Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
DANDY HERNADY PAHUSA NIM: 1111048000027
KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAN STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HJIDAYATULLAH JAKARTA
iii
v
K/Pdt.Sus-HKI/2014). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. x + 82 halaman + 40 halaman lapiran.
Penjelasaan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek menjelaskan persamaan pada pokoknya sebagai kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan, atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut. Tujuan dari skripsi ini untuk mengetahui cara menentukan kriteria persamaan unsur pokok pada suatu merek terkenal dan dampak pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memutuskan sengketa antara merek Gudang Baru dan Gudang Garam pada Putusan MA Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang merek. Sedangkan Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah suatu kasus yang telah menjadi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, kriteria penentuan persamaan unsur pokok pada suatu merek terkenal yaitu adanya kemiripan gambar, bunyi, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut, baik terhadap barang atau jasa yang sejenis maupun tidak sejenis yang didasarkan pada pengetahuan umum masyarakat, reputasi merek yang diperoleh karena promosi besar-besaran, dan disertai bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara. Dampak dari putusan Mahkamah Agung Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014 yaitu bagi pemilik merek yang telah terdaftar dan terkenal agar selalu melindungi mereknya yaitu dengan memperhatikan adanya itikad tidak baik dari pemilik merek lain. Apabila terdapat merek lain yang telah terdaftar di Dirjen HKI dan diumumkan dalam Berita Umum Merek, maka pemilik merek yang telah terdaftar terlebih dahulu segera mengajukan keberatan dan pembatalan merek tersebut. Gugatan pembatalan merek hendaknya tidak melebihi 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek tersebut. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 69 UU Merek No. 15 Tahun 2001.
vi
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu baik materil maupun immateril, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH., dan Arip Purkon, MA., Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.
3. Drs. Abu Tamrin, SH, M.Hum., dan Nurrohim Yunus, LL.M., dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu disela-sela kesibukan dalam memberikan nasihat, kritik dan saran untuk membangun penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Dedy Nursamsi SH., M.Hum, dosen penasihat akademik yang telah memberikan nasihat dan arahan.
5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas berbagi ilmu pengetahuan dan pengalamanya kepada penulis.
vii
Onike, Shenai, Temus, Fong, Uncle Odoy, Subito, Ardito, Lullaby, Tira, Parda, Laja, dan lain-lain, terima kasih atas dukungan dan pengalaman yang telah diberikan selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Hukum angkatan 2011, khususnya Endang, Azmi, Afwan, Fadilah, Shinta, Ica, Uut, Ida, dan lain-lain, terimakasih atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan selama ini.
10. Seluruh teman-teman Hipmaja yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka. Amin.
Demikian ini penulis ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang berkenan bagi pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Jakarta, Maret 2015 Penulis
viii
PESETUJUAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Batasan dan Rumusan Masalah ... 5
C.Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6
D.Tinjauan Kajian Terdahulu ... 7
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8
F. Metode Penelitian ... 12
G.Sistematika Penulisan ... 15
BAB II MEREK SEBAGAI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) A.Hak Kekayaan Intelektual ... 17
B.Merek ... 20
BAB III KRITERIA PERSAMAAN UNSUR POKOK PADA MEREK TERKENAL A.Profil PT Gudang Garam tbk dan Gudang Baru ... ... 38
B.Persamaan Unsur Pokok Merek ... 45
C.Merek Terkenal ... 50
D.Penentuan Kriteria Persamaan Unsur Pokok Pada Merek Terkenal ... 52
ix BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan ... 77
B.Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 80
x
Gambar 2 ... 48
Gambar 3 ... 48
Gambar 4 ... 48
Gambar 5 ... 48
Gambar 6 ... 49
Gambar 7 ... 73
[image:10.612.112.526.110.433.2]1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring perkembangan industri dan perdagangan, merek menjadi sangat
penting dalam dunia periklanan dan pemasaran karena publik sering mengaitkan
suatu image, kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Konsumen membeli suatu produk tertentu dengan melihat mereknya karena
menurut mereka, merek tersebut berkualitas tinggi atau aman untuk dikonsumsi
dikerenakan reputasi dari merek tersebut.1
Merek merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 15 tentang Merek, untuk selanjutnya ditulis UU
No. 15 Tahun 2001. Pasal 1 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001 menjelaskan merek
adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Kebutuhan untuk melindungi merek dari peniruan atau persaingan yang
curang, maka merek tersebut harus didaftarkan di Direktoral Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual. Di Indonesia telah dibuat undang-undang yang mengatur
secara khusus tentang merek, yaitu UU No. 15 Tahun 2001. Selain peraturan
1Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung: P.T. Alumni, 2005), h.
perundang-undangan nasional tentang merek, ada juga peraturan merek yang
bersifat internasional seperti Konvensi Paris Union yang khusus diadakan untuk
memberikan perlindungan pada hak milik perindustrian (Paris Convention for the Protection of Industrial Property). Indonesia merupakan peserta pada Paris Convention, oleh karena itu Indonesia juga turut serta dalam International Union for the Protection of Industrial Property yaitu organisasi Uni Internasional khusus untuk memberikan perlindungan pada Hak Milik Perindustrian, yang
sekarang ini sekretariatnya turut diatur oleh Sekretariat Internasional WIPO
(World Intelectual Property Organization).2
Pemilik merek baru akan diakui atas kepemilikan mereknya setelah
melakukan pendaftaran. Untuk memenuhi persayatan pendaftaran, merek harus
memiliki daya pembeda yang cukup, artinya memiliki kekuatan untuk
membedakan antara merek yang dimiliki dengan merek milik pihak lain yang
sejenis. Agar memiliki daya pembeda, merek harus dapat memberikan penentuan
pada barang atau jasa yang bersangkutan.3 Oleh karena itu, merek yang tidak
memiliki daya pembeda tidak dapat didaftarkan di Direktoral Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual dan secara otomatis tidak akan mendapatkan perlindungan
hukum.
2 OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004),
h. 338.
3 Budi Agus Riswandi dan Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, (Jakarta:
Selain tidak memiliki daya pembeda, pendaftaran merek juga dapat
ditolak sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 15 Tahun
2001 yaitu pendaftaran merek dapat ditolak apabila mengandung persamaan
pokok atau keseluruhan dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dulu
untuk barang dan/jasa sejenis, dengan merek yang sudah terkenal milik pihak
lain untuk barang dan/jasa sejenis, dan juga dengan indikasi-geografis yang
sudah dikenal.
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No. 15 Tahun 2001 mengenai
persamaan pada pokoknya adalah merupakan kemiripan yang disebabkan oleh
adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan yang lain,
yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan mengenai bentuk, cara
penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun
persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.
Salah satu kesulitan yang timbul dari ketentuan UU No. 15 Tahun 2001
yaitu kurangnya pedoman yang jelas untuk menetukan kriteria merek terkenal,
dengan kata lain Undang-Undang merek Indonesia tidak mengatur secara rinci
tentang merek terkenal ini. Namun dalam ketentuan Pasal 6 UU No. 15 Tahun
2001 dalam penjelasannya tentang penolakan permohonan yang mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal untuk barang
dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum
masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Selain
yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang
dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran merek tersebut di
beberapa negara.
Perlindungan merek terkenal merupakan salah satu aspek penting dalam
hukum merek. Perlindungan yang diberikan oleh undang-undang merek terhadap
merek terkenal merupakan pengakuan terhadap keberhasilan pemilik merek
dalam menciptakan image ekslusif dari produknya yang diperoleh melalui pengiklanan atau penjualan produk-produknya secara langsung.4 Adanya
peniruan merek terkenal pada dasarnya dilandasi iktikad tidak baik, yaitu
mengambil kesempatan dari ketenaran merek orang lain. Sehingga dapat
menimbulkan kerugian bagi pemilik merek terkenal disebabkan ada
kemungkinan berkurangnya penjualan produk akibat dari sebagian konsumennya
beralih ke merek yang menyerupainya.
Salah satu sengketa persamaan pokok pada suatu merek terkenal untuk
dua jenis produk barang dan kelas yang sama telah ditangani oleh Mahkamah
Agung dan diputus dalam putusan MA Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014. Dalam
putusan tersebut diselesaikan sengketa antara H. Ali Khosin, SE selaku pemilik
merek Gudang Baru dengan PT Gudang Garam, tbk.
Putusan MA Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014 permohonan kasasi oleh H.
Ali Khosin, SE dikabulkan oleh Mahkamah Agung dikarenakan mereknya
4Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung: P.T. Alumni, 2005), h.
ternyata tidak mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek Gudang
Garam dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Surabaya Nomor 04/HKI-MEREK/2013/PN-NIAGA.SBY., dalam perkara ini
tidak sesuai dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan
kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi H. Ali Khosin, SE tersebut
dikabulkan.
Kurangnya aturan secara rinci tentang merek terkenal dan batasan
mengenai kriteria persamaan pada pokoknya dalam UU No. 15 Tahun 2001,
sehingga hakim memiliki penafsiran yang berbeda dalam menyelesaikan
sengketa antara H. Ali Khosin, SE selaku pemilik merek Gudang Baru dengan
PT Gudang Garam, tbk. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menganalisis
putusan tersebut dalam sebuah karya ilmiah dengan judul PERSAMAAN UNSUR POKOK PADA MEREK GUDANG GARAM DAN GUDANG BARU (Analisis Putusan MA Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014).
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan Hak Kekayaan Inetelektual yang
meliputi hak cipta, paten, merek, varietas tanaman, rahasia dagang, desain
industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu, maka skripsi ini hanya
dengan merek Gudang Baru pada Putusan MA Nomor 162
K/Pdt.Sus-HKI/2014.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah
diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana menentukan kriteria persamaan unsur pokok pada suatu
merek terkenal?
b. Apakah dampak pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam
memutuskan sengketa antara merek Gudang Garam dan Gudang Baru
pada Putusan MA Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014?
C. Tujuan dan Mafaat Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka tujuan dan manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui cara menentukan kriteria persamaan unsur pokok
pada suatu merek terkenal.
b. Untuk mengetahui dampak pertimbangan hakim MA dalam
memutuskan sengketa antara merek Gudang Garam dan Gudang Baru
2. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
HKI terutama mengenai merek dagang dalam hal persamaan unsur
pokok pada suatu merek terkenal.
b. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penegak
hukum yang ingin memahami lebih jauh dalam penyelesaian sengketa
persamaan unsur pokok suatu merek terhadap merek terkenal. Selain
itu, dapat digunakan sebagai tambahan pemikiran dalam bentuk data
sekunder terhadap permasalahan yang sama.
D. Tinjauan (Riview) Kajian Terdahulu
Untuk menghindari kesamaan judul dalam skripsi ini, penulis telah
melakukan penelusuran studi terlebih dahulu yang berkaitan dengan penelitian
ini di beberapa perpustakaan, di antaranya sebagai berikut:
1. Skripsi konsentrasi Hukum Bisnis program Studi Ilmu Hukum, Fakultas
Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, disusun oleh Dwi
Anto, NIM 109048000032 pada tahun 2013, dengan judul Tinjauan Yuridis
Terhadap Peniruan Merek Helm “INK” oleh Merek Helm “INX”.
Penulis di atas hanya menjelaskan mengenai peniruan merek helm “INK”
dan oleh merek “INX”. Sedangkan skripsi ini menjelasakan tentang
persamaan unsur pokok pada suatu merek terkenal yaitu antara merek
2. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 2003, disusun oleh
Primastuti, Nim 0598231528, dengan judul Perlindungan Merek Terkenal Berdasarkan Peratutan Perundang-undangan Nasional, Termasuk Konvensi internasional. Penulis di atas menjelaskan mengenai perlindungan merek terkenal berdasarkan perundang-undangan nasional dan
konvensi internasional. Sedangkan skripsi ini menjelaskan tentang
persamaan unsur pokok suatu merek terkenal yaitu antara merek Gudang
Garam dan Gudang Baru.
3. Buku Ahmadi Miru, yang diterbitkan oleh PT. Raja Grafindo Persada pada
tahun 2005 di Jakarta dengan judul Hukum Merek. Buku ini menjelaskan tentang merek secara umum. Sedangkan skripsi ini lebih menjelasakan
tentang persamaan unsur pokok suatu merek terkenal yaitu antara merek
Gudang Garam dan Gudang Baru.
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Landasan pengaturan dan perlindungan merek terdapat dalam UU
No. 15 Tahun 2001. Pendaftaran merek merupakan hal yang sangat penting
karena dengan mendaftarkan merek, pemilik merek dapat memperoleh
perlindungan hukum. Agar dapat diterima sebagai merek, sebuah merek
haruslah memiliki daya pembeda. Daya pembeda adalah kemampuan suatu
yang diproduksi oleh pihak lainnya.5 Jadi merek harus menggunakan tanda
yang sedemikian rupa sehingga mempunyai cukup kekutan untuk
membedakan dengan merek lainnya.
Sudarta Gautama mengemukakan bahwa:6
“Merek ini harus merupakan suatu tanda. Tanda ini dapat
dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembeda dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek. Misalnya: Bentuk, warna atau ciri lain dari barang atau pembungkusnya. Bentuk yang khas atau warna, warna dari sepotong sabun atau suatu doos, tube, dan botol. Semua ini tidak cukup mempunyai daya pembedaan untuk dianggap sebagi suatu merek, tetapi dalam praktiknya kita disaksikan bahwa warna-warni tertentu dipakai
dengan suatu kombinasi yang khusus dapat dianggap sebagai suatu merek”.
Merek yang tidak memiliki daya pembeda, dalam artian memiliki
persamaan pada pokoknya terhadap merek terkenal pada dasarnya dilandasi
iktikad tidak baik, yaitu mengambil kesempatan dari ketenaran merek orang
lain. Penjelasan Pasal 4 UU No. 15 Tahun 2001 menerangkan bahwa
pemohon yang beriktikad baik adalah pemohon yang mendaftarkan
mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng,
meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan
usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan
kondisi persaingan curang, mengecoh atau menyesatkan konsumen.
5 Syopiansyah Jaya Putra dan Yusuf Durachman, Etika Bisnis dan Hak Kekayaan Intelektual,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 186
6 OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004),
Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2001 memuat ketentuan mengenai
penolakan pendaftaran merek yaitu pemohon harus ditolak oleh Direktur
Jenderal apabila merek tersebut mengandung persamaan pokok atau
keseluruhan dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dulu untuk
barang dan/jasa sejenis, dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain
untuk barang dan/jasa sejenis, dan dengan indikasi-geografis yang sudah
dikenal.
2. Kerangka Konseptual
Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti.7
Salah satu cara untuk menjelaskan konsep adalah definisi. Definisi
merupakan suatu pengertian yang relatif lengkap tentang suatu istilah, dan
biasanya definisi beritik tolak pada referensi. Dengan demikian, definisi
harus mempunyai ruang lingkup yang tegas,8 sehingga dalam pengertian
tidak boleh ada kurang atau dilebih-lebihkan.
Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang
berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam skripsi ini, maka perlu
dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi sebagai berikut:
a. Merek pada Pasal 1 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001 adalah ”Merek
adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2010), h. 132.
8 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja
angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa”.
b. Hak atas Merek pada Pasal 3 UU No. 15 tahun 2001 adalah “Hak
eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang
terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu
dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin
kepada pihak lain untuk menggunakannya”.
c. Persamaan pada pokoknya dalam penjelasaan Pasal 6 ayat (1) huruf a
UU No. 15 tahun 2001 adalah “Kemiripan yang disebabkan oleh adanya
unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain,
yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai
bentuk, cara penempatan, cara penulisan, atau kombinasi antara
unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam
merek-merek tersebut”.
d. Merek terkenal didefinisikan sebagai merek yang memiliki reputasi
tinggi. Merek yang demikian itu memiliki kekuatan pancaran yang
memukau dan menarik, sehingga jenis barang apa saja yang berada di
bawah merek itu langsung menimbulkan sentuhan keakraban dan ikatan
mitos kepada segala lapisan. Ketentuan Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2001
dalam penjelasannya tentang penolakan permohonan merek terkenal
promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di
dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti-bukti
pendaftaran merek tersebut di beberapa negara.9
F. Metode Penelitian
Soerjono Soekanto mengatakan “Penelitian hukum merupakan suatu
kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika tertentu yang
bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan
jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang
mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu
pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang
bersangkutan”.10 Metode penelitian ini disistematikakan dalam suatu format
sebagai berikut:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode jenis penelitian
yuridis normatif. Dimana penulis mencari fakta-fakta yang akurat dan valid
tentang sebuah peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian. Penelitian
ini juga dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis dan
bahan-bahan lain, serta menelaah peraturan perundang-undang yang berhubungan
9 Budi Agus Riswandi dan Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 87.
dengan penulisan penelitian ini. Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah
deskriptif yaitu tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin
tentang suatu gejala atau fenomena, agar dapat membantu dalam
memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau mencoba merumuskan teori
baru.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum
adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus
(case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).11
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan
(statue approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan mengacu kepada UU No. 15 tahun 2001. Sedangkan
Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah
suatu kasus yang telah menjadi putusan pengadilan berkekuatan hukum
tetap, dalam hal ini yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor 162
K/Pdt.Sus-HKI/2014.
3. Data dan Sumber Data
Berdasarkan jenis penelitian di atas, maka data yang dikumpulkan
berasal dari data sekunder. Data sekunder yang dimaksudkan antara lain:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer diperoleh dari UU No. 15 tahun 2001 dan
Putusan Mahkamah Agung Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014 yang
bertujuan untuk melengkapi dan mendukung data-data ini, agar
penelitian menjadi lebih sempurna.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian
kepustakaan (library research) yang diperoleh dari berbagai literatur yang terdiri dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan hasil
penelitian yang mempunyai hubungan erat terhadap permasalahan yang
diteliti.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk dan juga penjelasan terhadap data primer dan data sekunder
yang berupa kamus.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) yakni upaya untuk memperoleh data dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan
perundang-undangan, dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian
5. Teknik Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis
kualitatif adalah dari data yang diedit dan dipilih menurut kategori
masing-masing dan kemudian dihubungkan satu sama lain atau ditafsirkan dalam
usaha mencari jawaban atas masalah penelitian.
6. Metode penulisan
Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode
penulisan Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan atau penyajiannya, penulis menjabarkan
materi atau isi dari penelitian ini menjadi lima bab dengan sistematika yang
terdiri dari:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini memuat secara keseluruhan mengenai latar belakang
masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
kerangka teoritis dan konseptual, tinjauan (riview) kajian terdahulu, metode penelitian dan sistematika penuliusan.
BAB II MEREK SEBAGAI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)
Pada bab ini akan dibahas secara umum mengenai Hak Kekayaan
BAB III KRITERIA PERSAMAAN UNSUR POKOK PADA MEREK
TERKENAL
Pada bab ini akan dibahas mengenai profil PT Gudang Garam, tbk dan
Gudang Baru, persamaan unsur pokok, merek terkenal dan penentuan
kriteria persamaan unsur pokok pada merek terkenal.
BAB IV DATA PENELITIAN DAN ANALISA DATA
Pada bab ini akan dibahas mengenai posisi kasus, motif atau alasan
pertimbangan hakim agung dalam memutuskan perkara antara merek
Gudang Baru dan Gudang Garam, dampak pertimbangan hakim dalam
memutuskan sengketa antara merek Gudang Baru dan Gudang Garam
pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014.
BAB V PENUTUP
BAB II
MEREK SEBAGAI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)
A. Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Pemahaman teori akan diuraikan dalam konsepsi Hak Kekayaan
Intelektual dari unsur-unsur yang ada dalam istilah HKI yaitu hak, kekayaan, dan
intelektual. Ketiga unsur ini merupakan kesatuan yang tidak dipisahkan.1
1. Unsur Hak. Unsur ini diartikan hak yang diberikan negara kepada para
intelektual yang mempunyai hasil karya yang eksklusif. Eksklusif artinya
hasil karyanya baru, atau pengembangan dari yang sudah ada, mempunyai
nilai ekonomi, bisa diterapkan di dunia industri, mempunyai nilai komersial
dan dapat dijadikan aset.
2. Unsur Kekayaan. Menurut Paul Scholten dalam Zaakenrecht kekayaan adalah
sesuatu yang dapat dinilai dengan uang, dapat diperdagangkan dan dapat
diwariskan atau dapat dialihkan. Hal ini berarti unsur kekayaan pada HKI
mempunyai sifat ekonomi, yaitu mempunyai nilai uang, dapat dimiliki dengan
hak yang absolut dan dapat dialihkan secara komersial.
3. Unsur Inteketual. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
intelektual adalah cerdas, orang yang berpikiran jernih berdasarkan ilmu
pengetahuan, atau yang mempunyai kecerdasan tinggi.
1 Syopiansyah Jaya Putra dan Yusuf Durrachman, Etika Bisnis dan Hak Kekayaan Intelektual,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 113.
Dari ketiga unsur pemahaman tersebut dapat diartikan Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) adalah sebagai hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang
lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Karya-karya tersebut merupakan kebendaan tidak
terwujud yang merupakan hasil kemampuan intelektualitas manusia dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa dan
karyanya, yang memiliki nilai-nilai moral, praktis dan ekonomi.2
HKI pada umumnya berhubungan dengan perlindungan penerapan ide
dan informasi yang memiliki nilai komersial. HKI mempunyai tujuh cabang,
yaitu:3
1. Hak Cipta, melindungi ciptaan manusia di bidang seni, sastra, dan ilmu
pengetahuan. Ciptaan tersebut seperti program komputer, musik, buku,
novel, karya arsitektur, tari, seni, dan lain-lain. Hak cipta diatur dalam UU
No. 19 Tahun 2002.
2. Merek, merupakan tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
membedakan barang atau jasa dari satu perusahaan dengan barang atau jasa
yang sejenis yang diproduksi oleh perusahaan lain. Merek diatur dalam UU
No. 15 Tahun 2001.
2 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, (Bandung: P.T. Alumni, 2003), h.
2.
3 Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, (Yogyakarta: Graha
3. Paten, melindungi invensi di bidang teknologi dan berisi pemecahan
masalah. Paten dapat berupa produk, proses maupun pengembangan atau
penyempurnaan paten produk atau proses. Paten diatur dalam UU No. 14
Tahun 2001.
4. Desain Industri, melindungi tampilan luar dari kreasi bernilai artistik berupa
bentuk, konfigurasi, kompusisi garis atau warna, garis dan warna, gabungan
dari unsur-unsur tersebut. Desain Industri diatur dalam UU No. 31 Tahun
2000.
5. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, melindungi kreasi berupa rancangan
peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen dalam sebuah sirkuit terpadu.
Cabang ini diatur dalam UU No. 32 Tahun 2000.
6. Rahasia Dagang, melindungi informasi yang tidak diketahui oleh umum di
bidang teknologi dan bisnis seperti metode produksi, metode pengolahan,
metode penjualan, dan informasi lainnya. Rahasia dagang diatur dalam UU
No. 30 Tahun 2000.
7. Perlindungan Varietas Tanaman, melindumgi varietas tanaman baru berupa
sekelompok tanaman, jenis atau spesies, bentuk, pertumbunhan, daun,
bunga, biji dan ekspresi karakteristik genotif atau kombinasi genotif. Cabang
ini di ataur dalam UU No. 29 tahun 2009.
Perlindungan HKI dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan
meratifikasi beberapa konvensi internasional antara lain tentang pembentukan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Ada dua lembaga multilateral yang berhubungan
dengan HKI yaitu WIPO (World Intelectual Property Organization) dan TRIPs (Trade Related Aspect Of Intellectual Property Rights). WIPO berada di bawah lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan TRIPs yang lahir dalam Putaran
Uruguay diakomodasi oleh WTO.4
Pengaturan internasional tentang merek sebagai salah satu bagian dari
sistem pengaturan tentang HKI telah dicakup kedalam peraturan internasional
yang sangat komprehensif dalam perjanjian TRIPs. Perjanjian TRIPs merupakan
salah satu bagian dari WTO. Indonesia menjadi negara WTO pada tahun 1994,
secara otomatis Indonesia merupakan pihak pula dalam perjanjian TRIPs.
Keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian TRIPs menimbulkan kewajiban
internasional bagi Indonesia yang menuntut komitmen penuh pelaksanaannya,
yaitu kewajiban-kewajiban dalam rangka perlindungan HKI.5
B. Merek
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, merek merupakan salah satu
cabang dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang diatur dalam UU No. 15
Tahun 2001.
Gambaran umum merek akan dijelaskan sebagai berikut:
4 Syopiansyah Jaya Putra dan Yusuf Durrachman, Etika Bisnis dan Hak Kekayaan Intelektual,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 113.
1. Pengertian Merek
Pengertian merek dalam UU No. 15 tahun 2001 adalah tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Dari rumusan tersebut, dapat diketahui bahwa merek:6
a. Tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna tersebut.
b. Memiliki daya pembeda (distinctive) dengan merek lain yang sejenis. c. Digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa yang sejenis.
Dengan demikian, merek merupakan suatu tanda pengenal dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa yang sejenis dan sekaligus
merupakan jaminan mutunya bila dibandingkan dengan produk barang atau
jasa sejenis yang dibuat pihak lain.
Sedangkan menurut beberapa ahli mengemukakan pengertian dari
merek itu sendiri, yaitu:7
a. H.M.N. Purwo Sutjipto
“Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang
sejenis”.
b. Prof. R. Soekardono
“Merek adalah sebuah tanda (Jawa: ciri atau tengger) dengan mana
dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga dipribadikan asalnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang
6 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, (Bandung: P.T. Alumni, 2003), h.
321.
7OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004),
dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan
perusahaan lain”.
c. Mr. Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Proff. Vollmar
“Suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang
dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya”.
Berdasarkan pengertian merek dari beberapa ahli di atas, penulis
menyimpulkan merek adalah suatu tanda pengenal dalam bidang
perdagangan barang atau jasa guna membedakan dengan barang atau jasa
yang sejenis lainnya.
2. Fungsi Merek
Merek berfungsi untuk memberi identitas pada barang atau jasa dan
berfungsi menjamin kualitas suatu barang dan jasa bagi konsumen. Bagi
orang yang sudah membeli suatu produk dengan merek tertentu dan merasa
puas akan kualitas produk barang atau jasa tersebut akan mencari produk
dengan merek yang sama di lain waktu. Merek juga dapat menjadi
adversiting tool untuk membantu periklanan dan promosi suatu produk.8 Selain itu, merek juga berfungsi sebagai pembeda dari produk barang
atau jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan hukum dengan produk
barang atau jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan hukum lain. Barang
atau jasa yang dibuat tersebut merupakan barang atau jasa yang sejenis,
sehingga perlu diberi tanda pengenal untuk membedakannya. Sejenis di sini,
8 Emmy Yuhassarie, Hak Kekayaan Intelektual dan Perkembangannya, (Jakarta: Pusat
bahwa barang atau jasa yang di perdagangkan tersebut harus termasuk dalam
kelas barang atau jasa yang sama pula.9
Menurut P.D.D. Dermawan , fungsi merek itu ada tiga, yaitu:10
a. Fungsi indikator sumber, artinya merek berfungsi untuk menunjukkan bahwa suatu produk bersumber sacara sah pada suatu unit usaha dan karenanya juga berfungsi untuk memberi indikasi bahwa produk itu dibuat secara profesional;
b. Fungsi indikator kualitas, artinya merek berfungsi sebagai jaminan kualitas khususnya dalam kaitan dengan produk-produk bergengsi; c. Fungsi sugestif, artinya merek memberikan kesan akan menjadi kolektor
produk tersebut.
3. Jenis-Jenis Merek
Jenis merek dijelaskan dalam Pasal 2 UU No. 15 Tahun 2001, yaitu
“Merek sebagaimana diatur dalam undang-undang ini meliputi Merek
Dagang dan Merek Jasa”. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada
barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan barang-barang sejenis
lainnya. Sedangkan merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk membedakan jasa-jasa sejenis lainnya.
Selain jenis merek di atas, UU No. 15 Tahun 2001 juga mengenal
jenis merek lainnya, yaitu Merek Kolektif. Pasal 1 angka 4 UU No. 15
9 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, (Bandung: P.T. Alumni, 2003), h.
322.
10 OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004),
Tahun 2001 mendefinisikan merek kolektif sebagai merek yang digunakan
pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang
diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara
bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
4. Persyaratan Merek Yang Dapat Didaftar
Agar suatu merek dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap
dagang, maka syarat mutlak yang harus dipenuhi yaitu mempunyai daya
pembedaan yang cukup. Dengan kata lain, tanda yang dipakai ini haruslah
sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan
barang hasil produksi suatu perusahaan atau jasa dari produksi seseorang
dengan barang-barang atau jasa yang diproduksi oleh orang lain.11 Selain itu,
tidak semua yang memenuhi daya pembeda dapat didaftarkan sebagai
sebuah merek. Pasal 4 UU No. 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa merek
tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon
yang beriktikad tidak baik.
Penjelasan Pasal 4 UU No. 15 Tahun 2001 menyakan bahwa
pemohon yang beritikad baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya
secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru
atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang
11OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004),
berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan
curang, mengecoh atau menyesatkan konsumen.
Selain itu, ketentuan UU No. 15 Tahun 2001 mengatur lebih lanjut
apa saja yang tidak dapat dijadikan atau didaftarkan sebagai suatu merek.
Berdasarkan Pasal 5 UU No. 15 Tahun 2001, merek tidak dapat didaftarkan
apabila mengandung salah satu unsur: bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau
ketertiban umum; tidak memiliki daya pembeda; telah menjadi milik umum;
dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya.
Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2001 memuat juga ketentuan mengenai
penolakan pendaftaran merek yaitu permohonan harus ditolak oleh
Direktorat Jenderal HKI apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah
terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis, merek yang
sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis, dan
indikasi-geografis yang sudah dikenal. Penolakan dapat pula diberlakukan
terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi
persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila
nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis
dari yang berhak, merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan
nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga
nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak
yang berwenang, dan merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau
stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali
atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Dengan demikian, tidak
semua tanda dapat didaftar sebagai merek. Tanda-tanda yang memenuhi
syarat yang dapat didaftar sebagai merek, yaitu: 12
a. Mempunyai daya pembeda.
b. Merupakan tanda-tanda pada barang dagang atau jasa yang dapat berupa gambar (lukisan), nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.
c. Tanda tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum, bukan tanda yang bersifat umun dan tidak menjadi milik umum, atau bukan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
d. Tanda tersebut juga tidak mempunyai persamaan dengan merek lain yang terdaftar lebih dulu, merek terkenal, atau indikasi geografis yang sudak dikenal.
e. Tidak merupakan, menyerupai atau tiruan tanda lainnya yang dimiliki oleh suatu lembaga atau negara tertentu.
5. Permohonanan Pendaftaran Merek
Tentang syarat dan tata cara permohonan pendaftaran merek di
Indonesia diatur dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 17 UU No. 15 Tahun
12 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, (Bandung: P.T. Alumni, 2003), h.
2001. Pasal 7 ayat (1) menyatakan permohonan pendaftaran merek diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan
mencantumkan:
a. tanggal, bulan, dan tahun;
b. nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;
c. nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui
Kuasa;
d. warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya
menggunakan unsur-unsur warna;
e. nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam
hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
Permohonan ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya. Pemohon
di sini dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau
badan hukum. Permohonan yang diajukan lebih dari satu Pemohon secara
bersama-sama berhak atas merek tersebut, semua nama pemohon
dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.
Namun, permohonan yang diajukan bersama ditanda tangani oleh salah satu
dari pemohon yang berhak atas merek tersebut, maka harus melampirkan
persetujuan tertulis dari para pemohon yang mewakilkan. Sedangkan
permohonan merek yang diajukan melalui kuasanya (Konsultan Hak
Kekayaan Intelektual), surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua
untuk dapat diangkat sebagai Konsultan HKI diatur dengan Peraturan
Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan
Presiden. Hai ini berdasarkan Pasal 7 ayat (2) - (9) UU No. 15 Tahun 2001.
Permohonan pendaftaran merek dengan hak prioritas. Hak prioritas
adalah hak permohonan untuk mengajukan permohonan yang berasal dari
negara yang tegabung dalam Paris Convention for Protection of industial property atau Agreement Establishing the World trade organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal
merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota perjanjian
tersebut dan dilakukan dalam kurun waktu tertentu.13
Permohonan pendaftaran merek dengan hak prioritas ini diatur
dalam Pasal 11 dan 12 UU No. 15 Tahun 2001. Pasal 11 dikatakan bahwa:
”Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam
waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan
permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali diterima di negara lain,
yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau anggota Agreement Establishing the World Trade Organization.”
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menampung kepentingan negara
yang hanya menjadi salah satu anggota dari Paris Convention for the
Protection of Industrial Property atau anggota persetujuan WTO. Paris Convention memuat beberapa ketentuan mengenai hal prioritas ini, yaitu:14
a. Jangka waktu untuk mengajukan permohonan pendaftaran merek dengan menggunakan hak prioritas adalah 6 (enam) bulan;
b. Jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut sejak tanggal pengajuan permohonan pertama di negara asal atau salah satu negara anggota Konvensi Paris;
c. Tanggal pengajuan tidak termasuk dalam perhitungan jangka waktu 6 (enam) bulan;
d. Dalam hal jangka waktu berakhir adalah hari libur atau hari pada saat Kantor Pendaftaran Merek tertutup, pengajuan permohonan pendaftaran merek dimana perlindungan dimohonkan, jangka waktu diperpanjang sampai pada permulaan hari kerja berikutnya.
Sedangkan dalam Pasal 12 UU No. 15 Tahun 2001 dikatakan pula
bahwa selain harus memenuhi ketentuan persyaratan permohonan
pendaftaran merek, permohonan dengan menggunakan hak prioritas wajib
dilengkapi dengan bukti tentang penerimaan permohonan pendaftaran merek
yang pertama kali yang menimbulkan hak prioritas tersebut. Bukti hak
prioritas tersebut diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, yang
perjemahannya dilakukan oleh penerjemah yang disumpah.
Penjelasan Pasal 12 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001 menyatakan
Bukti Hak Prioritas berupa surat permohonan pendaftaran beserta tanda
penerimaan permohonan tersebut yang juga memberikan penegasan tentang
tanggal penerimaan permohonan. Dalam hal yang disampaikan berupa
salinan atau fotokopi surat atau tanda penerimaan, pengesahan atas salinan
14Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, (Bandung: P.T. Alumni, 2003), h.
atau fotokopi surat atau tanda penerimaan tersebut diberikan oleh Direktorat
Jenderal apabila permohonan diajukan untuk pertama kali.15
Apabila ketentuan tersebut tidak dipenuhi dalam waktu paling lama 3
(tiga) bulan setelah berakhirnya hak mengajukan permohonan dengan
menggunakan hak prioritas, maka permohonan tersebut tetap diproses,
namun tanpa menggunakan hak prioritas. Hal ini berdasarkan ketentuan
Pasal 12 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2001.
Setelah persyaratan administrasi yang disebutkan pada Pasal 7
sampai dengan 12 UU No. 15 Tahun 2001, Direktorat Jenderal HKI akan
melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan pendaftaran merek,
apabila terdapat kekurangan dalam kelengkapan persyaratan administrasi
sebagaimana dimaksudkan di atas, Direktorat Jenderal meminta agar
kelengkapan persyaratan tersebut dipenuhi dalam waktu paling lama 2 (dua)
bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat permintaan untuk memenuhi
kelengkapan persyaratan tersebut. Sedangkan dalam hal kekurangan tersebut
menyangkut persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 UU No. 15
Tahun 2001, jangka waktu pemenuhan kekurangan persyaratan tersebut
paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu
pengajuan permohonan dengan menggunakan hak prioritas. Hal ini
berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2001.
Berdasarkan Pasal 14 UU No. 15 Tahun 2001, apabila kelengkapan
persyaratan di atas tidak dipenuhi dalam jangka waktu yang telah ditentukan,
maka Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada pemohon
atau kuasanya bahwa permohonannya dianggap ditarik kembali. Terhadap
hal ini, biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat
ditarik kembali. Sebaliknya, apabila seluruh persyaratan administrasi telah
tepenuhi, maka terhadap permohonannya diberikan tanggal penerimaan
(filing date), yang dicatat oleh Direktorat Jenderal HKI. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 15 UU No. 15 Tahun 2001.
6. Pelaksanaan Pendaftaran Merek
Setelah pemeriksaan kelengkapan administrasi terhadap suatu
permohonan pendaftaran merek dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal penerimaan, Direktorat Jenderal akan melakukan
pemeriksaan substantif sebagaimana diatur dalam Pasal 18 sampai dengan
Pasal 20 UU No. 15 Tahun 2001. Pemeriksaaan substantif tersebut
dilaksanakan untuk menentukan dapat atau tidak dapatnya merek yang
bersangkutan didaftarkan berdasarkan ketentuan Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6
UU No. 15 Tahun 2001. Pemeriksaan ini diselesaikan dalam waktu paling
lama 9 (sembilan) bulan.
Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) - (3) UU No. 15 Tahun 2001, apabila
dapat disetujui untuk didaftar, atas persetujuan Direktur Jenderal, maka
permohonan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Namun,
apabila pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa
permohonan tidak dapat didaftar atau ditolak, atas persetujuan Direktur
Jenderal, maka hal tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pemohon
atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya.
Pemohon atau kuasanya dapat menyampaikan keberatan atau
tanggapannya dengan waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal penerimaan surat pemberitahuan tersebut. Apabila setelah 30 (tiga
puluh) hari pemohon atau kuasanya tidak menyampaikan keberatan atau
tanggapannya, maka Direktorat Jenderal akan menetapkan keputusan tentang
penolakan permohonan tersebut. Dalam hal Permohonan ditolak, segala
biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik
kembali. Namun, apabila pemohon atau kuasanya menyampaikan keberatan
atau tanggapannya kemudian pemeriksa melaporkan bahwa tanggapan
tersebut dapat diterima, maka atas persetujuan Direktur Jenderal,
permohonan itu diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Hal ini berdasarkan
Pasal 20 ayat (4), (5), dan (8) UU No. 15 Tahun 2001.
Berdasarkan Pasal 21 UU No. 15 Tahun 2001, setelah suatu
permohonan disetujui untuk didaftar, maka dalam waktu paling lama 10
(sepuluh) hari terhitung sejak tanggal disetujuinya permohonan untuk
Berita Resmi Merek. Pengumuman berlangsung selama 3 (tiga) bulan dan
dilakukan dengan menempatkannya dalam Berita Resmi Merek yang
diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal dan/atau
menempatkannya pada sarana khusus yang dengan mudah serta jelas dapat
dilihat oleh masyarakat.
Selama jangka waktu pengumuman 3 (tiga) bulan tersebut, setiap
pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal
atas permohonan yang bersangkutan dengan dikenai biaya. Keberatan hanya
dapat diajukan apabila terdapat alasan yang cukup disertai bukti bahwa
merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah merek yang berdasarkan
Undang-Undang ini tidak dapat didaftar atau ditolak. Direktorat Jenderal
dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
penerimaan keberatan mengirimkan salinan surat yang berisikan keberatan
tersebut kepada pemohon atau kuasanya. Hal ini tertuang dalam Pasal 24 UU
No. 15 Tahun 2001.
Berdasarkan Pasal 25 UU No. 15 Tahun 2001, pemohon atau
kuasanya berhak mengajukan sanggahan terhadap keberatan yang diajukan
oleh pihak lain. Sanggahan tersebut diajukan secara tertulis dalam waktu
paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan salinan
keberatan yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal. Pasal 26 UU No. 15
Tahun 2001, Direktorat Jenderal menggunakan keberatan dan/atau
terhadap permohonan yang telah selesai diumumkan. Hal ini diselesaikan
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak berakhirnya
jangka waktu pengumuman.
Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada pihak
yang mengajukan keberatan mengenai hasil pemeriksaan kembali yang
dimaksud. Apabila pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan bahwa
keberatan dapat diterima, maka Direktorat Jenderal memberitahukan secara
tertulis kepada pemohon bahwa permohonan tidak dapat didaftar atau
ditolak. Dalam hal ini, pemohon atau kuasanya dapat mengajukan banding.
Namun, apabila pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan bahwa keberatan
tidak dapat diterima, maka atas persetujuan Direktur Jenderal, permohonan
dinyatakan dapat disetujui untuk didaftar dalam Daftar Umum Merek. Hal
ini berdasarkan Pasal 26 ayat (3) – (5) UU Merek No. 15 Tahun 2001.
Berdasarkan Pasal 27 UU No. 15 Tahun 2001, Direktorat Jenderal
akan menerbitkan dan memberikan sertifikat merek kepada pemohon atau
kuasanya dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal berakhirnya jangka waktu pengumuman. Demikian pula jika
keberatan tidak dapat diterima, maka Direktorat Jenderal akan menerbitkan
dan memberikan sertifikat merek kepada pemohon atau kuasanya dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan
7. Jangka Waktu Perlindungan Merek Terdaftar
Perlindungan hukum diberikan kepada merek terdaftar untuk jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan dapat diperpanjang,
hal ini di atur dalam Pasal 28 UU No. 15 Tahun 2001. Pasal 35 UU No. 15
Tahun 2001, pemilik merek terdaftar setiap kali dapat mengajukan
permohonan perpanjangan untuk jangka waktu yang sama. Permohonan
perpanjangan diajukan kepada Direktorat Jenderal HKI secara tertulis oleh
pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu 12 bulan sebelum
berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar tersebut.
Berdasarkan Pasal 36 UU No. 15 Tahun 2001, permohonan
perpanjangan ini disetujui apabila merek yang bersangkutan masih
digunakan pada barang atau jasa sebagaimana disebut dalam sertifikat merek
tersebut dan barang atau jasa tersebut masih diproduksi dan diperdagangkan.
Permohonan perpanjangan dapat ditolak oleh Direktorat Jenderal,
apabila permohonan tersebut tidak memenuhi ketentuan di atas atau merek
tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek terkenal milik orang lain. Penolakan permohonan perpanjangan
diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya dengan
menyebutkan alasannya. Dalam hal penolakan permohonan perpanjangan,
pemilik merek atau kuasanya dapat mengajukan keberatan kepada
Pengadilan Niaga. Putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan kasasi.
Berdasarkan Pasal 28 UU No. 15 Tahun 2001, perpanjangan jangka
waktu perlindungan merek terdaftar dicatat dalam Daftar Umum Merek dan
diumumkan dalam Berita Resmi Merek serta diberitahukan secara tertulis
kepada pemilik merek atau kuasanya. Sedangkan permohonan pencatatan
perubahan nama dan/atau alamat pemilik merek terdaftar diajukan kepada
Direktorat Jenderal HKI dengan dikenai biaya untuk dicatat dalam Daftar
Umum merek dengan disertai salinan yang sah mengenai bukti perubahan
tersebut. Hal ini berdasarkan Pasal 27 UU No. 15 Tahun 2001.
8. Penghapusan dan Pembatalan Pendaftaran Merek
Penghapusan dan pembatalan pendaftaran merek diatur dalam Pasal
61 sampai dengan 72 UU tahun 2001. Pasal 61 ayat (1), pengapusan
pendaftaran merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI
atau berdasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan.
Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat
dilakukan jika merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut
dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau
pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh
Direktorat Jenderal atau merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa
yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan
pendaftaran, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek
Pembatalan merek diatur dalam Pasal 68 ayat (1) UU No. 15 Tahun
2001 yang menyebutkan alasan-alasan tentang pengajuan pembatalan merek.
Alasan-alasan itu ditentukan dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 UU No. 15
Tahun 2001. Pemilik merek yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan
tersebut setelah mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal.
Gugatan pembatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Niaga.
Berdasarkan Pasal 69 UU No. 15 Tahun 2001, gugatan pembatalan
pendaftaran merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 tahun sejak
tanggal pendaftaran merek. Gugatan pembatalan dapat diajukan tanpa batas
waktu apabila merek yang bersangkutan bertentangan dengan moralitas,
agama, kesusilaan dan ketertiban umum.
Pembatalan pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal
dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek
dengan memeberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalan tersebut.
Pembatalan pendaftaran itu diberitahukan secara tertulis kepada pemilik
merek atau kuasanya dengan menyebutkan alasan pembatalan dan penegasan
bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek
yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pencoretan pendaftaran
suatu Merek dari Daftar Umum Merek diumumkan dalam Berita Resmi
Merek. Pembatalan dan pencoretan pendaftran merek mengakibatkan
berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan. Hal ini
BAB III
KRITERIA PERSAMAAN UNSUR POKOK PADA MEREK TERKENAL
A. Profil PT Gudang Garam tbk dan Gudang Baru
1. PT Gudang Garam
a. Sejarah1
PT Gudang Garam tbk adalah sebuah perusahaan produsen
rokok popular asal Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada 26
Juni 1958 di Kediri, Jawa Timur oleh Surya Wonowidjojo. Titik awal
berdirinya bermula dari sebuah industri rumahan kemudian berubah
menjadi Firma pada tahun 1969. Gudang Garam kembali mengubah
status dari Firma menjadi Perseroan Terbatas (PT) pada tahun 1971.
Pada tahun yang sama, terbit bantuan fasilitas dari pemerintah berupa
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yang semakin mendukung
perkembangan usaha. Gudang Garam mengembangkan jenis produk
Sigaret Kretek Mesin (SKM) pada tahun 1979 dan tahun 1990
mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya,
yang mengubah statusnya menjadi Perusahaan Terbuka.
Gudang Garam memproduksi jenis rokok baru, yaitu kretek mild
yang ditandai dengan berdirinya Direktorat Produksi Gempol di
Pasuruan Jawa Timur pada tahun 2002. Tahun 2013 memperluas daerah
1http://www.gudanggaramtbk.com/tentang_kami/perjalanan diakses pada tanggal 03 April 2015.
produksinya, yaitu areal perusahaan yang semula hanya seluas 1000 m2
kini telah berkembang menjadi sekitar 208 hektar yang terletak di
wilayah Kabupaten dan Kota Kediri serta di wilayah Pasuruan.
b. Lokasi2
c. Tata Kelola Perusahaan3
1) Komite Audit, adalah komite independen yang anggotanya ditunjuk
oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris. Tugasnya
membantu Dewan Komisaris dalam memastikan berjalan dan
terpeliharanya praktik tata kelola perusahaan serta pengawasan dan
pengelolaan risiko yang memadai.
2) Audit Internal. Kebijakan mengenai fungsi, tugas, serta cakupan
kerja Audit Internal ditetapkan oleh Direksi. Di dalamnya termasuk
2 https://maps.google.co.id/maps?q=alamat+gudang+garam&ie=UTF-8&ei=3vcfVf-mItiRuAS-qIDoBA&ved=0CAgQ_AUoAw&output=classic&dg=brw diakses pada tanggal 03 April 2015.
3http://www.gudanggaramtbk.com/tentang_kami/perusahaan_kami/tata_kelola_perusahaan
diakses pada tanggal 03 April 2015.
[image:49.612.131.526.120.614.2]tugas untuk menguji mutu serta kehandalan laporan keuangan,
kebijakan dan prosedur yang ada, memastikan sistem kontrol
internal berjalan dengan efektif di setiap unit kerja, serta
pengamanan aset dan pemeriksaan rutin atas tingkat efisiensi
operasional perusahaan.
3) Sekretaris Perusahaan, bertugas memastikan agar Gudang Garam
senantiasa mematuhi peraturan dan perundangan yang dikeluarkan
oleh badan otoritas pasar modal dan memberi masukan kepada
Direksi serta Dewan Komisaris terkait hal tersebut. Sekretaris
Perusahaan juga menginformasikan badan otoritas pasar modal dan
para pemegang saham mengenai kinerja bisnis Perseroan melalui
antara lain, publikasi laporan keuangan, pertemuan yang
dijadwalkan dari waktu ke waktu serta paparan publik tahunan.
d. Manajemen4
1) Dewan Komisaris
a) Juni Setiawati Wonowidjojo, diangkat menjadi Presiden
Komisaris Perseroan pada bulan Juni 2009, dan menjabat
sebagai Komisaris sejak tahun 1983.
b) Frank W.van Gelder, diangkat menjadi Komisaris Independen
Perseroan pada bulan Maret 2002.
4 http://www.gudanggaramtbk.com/tentang_kami/perusahaan_kami/manajemen diakses pada
c) Lucas Mulia Sahardja, diangkat menjadi Komisaris pada bulan
Juni 2009.
d) Gotama Hengdratsonata, diangkat menjadi Komisaris
Independen Perseroan pada bulan Juni tahun 2014.
2) Direksi
a) Susilo Wonowidjojo, diangkat menjadi Presiden Direktur pada
bulan Juni 2009, dan sebelumnya menjabat sebagai Wakil
Presiden Direktur sejak 1990 dan sebagai Direktur Perseroan
sejak 1976 membidangi pengadaan/pengelolaan bahan baku
dan manajemen produksi.
b) Heru Budiman, ditunjuk sebagai Direktur pada tahun 2000,
diusulkan dan diangkat menjadi Sekretaris Perseroan pada
tahun 1996, mulai bekerja di Gudang Garam pada tahun 1990
di bidang Treasury dan Hubungan Investor.
c) Fajar Sumeru, diangkat sebagai Direktur yang bertanggung
jawab untuk Produksi SKM tahun 2007. Sebelumnya menjabat
sebagai Wakil Direktur divisi yang sama dari tahun 2005
hingga 2007 dan menjabat sebagai Kepala Divisi Teknik sejak
tahun 2003. Beliau bergabung di Perseroan pada tahun 1987.
d) Herry Susianto, diangkat menjadi Direktur yang membidangi
Keuangan pada tahun 2007. Sebelumnya beliau menjabat
dan Kepala Divisi Akuntansi antara 2001 dan 2002. Ketika
pertama kali masuk Perseroan pada tahun 1983 beliau bekerja
di Divisi Akuntansi.
e) Buana Susilo, diangkat sebagai Direktur dengan tanggung
jawab urusan teknologi manufaktur pada tahun 2008.
Berpengalaman menangani urusan desain peralatan,
perencanaan proses dan konfigurasi. Sebelum itu beliau adalah
Wakil Direktur yang membidangi Teknik sejak tahun 1991, dan
pada awal tahun 2000 bertanggung jawab untuk pembangunan
dan pengembangan fasilitas produksi kedua di Gempol. Mulai
bekerja di Perseroan sejak 1981 dan bertanggung jawab untuk
modernisasi pengolahan primer.
f) Istata Taswin Siddharta, diangkat sebagai Direktur yang
menangani terutama bidang Teknologi Informasi pada tahun
2012. Mulai bekerja di Perseroan sejak tahun 2008 dan
menjabat sebagai Wakil Direktur urusan Pemasaran dari tahun
2008 hingga 2010.
g) Sony Sasono Rahmadi, diangkat sebagai Direktur yang
membidangi percetakan kemasan rokok (Grafika) pada tahun
2012. Bergabung dengan Perseroan pada tahun 1988 dan
menjabat sebagai General Manager dalam pengelolaan pasokan
2. Gudang Baru
a. Sejarah5
Tahun 1967 berawal dari tujuan mulia seorang putra pribumi
bernama Saman Hoedi (Almarhum) untuk membantu masyarakat sekitar
dalam hal pemenuhan sandang pangan serta lapangan pekerjaan, beliau
mendirikan perusahaan rokok Bintang Sayap Insan dengan jenis rokok
SKT saja dengan merek rokok INSAN, yang mampu mempekerjakan
kurang lebih 125 orang yang berasal dari masyarakat sekitar. Sadar
dengan kebutuhan pasar yang semakin meningkat pada decade 1980 an
beliau mulai mempersiapan genarasi penerus perusahaan ini ke putra
sulungnya yang bernama Ali Kosin.