• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

B. Tujuan dan Jenis Kredit Yang Diberikan

7. Eksekusi Hak Tanggungan

39

Syarat dan cara eksekusi dikemukakan oleh Ignatius Ridwan Widyadharma, bahwa apabila debitur cidera janji dapat ditempuh eksekusi Hak Tanggungan lewat dua kemungkinan yaitu :40

a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutang dari hasil penjualan tersebut.

b. Titel eksekutorialnya yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

38

Purwahid Patrik dan Kashadi. Op.cit. hal 67-68

39

Ibid. hal 85

40

Pendapat di atas didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT selengkapnya Pasal 20 menegaskan :

1) Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan :

a) hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau

b) Titel eksekutorial yang terdapat dalam Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), objek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan mendahulu daripada kreditur-kreditur lainnya ;

2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak ; 3) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat

dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihakpihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan ;

4) Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), batal demi hukum ;

5) Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.

Adanya janji untuk menjual sendiri di atur dalam Pasal 6 UUHT yang menentukan bahwa :

Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Penjelasan Pasal 6 UUHT menyatakan :

Hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri, merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual objek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi Hak Tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu lebih dahulu daripada kreditur-kreditur yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi Hak Tanggungan.

Hak dari pemegang Hak Tanggungan untuk melaksanakan haknya berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut adalah hak yang semata-mata diberikan oleh undang-undang. Walau demikian tidaklah berarti hak tersebut demi hukum ada, melainkan harus diperjanjikan terlebih dahulu oleh para pihak dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan atas hak atas

tanah.41

Menurut J. Satrio

Kalau hak ini tidak diperjanjikan dalam APHT, maka eksekusinya tidak dapat dilaksanakan berdasar Pasal 6 UUHT.

42

Harap diingat, bahwa hak parate eksekusi yang diberikan dalam Pasal 6 UUHT, sama seperti juga yang diperjanjikan melalui Pasal 1178 ayat (2) KUH Perdata, adalah kewenangan yang bersyarat, yaitu hak tersebut baru ada kalau debitur sudah wanprestasi.

, bahwa yang namanya “menjual atas kekuasaan sendiri” adalah parate eksekusi. Pada lembaga hipotik, hak kreditur untuk menjual objek hipotik di depan umum atas dasar parate eksekusi, didasarkan atas Pasal 1178 ayat (2) KUH Perdata, yang menimbulkan banyak polemik, sehubungan dengan redaksi Pasal 1178 ayat (2), yang mendasarkan kepada kuasa mutlak yang diberikan oleh pemberi hipotik kepada pemegang hipotik. Kuasa mutlak di sini adalah kuasa yang tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasanya.

43

41

Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Harta Kekayaan Hak

Tanggungan. Jakarta: Prenada Media, 2004, hal 248

42

J. Satrio. Op.cit. hal 285

43

Ibid. hal 286.

Debitur wanprestasi kalau sudah dinyatakan lalai dalam memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian yang dibuktikan dengan adanya surat somasi dari kreditur. Lembaga parate eksekusi eks Pasal 1178 (2) K.U.H. Perdata dalam praktek sering mengalami hambatan. Hal ini karena dimandulkan oleh lembaga peradilan. Mahkamah Agung dalam Putusan No. 3210 K/Pdt/1984 tanggal 30 Januari 1984 menyatakan, parate eksekusi yang dilakukan tanpa meminta persetujuan pengadilan negeri meski didasarkan pada Pasal 1178 (2) K.U.H.

Perdata merupakan perbuatan melawan hukum dan lelang yang dilakukan adalah batal. Putusan MA tersebut menjungkirbalikkan lembaga parate eksekusi yang sejak awal dimaksudkan untuk memudahkan kreditur memenuhi piutangnya manakala debitur wanprestasi.44

Dalam ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan bahkan ditegaskan bahwa Sertifikat Hak Tanggungan adalah Grosse Akta Hypotheek.

Dengan adanya putusan MA No. 3210 K/Pdt/1984 ini, maka Kantor lelang Negara (KP2LN) tidak berani melakukan pelelangan umum sampai sebelum keluarnya UUHT.

Mengenai titel eksekutorial yang terdapat dalam Pasal 14 ayat (2) dipertegas dalam ayat (3) UUHT, selengkapnya kedua ayat tersebut menyatakan : (2) Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat

irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

(3) Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.

45

44

M. Khoidin. Dimensi Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah. Bandung: Citra Aditya

Bakti.2005, hal 85.

45

Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja. Op.cit. hal 253.

Disamakannya sertifikat Hak Tanggungan dengan Grosse Akta Hypotheek, karena eksekusi Hak Tanggungan didasarkan pada Pasal 224 HIR/258 RBg. yang mengatur eksekusi Grosse Akta Hypotheek. Mengenai eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan, di dalam Pasal 26 UUHT ditentukan bahwa :

Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14, peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada pada mulai berlakunya undang-undang ini, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.

Dalam bagian penjelasan Pasal 26 UUHT disebutkan bahwa: Yang dimaksud dengan peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada dalam pasal ini, adalah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia yang Diperbarui (Het Herziene Indonesisch Reglement, Staatsblad 1941- 44) dan Pasal 258 Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura, Staatsblad 1927-227) Ketentuan dalam Pasal 14 yang harus diperhatikan adalah bahwa grosse acte hypotheek yang berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya hypotheek, dalam hal Hak Tanggungan adalah sertipikat Hak Tanggungan. Adapun yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus eksekusi Hak Tanggungan, sebagai pengganti ketentuan khusus mengenai eksekusi hypotheek atas tanah yang disebut di atas.

Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum ayat (9), ketentuan peralihan dalam pasal ini memberikan ketegasan, bahwa selama masa peralihan tersebut, ketentuan hukum acara di atas berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan, dengan penyerahan sertipikat Hak Tanggungan sebagai dasar pelaksanaannya. Ketentuan Pasal 6 merupakan eksekusi parate yang menunjuk lansung ke pelelangan umum sedangkan Pasal 14 ayat (2) jo. Pasal 26 UUHT mengatur titel eksekutorial melalui Pengadilan Negeri dan bila ada kesepakatan

dari para pihak, penjualan di bawah tangan dapat dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UUHT.

D. Wanprestasi

Dokumen terkait