• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menimbang, bahwa Eksepsi yang diajukan oleh Tergugat tersebut selengkapnya sebagaimana terurai pada bagian Duduk Sengketa putusan ini yang pada pokoknya sebagai berikut :

1. Tentang Kedudukan Penggugat

Bahwa Penggugat bukanlah pihak yang merasa kepentingannya dirugikan, namum justru Tergugatlah yang dirugikan, dan selain itu terdapat perbedaan alamat Penggugat dalam identitas Gugatan in litis dengan alamat Penggugat yang sebenarnya yaitu di Jl. Cipto Mangunkusumo No.88 Samarinda;

2. Tentang Kewenangan Mengadili (Gugatan Prematur)

Bahwa dengan tidak diterimanya dan/atau tidak diumumkannya Objek Sengketa a quo, maka Penggugat tidak memiliki dasar mengajukan gugatan karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dengan demikian Pengadilan Tata Usaha Negara belum berwenang mengadili sengketa a quo;

Bahwa Penggugat telah mengetahui perihal penerbitan Objek Sengketa a quo pada tanggal 24 Nopember 2015 saat Pemeriksaan Persiapan Perkara Nomor 25/G/2015/PTUN-SMD yang dihadiri oleh Penggugat. Dalam kesempatan tersebut Tergugat menyampaikan secara lisan maupun tertulis dalam bentuk kronologis singkat, dengan demikian tanggal pengajuan Gugatan in litis telah melebihi tenggang waktu pengajuan gugatan yaitu 90 (sembilan puluh) hari dihitung sejak tanggal 24 Nopember 2015

Menimbang, bahwa berdasarkan keseluruhan Eksepsi tersebut, Tergugat memohon agar Majelis Hakim menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Onvantkelijke Verklaard);

Menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan bantahan terhadap Eksepsi Tergugat dalam Replik secara tertulis tanggal 28 Juni 2016 yang pada pokoknya menyatakan menolak Eksepsi Tergugat dan tetap pada dalil gugatannya semula ;

Menimbang, bahwa dari ketiga Eksepsi tersebut terdapat Eksepsi tentang Kewenangan Mengadili Pengadilan Tata Usaha Negara (Kompetensi Absolut) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

Menimbang, bahwa menurut dalil Tergugat tentang Eksepsi mengenai Kewenangan Mengadili pada pokoknya menyampaikan bahwa dengan tidak diterimanya Objek Sengeta in casu oleh Pengugat dan tidak diumumkannya Objek Sengketa a quo oleh Tergugat, maka Gugatan in litis tidak memenuhi ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sehingga Pengadilan Tata Usaha Negara belum berwenang mengadili sengketa a quo;

Menimbang, bahwa setelah mencermati dalil Tergugat tersebut diatas, Majelis Hakim menilai bahwa dalam dalil Eksepsi tentang Kewenangan Mengadili tersebut terdapat dalil yang berkaitan dengan tenggang waktu sebagaimana juga didalilkan Tergugat dalam Eksepsi Tentang Gugatan Telah Daluarsa (verjaring), namun berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Majelis Hakim

tetap akan terlebih dahulu mempertimbangkan Eksepsi tentang Kompetensi Absolut Pengadilan Tata Usaha Negara dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa in litis;

Menimbang, bahwa mengenai kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara diatur dalam Pasal 47 Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang dibatasi secara limitatif pada Pasal 2, Pasal 48, dan Pasal 49 Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan bahwa ”Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan meyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara” ;

Menimbang, bahwa mengenai Sengketa Tata Usaha Negara diatur pada Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyebutkan bahwa “sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku” ;

Menimbang, bahwa untuk mengetahui apakah sengketa in litis merupakan sengketa tata usaha negara yang menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara, Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah sengketa in litis terjadi akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, maka untuk menjawab hal tersebut Majelis Hakim terlebih dahulu akan mencermati unsur keputusan tata usaha negara dalam Objek Sengketa a quo;

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan bahwa ”Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”

Menimbang, bahwa Objek Sengketa in casu adalah Keputusan Tata Usaha Negara berupa Keputusan Bupati Malinau Nomor : 525.26./K.183/2013 Tanggal 4 April 2013 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Malinau Nomor : 503/K.15/2011 Tentang Pemberian Izin Usaha Pekebunan Karet Yang Terpadu Dengan Indrustri Pengolahannya Kepada PT. Serimba Raya Makmur (vide bukti P-1 = T-1);

Menimbang, bahwa setalah mencermati Objek Sengketa tersebut, Majelis Hakim menentukan bahwa Objek Sengketa a quo merupakan suatu penetapan tertulis berupa surat keputusan yang diterbitkan/ dikeluarkan oleh Bupati Malinau yaitu Tergugat in litis yang berisi tindakan hukum tata usaha negara berupa pencabutan izin usaha perkebunan berdasarkan ketentuan perundang-undangan sebagaimana termuat dalam konsiderannya (konkrit) yang ditujukan kepada PT. Serimba Raya Makmur yaitu Penggugat in litis dan definitif sehingga tidak memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lainnya (final);

Menimbang, bahwa berdasarkan penilaian tersebut, maka Objek Sengketa a quo merupakan suatu Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Pasal 1 angka 9 Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

Menimbang, bahwa dengan terpenuhinya Objek Sengketa a quo sebagai suatu Keputusan Tata Usaha Negara, maka selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah sengketa in litis terjadi akibat dikeluarkannya Objek Sengketa a quo;

Menimbang, bahwa alasan yang dapat digunakan dalam mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu :

1. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik

Menimbang, bahwa berpedoman pada ketentuan tersebut di atas, Majelis Hakim selanjutnya mencermati dalil dan alasan Penggugat dalam Gugatannya yang pada pokoknya menyatakan bahwa tindakan Tergugat dalam menerbitkan Objek Sengketa a quo telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan serta Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sehingga berdasarkan alasan gugatan tersebut telah cukup alasan bagi Penggugat dalam mengajukan Gugatan Tata Usaha Negara;

Menimbang, bahwa perizinan yang merupakan perbuatan hukum bersegi satu dalam ranah hukum administrasi negara memiliki tahapan atau rangkaian proses administratif yang melibatkan unsur Badan/ Pejabat Tata Usaha Negara sebagai penyelenggara pemerintahan, sehingga terhadap pelaksanaannya, baik dalam hal pemberian maupun pencabutan izin yang berterkaitan dengan aspek adminitratif tentunya dapat diuji oleh Pengadilan Tata Usaha Negara;

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas, maka dengan terpenuhinya kriteria suatu keputusan tata usaha negara dan terdapatnya alasan pengajuan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara a quo, sehingga Eksepsi Tergugat mengenai Kompetensi Absolut Pengadilan Tata Usaha Negara harus dinyatakan tidak dapat diterima;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan Eksepsi Kesatu yaitu Eksepsi tentang Kedudukan Penggugat sebagaimana akan diuraikan dalam pertimbangan berikut ini;

Menimbang, bahwa Eksepsi Tergugat tentang Kedudukan Penggugat (Legal Standing) didasarkan pada alasan bahwa Penggugat bukanlah pihak yang merasa kepentingannya dirugikan, namum justru Tergugatlah yang dirugikan dan terdapat perbedaan alamat

Penggugat dalam identitas Gugatan in litis dengan alamat Penggugat yang sebenarnya yaitu di Jl. Cipto Mangunkusumo No.88 Samarinda;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim akan terlebih dahulu menilai tentang apakah Penggugat merupakan pihak yang merasa kepentingannya dirugikan dengan mempedomani ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yakni: “Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan Tata Usaha Negera dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi”;

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1) tersebut di atas, maka yang memiliki kedudukan hukum sebagai Penggugat adalah orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara baik di pusat maupun di daerah dan karenanya dapat mengajukan Gugatan Tata Usaha Negara;

Menimbang, bahwa Penggugat in casu merupakan Badan Hukum Perdata yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 83 tanggal 30 September 2010 (vide bukti P-3) dan telah didaftarkan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia No : AHU-56915.AH.01.01.Tahun 2010 tentang Pengesahan Badan Hukum Perseroan (vide bukti P-4) yang telah memperoleh Izin Usaha Perkebunan Karet (vide Bukti P-7 = T-2) dan kemudian dicabut dengan diterbitkannya Objek Sengketa in casu (vide Bukti P-1 = T-1);

Menimbang, bahwa Penggugat merupakan pihak yang dituju langsung oleh Objek Sengketa in casu (vide bukti P-1 = T-1) dan terhadap penerbitan Objek Sengketa tersebut Penggugat merasa kepentingannya dirugikan sebagaimana yang dituangkan Penggugat dalam alasan Gugatan in litis, sehingga dengan demikian Penggugat telah dapat menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat (causaal verband) antara tebitnya Objek Sengketa a quo dengan kepentingan Penggugat yang dirugikan yang merupakan syarat mutlak dalam

mengajukan gugatan berdasarkan Asas “barangsiapa mempunyai kepentingan dapat mengajukan tuntutan hak atau gugatan” (point d’interet point d’action);

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim mempertimbangkan dalil Eksepsi Tergugat yang menyatakan Penggugat tidak memiliki kedudukan hukum dalam Gugatan in litis dikarenakan Tergugat tidak pernah menerbitkan Izin Usaha Perkebunan atas nama PT. Serimba Raya Makmur yang beralamat di Jalan Pangeran Suropati Komplek Perumahan Griya Tepian Lestari Blok FKA Nomor 28 RT.012 Kelurahan Karang Asam Ulu Kecamatan Sungai Kunjung Kota Samarinda sebagaimana yang tercantum pada identitas Pengugat dalam Gugatan in litis;

Menimbang, bahwa terhadap dalil Eksepsi tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat yang beralamat di Jalan Pangeran Suropati Komplek Perumahan Griya Tepian Lestari Blok FKA Nomor 28 RT.012 Kelurahan Karang Asam Ulu Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda maupun PT. Serimba Raya Makmur yang beralamat di Jalan Cipto Mangunkusumo Nomor 88 Samarinda menunjuk pada Subjek Hukum yang sama yaitu PT. Serimba Raya Makmur yang merupakan Penggugat dalam sengketa in litis, sehingga perbedaan alamat Penggugat dalam Gugatannya dengan alamat Penggugat saat memperoleh Izin Usaha Perkebunan dari Tergugat tidak merubah atau meniadakan kedudukan hukum Penggugat sebagai Subyek Hukum berupa Badan Hukum Perdata (vide bukti P-3, P-4) yang mengemban hak dan kewajiban sebagai suatu Badan Hukum Perdata yang memiliki legalitas hukum;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat memiliki kedudukan hukum dan telah menunjukkan adanya kepentingan Pengugat yang dirugikan akibat diterbitkannya Objek Sengketa a quo sehingga memenuhi ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara; Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas, maka Eksepsi Tergugat tentang Kedudukan Penggugat adalah tidak beralasan hukum dan layak untuk dinyatakan tidak dapat diterima;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangan Eksepsi Ketiga Tergugat tentang Gugatan Penggugat Telah Daluarsa (verjaring);

Menimbang, bahwa Majelis Hakim dalam pertimbangan Eksepsi Ketiga ini akan terlebih dahulu mempertimbangkan dalil Tergugat yang berkaitan dengan tenggang waktu sebagaimana yang diuraikan dalam Eksepsi Kedua yaitu bahwa Gugatan Penggugat masih prematur karena seharusnya diajukan sejak diterima atau diumumkankannya Keputusan Tergugat, sehingga dengan tidak diterimanya Objek Sengketa in casu oleh Penggugat dan tidak ada kewajiban Tergugat untuk mengumumkannya maka gugatan yang diajukan Penggugat belum saatnya diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara oleh karenanya tidak memenuhi ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

Menimbang, bahwa dalam menentukan apakah gugatan a quo diajukan masih dalam tenggang waktu pengajuan gugatan, Majelis Hakim berpedoman pada ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang mengatur bahwa :

“Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.”

Menimbang, bahwa dalam memaknai ketentuan Pasal 55 tersebut haruslah dikaitkan keadaan hukum Penggugat yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sehingga dengan demikian pemaknaan terhadap unsur ketentuan Pasal 55 tersebut tidak dapat dimaknai terbatas hanya pada tindakan penerimaan dan pengumuman suatu Keputusan Tata Usaha Negara untuk menetukan apakah suatu Keputusan Tata Usaha Negara telah merugikan kepentingan Penggugat;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim dalam menilai unsur “sejak diterima atau diumumkannya” sebagaimana yang ditentukan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara tersebut yaitu dimaksudkan untuk memastikan bahwa Penggugat telah mengetahui adanya suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang diterbitkan oleh Badan/ Pejabat Tatat Usaha Negara, sehingga dengan diterimanya atau diumumkannya suatu KTUN tidak selalu menjadi tolok ukur untuk menentukan Penggugat telah mengetahui dan/ atau merasa kepentingannya dirugikan akibat terbitnya suatu KTUN, namun pemaknaannya juga harus ditinjau dari sejak kapan orang atau badan hukum perdata mengetahui kepentingannya telah dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara, sehingga hal tersebut dapat menjangkau suatu keadaan hukum dimana Badan/ Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak memiliki kewajiban untuk mengumumkan terbitnya suatu KTUN dan melindungi Orang/ Badan Hukum Perdata yang secara faktual tidak menerima KTUN tersebut;

Menimbang, bahwa Penggugat adalah Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh Tergugat, maka selanjutnya Majelis Hakim akan menentukan kapan Penggugat mengetahui bahwa kepentingannya telah dirugikan oleh terbitnya Objek Sengketa in casu agar kemudian dapat diketahui tenggang waktu pengajuan Gugatan in litis;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan dalil Eksepsi Tergugat yang menyatakan bahwa Penggugat mengetahui penerbitan Objek Sengketa in casu pada tanggal 24 Nopember 2015 saat Pemeriksaan Persiapan Perkara Nomor 25/G/2015/PTUN-SMD yang dihadiri oleh Penggugat melalui keterangan Tergugat secara lisan maupun tertulis dalam bentuk kronologis singkat, sehingga apabila dihitung sejak tanggal 24 Nopember 2015 sampai dengan tanggal pengajuan Gugatan in litis yaitu 24 Mei 2016, maka telah melebihi tenggang waktu pengajuan gugatan;

Menimbang, bahwa menurut dalil Penggugat tentang Tenggang Waktu dalam Gugatan dan bantahan atas eksepsi yang termuat dalam Repliknya menyatakan bahwa Penggugat baru mengetahui terbitnya Objek Sengketa in litis pada Persidangan Perkara Nomor : 25/G/2015/PTUN.SMD tanggal 2 Februari 2016 saat Tergugat melalui Kuasa Hukumnya mengajukan Bukti Surat T-85 yang kemudian digugat oleh Penggugat dan didaftarkan di

Bagian Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda pada tanggal 2 Mei 2016 dengan Nomor Perkara 15/G/2016/PTUN.SMD sebagai Objek Sengketa in casu;

Menimbang, bahwa Penggugat juga mendalilkan pada awalnya Penggugat mengajukan 5 (lima) surat keputusan yang masing-masing dengan nama perusahaan yang berbeda dalam Perkara Nomor 15/G/2016/PTUN.SMD yang diantara kelima surat keputusan tersebut termasuk di dalamnya Objek Sengketa in casu, dan Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili sengketa Nomor: 15/G/2016/PTUN.SMD menyarankan agar objek gugatan dibagi (split) dengan cara mengajukan gugatan baru berdasarkan nama masing-masing perusahaan;

Menimbang, bahwa dalam persidangan terungkap fakta hukum yang menunjukan bahwa benar Objek Sengketa in casu tidak pernah diterima Penggugat secara langsung sebagaimana disebutkan dalam dalil Gugatan Penggugat dan Jawaban Tergugat yang mendalilkan bahwa Objek Sengketa in litis tidak pernah diterima Penggugat karena tempat kedudukan Penggugat yang tidak jelas, kemudian fakta ini diperkuat oleh Keterangan Saksi dari Tergugat bernama ISKANDAR yang merupakan Pegawai Kantor Pos Kota Samarinda yang menyatakan bahwa : “alamat PT. Serimba Raya Makmur Di Jalan Cipto Mangkusumo No. 88 Samarinda tidak ditemukan” (vide Berita Acara Persidangan tertanggal 24 Agustus 2016);

Menimbang, bahwa selain itu terdapat juga fakta yang menunjukan bahwa antara Penggugat dengan Tergugat pernah bersengketa dalam Perkara Nomor : 25/G/2015/PTUN-SMD, dimana dalam Pemeriksaan Persiapan tertanggal 24 November 2015 Tergugat telah menyampaikan secara lisan dan tertulis (kronologis singkat) kepada Majalis Hakim mengenai adanya Objek Sengketa in litis, namun Penggugat baru melihat dan mengetahui keberadaan Objek Sengketa in litis secara jelas dan nyata pada Persidangan Perkara Nomor : 25/G/2015/PTUN-SMD tanggal 2 Februari 2016 saat Tergugat mengajukan Bukti Surat T-85 (vide Bukti P-2 = T-23, T-24);

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian kronologis dan fakta hukum tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat Penggugat dianggap baru mengetahui Objek Sengketa in casu pada saat Penggugat melihat secara langsung dan nyata keberadaan Objek Sengketa a quo baik terhadap bentuk maupun isinya yaitu pada tanggal 2 Februari 2016, maka perhitungan tenggang waktu haruslah dihitung sejak tanggal 2 Februari 2016 sampai dengan tanggal didaftarkannya gugatan Perkara Nomor 15/G/2016/PTUN-SMD yaitu pada tanggal 2 Mei 2016 yang merupakan gugatan awal sebelum dipisah (split) menjadi Gugatan in casu ;

Menimbang, bahwa jika dihitung sejak tanggal 2 Februari 2016 sampai dengan tanggal 2 Mei 2016 saat gugatan didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda dengan register Perkara Nomor 15/G/2016/PTUN-SMD, maka Gugatan Penggugat masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana yang disyaratkan dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas, maka sudah sepatutnya Eksepsi Tergugat yang menyatakan Gugatan Penggugat Prematur dan Telah Daluarsa (verjaring) dinyatakan tidak dapat diterima;

Menimbang, bahwa oleh karena seluruh eksepsi Tergugat telah dinyatakan tidak dapat diterima dan gugatan Penggugat telah memenuhi seluruh aspek formal gugatan, maka selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan pokok sengketanya;

Dokumen terkait