• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksistensi Kucapi Pada Masyarakat Pakpak di Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat

EKSISTENSI DAN FUNGSI KUCAPI PAKPAK

4.1 Eksistensi Kucapi Pada Masyarakat Pakpak di Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat

Berbicara tentang eksistensi Kucapi pada budaya musikal Pakpak, penulis menjadikan hasil wawancara sebagai patokan untuk melihat bagaimana perkembangan serta keberadaan alat musik ini dalam kehidupan masyarakat Pakpak. Hal ini dikarenakan kurangnya literatur yang menggambarkan tentang sejarah dan keberadaan kucapi pada kebudayaan Pakpak.

Sebagaimana telah diuraikan pada awal tulisan ini bahwa penyajian Kucapi adalah semata-mata untuk menghibur diri dari kesusahan dan penderitaan yang dialaminya. Namun, fakta yang penulis dapatkan di lapangan dengan mencari literatur ataupun melakukan wawancara langsung dengan beberapa informan, tidak dapat menjelaskan secara jelas darimana awalnya alat musik ini dapat tercipta. Legenda yang telah penulis cantumkan pada bab sebelumnya menjadi acuan terhadap penjelasan bagaimana alat musik ini tercipta.

Menurut penuturan Kami Capah, alat musik Kucapi Pakpak pada awalnya hanyalah sebagai alat musik tunggal yang digunakan untuk menghibur diri dan juga untuk mempengaruhi pikiran orang lain, terutama sebagai pitunang untuk gadis yang disenangi. Melalui bunyi yang dihasilkannya, diyakini dapat membuat pikiran seorang gadis dimana bunyi ini ditujukan tergila-gila kepada penyaji alat musik ini.

96

Untuk tujuan tersebut diatas, alat musik Kucapi ini akan dimainkan ditempat yang sepi dimana si gadis dapat mendengar suara dari alat musik ini dengan jelas. Pada saat seperti ini, si gadis yang di tuju oleh si perkucapi tersebut akan datang menemui si pemuda yang memainkan alat musik ini dan menawarkan suatu bantuan atau usaha yang dapat menyenangkan hati si pemuda. Pada kondisi seperti ini, si gadis yang sudah tertarik akan tunduk kepada keinginan si pemuda.

Menurut bapak Dayo Sinamo9, selain dari pada untuk memikat hati lawan jenis, kucapi juga digunakan untuk menghibur diri. Kucapi digunakan sebagai alat untuk mengeluarkan keluh kesah yang ada dalam hati si perkucapi. Hal ini juga menyebabkan kurangnya eksistensi alat musik ini sendiri. Menurut penuturan beliau, penggunaan yang terbatas hanya untuk kebutuhan pribadi yang membuat alat ini tidak memiliki repertoar khusus. Repertoar yang dimainkan dalam setiap penggunaan alat ini adalah ungkapan hati dari si pengguna Kucapi ini.

Setelah Belanda mulai masuk ke tanah Pakpak dan memaukkan pengaruh kolonisasinya, lambat laun kondisi ini mulai berkurang. Menurut Dayo Sinamo (67 tahun) sebagaimana dituturkan oleh orangtuanya, kegiatan bermusik dilarang pada masa penjajahan tersebut. Demikian pula dengan unsure-unsur magis harus dibuang dan setiap warga yang diketahui menggunakannya akan disiksa oleh belanda.

Setelah berakhirnya penjajahan Belanda, penggunaan alat musik Kucapi sangat jarang dijumpai baik untuk kegiatan ritual maupun untuk kebutuhan hiburan pribadai. Menurut ungkapan Dayo Sinamo dan Kami Capah, hal ini

9

97

didasari oleh pengaruh peraturan dari masa kolonialisasi Belandan dan tidak digunakannya alat musik ini pada upacara adat pada masa itu.

Menurut Pandapotan Solin, pada periode tahun 60an, Kucapi mulai tampak digunakan oleh beberapa pemain kuacapi pakpak di waktu-waktu tertentu seperti saat istirahat berladang dan saat bersantai di teras rumah. Namun penggunaan alat musik ini untuk tujuan pinutang dan ritual sudah jarang ditemukan mulai dari sat itu. Hal ini di sampaikan oleh orang tua dari beliau semasa hidupnya dan juga dari hasil percakapan dengan beberapa pemusik yang sudah meninggal ataupun dari senior beliau dalam musik tradisional Pakpak.

Pada periode tersebut diatas, permainan solo Kucapi sudah dipertunjukkan di depan khlayak ramai dalam konteks pertunjukan sebagai selingan dalam beberapa acara seperti, pesta memasuki rumah dan pesta syukuran yang dilakukan oleh masyarakat. Hal ini menurut Pandapotan Solin merupakan salah satu cara yang dilaksanakan oleh penyelenggara acara untuk menghilangkan rasa jenuh dan untuk mengenalkan kembali alat musik ini kepada kaum perana (sebuatan untuk anak muda pada masyarakat Pakpak)10. Cara seperti ini sedikit banyak berhasil untuk mengembalikan eksistensi alat ini pada masa itu.

Setelah alat musik ini sering dipertunjukkan dan mulai banyak digunakan oleh masyarakat Pakpak pada masa itu, terjadi perkembangan pada segi penggunaan alat ini. Hal ini dituturkan oleh Kami Capah yang turut menyaksikan proses tersebut. Selanjutnya pada periode tahun 80an, perkembangan dalam penggunaan alat musik ini kembali mendapat perkembangan. Penggunaan Kucapi pada acara adat tertentu seperti upacara perkawinan (merbayo), penyambutan

10

98

tamu, dan pengiring tarian sudah mulai digunakan kembali namun pada acara tertentu yang dalam pandangan masyarakat Pakpak masa itu adalah acara besar dan membutuhkan biaya besar. Dan penggunaan alat ini pada acara tersebut sangat jarang karena masih dianggap kurang tepat oleh para kaum tua dan pemuka adat pada masa itu.

Selanjutnya pada awal tahun 80an, keberadaan alat musik ini semakin Nampak terlihat pada masyarakat Pakpak. Hal ini diawali dari adanya perlombaan Karya Cipta Lagu Pakpak yang dilaksanakan oleh pemerintahan Kabupaten Dairi pada masa itu. Kami capah dan rekan-rekannya mengikuti perlombaan tersebut dengan menggabungkan kucapi, kalondang, seruling dan gong pada perlombaan tersebut. Penggabungan tersebut dan mendapat predikat juara I pada perlombaan tersebut. Hal ini menjadi salah satu titik awal dari perkembangan oning-oningen pada kebudayaan musikal Pakpak.

Awalnya penyebutan dari penggabungan ini tidak memiliki nama selakyanya ensambel lainnya pada kebudayaan musikal masyarakat Pakpak. Menurut penuturan dari bapak Kami capah, penyebutan dari oning-oningen merupakan perkembangan dari penyebutan oning-oning yang disebutkan oleh masyarakat Pakpak. Penyebutan oning-oningen mulai sering terjadi dalam interaksi musikal pada masyarakat umum seperti interaksi dalam memesan suatu grup musik untuk tujuan acara tertentu. Perkembangan tersebut berdampak pada pengembangan budaya musikal masyarakat Pakpak.

99

Menurut pandapotan Solin, perkembangan penggunaan alat musik Kucapi setelah tahap yang sudah disebutkan diatas sangat beragam11. Mulai dari memasukkan alat musik ini pada ensambel genderang sipitu untuk kerja mbaik pada tingkatan tertinggi, penggabungan dengan genderang sidua-dua untuk acara penyambutan tamu pada suatu acara dan penggabungan dengan genderang sitelu- telu yang dalam hal ini masyarakat mengenalnya dengan sebutan oning-oningen. Hal tersebut diatas dibenarkan oleh narasumber lain seperti dayo Sinamo, Kami Capah dan beberapa orang tua yang penulis wawancarai.

Penggabungan yang sudah penulis ungkapakan pada paragrap sebelumnya awalnya mendapat protes dari pemuka adat dan para orang tua pada masa itu. Namun seiring dengan seringnya permintaan dari masyarakat umum untuk ensambel tersebut, maka hal itu pun perlahan mulai terkikis. Hal ini terjadi karena kebiasaan itu terus menerus dilaksanakan dan mulai mendapat pengakuan dari sebagian besar masyarakat Pakpak. Kebiasaan yang sudah melekat pada akhirnya menjadai suatu kebudayaan yang diterima oleh masyarakat Pakpak sampai saat ini terutama pada ensambel oning-oningen.

Pada periode tahun 1990 sampai saat ini penggunaan ensambel oning- oningen dengan penggabungan Kucapi didalamnya mendapat pengembangan lagi dengan dimasukkannya unsur alat musik modern kedalamnya. Alat musik yang dimaksud adalah keybord. Penggunaan alat musik ini menurut Dayo Sinamo didasari oleh perkembangan budaya musikal dari setiap personal yang ada pada pemusik Pakpak. Menurut beliau, Panadpotan Solin adalah salah satu orang yang

11

Hasil wawancara dengan bapak pandapotan solin pada tanggal 25 agustus 2013. Pada wawancara ini bapak pandapotan menyebutkan, “jika alat musik tradisional Pakpak tidak digabungkan dengan musik modern, maka perlahan alat musik ini akan ditinggalkan oleh masyarakat”.

100

turut serta dalam proses pengembangan ini. Pandapotan Solin yang mendirikan sanggar musik dan tari tradisional Pakpak yang bernama Nina Nola melakukan percobaan penggabungan tersebut.

Awalnya penggabungan ini hanya dilaksanakan untuk kebutuhan pengiring tatak yang dalam hal ini adala tatak yang ditujukan untuk hiburan. Menurut hasil wawancara dengan Pandapotan Solin, ide penggabungan ini didasari oleh minimnya apresiasi terhadap musik tradisi pada masyarakat Pakpak khususnya yang berada dalam kawasan Kabupaten Pakpak Bharat12. Ide ini awalnya bertujuan untuk mempertahankan eksistensi dari alat-alat musik tradisional yang menurut beliau jika tidak mengikuti perkembangan zaman, maka alat-alat musik ini akan ditinggalkan. Hal ini dapat penulis lihat dari kurangnya pengetahuan dari kaum muda masyarakat Pakpak tentang alat musik tradisi selama penulis melakukan interaksi dengan kaum muda-mudi di daerah lokasi penelitian.

Namun karena seringnya penggabungan (oning-oningen) ini dipertunjukkan di depan masyarakat ramai, penggunaan ensambel ini mulai dipakai untuk kebutuhan acara adat sepeti perkawinan, acara adat perkumpulan marga dan acara-acara dari instansi pemerintahan. Menurut bapak Jonedi Simanjuntak yang merupakan salah satu pemusik tradisional serta pemilik sebuah sound entertaimen, hal ini terjadi karena permintaan dari masyarakat yang membutuhkan iringan musik pada acara yang dibuatnya13. Hasil wawancara lain dengan seorang pemain musik tadisional Pakpak yakni Mardi Boang Manalu yang merupakan salah satu personil dari grup bapak Jonedi Simanjuntak membenarkan penuturan dari Bapak Jonedi Sebelumnya.

12

hasil wawancara dengan bapak Kami Capah pada tanggal 25 Januari 2013. 13

101

Pada perkembangannya, penggunaan ensambel oning-oningen dalam upacara adat ataupun upacara lainnya pada kebudayaan musik Pakpak secara langsung membuat keberadaan alat musik Kucapi semakin berkembang. Namun, dikarnakan mahalnya biaya untuk menyewa stu grup musik lengkap pada msyarakat Pakpak khususnya di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat menjadikan penggunaan alat musik kucapi pada oning-oningen masih sangat jarang di jumpai. Hanya acara yang dalam kebudayaan masyarakat Pakpak disebut besar atau memiliki dana yang besar yang menghadirkan oning-oningen yang menggunakan alat musik Kucapi ini. Hal ini menurut Pandapotan Solin terjadi karena biaya yang diperlukan untuk menyewa satu grup dengan personil lengkap sangat besar14.

Beberapa hal di atas dapat merupakan gambaran mengenai eksistensi atau keberadaan instrumen Kucapi baik dalam ansambel maupun sebagai instrumen tunggal pada masyarakat Pakpak khususnya di Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat saat ini.

4.2 Fungsi Kucapi Pada Masyarakat Pakpak di Kecamatan Kerajaan

Dokumen terkait