengalami penundaan pengembalian

pokok pinjaman dan pembayaran bunga.

2. Kredit dengan perhatian khusus, merupakan kredit yang masih

digolongkan lancar, akan tetapi mulai terdapat tunggakan. Ditinjau dari

segi kemampuan membayar, yang tergolong kredit dalam perhatian khusus

apabila terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga sampai dengan

90 hari.

3. Kredit Kurang Lancar, kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan

pembayaran bunganya telah melampaui 90 hari sampai dengan kurang dari

180 hari dari waktu yang diperjanjikan.

4. Kredit Diragukan, kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan

pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama 180 hari hingga

270 hari atau dua kali dari jadwal yang diperjanjikan.

5. Kredit Macet, kredit yang pokok pinjaman dan pembayaran bunganya

telah mengalami penundaan melampaui 270 hari atau lebih sejak jatuh

tempo5

4

Ismail, Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi (Jakarta : Kencana, 2011), h., 124

5

(52)

Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah atau non performing loan

(NPL) tersebut adalah apabila kualitas kredit tersebut tergolong pada tingkat

kolektibilitas kurang lancar, diragukan, atau macet.6

Pada dasarnya pejabat dan karyawan bank telah menyadari akibat fatal

yang akan timbul apabila terjadi kredit bermasalah. Penyebab timbulnya kredit

bermasalah umumnya adalah :

1. Pihak Nasabah (Debitur)

a. Manajemen (pengelolaan) usaha yang menunjukan perubahan,

misalnya terjadi penggantian pengurus, perselisihan,

ketidakmampuan menangani ekspansi usaha, dan lainnya.

b. Operasional usaha yang semakin memburuk, misalnya kehilangan

pelanggan, berkurangnya pasokan bahan baku, mesin-mesin yang

kurang berfungsi, dan lainnya.

c. Itikad yang kurang baik, misalnya debitur sudah merencanakan

melakukan penipuan atau pembobolan bank melalui sektor kredit.

2. Pihak Bank (Kreditur)

a. Kemampuan sumber daya manusia, misalnya pejabat bank kurang

memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengelola

perkreditan.

b. Kelemahan bank dalam melakukan pembinaan dan pengawasan,

misalnya pejabat bank belum menyadari pentingnya monitoring

atas kredit yang telah diberikan ke debitur.

6

(53)

c. Itikad yang kurang baik dari pejabat bank, misalnya terjadi kolusi

dengan pihak debitur untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

3. Pihak Lainnya

a. Force Majeur, yakni adanya peristiwa yang tidak terduga yang

menimbulkan risiko kemacetan. Keadaan ini terjadi akibat adanya

bencana alam, kebakaran, perampokan, dan lainnya.

b. Kondisi perekonomian negara yang tidak mendukung

perkembangan iklim usaha, misalnya krisi moneter.7

B. Kedudukan Kreditur Pemegang Benda Jaminan/ Hak Tanggungan

Undang – undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, telah

diundangkan tanggal 9 April 1996 dan berlaku sejak diundangkan. Undang –

undang ini merupakan amanat (pelaksanaan) dari Pasal 51 Undang-undang

Pokok Agraria. Pengertian Hak Tanggungan menurut Undang-undang Nomor

4 Tahun 1996, diatur dalam Pasal 1 butir 1 yang menyatakan bahwa :

―Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

sebagaimana dimaksudkan dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang

merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu,

yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu

terhadap kreditur-kreditur lain‖.

Dari ketentuan Pasal 1 butir 1 ini dapat disimpulkan bahwa Hak Tanggungan

adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu yang

7

(54)

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap

kreditur-kreditur lain.8

Pada prinsipnya lembaga keuangan bank atau bukan bank akan

meminta jaminan dari pihak debitur yang diikat dengan hak tanggungan

dengan alasan apabila terjadi wanprestasi (cidera janji) dari pihak debitur,

lembaga tersebut akan cepat memperoleh piutangnya kembali. Cukup dengan

membawa sertifikat hak tanggungan sudah langsung dapat mengajukan

permohonan ekesekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah mana

obyek tanggungan itu berada.

Jadi fakta perjanjian kredit tidak diperlukan lagi karena sertifikat hak

tanggungan sudah cukup membuktikan adanya utang-piutang antara kreditur

dengan debitur. Kreditur Pemegang Hak Tanggungan dalam kedudukannya

sebagai Kreditur preferen pada prinsipnya mendapat kedudukan yang

didahulukan dibandingkan dengan kreditur-kreditur lainnya. Kedudukan yang

didahulukan ini dalam BW (KUH Perdata) pada pasal 1133 ayat 1 BW (KUH

Perdata) dinyatakan bahwa :

― Hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa, dari gadai dan dari hipotik‖, dimana apabila debitur wansprestasi

(cidera janji), kreditur pemegang hak tanggungan akan mempunyai hak yang

didahulukan dalam pelunasan piutangnya dibandingkan dengan

kreditur-kreditur lainnya yang bukan pemegang hak tanggungan.‖

Sifat pemenuhan piutang yang didahulukan ini disebut dengan kreditur

preferen.

8

Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan Hukum Perikatan

(55)

Menurut J. Satrio memberikan penjelasan tentang hak didahulukan

disini adalah sebagai berikut:

―Didahulukan disini adalah didahulukan dalam mengambil pelunasan atas

penjualan eksekusi benda hipotik (hak tanggungan). Bahwa kedudukan

―preferen‖ (lebih didahulukan) berkaitan dengan hasil eksekusi, akan tampak

jelas kalau kita hubungkan dengan pasal 1132 KUHPerdata, yang mengatakan

bahwa pada asasnya para kreditur berbagi pond’s-pond’s harta benda milik

debitur. Dengan memperjanjikan dan memasang hak tanggungan–dulu

hipotik- maka kreditur menjadi preferent atas hasil penjualan benda tertentu

milik debitur - atau milik pemberi jaminan — yang diberikan sebagai jaminan

khusus, dalam arti, menyimpang dari asas Pasal 1132 tersebut di atas, ia

berhak mengambil lebih dulu uang hasil hipotik‖.9

Apa yang dikatakan Satrio dapat disimpulkan bahwa yang menjadi

unsur dari kedudukan yang diutamakan atau didahulukan dari kreditu

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung